Anda di halaman 1dari 39

MANAJEMEN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN

HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)


BOBOR BAYAM LABU SIAM DI INSTALASI GIZI
RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Diajukan sebgai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan


Program Studi D-IV Gizi Klinik Jurusan Kesehtan

Disususn oleh:

Reta Qoirin Nisah G42161697


Septiana Veronita Yustanti G42162047

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2020
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK NEGERI JEMBER

LEMBAR PENGESAHAN
MANAJEMEN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN
DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun oleh :
Reta Qoirin Nisah G42161697
Septiana Veronita Yustanti G42161047

Diterima dan disahkan pada tanggal

Mengetahui,

Pembimbing Lapang Kepala Instalasi Gizi

Gardinia Nugrahani, S. Gz Harini Diestina, S. GZ., RD


NIK.17.04.1608 NIK.94.09.497
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Instalasi Gizi Rumah Sakit Islam Sultan Agung adalah salah satu penunjang
bagi pasien rawat inap dalam penyelenggaraan makanan. Sistem penyelanggaraan
makanan dalam Rumah Sakit Islam Sultan Agung dilaksanakan untuk kebutuhan
makanan pasien dengan jumlah yang sesuai dan berkualitas. Oleh karena itu
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan mulai dari segi rasa, tekstur, aroma,
penampilan, hingga hygiene sanitasi dari makanan tersebut. Terdapat cara
pengawasan mutu makanan salah satunya yaitu dengan menerapkan prinsip
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)agar makanan yang disajikan
terjamin keamanannya untuk dikonsumsi.
Hazard Analysis Critical Control Point(HACCP) merupakan suatu program
jaminan mutu yang dirancang untuk menjaga agar makanan tidak tercemar atau
terkontaminasi sebelum disajikan. Sistem ini merupakan pendekatan sistematis
terhadap identifikasi, evaluasi pengawasan keamanan pangan secara bermakna.
HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen risiko yang dikembangkan untuk
menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang
dianggap dapat memberikan jaminan yang dianggap dapat memberikan jaminan
dalam menghasilkan pangan yang aman. Kunci utama HACCP adalah antisipasi
dan identifikasi titik kendali kritis (Kemenkes, RI; Cartwright dan Latifah, 2010)
Menurut Surono dkk (2016) tujuan dari HACCP adalah untuk mencegah
bahaya-bahaya yang sudah diketahui yaitu bahaya fisik, biologi dan kimia serta
mengurangi risiko terjadinya bahaya dengan melakukan pengendalian pada setiap
titik kritis dalam proses produksi yaitu dari proses pegadaan bahan sampai
pendistribusian.
Sistem HACCP dapat diterapkan dalam alur produksi pangan dari mulai
produsen utama bahan baku pertanian, hingga sampai konsumen. Sistem HACCP
ini dirancang untuk meminimalkan beberapa resiko berbahaya bagi keamanan
pangan. Sistem HACCP ini sebagai alat yang dapat digunakan untuk melindungi
bahan makanan dan proses produksi terhadap kontaminasi silang seperti kimia,
fisik, dan mikrobiologis (Soetomo, 2013).
Salah satu makana sayuran pasien yang disediakan oleh Instalasi Gizi Rumah
Sakit Islam Sultan Agung Semarang sebagai menu ke- X yaitu Bobor Bayam Labu
Siam yang diberikan untuk menu makan siang pasien. Pada sayuran ini perlu
dilakukan tindakan HACCP mengingat bahan bakunya berupa produk olahan yang
rentan terhadap bahaya biologi, fisik, dan kimia. Selain bahaya yang berasal dari
bahan baku, bahaya juga dapat timbul pada saat penyimpanan maupun persiapan
bahan makanan. Bahaya tersebut timbul apabila kualitas bahan tidak sesuai standar,
ada kontaminasi dengan bahan makanan yang lain ataupun dari penjamah makanan
dan kebersihan alat pada waktu digunakan. Untuk itu, perlu dilakukan pengamatan
mengenaipenerapan HACCP pada hidangan Bobor Bayam Labu Siam di Instalasi
Gizi untuk pasien Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana penerapan HACCP pada sayur bobor bayam labu siamdi Instalasi
Gizi Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan penilaian penerapan HACCP menu sayur bobor bayam labu
siamdi Instalasi Gizi Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menetapkan TIM HACCP.
2. Mendeskripsikan produk.
3. Menuliskan bagan alir proses pembuatan produk.
4. Mendeskripsikan identifikasi bahaya dan cara penanggulangannya.
5. Menetapkan batas kritis dan toleransi untuk setiap CCP.
6. Menetapkan sistem atau tindakan pemantauan pada setiap CCP.
7. Menetapkan tindakan koreksi.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Dapat digunakan sebagai jaminan produk makanan bagi pasien rawat inap
di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
2. Dapat memperbaiki cara pengolahan makanan dengan perhatian khusus
pada proses yang dianggap kritis.
3. Menambah pengetahuan mahasiswa dalam penerapan HACCP.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah HACCP


Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury
diAmerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and
DevelopmentLaboratories, The National Aeronautics and Space Administration
serta US AirForceSpace Laboratory Project Group pada tahun 1959 diminta
untukmengembangkanmakanan yang dikonsumsi astronot pada gravitasi nol.
Untuk itu dikembangkanmakanan berukuran kecil (bite size) yang dilapisi dengan
pelapis edible yang dimaksudkan untu menghindarkan dari hancur dan kontaminasi
udara. Misi terpenting dalam pembuatanproduk tersebut adalah menjamin
keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit, dengan demikian perlu
dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminanmendekati 100% aman.
Proses pengolahan dan pengawetan pada makanan dan minuman perlu
dilakukan secara tepat dan benar, disertai dengan sistem pengawasan yang ketat
karena bahan makanan dan minuman berkaitan langsung dengan kesehatan
konsumen. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi akibat buruk yang tidak diinginkan
terhadap konsumen (Suprapti, 2005).
Tim tersebut akhirnya menyimpulkan cara terbaik untuk mendapatkan
jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman data
yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika diterapkan dengan
tepat dapat mengendalikan titik-titik yang memungkinkan menyebabkan bahaya.

