Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

PENERAPAN HACCP PADA BENING BAYAM

DI INSTALASI GIZI RSUD DATU SANGGUL

Disusun untuk memenuhi salah satu standar kompetensi


Praktik Kerja Lapangan Bidang Penyelenggaraan Makanan Institusi
Di RSUD Datu Sanggul

Disusun Oleh :

ATIKAH RAHMAWATI P07131121007

ELVINA DWI WAHYUNI P07131121012

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI

2024

1
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

PENERAPAN HACCP PADA BENING BAYAM

DI RSUD DATU SANGGUL

Disusun oleh :

ATIKAH RAHMAWATI P07131121007

ELVINA DWI WAHYUNI P07131121012

Telah mendapat persetujuan dari :

An. Pembimbing

Nurjannah, AMG
NIP. 19901125201503 2 00

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keamanan pangan masih menjadi salah satu hal yang sangat

penting dalam penyelenggaraan makanan. Salah satu penyebab kematian

adalah dapat bersumber dari pangan, bisa karena penyakit bawaan dari

makanan tersebut atau cara pengolahan yang kurang tepat. Keracunan

makanan terjadi ketika bakteri atau patogen jenis tertentu yang membawa

penyakit mengontaminasi makanan, dapat menyebabkan penyakit

keracunan makanan yang sering disebut dengan “keracunan makanan”.

Salmonella, Campylobacter, Listeria, dan Escherichia coli( E. Coli)

merupakan jenis bakteri yang kerap menyebabkan keracunan makanan.

Jenis makanan yang cenderung dihinggapi bakteri adalah daging, unggas,

produk olahan susu, telur, produk laut, nasi matang, buah potong, dan

bayam. Jenis makanan ini berpotensi terkontaminasi silang jika perlakuan

terhadap makanan tersebut kurang layak, selama proses pemasakan,

penyimpanan, pendistribusian, maupun proses penyajian makanan siap

santap (WHO, 2015).

Penyelenggaraan makanan terutama makanan khusus rumah sakit

harus optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta

indikasi penyakit pasien, penyelenggaraan makanan yang kurang

memenuhi syarat kesehatan (tidak higienis) selain memperpanjang proses

perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang atau

1
infeksi nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit) yang

diantaranya didapat melalui makanan serta dapat menyebabkan

keracunan (Puspita, 2010).

Oleh karena itu, dikembangkan sistem jaminan keamanan pangan

yaitu Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) yang

merupakan suatu tindakan preventif untuk menjamin keamanan pangan.

Sistem HACCP diamati dari pengadaan bahan makanan hingga distribusi

makanan, serta menentukan titik kritis pada proses-proses tertentu yang

memicu timbulnya risiko keamanan pangan dengan memusatkan

perhatian pada berbagai bahaya yang berhubungan dengan jenis makanan

yang diolah hingga dikonsumsi. Bahaya akan dikendalikan secara lebih

spesifik.

Hidangan bening bayam merupakan menu makan siang pada

siklus menu ke 2 di RSUD Datu Sanggul yang memerlukan tindakan

HACCP karena menggunakan bahan makanan bayam yang rentan

terhadap bahaya biologi, fisik, dan kimia. Selain itu bahaya juga dapat

timbul pada saat proses penerimaan maupun persiapan bahan baku,

bahaya tersebut timbul apabila kualitas bahan tidak sesuai standar, ada

kontaminasi dengan bahan makanan lain dan kebersihan alat pada waktu

digunakan. Bakteri bisa saja hilang apabila penanganan dari proses

penyimpanan, persiapan, pengolahan, dan distribusi ditangani dengan

hyginie dan sanitasi yang baik.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik melakukan

2
pengkajian terhadap penerapan HACCP pada pengolahan Bening bayam

di RSUD Datu Sanggul.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan Hazard Analysis and Critical Control

Points (HACCP) pada pengolahan produk Bening Bayam di RSUD Datu

Sanggul?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan pengkajian terhadap penerapan Hazard Analysis

and Critical Control Points (HACCP) pada pengolahan produk

Bening Bayam di RSUD Datu Sanggul.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian dan analisa potensi bahaya

b. Melakukan pengkajian titik-titik pengendalian kritis atau

Critical Control Point (CCP)

c. Melakukan pengkajian batas kritis

d. Melakukan pengkajian suatu sistem untuk mengawasi

pengendalian Critical Control Point (CCP)

e. Melakukan pengkajian tindakan-tindakan perbaikan

f. Melakukan pengkajian prosedur pengecekan ulang

g. Melakukan pengkajian dokumentasi atau pemeliharaan catatan

3. Manfaat Penelitian

a. Bagi Instalasi Gizi

3
1) Sebagai bahan evaluasi bagi instalasi gizi di RSUD Datu

Sanggul untuk menerapkan HACCP pada menu yang mudah

terkena bahaya penyimpanan kualitas dan keamanan pangan.

2) Dapat mengetahui titik kritis pada pada proses Bening bayam

dapat dikendalikan sampai batas aman untuk dikonsumsi.

3) Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka meningkatkan mutu

pelayanan gizi di rumah sakit

4) Dapat menambah pengetahuan gizi bagi petugas dilokasi

pemanfaatan HACCP tentang pentingnya pernan HACCP

dalam suatu produk pengolahan makanan di RSUD Datu

Sanggul.

b. Bagi Pasien

1) Sebagai jaminan mutu yang disajikan

2) Jaminan keamanan makanan untuk dikonsumsi

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP

Analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (Hazard Analysis

Critical Control Point, HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan

ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan

mengendalikan bahaya. Tujuan dari HACCP adalah untuk mencegah

bahaya-bahaya yang sudah diketahui (bahaya biologi, kimia, dan fisik) dan

mengurangi risiko terjadinya bahaya dengan melakukan pengendalian

pada setiap titik kritis dalam proses produksi (dari sejak tahap produksi

bahan baku, pengadaan, dan penanganan bahan baku, pengolahan,

distribusi hingga konsumsi produk jadi). HACCP ini merupakan sebuah

sistem jaminan keamanan pangan dalam industri makanan yang sudah

dikenal dan berlaku secara internasional (Surono, Sudibyo, dan Waspodo,

2016).

B. Prinsip Dasar Sistem HACCP

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah

pendekatan pencegahan untuk mengendalikan semua bahaya (biologi,

kimia, fisik) yang mungkin ada selama pengolahan pangan (Dewanti dan

Hariyadi, 2013). Langkah dalam rencana HACCP terdiri dari lima langkah

awal persiapan dan diikuti dengan tujuh langkah berikutnya yang

merupakan prinsip HACCP . Langkah tersebut adalah sebagai berikut:

5
Tahap I: Menyusun Tim HACCP

Tugas pertama dalam mengembangkan rencana HACCP adalah

mengumpulkan tim HACCP terdiri dari individu-individu yang memiliki

pengetahuan dan keahlian khusus sesuai dengan produk dan proses. Tim

mencakup dari berbagai bidang seperti teknik, produksi, sanitasi, penjamin

kualitas, dan mikrobiologi makanan. Tim juga memasukkan staf yang

terlibat dalam proses produksi. Tim HACCP mungkin memerlukan

bantuan dari bantuan dari pakar luar yang mempunyai pengetahuan

tentang potensi bahaya biologi, kimia, dan fisik terkait dalam proses

maupun produk. Industri ukuran kecil dan menengah jika tidak

mempunyai staf yang memenuhi syarat maka harus membayar bantuan

konsultan dari luar untuk menerapkan sistem ini (FDA, HACCP Principles

dan Application Guidelines, 1997 dalam Widiyastuti, 2018).