2.2 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)


Menurut Kementrian Kesehatan RI (2013), Hazard Analysis Critical Control
Point (HACCP) merupakan suatu program pengawasan, pengendalian, dan
prosedur pengaturan yang dirancang untuk menjaga agar makanan tidak tercemar
sebelum disajikan. Sistem ini merupakan pendekatan sistematis terhadap
identifikasi, evaluasi pengawasan keamanan pangan secara bermakna.
Penerapan sistem HACCP yang utama adalah dalam industri makanan
besar, tetapi menurut WHO sistem ini dapat diterapkan hingga ke tingkat rumah
tangga. Konsep HACCP merupakan penggabungan dari mikrobiologis makanan,
pengawasan mutu, dan penilaian risiko. Sistem HACCP bukan merupakan sistem
jaminan keamanan pangan yang zero-risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk
meminimumkan resiko bahaya keamanan.
Dalam buku karangan Thaheer tahun 2005, sistem HACCP terdiri dari 7
prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip 1: Berkaitan dengan analisis bahaya
2. Prinsip 2: Menentukan titik kendali krisis
3. Prinsip 3: Menetapkan batas kritis
4. Prinsip 4: Menentapkan sistem pemantauan pengendalikan TKK/prosedur
monitoring
5. Prinsip 5:Menetapkan tindakan perbaikan yang dilakukan jika hasil
pemantauan menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu
tidak terkendali /menetapkan tindakan koreksi
6. Prinsip 6: Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem
HACCP bekerja secara efektif.
7. Prinsip 7: Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan
yang sesuai dengan prinsip-prnsip dan penerapannnya.
Tujuan dari penerapan HACCP dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penerapan HACCP adalah
memelihara kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus
keracunan pangan (Kemenkes Republik RI, 2013).