Tahap II: Deskripsi Produk

Langkah kedua dalam penyusunan rencana HACCP adalah

mendeskripsikan produk Deskripsi produk adalah informasi lengkap

mengenai produk yang berisi tentang nama produk, komposisi produk,

cara penggunaan, jenis kemasan, masa simpan dan masa kadaluarsa,

dimana produk tersebut akan dijual, petunjuk yang diperlukan pada label

dan bagaimana produk didistribusikan (Surono, Sudibyo dan Waspodo,

2016).

Tahap III: Identifikasi Rencana Penggunaan

6
Identifikasi sangat penting untuk ditetapkan sebelumnya, karena

hal tersebut akan berkaitan dengan tingkat kerumitan dalam penentuan

jenis bahaya dan batas kritis yang akan diidentifikasi lebih lanjut (Surono,

Sudibyo, dan Waspodo, 2016). Setiap produk yang dikendalikan melalui

penerapan sistem HACCP terlebih dahulu harus ditentukan rencana

penggunaannya atau dengan kata lain harus diidentifikasi terlebih dahulu

sasaran konsumennya. Didalam analisis risiko, tingkat bahaya suatu

produk akan berkaitan dengan sasaran konsumennya.

Tim HACCP perlu mengidentifikasi konsumen dan penggunaan

produk yang diinginkan. Penggunaan yang dimaksud harus didasarkan

pada penggunaan yang diharapkan oleh konsumen. Penggunaan dan

persiapan sebelum digunakan sangat mempengaruhi keamanan produk.

Produk tertentu mungkin terkontaminasi atau membawa organisme

patogen sebagai bagian dari flora alami. Jika pengolahannya tidak

termasuk dalam langkah mematikan, satu-satunya titik kontrol kritis yang

dapat membuat produk menjadi aman adalah perlakuan panas yang

memadai selama persiapan. Konsumen yang dimaksud bisa menjadi

masyarakat umum atau segmen tertentu dari populasi seperti bayi atau

orang tua. Jika produk tersebut dijual kerumah sakit atau kelompok

penduduk dengan kerentanan tinggi, dibutuhkan lebih keamanan dan

batasan kritis perlu lebih ketat (HACCP Europan Publication, 2012).

Tahap IV: Penyusunan Bagan Alir

7
Tim HACCP harus membuat dokumen yang akan digunakan

berulang-ulang dalam proses pengembangan rencana HACCP. Tim

HACCP perlu melihat secara dekat proses produksi dan membuat diagram

alir yang menunjukkan semua langkah yang digunakan untuk mengolah

produk. Dalam membuat diagram alir tidak perlu rumit dengan

menggambarkan proses dari penerimaan ke pengiriman. Untuk

menemukan semua bahaya keamanan pangan didalam proses pembuatan,

perlu mengetahui secara persis langkah-langkah yang dilewati oleh produk

tersebut. Tujuan diagram alir adalah memberikan deskripsi sederhana yang

jelas tentang semua langkah yang terlibat dalam pemrosesan. Langkah

penerimaan dan penyimpanan bahan baku harus disertakan (HACCP

Europa Publication, 2012). Bagan alir atau diagram alir yang dibuat harus

memuat semua tahapan didalam operasional produks.

Diagram alir proses harus mencakup data rincian semua bahan mentah dan

kemasan, semua kegiatan proses, kondisi penyimpanan, profil suhu dan

waktu, transfer dalam dan antar-area produksi, dan gambaran desain atau

perlengkapan.

Tahap V: Verifikasi Bagan Alir Di Lapangan

Setelah tim HACCP menyelesaikan diagram alir, perlu diperiksa

ketepatannya. Bagan alir yang telah dibuat belum dapat dikatakan sesuai

dengan proses sebenarnya dilapangan, tetapi masih memerlukan evaluasi

dan kepastian melalui pengamatan langsung. Untuk melakukannya,

pastikan bahwa langkah-langkah yang tertera pada diagram

8
menggambarkan secara realistis apa yang terjadi selama proses produksi

(HACCP Europa Publication, 2012). Proses diagram alir yang lengkap

kadang tidak memerlukan modifikasi setelah menjalani pembuktian di

tempat produksi, karenanya penting untuk melakukan hal tersebut sebelum

masuk ke tahap analisis bahaya.

Tahap VI: Analisis Bahaya

Analisis bahaya merupakan bagian dari kajian HACCP, yaitu tim

mengamati setiap langkah dalam proses, mengidentifikasi bahaya yang

kemungkinan ada, mengevaluasi signifikansinya, dan memastikan bahwa

tindakan yang tepat untuk pengendaliannya memang sudah siap tersedia.

Bahaya dapat berupa kontaminan biologis, kimiawi, maupun fisik. Bahaya

ini dapat berasal dari bahan mentah, kemasan, proses, dan penanganan

yang berlangsung dalam rantai makanan ataupun dari lingkungan. Bahaya-

bahaya tersebut dapat menimbulkan kondisi risiko gangguan kesehatan

kepada konsumen. Dalam analisis bahaya tersebut harus diidentifikasi dan

dicatat hal-hal sebagai berikut (Surono, Sudibyo dan Waspodo, 2016):

1) Bahaya aktual dan potensi yang terkait dengan setiap tahapan dalam

proses.

2) Potensi sumber bahaya (bahaya biologis, kimia, dan fisik) pada setiap

tahapan proses. Apakah tahapan proses tertentu dapat menimbulkan

potensi bahaya, atau meningkatkan potensi bahaya. Misalnya, berasal dari

peralatan yang kurang bersih.

9
3) Potensi sumber bahaya (bahaya biologis, kimia, dan fisik) pada setiap

bahan (bahan baku, bahan tambahan, bahan pembantu) yang digunakan.

4) Tingkat kemungkinan terjadinya bahaya, misalnya sangat mungkin

terjadi, bisa terjadi, jarang terjadi, sangat jarang terjadi.

5) Tingkat keparahan bahaya (efek kesehatan), apabila ancaman bahaya

tersebut terjadi.

6) Rincian bahaya-bahaya yang dapat mendukung kelangsungan hidup

atau perbanyakan organisme atau terbentuknya toksin tertentu pada setiap

tahap proses.

7) Kondisi-kondisi tertentu yang dapat menyebabkan kontaminasi atau

pembentukan senyawa kimia berbahaya.

8) Langkah-langkah pengendalian apa saja yang dapat dilakukan untuk

mencegah atau mengurangi bahaya ke tingkat yang dianggap aman.

Secara garis besar bahaya utama dalam makanan dibagi menjadi 3

kelompok yaitu:

1) Bahaya Biologis

Bahaya biologis muncul dalam bentuk mikrobiologi patogen yang

dapat memberikan pengaruh baik langsung, akibat tubuh dalam atau

mengkontaminasi makanan yang kemudian terlelan (infeksi bawaan

makanan), maupun tidak langsung, akibat produksi racun (keracunan

makanan). Mikrooganisme memiliki kebutuhan dasar yang berhubungan

dengan suhu optimum pertumbuhan, kelembaban, PH, dan sumber

makanan.