2.3 Analisis Bahaya


Bahaya (hazard) merupakan agen biologis, kimia atau agen fisik atau faktor
yang berpotensi untuk menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan (WHO,
2005). Bahaya yang ada harus ditiadakan atau dikurangi sehingga produksi pangan
dinyatakan aman. Penentuan adanya bahaya berdasarkan tiga pendekatan yaitu
keamanan pangan, sanitasi, dan penyimpangan secara ekonomi seperti penggunaan
bahan yang tidak dibenarkan. Hazard analysis, adalah analisis bahaya atau
kemungkinan adanya risiko bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah
segala macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena
merupakan penyebab masalah keamanan pangan.
Bahaya tersebut meliputi keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar
biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan mentah (Nurliana, 2004).
1. Bahaya kimia terjadi apabila bahan pangan terkontaminasi pestisida dan pupuk
kimia saat di lahan pertanian, logam berbahaya. Bahaya kimia juga dapat
berasal dari bahan tambahan terlarang atau bahan tambahan pangan yang
melebihi takaran maksimum yang diizinkan dalam penggunaannya. Selain itu
dapat juga berasal dari bahan pangan atau makanan yang tercemar racun
kapang, misalnya biji-bijian atau kacang-kacangan seperti kacang kedelai yang
disimpan pada kondisi yang salah.
2. Bahaya mikrobiologi meliputi: bakteri patogen (kontaminasi, pertumbuhan,
ketahanan) beserta toksin-toksin yang dihasilkannya, virus, jamur dan
mikotoksin, protozoa.
3. Potensi bahaya fisik seperti: serpihan gelas atau logam dari mesin atau wadah,
benda-benda asing seperti pasir, kerikil atau potongan kayu, rambut, tulang,
atau bagian tubuh dari serangga dan hewan lainnya yang mencemari pangan.
Menurut Surono dkk (2016), dalam menyusun rencana HACCP terdapat 12
langkah atau tahap, yaitu:
1. Tahap 1 : Menyusun Tim HACCP
2. Tahap 2 : Mendeskripsikan produk
3. Tahap 3 : Mengidentifikasi tujuan penggunaan produk
4. Tahap 4 : Menyusun alur proses
5. Tahap 5 : Mengkonfirmasi alur proses di lapang
6. Tahap 6 : Menyusun daftar yang memuat semua potensi bahaya
yang berhubungan pada masing-masing tahapan,
melakukan analisisis potensi bahaya yang telah
diidentifikasi.
7. Tahap 7 : Menetukan titik-titik pengendalian kritis (CCP)
8. Tahap 8 : Menentukan batas-batas kritis untuk masing-masing CCP
9. Tahap 9 : Menetukan suatu sistem pengawasan untuk masing masing
CCP
10. Tahap 10 : Menentukan upaya-upaya perbaikan
11. Tahap 11 : Menyusun prosedur verifikasi
12. Tahap 12 : Menyusun Sistem Dokumentasi dan Pencatan
Dari ke-12 tahap tersebut, lima tahapan pertama merupakan tahap persiapan
penyusunan HACCP sedangkan 7 tahapan berikutnya merupakan inti dari kerangka
HACCP. Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari langkah-langkah atau
tahapan-tahapan sebagai berikut:
Tahapan 1: Menyusun Tim HACCP
Tim merupakan satu kesatuan individu yang bekerjasama untuk melakukan
pengujian terhadap sistem HAACP. Tim ini harus dipilih oleh pihak manajemen
(komitmen pihak manajemen adalah syarat paling awal yang harus ada untuk
mensukseskan studi). Perencanaan, organisasi, dan identifikasi sumber-sumber
daya yang penting adalah tiga parameter yang penting untuk penerapan metode
HACCP yang berhasil. Jumlah anggota tim dapat disesuaikan dengan yang berjalan
di rumah sakit. Tergantung pada kasusnya, tim ini bisa terdiri dari 4-10 orang yang
menguasai produk proses dan potensi bahaya yang hendak diperhatikan. Sebagai
acuan, tim HACCP ini terdiri dari pemimpin produksi, quality control, bagian
teknis dan perawatan. Pada beberapa tahapan studi, tim ini dapat dilengkapi dengan
kompetensi-kompetensi yang lain seperti marketing, penelitian dan pengembangan
(R&D). Pembelian, pemesanan/launching, iklan, undang-undang dan lainnya.
Sesuai dengan kebutuhan, seorang ahli teknis (internal maupun eksternal) atau
spesialis pada masalah yang sedang dipelajari bisa dilibatkan. Tanggung jawab dan
wewenang harus didefinisikan dan didokumentasikan dengan memperhatikan
jaminan keamanan pangan.
Tahapan 2: Mendeskripsikan Produk
Menurut Codex Alimentarius deskripsi produk ini berhubungan dengan
prioritas produk akhir. Deskripsi produk akan menjelaskan karakteristik umum
(komposisi, volume, struktur, dan lain-lain). Struktur fisikokimia (pH, aktivitas air,
jumlah dan jenis kurator, atmosfir termodifikasi). Bahan pengemas dan cara
pengemasan. Kondisi penyimpanan, informasi tentang pelabelan, instruksi untuk
pengawetan (suhu, batas umur simpan) dan penggunaannya, kondisi distribusi,
serta kondisi penggunaan oleh konsumen
Tahapan ini sangat penting dan tidak boleh diremehkan. Tujuannya adalah
untuk mengumpulkan informasi yang dapat diandalkan tentang suatu produk,
komposisi, perilaku, umur simpan, tujuan akhir, dan sebagainya. Data yang
dikumpulkan akan digunakan pada tahap berikutnya dalam studi HACCP, terutama
untuk melengkapi Tahap 6 (analisis potensi bahaya) dan tahap 8 (batas kritis).
Tahapan 3: Mengidentifikasi Tujuan Penggunaan Produk
Tujuan penggunaan harus didasarkan penggunaan yang diharapkan oleh
konsumen akhir. Pada kasus-kasus tertentu, populasi yang sensitif harus
dipertimbangkan. Tujuan dari identifikasi penggunaan produk yaitu:
1. Untuk mendaftar umur simpan yang diharapkan, penggunaan produk secara
normal, petunjuk penggunaan, penyimpangan yang dapat diduga dan masih
masuk akal, kelompok konsumen yang akan menggunakan produk tersebut,
opulasi konsumen yang mungkin sensitif terhadap produk tersebut misalnya
lansia, orang sakit, bayi, wanita hamil, orang yang mengalami masalah dengan
kekebalan tubuh, dan sebagainya.
2. Untuk memastikan bahwa petunjuk pelabelan produk akhir sesuai dengan
peraturan yang dibuat.
3. Jika perlu, untuk mengusulkan modifikasi petunjuk penggunaan, bahkan produk
atau proses yang baru untuk menjamin keamanan konsumen.
Selain hal hal tersebut juga disarankan untuk menguji kejelasan dan
kemudahan akses petunjuk penggunaan produk yang dihasilkan.
Tahapan 4: Menyusun Alur Proses (Diagram Alir)
Diagram alir adalah penyajian yang mewakili tahapan-tahapan yang saling
berkesinambungan. Diagram alir harus mencakup seluruh tahapan dalam
pembuatan produk yang telah ditentukan dalam lingkup rencana HACCP. Diagram
alir proses akan mengidentifikasi tahapan-tahapan proses yang penting (dari
penerimaan hingga penyajian).
Pada tahapan ini, kemungkinan akan ada kesulitan tertentu dalam
pendefinisian tahapan-tahapan proses, dengan kata lain, seberapa jauh proses
tersebut harus dibagi dalam tahapan-tahapan proses tersendiri. Pada prakteknya,
pembagian tahap operasi yang tepat akan memudahkan analisis potensi bahaya.
Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Penyusunan diagram alir
proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak
diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan.
Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan
cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut tentu saja akan memperbesar
pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-produk yang mungkin
mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi, maka tindakan
pencegahan ini menjadi amat penting.
Tahapan 5: Mengkonfirmasi Alur Proses di Lapang
Tujuan dari dilakukannya konfirmasi terhadap diagram alir yang sudah
dibuat yaitu untuk memvalidasi asumsi-asumsi yang dibuat berdasarkan tahapan-
tahapan proses serta pergerakan produk dan pekerja di lokasi pengolahan pangan,
dalam hal ini seluruh anggota tim HACCP harus dilibatkan.
Proses verifikasi tahap ini harus diprioritaskan pada tinjauan tentang proses
yang dilakukan di lokasi pengolahan pangan pada waktu-waktu yang berbeda pada
saat operasi, termasuk pada shift yang berbeda (bila ada). Pada shift yang berbeda
bisa terjadi perbedaan-perbedaan.
Tahapan 6: Menyusun Daftar yang Memuat Semua Potensi Bahaya yang
Berhubungan Pada Masing-masing Tahapan, Melakukan Analisisis Potensi Bahaya
yang Telah Diidentifikasi
Penentuan analisis bahaya dapat dilakukan dengan beberapa langkah di
bawah ini:
1. Mengidentifikasi semua potensi-potensi bahaya (B/K/F secara spesifik).
2. Melakukan identifikasi bahaya di setiap tahap pengolahan, cara bahaya timbul
serta pengendaliannya.
3. Menilai tingkat keparahan (Severity).
4. Menentukan peluang kejadiannya (probability).
5. Menetapkan signifikasinnya.
6. Menentukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya
yang signifikan.
2.3.1 Identifikasi bahaya dan Penetapan Resiko
Identifikasi bahaya yang dikaji merupakan bahaya yang berkaitan dengan
semua aspek produk yang sedang diproduksi. Identifikasi terhadap bahaya ini harus
dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk mengidentifikasi semua bahay yang akan
terjadi bila produk pangan yang akan dikonsumsi. Jenis bahaya yang mungkin
terdapat didalam makanan dibedakan atas empat (4) kelompok bahaya yaitu :
1. Bahaya Mikrobiologis (M), disebabkan oleh bakteri pathogen, virus atau
parasit yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi atau infestasi.
Contoh : E.colli pathogen, virus hepatitis A
2. Bahaya Biologis (B), disebabkan oleh hewan seperti tikus, serangga, semut,
ulat, dan lain-lain.
3. Bahaya Kimia (K) disebabkan tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang
beracun, misalnya : histamin, toksin jamur, pestisida, logam – logam berat (Pb,
Zn, Ag, dll), zat pewarna (rhodamin B,methanyl jellow).
4. Bahaya Fisik (F) disebabkan tertelannya benda – benda asing yang seharusnya
tidak boleh terdapat di dalam makanan, misalnya : pecahan gelas, potongan
kayu, krikil, potongan tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), duri, kulit, dll.
2.3.2 Analisis Risiko dan Kategori Risiko
Analisa bahaya adalah proses yang digunakan oleh tim HACCP untuk
menentukan potensi bahaya menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan pada
konsumen. Risiko meruapakan dampak negatif dan besarnya pengaruh sebagai
akibat dari adanya suatu bahaya dalam makanan.
Tabel 2.1 Daftar Kategori Risiko Produk Pangan
Produk-produk Kategori I (Risiko Tinggi)
1. Produk – produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serealia dan/atau berkomposisi susu
yang perlu direfrigrasi
2. Daging segar, ikan mentah, dan produk – produk olahan susu
3. Produk – produk dengan nilaipH 4,6 atau lebih yang disterilisasi dalam wadah yang ditutup
secara hermitis
Produk-produk Kategori II (Risiko Sedang)
1. Produk – produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur, sayuran atau
serealia atau yang berkomposisi/penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam
regulasi hygiene pangan
2. Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar
3. Produk – produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads, mayones dan dressing
Produk-produk Kategori III (Risiko Rendah)
1. Produk asam (pH < 4,6) seperti acar, buah – buahan, konsntart buah, sari buah dan minuman
asam
2. Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas
3. Selai, marinade, dan conserves
4. Produk – produk konfeksionari berbasis gula
5. Minyak dan lemak makan.