10
2) Bahaya Kimia

Bahaya kimia adalah bahaya yang timbul secara kimiawi yang

dapat mengancam kesehatan dan keselamatan manusia. Kontaminasi zat

kimia pada bahan makanan dapat terjadi melalui bahan-bahan, saat

produksi atau selama distribusi penyimpanan, dan dampaknya pada

konsumen bisa berupa jangka panjang (mis. Karsinogenik), jangka pendek

(mis. Reaksi alergi). Tim HACCP perlu juga mengkaji ulang setiap zat

kimia toksik yang ada pada bangunan juga mempertimbangkan semua

kontaminan potensial dalam bahan mentah dan kemasan.

3) Bahaya Fisik

Bahaya fisik pada makanan adalah adanya benda yang

keberadaannya dalam makanan dapat mencelakakan konsumen, seperti

misalnya dapat melukai mulut, gigi, saluran pernapasan, saluran

pencernaan, atau bahkan yang dapat melukai anggota badan (tangan)

konsumennya (Surono, Sudibyo, Waspodo, 2016).

Tahap VII: Menentukan Titik Kendali Kritis (TKK)

Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi titik-titik atau tahapan-

tahapan proses mana saja yang dapat dikontrol guna mencegah,

menghilangkan, atau mengurangi terjadinya bahaya-bahaya tersebut,

sehingga dihasilkan produk yang aman. Dari hasil identifikasi ini, maka

akan didapatkan apa yang disebut Titik Kendali Kritis atau Critical

11
Control Point (CCP). CCP dapat didefinisikan sebagai titik, atau tahapan

atau prosedur dalam pengolahan makanan yang dapat dikendalikan

sehingga bahaya dapat dicegah atau diturunkan pada tingkat yang

dianggap aman. Untuk menetapkan apakah suatu tahapan proses dapat

dikategorikan sebagai titik kritis atau bukan, maka digunakan Bagan

Logika atau Pohon Keputusan (Decision Tree) sebagai berikut (Surono,

Sudibyo, & Waspodo, 2016):

12
a) Decision Tree untuk penentuan CCP pada bahan baku

P1: Apakah bahan baku atau peralatan yang digunakan mungkin


mengandung bahan berbahaya?

tidak Bukan CCP


ya

P2: Apakah pengolahan/penanganan dapat menghilangkan atau


mengurangi bahaya?

tidak Bukan CCP


ya

P3: Apakah ada risiko kontaminan ulang peralatan terhadap bahan atau
produk lain yang tidak dapat dikendalikan?

tidak Bukan CCP


ya

CCP

Gambar 2.1 Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP untuk Bahan Baku

13
Q1
Adakah tindakan pengendalian/pencegahan?

YA TIDAK Modifikasi tahap/proses/produk

Apakah pengendalian
pada tahap ini perlu untuk YA
keamanan?

TIDAK Not a CCP STOP

Q2 Ya
Apakah tahap ini khusus dirancang untuk
menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin timbul
sampai tingkat yang diterima?

TIDAK

Q3
Dapatkah kontaminasi oleh bahaya yang teridentifikasi terjadi
melebihi batas yang dapat diterima ATAU dapatkah ini
meningkat sampai batas yang tidak dapat diterima?

YA TIDAK Not a CCP STOP

Q4
Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan bahaya yang
teridentifikasi ATAU mengurangi kemungkinan terjadinya
sampai batas yang diterima?

YA TIDAK CRITICAL CONTROL POINTS

Not a CCP STOP

Gambar 2.2 Diagram Pohon Keputusan Penentuan CCP untuk Proses Pengolahan

14
Tabel 2.1 Karakteristik Bahaya

Kelompok Bahaya Karakterisik Bahaya


Bahaya A Produk – produk pangan yang tidak
steril dan dibuat untuk konsumsi
kelompok beresiko
Bahaya B Produk mengandung ingridient
sensitif terhadap bahaya biologi,
kimia atau fisik
Bahaya C Proses tidak memiliki tahap
pengolahan yang dikendali yang
secara efektif membunuh mikroba
berbahaya atau menghilangkan
bahaya kimia atau fisik
Bahaya D Produk mungkin mengalami
rekontaminasi setelah pengolahan
sebelum pengemasan
Bahaya E Ada potensi terjadinya kesalahan
penanganan selama distribusi atau
oleh konsumen yang menyebabkan
produk berbahaya
Bahaya F Tidak ada tahap pemanasan akhir
setelah pengemasan atau di tangan
konsumen atau tidak ada pemanasan
akhir atau tahap pemusnahan
mikroba setelah pengemasan
sebelum memasuki pabrik (unntuk
bahan baku) atau tidak ada cara
apapun bagi konsumen untuk
mendeteksi, menghilangkan atau
menghancurkan bahaya kimia atau

15
fisik

Tabel 2.2 Penetapan Kategori Resiko

Karakteristik Kategori Jenis bahaya


bahaya resiko
0 0 Tidak mengandung bahaya
A sampai F
(+) I Mengandung satu bahaya
B sampai F
(+ +) II Mengandung dua bahaya B
sampai F
(+ + +) III Mengandung tiga bahaya
B sampai F
(+ + + +) IV Mengandung empat
bahaya B sampai F
(+ + + + +) V Mengandung lima bahaya
B sampai F
A+ (kategori VI Kategori resiko paling
khusus) dengan tinggi (semua produk yang
atau tanpa bahaya mempunyai bahaya A)
B-F

Tahap VIII: Menentukan Batas Kritis untuk Masing-masing TKK

Batas kritis adalah nilai maksimum atau nilai minimum bahaya

biologi, kimia, atau fisik yang teridentifikasi yang harus dikendalikan pada

titik kritis untuk mencegah, menghilangkan, atau mengurangi bahaya ke

tingkat yang dianggap aman. Setiap CCP akan memiliki satu atau lebih

tindakan pencegahan yang harus dikontrol dengan baik untuk memastikan

16
pencegahan, penghapusan, atau pengurangan bahaya ke tingkat yang dapat

diterima. Menurut Surono, dkk (2016) agar efektif setiap batas kritis harus:

1) Berdasarkan informasi yang telah terbukti. Sumber informasi tentang

batas kritis dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya, peraturan

pemerintah, literatur ilmiah, dan konsultasi dengan para ahli.

2) Ukuran batas kritis biasanya adalah kombinasi dari faktor-faktor yang

dapat diukur pada saat proses produksi berjalan, yaitu seperti paparan suhu

dan waktu pada proses sterilisasi, pH, ukuran benda fisik dan sebagainya.

3) Nilai batas kritis harus memenuhi persyaratan peraturan pemerintah dan

atau standar perusahaan yang didukung dengan data ilmiah analisis risiko

(misalnya persyaratan suhu dan waktu untuk proses termal seperti

pasterisasi, memasak, dan sebagainya).

Tahap IX: Pemantauan Batas Kritis Setiap TKK

Metode monitoring atau pemantauan batas kritis harus berbasis

ilmiah dan menggunakan peralatan yang selalu dikalibrasi secara rutin,

sehingga memberikan data pengamatan yang handal dan dapat

dipertanggung jawabkan. Setiap sistem pemantauan harus ditetapkan

dalam prosedur standar dan data pemantauan CCP harus dicatat dan

didokumentasikan secara rutin.

Tahap X: Penetapan Tindakan Perbaikan

Ada kalanya suatu tahapan proses tertentu yang kritis ternyata

tidak dalam pengendalian yang memadai sehingga produk yang dihasilkan

tidak dapat dinyatakan aman. Untuk mengantisipasi kerjadian yang tidak

17
dikehendaki tersebut, maka harus dibuatkan prosedur tindakan perbaikan

(corrective action) Tindakan perbaikan harus mencakup hal-hal sebagai

berikut:

1) Menentukan penempatan dan perlakuan khusus terhadap produk yang

tidak memenuhi syarat agar tidak bercampur dengan produk yang normal.

2) Memperbaiki penyebab kesalahan untuk mencegah terjadinya kembali.

3) Memastikan bahwa setelah tindakan perbaikan CCP benar-benar

terkendali (dengan memeriksa kembali bahwa proses atau produk pada

CCP tersebut memenuhi syarat batas kritis)

4) Membuat catatan seluruh tindakan perbaikan yang dikerjakan.

Tahap XI: Penetapan Prosedur Verifikasi

Penerapan prinsip 6 dapat dicapai melalui sejumlah aktivitas yang

secara umum tercakup dalam dua kategori, yaitu validasi dan verifikasi.

1) Validasi

Di dalam validasi, perlu meninjau ulang semua prinsip HACCP

untuk memastikan bahwa kriteria pengendalian telah diterapkan dengan

benar guna memastikan bahwa semua bahaya yang signifikan dapat

dikendalikan. Validasi merupakan sebuah pemastian bahwa tindakan

pengendalian dan batasan kritis akan mengendalikan bahaya yang

teridentifikasi, yaitu bahwa informasi dalam rancangan HACCP secara

efektif akan mengatur keamanan makanan.

18
2) Verifikasi

Verifikasi adalah pemastian bahwa tindakan pengendalian telah

dilakukan selama proses, biasanya begitu rancangan HACCP telah

diterapkan. Berbeda dengan tindakan pemantauan atau monitoring.

verifikasi merupakan tindakan untuk memastikan bahwa seluruh prosedur

dalam rancangan HACCP telah dijalankan dengan benar, memastikan

setiap tahapan kritis dalam proses produksi telah benar- benar terkendali,

memenuhi standar kritis yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa

tujuan menghasilkan produk yang aman sudah tercapai (Surono, Sudibyo,

& Waspodo, 2016).

C. Fungsi Penerapan HACCP

Fungsi dari penerapan HACCP mencakup beberapa hal, yaitu:

a. Mencegah penarikan makanan

b. Meningkatkan jaminan food safety

c. Pembenahan dan pembersihan unit pengolahan (produksi)

d. Mencegah kehilangan konsumen / menurunnya pasien

e. Meningkatkan kepercayaan konsumen / pasien

f. Mencegah pemborosan biaya

19
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Penetapan Tim Pelaksana HACCP Tabel 3.1 Tim Pelaksana
HACCP
No. Nama Jabatan
1. Anita Herlina, SST Kepala Instalasi Gizi
2. Musringah, AMG Ahli Gizi/Penanggung Jawab Dinas
3. Jumah Ariyanti Pramusaji
4. Endri Wijayanti Juru Masak
5. Amelia dan Risma Petugas Penerimaan
6. Fitriani Petugas Persiapan

2. Deskripsi Produk
a. Deskripsi Produk Pangan
Tabel 3.2 Deskripsi Produk

a. Nama Produk Bening Bayam


b. Komposisi Bahan Bahan utama: bayam, putren, labu
siam, wortel, bawang merah, garam,
gula pasir, air

c. Uraian Produk Bening bayam adalah hidangan


sayuran yang umumnya terdiri dari
bayam yang dimasak dengan air kaldu,
seringkali dengan tambahan bahan lain
seperti tomat, wortel, jagung muda
atau bahan sayuran lainnya

20
d. Penggunaan Produk Produk siap dikonsumsi
e. Jenis Pengemasan Alat makan pasien sesuai dengan
kelompok ruangan pasien, yaitu piring
melamin untuk VIP, plato untuk kelas I
dan II, ompreng untuk pasien kelas III,
dan bento disposable
untuk pasien dengan penyakit infeksi.
f. Syarat Penyimpanan Suhu ruang 25 – 30°C, masakan
disimpan dalam keadaan tertutup
g. Umur Simpan Segera disantap setelah disajikan
h. Konsumen Pasien diet dan nondiet
i. Cara Distribusi Menggunakan distribusi sentralisasi
dan disajikan dalam alat makan (piring
melamin, plato, ompreng, dan bento).
Kemudian diletakkan ke kereta dorong
(trolley) untuk didistribusikan langsung
kepada pasien.

j. Cita Rasa Warna : hijau cerah


Tekstur : Empuk dan lembut
Aroma : Harum
Rasa : Manis gurih
k. Tanggal Produksi Selasa, 7 Maret 2024
l. Lokasi Pengamatan Tempat penerimaan bahan makanan,
Gudang penyimpanan basah dan
kering, persiapan bahan makanan,
pengolahan makanan, distribusi
makanan di Instalasi Gizi RSUD Datu
Sanggul

21
b. Uraian Bahan yang Digunakan
Tabel 3.3 Uraian Bahan yang Digunakan

No. Nama Bahan Makanan Spesifikasi


1. Bayam
Segar, muda, bersih, daun utuh, warna
hijau, tidak layu, tidak berulat
2. Putren Segar, bersih, muda, tidak berlubang,
tidak busuk, kulit mulus, berwarna
orange merata
3. Labu siam
Segar, muda, tidak berulat, tidak busuk,
bersih, belum keluar biji, berwarna
hijau dan utuh
4. Wortel Segar, bersih, muda, tidak berlubang,
tidak busuk, kulit mulus, berwarna
orange merata
5. Bawang merah Segar, bersih, padat, tidak busuk,
berwarna merah keunguan
6. Garam
Berwarna putih bersih, halus,
beryodium, bermerk kapal api,
kemasan baik, tidak rusak dan tidak
terbuka, tidak kadaluarsa
7. Gula pasir Berwarna putih agak kekuningan,
kemasan 1 kg, kemasan baik, tidak
rusak, tidak tebuka, tidak membatu,
tidak basah (berair)

22
8. Air Bersih, jernih, tidak berbau

3. Identifikasi Tujuan Pengguna

Produk bening bayam diberikan kepada konsumen mulai dari

umur diatas 6 bulan hingga lansia yang memiliki kemampuan

saluran cerna normal. Seluruh konsumen yang menjadi sasaran dari

bening bayam dapat diastikan menerima sayur ini. Sehingga tidak

ada kasus khusus yang harus dipertimbangkan pada kelompok

berisiko tinggi.