Tabel 2.2 Daftar Tingkat Keakutan Bahaya dari Bakteri Patogen


Keakutan tinggi Keakutan sedang Keakutan rendah
 Salmonella enteriditis  Listeria monocytogenes  Bacillus cereus
 Eschericia coli  Salmonella spp, Shigella  Taenia saginata
 Salmonella typhi : spp  Clostridium perfringens
paratyphi A, B  Campylobacter jejuni  Stapphylococcus aurcus
 Trichinella spiralis  Enterovirulen
 Bracella melitensis, Escherichia coli (EEC)
B.suis  Streptococcus pyogenes
 Vibrio cholerae 01  Rotavirus. Norwalk virus
 Vibrio vulnificius group, SRV
 Taenia solium  Yersinia enterocolitica
 Clostridium botulinum  Entamoeba histolytica
tipe A, B, E dan F  Diphyllothorium lanan
 Shigella dysenteriae  Ascaris lumbricoides
 Hepatitis A dan E.
Aeromonas spp.
Pengelompokan lain yang perlu dipertimbagkan adalah terhadap bahaya
kimia dan fisik. Secara sederhana penentuan tingkat bahaya kimia dan fisik dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
Tingkat keakutan bahaya tinggi: Bahaya yang mengancam jiwa manusia.
Tingkat keakutan bahaya sedang: bahaya yang mempunyai potensi mengancam
jiwa manusia.
Tingkat keakutan bahaya rendah: bahaya yang mengakibatkan pangan tidak
layak konsumsi.
Signifikansi bahaya dapat kita tentukan dengan mengkombinasikan risiko
dengan tingkat keakutan seperti pada Tabel 2.3. Satuan angka untuk memberikan
gambaran tingkat signifikansi. Tingkat kategori risiko dan keakutan bahaya diberi
angka 10 untuk rendah, 100 untuk sedang dan 1000 untuk tinggi. Sedang tingkat
signifikasi merupakan hasil perkalian antara tingkat risiko dan keakutan yang
menghasilkan angka 100-1.000.000, dengan kelompok signifikasi rendah 100-
1.000, sigifikansi sedang, 10.000, dan signifikasi tinggi untuk angka 100.000-
1.000.000. Nilai signifikansi (S) 100.000-1.000.000 dapat langsung digunakankan
untuk penerapannya pada penetapan CCP pada diagram pohon keputusan titik
kritis.

Tabel 2.3 Matriks Analisa Signifikansi Bahaya

Resiko tinggi (1.000) Resiko tinggi (1.000) Resiko tinggi (1.000)


Keakutan rendah (10) Keakutan sedang (100) Keakutan tinggi
R*K = (10.000) R*K = (100.000) (1.000)
R*K = 1.000.000
Resiko Sedang (100) Resiko Sedang (100) Resiko Sedang (100)
Keakutan rendah (10) Keakutan Sedang (100) Keakutan tinggi
R*K = 1.000 R*K = (10.000) (1.000)
R*K = 100.000
Resiko Rendah (10) Resiko Rendah (10) Resiko Rendah (10)
Keakutan rendah (10) Keakutan Sedang (100) Keakutan tinggi
R*K = 100 R*K = (1.000) (1.000)
R*K = 10.000

Tahapan 7: Menetukan Titik-titik Pengendalian Kritis (CCP)