4. Rancangan Diagram Alir Proses Pengolahan


Penerimaan Penerimaan
Penerimaana
bahan kering bumbu basah
Bahan Makanan
(gula, garam, (bawang merah,
kaldu jamur putih, giling

penyimpanan penyimpanan

23
5. Pemeriksaan atau Verifikasi Diagram Alir

a. Penerimaan Bahan Makanan

Penerimaan bahan baku dilakukan di ruang penerimaan

oleh petugas perbekalan. Bahan baku tersebut, terbagi menjadi

bahan baku utama dan bumbu. Bahan baku utama terdiri dari

bayam, putren, labu siam, wortel, bawang merah, garam, gula

pasir, air. Bahan baku kemudian ditimbang berat yang dicatat

dan diperiksa kesesuaiannya dengan daftar pesanan dan

spesifikasi bahan makanan. Apabila terdapat bahan makanan

yang tidak sesuai spesifikasi, maka bahan makanan tersebut

dibuang. Bahan baku yang sudah diterima kemudian

diserahkan ke tempat persiapan bahan makanan untuk

persiapan bahan makanan.

b. Persiapan

Proses persiapan bening bayam dilakukan oleh tenaga

perbekalan meliputi persiapan bahan baku, yaitu persiapan

bayam, putren, labu siam dan wortel. Proses persiapan

dilakukan dengan mengupas, memotong dan mencuci bahan

bayam, putren, labu siam dan wortel. Sedangkan pada bumbu,

dihaluskan terlebih dahulu sebelum nantinya digunakan untuk

memasak.

24
c. Penyimpanan Suhu Dingin

Proses penyimpanan dilakukan pada bayam, putren, labu

siam dan wortel disimpan dalam wadah yang kemudian

disimpan di kulkas pada suhu 23,7°C.

d. Penyimpanan Suhu Ruang

Proses penyimpanan dilakukan pada bawang merah,

garam, gula pasir disimpan di suhu ruang yaitu pada suhu

29,8°C.

e. Proses Pengolahan

Pengolahan dimulai dari petugas pengolahan merebus

air dan bawang merah yang sudah dihaluskan hingga

mendidih. Setelah air dan bawang merah sudah mendidih,

kemudian masukkan wortel, putren, labu siam, dan batang

bayam, lalu tambahkan garam, gula pasir. Kemudian

masukkan bayam dan aduk rata.

f. Proses Pemorsian

Proses pemorsian dilakukan oleh pramusaji di tempat

distribusi makanan setelah bening bayam matang. Setelah

pemorsian selesai, alat makan pasien dilakukan pengemasan

menggunakan plastic wrap yang tertutup rapat. Kemudian,

seluruh alat makan dilakukan pendistribusian.

g. Proses Pendistribusian

Proses pendistribusian dilakukan menggunakan sistem

25
sentralisasi, yaitu terpusat pada satu tempat. Pendistribusian

dilakukan oleh pramusaji pada waktu distribusi yang telah

ditetapkan. Setelah bening bayam diporsikan dan dikemas

secara tertutup, selanjutnya dilakukan pendistribusian ke

setiap ruang perawatan pasien. Terdapat beberapa kategori alat

makan sesuai kelas perawatan pasien, yaitu piring makan

untuk VIP, plato untuk kelas I dan II, bento plastik berwarna

merah untuk kelas III, pasien bersalin dan anak, serta bento

dispossable untuk pasien dengan penyakit infeksi. Piring

makan untuk VIP, Plato, ompreng, dan bento dispossable

dilakukan pengemasan dengan plastik wrap.

Setelah semua alat makan pasien selesai dikemas, semua

alat makan dihitung sesuai jumlah pasien yang terdaftar di

ruang perawatan dan dilakukan penyusunan di dalam trolley

segera setelah makanan dikemas. Proses pendistribusian

makanan pasien dilakukan dengan memperhatikan etiket diet

dan menuju ke ruang perawatan terdekat hingga mencapai

seluruh ruang perawatan pasien tepat waktu.

26
6. Identifikasi Bahaya dan Analisis Bahaya

a. Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya pada Bahan

Makanan Tabel 3.4 Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan

pada Bahan Mentah

Bahan Mentah/
No. Bahaya Jenis Bahaya Cara
Bahan Tambahan
1. Bayam B, F, K B: Ulat, serangga, tanah - Lakukan p
F: Rusak/cacat/busuk yang d
K : Pestisida spesifikasi
dipesan.
- Pilih yan
bersih, dan
- Pencucian
dengan air
- Segera gu
persiapan.
- Jika belu
simpan pa
masa simp
hari, dan
makanan l
2. Putren B, F, K B : Ulat, serangga, tanah - Lakukan p
F : Rusak/cacat/busuk yang d
K : Pestisida spesifikasi
dipesan.
- Pilih yan
bersih, dan
berulat.
- Jika belu
simpan pa
masa simp
hari, dan
makanan l
4 Labu siam B, K B : Ulat - Pilih yan
K : Pestisida Segar, mu
busuk, ber
berwarna h
- Pencucian
dengan air
- Segera gu
persiapan.

27
- Jika belu
simpan pa
masa simp
hari, dan
makanan l
5 Wortel B, F, K B : Ulat - Lakukan p
F : Tanah yang d
K : Pestisida spesifikasi
dipesan.
- Pilih yan
bersih, dan
- Pencucian
dengan air
- Segera gu
persiapan.
- Jika belu
simpan pa
masa simp
hari, dan
makanan l
6 Bawang merah B, F, K B : Ulat - yang d
F : Tanah, akar spesifikasi
K : Pestisida dipesan.
- Pilih yan
bersih, tid
busuk.
- Jika belu
simpan pa
masa simp
- hari, dan
makanan l
7 Garam B, F B : Bakteri halofilik - Pilih yan
F : Kotoran, warna p
pasir, kerikil,
utuh, dan t
kemasan tidak utuh
- Standar m
logam be
maksimum
- Standar m
fisik di ba
- Lakukan
penerimaa

28
kemasan d
- Simpan d
sejuk sert
makanan l
terbuka.
Gunakan p
digunakan.
8 Gula Pasir B, F B : Serangga, coliform, - Pilih yan
staphylococcus aureus warna pu
F : Kotoran, pasir, kerikil, utuh, dan t
kemasan tidak utuh - Standar m
fisik di baw
- Simpan d
sejuk sert
makanan l
terbuka.
- Gunakan p
digunakan.
9 Air B, F, K B : Bakteri E. coli, - Menggunaka
Shinella sp, mengalir dar
V. Cholera - Syarat air be
F : Kotoran, a. Air b
keruh/bewarna K : Zat dan t
logam berat b. Tidak
c. Tidak
d. Tidak
e. Tidak
kimia
f. Tidak
pathogen
- Pengecekan

29
oleh pihak s
- Perebusan

Keterangan :
B/M = Bahayabiologi/mikrobiologi
F

K = Bahaya kimia

30
31

Tabel 3 .5 Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya pada Proses Pengolahan


Proses
Bahaya Jenis Bahaya Cara Pencegahan
Pengolahan
Penerimaan F Kotoran/rusak Dilakukan sortasi sesuai
dengan spesifikasi bahan
makanan yang ada

B Busuk Segera dikembalikan ke


rekanan dan tidak
mencampur ke bahan
makanan lain.
Persiapan F - Sisa kotoran dari Penggunaan alat yang
alat yang bersih dan tajam.
digunakan untuk
pemotongan
- Kontaminasi
dari penjamah
berupa
rambut, dll.
Penyimpanan B Kontaminasi silang Bahan makanan
dengan bahan makanan disimpan dalam
lain container secara terpisah
dan sesuai dengan
suhu idealnya.
Persiapan F - Kotoran berupa Mencuci bahan sebelum
tanah dan kulit sisa digunakan.
- Kontaminasi dari
penjamah berupa
rambut, dll.
Pengolahan B Bakteri pathogen - Menggunakan alat

31
32

penjamah makanan dan yang sudah


alat yang digunakan disediakan sesuai
dengan jenis bahan
makanan yang
diolah apabila
menggunakan satu
alat hendaknya alat
dicuci terlebih
dahulu.
- Merebus makanan
dengan suhu 70 –
80°C.
Pemorsian F Sisa air yang Alat yang digunakan
masih menempel harus selalu dibersihkan
pada wadah dan di lap
makanan hingga kering dan
bersih.
Pendistribusian F Kotoran sisa makanan - Trolley dan plato
dari trolley dan plato dibersihkan setiap
yang digunakan hari setelah
digunakan.
- Menggunakan
trolley yang tertutup
rapat.
- Makanan
dikemas
tertutup.
B Kontaminasi bakteri Diupayakan makanan
dapat disajikan tepat
pada saat jam makan
pasien dan makanan

32
33

masih dalam kondisi


hangat serta perlu
penghangatan agar
suhu makanan tidak
berada pada suhu
yang termasuk
danger zone (10 –
60°C)

Tabel 3.6 Analisa Bahaya pada Produk Bening Bayam

Produk/ Kelompok Bahaya


No. Kategori Risiko
A B C D E F
Bahan Mentah
1. Bayam    VI
2. Putren    VI
3. Labu Siam    VI
4. Wortel    VI
5. Bawang merah       VI
6. Garam     VI
7. Gula pasir     VI
8. Air    VI

a. Penetapan Titik Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP)

i. Penetapan CCP
Pertanyaan Diagram Pohon
No. Langkah Proses Keputusan
P1 P2 P3 P4

33
34

1. Penerimaan/Sortasi
a. Bayam Y Tida Y Y Bukan
b. Putren a k a a CCP

c. Labu siam Y Tida Y Y Bukan


a k a a CCP
d. Wortel
Y Tida Y Y Bukan
e. Bawang merah
a k a a CCP
f. Garam
Y Tida Y Y Bukan
g. Gula pasir
a k a a CCP
h. Air
Y Tida Y Y Bukan
a k a a CCP

Y Tida Tida
a k k
Y Tida Tida Ya
a k k Ya
Y Tida
a k
2. Persiapan/pencucian Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
3. Penyimpanan suhu Ya Ya CCP
dingin
4. Penyimpanan suhu Ya Tidak Tidak Bukan CCP
ruang
5. Pengolahan Ya Ya CCP
6. Pemorsian Ya Tidak Ya Ya CCP
7. Pendistribusian Ya Tidak Ya Ya Bukan CCP
Keterangan:

P1: Apakah ada tindakan pencegahan?

P2: Apakah tahapan disusun secara khusus untuk


menghilangkan/mengurangi potensi bahaya?

34
35

P3: Apakah bahaya dapat berkembang/meningkat sampai batas yang


dapat mengganggu kesehatan?

P4: Apakah ada langkah selanjutnya yang dapat menghilangkan


atau mengurangi bahaya?

35
b. Penerapan HACCP

Nama Produk : Bening Bayam

Tanggal Produksi : Selasa, 7 Maret 2024

Tahapan Bahaya Cara Paramater Batas Kritis Pemantaua


Pengendalian
Tahap B, F 1. Menutup 1. Waktu 1. Saat 1. Pengecek
penyimpanan tempat penyimpa penyimpanan suhu kulk
suhu kulkas penyimpan nan bahan permukaan dan lama
an dengan makanan ditutup penyimpa
benar 2. Suhu menggunakan
2. Memperhatik penyimpa plastik wrap
an waktu nan bahan 2. Penyimpanan
penyimpanan makanan bahan
makanan makanan pada
3. Memperhatika suhu 4-7°C
n suhu
penyimpanan

Tahap B, F 1. Proses 1. Suhu 1. Pemasakan 1. Pengeceka


Pengolahan pengolahan pemasa hingga suhu > suhu
memperhatik kan 75°C dan makanan
an suhu 2. Cemaran tekstur lunak 2. Pengeceka
2. Lama waktu bakteri adanya
pengolahan (kontamin pencemar
asi fisik
silang)

36
37
3. 2. Waktu 3. Uji cita (dengan unit
pengol rasa risko produksi
Cemara ahan ± dan ringan) (setiap
n fisik 15 organol 3. bulan)
seperti menit eptik 2. Pemerik
rambut, 3. Tidak makana Koreks saan
plastik, ada n i rasa catatan
tali, dll. cemaran dan pemanta
fisik organol uan
eptik suhu
oleh
petugas
pengaw
as
produks
i
3. Form uji
cita rasa
dan
organole
ptik
makanan
oleh
pengawa
s
produksi
atau
petugas
uji cita
rasa
(setiap

38
waktu
produksi)

39
7. Pembahasan

Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan

untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia,

dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan

membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan

agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk

dikonsumsi (Pradnyani, 2020).

Analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (Hazard Analysis

Critical Control Point) HACCP didefinisikan sebagai suatu

pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi,

menilai dan mengendalikan bahaya. Tujuan dari HACCP adalah

untuk mencegah bahaya-bahaya yang sudah diketahui (bahaya

biologi, kimia, dan fisik) dan mengurangi resiko terjadinya bahaya

dengan melakukan pengendalian pada setiap titik kritis dalam proses

produksi (dari sejak tahap produksi bahan baku, pengadaan dan

penanganan bahan baku, pengolahan, distribusi hingga konsumsi

produk jadi). HACCP ini merupakan sistem jaminan keamanan

pangan dalam industri makananan yang sudah dikenal dan berlaku

secara Internasional. Konsep HACCP merupakan penggabaungan

dari prinsip mikrobiologis makanan, pengawasan mutu, dan penilaian

resiko untuk mencapai tingkat keamanan setinggi mungkin.

Meskipun bergitu, penerapan HACCP tidak berarti menghentikan

40
pertumbuhan bakteri hingga ke titik nol, melainkan

meminimalkannya ke tingkat yang dapat dianggap aman. Sistem ini

menilai kendali atas mutu bahan mentah, sistem pengolahan,

lingkungan tempat proses dilangsungkan, orang-orang yang terlibat

dalam proses, dan sistem penyimpanan serta distribusi (Yantari,

2019).

a. Penerapan HACCP Penerimaan/Sortasi

i. Bayam

Pada tahap sortasi bayam sudah menerapkan prinsip

HACCP, yaitu bayam yang disortasi adalah bayam yang

bermutu baik, sesuai dengan spesifikasinya yang ditentukan

yaitu Segar, muda, bersih, daun utuh, warna hijau, tidak

layu, tidak berulat. Bayamn yang datang sudah sesuai

dengan spesifikasi yang ditentukan sehingga tidak ada

barang yang haurs dikembalikan. Selain itu setelah

dilakukan persiapan yaitu pencucian bayam dengan air

bersih lalu dipotong dan diletakkan pada keranjang / wadah

terpisah dari bahan makanan lain. Tahap sortasi bayam

dikategorikan bukan CCP karena pada tahap selanjutnya

dilakukan Tindakan untuk menghilangkan/mengurangi

bahaya.