Titik kendali kritis merupakan tahap dimana pengendalian dapat diterapkan
dan diperlukan untuk mencegah atau mengeliminasi bahaya keamanan pangan atau
mengurangi sampai batas diterima (Codex).
Penentuan CCP dilandaskan pada penilaian tingkat keseriusan dan
kecenderungan kemunculan potensi bahaya serta hal-hal yang dapat dilakukan
untuk menghilangkan, mencegah atau mengurangi potensi bahaya pada suatu tahap
pengolahan.
Pemilihan CCP dibuat berdasarkan pada:
1. Potensi bahaya yang teridentifikasi dan kecenderungan kemunculannya
yang dapat menimbulkan kontaminasi yang tidak dapat diterima.
2. Tahapan dimana produk tersebut terpengaruh selama pengolahan,
persiapan, dan sebagainya.
3. Tujuan penggunaan produk.
CCP yang terpisah tidak harus ditujukan untuk masing-masing potensi
bahaya. Namun demikian harus dilakukan usaha-usaha untuk menjamin
penghilangan, pencegahan atau pengurangan seluruh potensi bahaya yang
teridentifikasi. Identifikasi CCP sesungguhnya sangat dibantu oleh pemahaman
yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pohon keputusan.
Gambar 2.1 Decision Tree atau Pohon Keputusan
Tahapan 8: Menentukan Batas-batas Kritis untuk Masing-masing CCP
Batas kritis merupakan satu atau lebih toleransi yang harus dipenuhi untuk
menjamin bahwa suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya
mikrobiologis, kimia, dan fisik. Pada saat akan menentukan batas kritis, maka
semua faktor yang terkait dengan keamanan haus diidentifikasi. Batas kritis lebih
mudahnya kita anggap sebagai teman di mana setiap faktor menjadi batas aman dan
tidak aman.
Batas kritis dapat dilakukan dengan cara memisahkan kondisi yang dapat
diterima dan yang tidak, serta antara tindakan pengendalian dan mudsn dipantau
harus berkaitan. Parameter untuk penyusunan batas kritis harus dipilih sedemikian
rupa sehingga memungkinkan untuk melakukan tindakan perbaikan ketika batas
kritis terlampaui. Batas kritis bisa berupa serangkaian faktor seperti suhu, waktu
(waktu minimum paparan), dimensi fisik produk, aktivitas air, kadar air, pH, klorin
yang tersedia, dan sebagainya. Batas kritis juga bisa berupa parameter sensoris
seperti kenampakan (deteksi wadah yang rusak) dan tekstur. Satu atau lebih batas
kritis bisa disusun untuk mengendalikan potensi bahaya yang etridentifikasi pada
suatu CCP tertentu. Batas kritis bisa berhubungan dengan satu atau beberapa
karakteristik; fisik, kimia, mikrobiologis atau dari hasil pengamatan selama proses.
Tahapan 9: Menetukan Suatu Sistem Pengawasan untuk Masing-masing CCP
Sistem pengawasan harus mampu mendeteksi seluruh penyimpangan dari
pengendalian. Sistem pengawasan harus distandarisasi dengan menyusun prosedur
operasi yang sesuai dan dapat menjelaskan:
1. Sifat dan prinsip pengujian, metode atau teknik yang digunakan.
2. Frekuensi pengamatan, letak atau lokasi dilakukannya pengamatan.
3. Alat yang digunakan, proses atau rencana pengambilan sampel.
4. Tanggung jawab pengawasan an interpretasi hasil.
5. Peredaran informasi.
Tahapan 10: Menentukan Upaya-upaya Perbaikan
Tindakan perbaikan harus dikembangkan untuk masing-masing CCP dalam
sistem HACCP agar dapat mengatasi penyimpangan bila ada. Tindakan-tindakan
ini harus dapat menjamin bahwa CCP telah dikendalikan. Tindakan-tindakan yang
dilakukan juga harus melibatkan penyingkiran produk. Penyimpangan dan prosedur
pembuangan produk harus didokumentasikan dalam sistem pencatatan HACCP.
Tahapan yang dibuat harus memungkinkan pendefinisian tindakan yang harus
diambil ketika sistem pengawsan menunjukkan bahwa terjadi pelalaian
pelanggaran pengendalian pada suatu CCP.
Tahapan 11: Menyusun Prosedur Verifikasi
Verifikasi merupakan suatu metode, prosedur, dan pengujian-pengujian yang
digunakan untuk mengembalikan suatu porses kerja/sistem kembali ke keadaan
normal sesuai system atau proses yang ditetapkan. Verifikasi pada CCP ditujukan
untuk mengembalikan sistem pada CCP berjalan normal kembali.
1. Modifikasi yang harus dibuat di dalam sistem HACCP dan dokumen-
dokumen pendukungnya ketika proses atau produk dimodifikasi.
2. Lanjutkan ke pengkajian ulang untuk menentukan apakah sistem yang
dibuat bekerja dengan baik (pengujian, audit, analsiis sampel).
3. Frekuensi pengkajian ulang harus mencukupu untuk memastikan bahwa
sistem yang dibuat bekerja dengan efektif.
4. Bila mana mungkin, tindakan validasi harus melibatkan tindakan-tindakan
yang berguna untuk emmastikan efisiensi seluruh bagian rencana HACCP.
Metode pengkajian ulang harus dapat distandarisasi, sedangkan cara
pencatatan harus dapat didokumentasi. Tujuan dari pengkajian ulang ini adalah
memperbaiki sistem HACCP.
Tahapan 12: Menyusun Sistem Dokumentasi dan Pencatan
Prosedur HACCP harus didokumentasikan dan harus sesuai dengan sifat
dan ukuran operasi. Sistem pendokumentasian yang praktis dan tepat sangatlah
penting untuk aplikasi yang efeisien dan penerapan sistem HACCP yang efektif.
Ada 3 hal yang termasuk dalam dokumen:
1. Semua studi tentang dokumen HACCP yang berisi rincian tentang
pertimbangan ilmiah CCP (titik-titik pengendalian kritis), batas kritis,
sistem pengawasan dan tindakan perbaikan.
2. Dokumentasi tentang sistem: prosedur, cara operasi, instruksi kerja yang
mengacu pada setiap titik dalam metode tersebut. Dokumen-dokumen ini
menyusun rencana HACCP.
3. Penyimpanan catatan (studi laporan HACCP, hasil penerapan sistem,
pengambilan keputusan) sehingga dapat menggambarkan penerapan
permanen sistem HACCP.
Beberapa contoh rekaman pada sistem HACCP yaitu seperti rekaman
monitoring CCP, rekaman deviasi dan tindakan koreksi, rekaman verifikasi (CCP
dan sistem), serta modifikasi HACCP Plan, sedangkan contoh dokumentasi sistem
HAACP yaitu SSOP dan RKJM, Hazard analysis, CCP determination, dan CL
determination.
BAB 3. HASIL PENGAMATAN

3.1 HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)


Menu : Bobor Bayam Labu Siam
Untuk : Pasien non diet makanan biasa
Tanggal Pengamatan : 20 Januari 2020
Waktu : 06.00 – 11.00

3.2 Menyusun Tim HACCP


Tim HACCP adalahsekelompok orang atau ahli yang bertanggung jawab
untuk menyusun rancangan HACCP.
Tim : Reta Qoirin Nisah
Septiana Veronita Yustanti

3.3 Deskripsi Produk


1. Nama produk Bobor Bayam Labu Siam
2. Jenis makanan Sayur
3. Bahan Bayam, labu siam, laos, daun salam, santan
encer, santan kental, gula pasir, garam,
ketumbar, merica, kencur, bawang putih,
bawang merah, kemiri, air, dan minyak goreng
4. Warna produk Putih keruh
5. Struktur fisik Cair (kuah) dan lunak (bayam dan labu siam)
6. Konsumen Pasien non diet makanan biasa
7. Cara penyajian Disajikan dengan plato untuk pasien kelas II
dan III. Untuk pasien VVIP sampai kelas I
disajikan dengan mangkok kecil dilapisi plastik
wrap.
8. Cara Pengemasan Disajikan dengan plato untuk pasien kelas II
dan III. Untuk pasien VVIP sampai kelas I
disajikan dengan mangkok kecil dilapisi plastik
wrap.

1. Resep dan Cara Pembuatan :

Tabel 3.1 Resep dan Cara Pembuatan Bobor Bayam Labu Siam
Resep 1 Porsi
No
Bahan Berat
Bahan :
Bayam 50 g
Labu siam 40 g
Laos 1 cm
Daun salam ½ lembar
Santan encer 50 ml
Santan kental 50 ml
Gula pasir Secukupnya
Garam Secukupnya
Bumbu Halus :
Ketumbar 1g
Merica ½g
Kencur 1 cm
Bawang putih 1 siung
Bawang merah 1 siung
Kemiri 1 butir
Minyak secukupnya
Air secukupnya
Cara Pembuatan:
1. Cuci bayam dan labu siam dengan air sampai benar-benar bersih,
tiriskan.
2. Potong bayam dan labu siam sesuai dengan kebutuhan.
3. Tumis bumbu yang dihaluskan dengan sedikit minyak sampai
harum.
Masukkan daun salam yang sudah dicuci bersih, aduk sampai layu.
4. Tuang santan encer ke dalam bumbu yang ditumis sampai mendidih
sambil diaduk-aduk.
5. Masukkan bumbu labu siam ke dalam rebusan santan encer.
6. Tuang santan kental lalu tambahkan gula pasir, garam, aduk sampai
tercampur rata.
7. Masukkan bayam sambil diaduk perlahan hingga matang.
8. Sajikan.
Cara Pendistribusian:
Sayur bobor bayam labu siam diporsikan dengan menggunakan plato untuk
pasien kelas II dan III, sedangkan untuk pasien VVIP sampai kelas I disajikan
dengan mangkok kecil dan dilapisi plastik wrap. Proses distribusi menggunakan
troli tertutup dari tempat pengolahan hingga penyajian ke masing-masing ruang
pasien.

3.4 Identifikasi Pengguna Produk


Produk bobor bayam labu siam ditujukan kepada pasien Rumah Sakit
Islam Sultan Agung Semarang untuk semua kelas.

3.5 Diagram Alir Produksi


Diagram alir produksi atauproses pembuatan produk dilakukan dengan
mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan
dihasilkan produk untuk didistribusikan. Berikut diagram alir proses
pembuatan bobor bayam labu siam:
Penerimaan Bahan

Penerimaan Bahan Penyimpanan Bahan

Bayam Labu Siam Laos Kelapa Bawang Bawang Kencur Gudang Kering Gudang
Gudang
Muda Putih Merah Air
Basah
Parut
Pemotongan Perendama Pencucia
n n Pengupasan Air
Pemerasan Minya
Pencucian Merica Ketu Kemi Daun
Pengupasan Pengge k
mbar ri Salam
prekan
Gula
Pemotongan
Pencucian Pencucian
Garam

Penghalusan

Penumisan

Perebusan

Pemorsian Pendistribusian Penyajian

Gambar 3.1 Diagram Alir Produksi Bobor Bayam Labu Siam


Tabel 3.2 Spesifikasi Bahan Makanan
No. Nama Bahan Spesifikasi Bahan dan penyimpanan
Makanan
Bayam Warna hijau, tidak terdapat kotoran dan ulat, tekstur tidak
1.
mudah hancur, dan berat @600 gram.
Bawang Merah Bawang merah kupas, ukuran sedang, segar, tua, bersih,
2.
dan tidak busuk.
Bawang Putih Bawang putih kupas, ukuran sedang, segar, tua, bersih,
3.
dan tidak busuk.
Daun Salam Segar, bersih, berwarna hijau tuan,tidak bertangkai, dan
4.
tidak terdapat bekas gigitan serangga.
Garam Merk Garam Meja Refina berat 250 gr, setiap kemasan
utuh, tidak rusak, memiliki tanggal kadarluarsa dan
5.
berserifikat halal. Di simpan di suhu ruang dalam wadah
tertutup.
Gula Pasir Kemasan tidak rusak, dalam tiap kemasan memiliki berat
6. 10 kg, bentuk bulat utuh, bersih, tidak lembek, dan tanpa
campuran.
Kelapa Muda Kelapa parut yang masih segar, warna putih dan muda
7.
Parut tanpa kulit, tidak memiliki bau dan rasa yang asam.
Kemiri Kemiri kupas dengan gelondong yang utuh, tidak
8.
berjamur, dan tidak tua.
Kencur Kencur segar, kulit kesat/kering, memiliki ukuran yang
9.
besar, tidak berjamur, serta tidak busuk.
Ketumbar Ketumbar gelondong utuh, tidak terdapat kotoran, dan
10.
kering
Labu Siam Warna kulit hijau, daging berwarna putih, bersih, muda,
11. segar, tidak terdapat lubang bekas gigitan ulat atau hewan
lainnya. Dikirim dalam kemasan plastik.
Laos Laos merah, segar, tua, bersih, memiliki ukurang yang
12.
besar.
Merica Merica gelondong utuh, tidak terdapat kotoran, dan
13.
kering.
Minyak Kemasan tidak rusak, terdapat tanggal kadaluwarasa
14.
pada kemasan.
15. Air Bersih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa
Sumber:Data Sekunder Terolah
Tabel 3.3 Identifikasi dan Analisis Bahaya

No. Dokumen :
DOKUMEN HAACP
Revisi :
Tanggal :
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS BAHAYA
Halaman :

Evaluasi Bahaya
Jenis
Tahap Proses Bahaya Penyebab Bahaya (Signifikansi Bahaya) Tindakan Pencegahan
Bahaya
Seve Risk Sign.
B F K
1. Penerimaan Bahan Baku
Biologi:
- E. coli H H US - Memakai plastik yang
sekali pakai/baru dan tidak
Kantong plastik yang tidak hiegenis,
memakai plastik hitam.
memakai kantong plastik yang
- Ulat L L US - Mimilih dan mensortir
sudah pernah dipakai
bayam yang sesuai
spesifikasi.
Fisik:
- Hancur - Tertindih bahan lain L L US - Memilih bayam yang tidak
Bayam √ √ √
memar, segar, dan sesuai
spesifikasi.
- Ada sisa kotoran - Pembersihan dan pencucian tidak L L US - Dicuci terlebih dahulu
(tanah) bersih sebelum digunakan
Kimia:
- Residu Pestisida Pemberian pestisida berlebihan dan M L US Pencucian yang bersih
pencucian yang kurang bersih sebelum diolah
Jenis Evaluasi Bahaya
Tahap Proses Bahaya Bahaya Penyebab Bahaya (Signifikansi Bahaya) Tindakan Pencegahan
Seve Risk Sign.
B F K
Biologi:
- E.coli Kemasan yang tidak hiegenis H H US - Pemilihan labu siam yang
segar dan tidak beraroma
busuk.
- Ulat L L US - Mimilih dan mensortir
bayam yang sesuai
spesifikasi.
Fisik: Memar Tertindih bahan lain L L US - Bahan yang berisiko mudah
Labu Siam √ √ √
memar sebaiknya
diletakkan dibagain atas
sendiri.
- Memilih labu siam yang
tidak memar, segar, dan
sesuai spesifikasi.
Kimia : Residu Pemberian pestisida berlebihan dan M L US Pencucian yang bersih
pestisida pencucian yang kurang bersih sebelum diolah
2. Penerimaan Bahan Tambahan
Fisik:
Laos √ Ada sisa kotoran Pembersihan dan pencucian tidak L L US Dicuci terlebih dahulu
(tanah) bersih sebelum digunakan
Biologi:
E.coli - Kantong plastik yang tidak H H US - Menggunakan plastic yang
higienis bersih dan higienis.
Kelapa Muda
√ - Pada saat melakuan pemarutan - Alat yang digunakan untuk
Parut
kurang memperhatikan hygiene memarut harus bersih dan
sanitas hiegienis
Jenis Evaluasi Bahaya
Tahap Proses Bahaya Bahaya Penyebab Bahaya (Signifikansi Bahaya) Tindakan Pencegahan
Seve Risk Sign.
B F K
Fisik: Ketengikan Kelapa muda parut diletakkan di L L US Disimpan di tempat dan
tempat terbuka sehingga wadah yang tertutup

menyebabkan adanya kontaminasi
dengan udara luar (oksidasi).
Fisik:
Busuk, debu, dan Pada saat penyimpanan terjadi L L US - Tidak melalukan
memar benturan antar bawang merah dan penumpakan terlalu banyak
tempat penyimpanan kurang kering dan disimpan di tempat
Bawang Putih √ kering.
- Memilih dan mensortir
bawang putih yang sesuai
spesifikasi.