ii. Putren

41
Pada tahap sortasi putren sudah menerapkan prinsip

HACCP, yaitu putren yang disortasi adalah putren yang

bermutu baik, sesuai dengan spesifikasinya yang ditentukan

yaitu berwarna orange merata, segar, bersih, tidak

berlubang, tidak berulat, tanpa kotoran/tanah, kulit mulus

dan tidak busuk. putren yang datang sudah sesuai dengan

spesifikasi yang ditentukan sehingga tidak ada barang yang

haus dikembalikan. Selain itu setelah dilakukan

persiapan yaitu pemotongan putren dan dicuci dengan air

bersih dan mengalir dan diletakkan pada keranjang / wadah

terpisah dari bahan makanna lain. Tahap sortasi putren

dikategorikan bukan CCP karena pada tahap selanjutnya

dilakukan Tindakan untuk menghilangkan/mengurangi

bahaya.

iii. Wortel

Pada tahap sortasi putren sudah menerapkan prinsip

HACCP, yaitu wortel yang disortasi adalah wortel yang

bermutu baik, sesuai dengan spesifikasinya yang ditentukan

yaitu berwarna orange merata, segar, bersih, tidak

berlubang, tidak berulat, tanpa kotoran/tanah, kulit mulus

dan tidak busuk. Wortel yang dating sudah sesuai dengan

spesifikasi yang ditentukan sehingga tidak ada barang yang

42
haus dikembalikan. Selain itu setelah dilakukan

persiapan yaitu pemotongan wortel dan dicuci dengan air

bersih dan mengalir dan diletakkan pada keranjang / wadah

terpisah dari bahan makanna lain. Tahap sortasi wortel

dikategorikan bukan CCP karena pada tahap selanjutnya

dilakukan Tindakan untuk menghilangkan/mengurangi

bahaya.

iv. Bumbu

Pada tahap sortasi bumbu sudah menerapkan prinsip

HACCP, yaitu bumbu yang disortasi dalam keadan masih

utuh, tidak busuk, tidak cacat dan masih segar. Tahap sortasi

bumbu dikategorikan bukan CCP karena pada tahapan ini

dapat ditindak lanjuti jika bumbu yang datang dari

pemasok/penjual tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah

ditentukan oleh pihak rumah sakit, maka bumbu dapat

dikembalikan kepemasok/penjual sesuai keputusan kepala

instalasi gizi.

b. Persiapan Bahan Bening Bayam

Setelah dilakukan penerimaan bahan makanan (bayam,

putren, labu siam dan wortel) selanjutnya dilakukan tahap

persiapan. Bahan makanan seperti bayam, putren, labu siam dan

wortel dikupas kulitnya menggunakan peeler (alat pengupas kulit

43
buah/sayur) lalu bayam dipotong dengan menumpuk daunnya,

labu siam dipotong dadu sedangkan, putren dan wortel dipotong

memanjang. Setelah bahan di potong, masing-masing bahan

makanan di masukkan ke dalam wadah yang terpisah dan

ditutup rapat dengan plastik wrap. Pada saat persiapan bahan

makanan tenaga persiapan sudah menggunakan alat pelindung

diri (APD) seperti celemek, penutup kepala

(hairnet/korpus/jilbab), masker dan alas kaki yang menutup

bagian punggung kaki (sandal antislip).

Pada proses persiapan bahan makanan tidak ada tahapan

yang dirancang spesifik untuk menghilangkan atau mengurangi

bahaya. Akan tetapi, terdapat bahaya yang dapat berkembang

atau meningkat sampai batas yang dapat mengganggu

Kesehatan. Selain itu, pada tahap selanjutnya terdapat tindakan

yang dapat mengurangi bahaya, yaitu pada tahap penyimpanan.

Pada saat tahap persiapan dapat terjadi kontaminasi fisik seperti

debu, sisa potongan bahan makanan, rambut dan sebagianya,

namun hal tersebut dapat diminimalisir dengan Tindakan

pencegahan seperti tahap pencucian. Oleh karena itu pada saat

tahap persiapan bahan makanan bening bayam ini ditetapkan

sebagai bukan titik kritis/CCP.

c. Penyimpanan Suhu Kulkas Bahan Makanan Bening Bayam

44
Setelah dilakukan persiapan dan pencucian bahan, bahan

makanan (bayam, putren, labu siam dan wortel) disimpan dalam

kulkas selama 3,5 jam dengan suhu 23,7°C. Bahan bening bayam

diletakkan pada wadah yang terpisah dengan bahan makanan

lainnya. Proses penyimpanan bayam, putren, labu siam dan

wortel pada suhu 23,7°C yang dilakukan dapat menjadi potensi

bahaya. Bahaya yang muncul yaitu pertumbuhan bakteri

pathogen dan bakteri pembusuk pada sayuran misalnya

Erwinia, Stemphylium radicinium, dll. Proses penyimpanan

ditetapkan sebagai CCP karena terdapat tindakan pencegahan

bahaya pada proses penyimpanan, yaitu suhu penyimpanan

bahan makanan, lama waktu penyimpanan bahan makanan, alat

yang digunakan, dan Standar Operasional Prosedur penyimpanan

bahan makanan. Hal inilah yang menyebabkan pada tahap

penyimpanan bahan makanan ditetapkan sebagai CCP.

d. Penyimpanan Suhu Ruang Bahan Makanan Bening Bayam

Bahan bening bayam berupa Air disimpan dalam suhu ruang

dengan suhu 29,8°C. Pada proses ini tidak ada tahapan yang

disusun secara khusus untuk menghilangkan/mengurangi potensi

bahaya sehingga pada tahap penyimpanan di suhu ruang

ditetapkan sebagai bukan titik kritis/CCP.

e. Pengolahan Bening Bayam

45
Proses pertama yang dilakukan oleh tenaga pengolah yaitu

menumis bumbu hingga matang, lalu masukkan air putren, labu

siam, wortel dan terakhir bayam. Lama proses memasak bening

bayam yaitu 15 menit dengan suhu pemasakan 87,2°C.

Proses pengolahan bening bayam ditetapkan sebagai CCP

karena terdapat tindakan pencegahan bahaya pada proses

pengolahan, yaitu lama waktu pengolahan bahan makanan dan

suhu pemasakan. Pada proses pengolahan bening bayam ada

tahapan yang dirancang spesifik untuk menghilangkan atau

mengurangi bahaya, yaitu lama waktu memasak bahan makanan.

Bahan makanan yang dimasak terlalu lama akan mengakibatkan

kerusakan zat gizi, sedangkan bahan makanan yang dimasak

terlalu sebentar akan menyebabkan belum tercapainya suhu

pematangan yang optimal untuk menghilangkan mikroba. Hal

inilah yang menyebabkan pada tahap pengolahan bening bayam

ditetapkan sebagai CCP.

f. Pemorsian Bening Bayam

Pada tahap pemorsian makanan dapat terkontaminasi dari

peralatan, penjamah makanan, dan lingkungan. Pemorsian

dimulai pada pukul 16.00 WITA dan selesai pukul 17.00 WITA.

Pemorsian dilakukan pada suhu ruang 29,8° C selama 60 menit

menggunakan alat pemorsian, yaitu sendok sayur. Alat

46
permorsian yang digunakan diperoleh dari lemari tempat

penyimpanan alat makan yang tertutup dan dibersihkan setiap

setelah digunakan. Bening bayam yang dilakukan pemorsian

disajikan dalam keadaan hangat atau suhu makanan 60,2°C.