Fisik:
Busuk, debu, dan Pada saat penyimpanan terjadi L L US - Tidak melalukan
memar benturan antar bawang merah dan penumpakan terlalu banyak
tempat penyimpanan kurang kering dan disimpan di tempat
kering.
Bawang Merah √ √
- Memilih dan mensortir
bawang putih yang sesuai
spesifikasi.
Kimia: Residu Pemberian pestisida berlebihan dan M L US Pencucian yang bersih
pestisida pencucian yang kurang bersih sebelum diolah
Jenis Evaluasi Bahaya
Tahap Proses Bahaya Bahaya Penyebab Bahaya (Signifikansi Bahaya) Tindakan Pencegahan
B F K Seve Risk Sign.

Fisik: Busuk, debu,


dan memar Tertindih bahan lain, penumpukan L L US - Tidak melalukan
bawang putih yang terlalu banyak penumpakan terlalu
Kencur √ √ sehingga saling menimpa satu sama banyak.
lain. - Memilih dan mensortir
bayam yang sesuai
spesifikasi.
Kimia: Residu Pemberian pestisida berlebihan dan M L US Pencucian yang bersih
pestisida pencucian yang kurang bersih sebelum diolah
3. Penyimpanan Bahan
Merica Fisik: Kerikil Pembersihan yang masih kurang L L US Pembersihan dilakukan
√ maksimal dengan maksimal agar tidak
ada kerikil yang tertinggal
Ketumbar Fisik: Kerikil Pembersihan yang masih kurang L L US Pembersihan dilakukan
√ maksimal dengan maksimal agar tidak
ada kerikil yang tertinggal
Fisik: Rambut, debu Pada saat penyimpanan kurang L L US Disimpan di tempat yang
Kemiri √ tertutup tertutup agar terhindar dari
debu dan kotoran rambut
Fisik: Daun kering Pemilihan daun salam yang salah L L US Pemilihan daun salam saat
Daun Salam √ dan tua dan kurang tepat penerimaan sebaiknya
memilih yang segar dan muda
Minyak - - - - - - - - -
Gula Fisik: Pada saat penyimpanan tidak L L US Saat penyimpanan dalam
Kerikil, rambut, dan tertutup rapat dan tempat wadah tertutup rapat dan di

lembab penyimpanan lembab sehingga tempat yang kering serta tidak
dapat terjadi penggumpalan lembab.
Jenis Evaluasi Bahaya
Tahap Proses Bahaya Bahaya Penyebab Bahaya (Signifikansi Bahaya) Tindakan Pencegahan
B F K Seve Risk Sign.

Biologi: E.coli Air yang digunakan mengandung H H US Menggunakan air yang baik
Air √ bakteri E.coli dikarenakan tercemar dan mengalir, bersih
atau terjadi kontaminasi silang
4. Pencucian Bahan
Biologi: Kontaminasi tambahan, air yang H L S - Menggunakan air yang
(Bakteri) E. Coli, digunakan kurang baik dan kurang baik, mengalir
Sayuran √ Salmonella T., higienis, pencucian yang kurang - Mencuci dengan baik dan
Salmonella spp, s. baik benar
Aureus
Biologi: E.coli Kandungan air yang kurang bersih / H L S - Menggunakan air yang
kurang higienis baik, mengalir
Bumbu √
- Mencuci dengan baik dan
benar
5. Penghalusan Bumbu
Penghalusan Fisik: Debu, rambut Pencucian alat kurang bersih L L US Alat yang digunakan untuk
bumbu (bawang menghaluskan bumbu harus
putih, bawang dicuci bersih dan dengan air

merah, kencur, mengalir.
kemiri, merica,
ketumbar)
6. Penumisan
Biologi: Kontaminasi Tidak menggunakan APD secara L L US Penggunaan APD yang
tangan penjamah benar lengkap dan benar agar tidak
Penumisan
√ √ (Stapyloaureus) terjadi kontaminasi silang.
bumbu
Fisik: Debu, rambut Tidak menggunakan APD secara L L US
benar
Jenis Evaluasi Bahaya
Tahap Proses Bahaya Bahaya Penyebab Bahaya (Signifikansi Bahaya) Tindakan Pencegahan
B F K Seve Risk Sign.

7. Pemasakan
Biologi: - Kontaminasi saat pencucian dan H M US - Memasak dengan suhu yang
- S. Aureus pembersihan dari air maupun dari tepat dan waktu yang tepat
E. Coli, Salmonella penjamah makanan untuk mengurangi atau
spp mematikan bakteri yang
terdapat dalam bahan
makanan
- Lalat - Lingkungan kurang bersih H M US - Kebersihan lingkungan
sehingga masih banyak lalat lebih dijaga agar tidak
berkeliaran banyak lalat
Pemasakan √ √ Fisik: karat/potongan - Menggunakan alat yang tidak L M US - Perawatan alat secara
logam, rambut, air hiegenis berkala
liur, keringat, lantai - Penjamah makanan/pekerja tidak - Penjamah makanan atau
licin memakai APD atau memakai pekerja menggunakan APD
APD tetapi tidak secara benar dan dengan baik dan benar saat
baik mengolah makanan
- Lantai licin dapat dikarenakan - Memakai masker
minyak-minyak di ruang - Kebersihan lantai
pengolahan diperhatikan dan sering
dibersihkan
8. Pemorsian
Biologi: Kontaminasi Tidak menggunakan APD secara L L US Penggunaan APD yang baik
tangan penjamah benar dan benar serta kebersihan
Pemorsian √ √ (Stapyloaureus) dan perawatan alat secara
berkala dan penanganan yang
Fisik: Debu tepat.
Jenis Evaluasi Bahaya
Tahap Proses Bahaya Bahaya Penyebab Bahaya (Signifikansi Bahaya) Tindakan Pencegahan
B F K Seve Risk Sign.

9. Pendistribusian
Biologi: Kontaminasi Tidak menggunakan APD secara L L US Penggunaan APD yang baik
tangan penjamah benar dan benar serta kebersihan
Pendistribusian √ √ (Stapyloaureus) dan perawatan alat secara
berkala dan penanganan yang
Fisik: Debu, rambut tepat.
10. Penyajian
Penyajian
Biologi: Kontaminasi Tidak menggunakan APD secara L L US Penggunaan APD yang baik
tangan penjamah benar dan benar serta kebersihan
(Stapyloaureus) dan perawatan alat secara
√ √
berkala dan penanganan yang
Fisik: Debu, rambut tepat.

Sumber:Data Primer Terolah


Keterangan:
S = Signifikan
US = Unsignifikan
Tabel 3.4 Penetapan CCP

No. Dokumen :
DOKUMEN HACCP
Revisi :
Tanggal :
PENETAPAN CCP (P2)
Halaman :

Bahan/Tahap Proses Potensi Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/Bukan CCP


1. Pencucian
Sayuran Biologi: E. Coli Ya Ya - - CCP
Bumbu Biologi: E.coli Ya Ya - - CCP
DOKUMEN HCCP No Dokumen :
Revisi :
HACCP PLAN WORKSHEET (P3-P7) Tanggal :
Halaman :

No CCP Analisis Bahaya Batas Kritis Monitoring


Apa Bagaimana Kapan Siapa Dimana Tindakan Catatan Verifikasi
Koreksi
Pencucian Biologi : E.coli Bakteri Air yang Mengawasi Saat Penangg Persiapa Menggan Dokum Evaluasi
Sayuran E.Coli tidak digunaka air yang bahan ung n sayur ti air entasi persiapan
melebihi n digunakan sedang jawab yang pencuci tiap
1 batas saat dicuci bagian digunaka an minggu
minimum pencucian persiapa n untuk bahan
yang bahan n mencuci makana
diperboleh- bahan n
kan
BAB 4. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan produk bobor bayam labu siam yang
dilakukan pada tanggal 20 Januari 2020 di Dapur Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang, komponen CCP pada produk bobor bayam labu siam hanya pada proses
pencucian sayuran dan bumbu.
Pada setiap proses pembuatan produk tahu lapis kukus terdapat resiko bahaya
yang timbul, dan resiko tersebut harus segera dilakukan pencegahan sesuai dengan
kelompok bahayanya. Setiap proses mempunyai resiko bahaya yang bermacam-macam
dan lebih dari atau resiko bahaya, akan tetapi tingkat risikonya masih rendah
(unsignifikan).
Komponen CCP yang pertama yaitu proses pengolahan. Bahaya yang timbul
pada proses pengolahan yaitu bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik. Bahaya
mikrobiologis disebabkan oleh bakteri Bacillus cereus yang biasa terdapat pada
bawang putih dan merica. Bahaya kimia disebabkan oleh bahan – bahan kimia yang
tersimpan di tempat pengolahan. Pada bahaya fisik disebabkan oleh lamanya waktu
pemasakan dan terdapat kotoran, debu. Batas kritisnya Bersih dan terbebas dari bakteri.
Cara pencegahan pada tahap ini adalah produk tahu lapis kukus dengan cara diolah
pada suhu 100°C yang dapat membunuh bakteri patogen dan penentuan waktu sesuai
dengan tingkat kematangan, dantahu lapis kukus yang telah masak disimpanan pada
tempat yang bersih dalam keadaan tertutup di troli hasil pengolahan. Hasil pengamatan
yang dilakukan, produk makanan yang diolah sudah bersih. Monitoring yang dapat
dilakukan yaitu pengecekan kebersihan tempat pengolahan dan kelengkapan APD
penjamah makanan.
Komponen CCP kedua yaitu pemorsian dengan bahaya yang ditimbulkan
adalah bahaya Fisik berupa kontaminasi dengan kotoran, rambut, kuku petugas
pemorsian. Batas kritis terbebas dari kotoran, rambut, dan kuku. Bahaya tersebut dapat
dicegah dengan cara membersihkan peralatan makan dengan air yang mengalir,
membershkan tempat pemorsian secara berkala, petugas pemorsian selalu
menggunakan APD lengkap, dan makanan yang telah dilakukan pemorsian segera
diwrapping. Monitoring yang dapat dilakukan yaitu pengecekkan alat makan selama
proses pemorsian dan kelengkapan APD petugas pemorsian. Hasil pengamatan Alat
penyajian sudah dari kotoran dan dalam keadaan kering,makanan dalam keadaan tersaji
dengan diwrap. Petugas pemorsian juga menggunakan APD lengkap. Pada proses
proses pendistribusian, diantar pramusaji dengan tepat waktu menggunakan troli yang
tertutup.
Pada proses termasuk CCP (titik pengendalian kritis), karena dalam sebuah
proses pengendalian terhadap resiko bahaya yang mungkin terjadi dapat dicegah,
diturunkan, atau dihilangkan hingga batas yang aman. Pada setiap proses pengolahan
resiko bahaya yang timbul dapat dikendalikan, dipantau, dapat pula dilakukannya
tindakan koreksi, tindakan evaluasi, serta pendokumentasian, untuk meminimalkan
dan menindak lanjuti resiko bahaya yang timbul.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa setiap bahan, proses, dan
lingkungan pembuatan menu tahu lapis kukus dapat menimbulkan resiko bahaya yang
meliputi bahaya mikrobiologi, biologi, kimia, dan fisik. Terdapat pula cara mengatasi
untuk mengurangi bahaya resiko kontaminasi silang dalam proses pembuatan tahu
lapis kukus, antara lain penggunaan APD dengan tepat, pematangan masakan yang
sesuai, pengecekkan kebersihan troli, dan lain-lain.

5.2 Saran
Dapat disarankan bahwa setiap resiko bahaya yang timbul pada pengolahan tahu
lapis kukus sebaiknya dilakukan pencegahan dengan dimonitoring setiap hari, agar
resiko tersebut tidak dapat timbul dan mengakibatkan penurunan pada kualitas
makanan yang dihidangkan.
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI
Suotomo, S. 2013. Pangan dan Gizi. Semarang: Sagung Seto
LAMPIRAN

Gambar 1. Tahu yang sudah Gambar 2. Bumbu yang sudah


dispesifikasi dihaluskan

Gambar 3. Tahu yang telah Gambar 4. Tahu diletakkan pada


dihaluskan. cetakan lalu kukus.

Gambar 5. Tahu lapis kukus yang Gambar 6. Tahu lapis kukus yang
sudah matang siap didistribusikan

Anda mungkin juga menyukai