Proses pemorsian ditetapkan sebagai Bukan CCP karena

terdapat tindakan pencegahan bahaya pada proses pemorsian,

yaitu waktu pemorsian makanan. Pada proses pemorsian

makanan tidak ada tahapan yang dirancang spesifik untuk

menghilangkan atau mengurangi bahaya, selain itu terdapat

bahaya yang mungkin meningkat pada tahap ini, namun terdapat

tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya

yang teridentiftikasi yaitu. menutup rapat dan mengemas segera

makanan yang sudah diporsikan. Maka hal ini menyebabkan

tahap pemorsian ditetapkan sebagai Bukan CCP.

g. Pendistribusian Bening Bayam

Sebelum melakukan pendistribusian, pramusaji diwajibkan

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, seperti masker,

hazmat, dan sandal anti-slip. Selain itu, pramusaji juga telah

menerapkan kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah

melakukan pendistribusian. Pendistribusian dilakukan

menggunakan trolley tertutup. Setelah trolley digunakan,

pembersihan belum diterapkan secara optimal, trolley tidak

47
dilakukan sterilisasi setiap selesai digunakan. Pembersihan trolley

sebaiknya dilakukan setiap setelah digunakan untuk mencegah

kontaminasi fisik dan biologi.

Alur distribusi dilakukan mulai dari ruang perawatan yang

terdekat dengan tempat distribusi makanan Instalasi Gizi RSUD

Datu Sanggul, yaitu pertama dilakukan ke ruang VIP (Jabal

Uhud), selanjutnya ke ruang Penyakit Dalam (Shaffa),

selanjutnya ke ruang VK-bersalin , selanjutnya ke ruang anak

(Bir ali), lalu ruang Perawatan Bedah (Marwah), selnjutnya

ruang isolasi (Jabal Qurban) lalu ke ruang ICU (Jabal Tsur).

Sebelum melakukan pendistribusian, pramusaji melakukan

perhitungan alat makan dan penyusunan pada trolley

berdasarkan jarak terdekat menuju terjauh, Seluruh alat

makan pasien dilakukan pengemasan secara tertutup sebelum

dan saat dilakukan pendistribusian. Hal ini dilakukan untuk

mencegah kontaminasi.

Tahap pendistribusian ditetapkan sebagai bukan CCP karena

pada tahapan ini terdapat tindakan pencegahan untuk bahaya.

Akan tetapi, tidak ada tahapan yang dirancang spesifik untuk

menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi

sampai level yang dapat diterima. Selain itu, pada tahap ini

kontaminasi dengan bahaya dapat meningkat sampai tingkatan

48
yang dapat mengganggu kesehatan. Terdapat tahapan berikutnya

untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang

teridentifikasi sampai level yang dapat diterima yaitu dengan

membersihkan dan mensterilkan trolley setelah selesai

digunakan.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan HACCP di RSUD Datu Sanggul sudah diterapkan, dan salah

satunya pada masakan bening bayam yang dimasak pada siklus menu ke-7

dari 10 siklus menu yang ada di RSUD Datu Sanggul. Hal ini memang perlu

dilakukan agar mencegah bahaya yang akan terjadi bagi konsumen rumah

sakit seperti keracunan makanan dan menghindari terjadinya hal-hal yang

tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

2. Bening bayam merupakan makanan untuk kelas I/II/III/VIP/Isolasi. Bahan

makanan yang digunakan untuk membuat bening bayam di Instalasi Gizi

RSUD Datu Sanggul yaitu bayam, putren, labu siam, wortel, bawang merah,

garam, gula pasir, dan air.

3. Identifikasi bahaya bahan mentah bening bayam meliputi bahaya fisik, kimia,

dan biologis yang dapat ditanggulangi dengan proses pemasakan, penyortiran

yang benar, dan penerimaan bahan makanan yang sesuai dengan spesifikasi.

49
4. Bening bayam termasuk dalam kategori resiko bahaya VI yaitu makanan non

steril yang diperuntukkan untuk resiko paling tinggi mengandung bahaya A,

baik dengan/tanpa bahaya B s.d F

5. Pada pengamatan penggunaan APD dan personal hygiene tenaga penjamah

belum sesuai dengan standarnya. Dan juga perlu di perhatikan sanitasi

peralatan dan lingkungan sekitar Instalasi Gizi yang mungkin dapat

menimbulkan terjadinya kontaminasi makanan.

6. Pada penerimaan/sortasi bahan makanan bayam, putren, labu siam, wortel,

bawang merah, garam, gula pasir, air ditetapkan bukan CCP

7. Pada tahap penerimaan, persiapan/pencucian, penyimpanan suhu ruang, dan

pendistribusian ditetapkan bukan CCP karena pada proses ini tidak dapat

menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya

8. sedangkan tahap penyimpanan suhu dingin, pengolahan dan

pemorsian/penyajian ditetapkan sebagai CCP karena pada proses ini dapat

mengurangi/menghilangkan potensi bahaya.

9. Dari hasil pengamatan penerapan HACCP pada pembuatan bening bayam di

dapatkan hasil suhu awal bahan baku yaitu :

a. Bayam = 28,8oC

b. Putren = 29, 2oC

c. Labu siam = 27, 9oC

d. Wortel = 27, 9oC

10. Dari hasil pengamatan penerapan HACCP pada pembuatan bening bayam

09.10– 09.37WITA di dapatkan hasil suhu setelah pemasakan bahan baku

yaitu :

50
a. Bayam = 60,2oC

b. Putren = 48,3oC

c. Labu siam = 49,9oC

d. Wortel = 47,7oC

11. Diamati dari suhu penyimpanan bumbu dari tanggal 5-7 Maret 2024, yaitu:

a. Selasa, 5 Maret 2024 = 11,1oC

b. Rabu, 6 Maret 2024 = 12,6oC

c. Kamis, 7 Maret 2024 = 11,9oC

12. Penerapan HACCP di instalasi gizi RDSUD Datu Sanggul cukup baik

B. Saran

1. Ahli gizi dan tenaga penjamah makanan harus lebih menerapkan HACCP

hygiene dan sanitasi dalam pengolahan dan distribusi makanan.

2. Ahli gizi dan tenaga penjamah makanan harus mengetahui titik kritis

pada proses pembuatan bening bayam agar dapat dikendalikan sampai

batas aman untuk dikonsumsi.

3. Sebaiknya beberapa plato stainless steel bebas dari bekas air pencucian

dan kering sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya kontaminasi

bakteri pada makanan.

51
DAFTAR PUSTAKA

Citraresmi, A. D. P., Putri. F. P. 2019. Penerapan Hazard Analysis and Critical


Control Point (Haccp) pada Proses Produksi Wafer Roll. Universitas
Brawijaya. Jurnal Teknologi & Industri Hasil Pertanian Universitas
Brawijaa. Vol. 24 No. 1.

Dewi, H. H. 2017. Evaluasi Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point


(Haccp) Pada Makanan Pasien Rawat Inap Dalam Pencegahan Infeksi
Nosokomial Di Rumah Sakit X Kota Semarang Tahun 2016. Skripsi,
Fakultas Kesehatan. Universitas Dian Nuswantoro Semarang.

Khoiriyah, N., Fatmawati, W. 2018. Upaya Perlindungan Kualitas Hidup


Konsumen Melalui Studi Penerapan HACCP Pada Penyediaan Pangan Di
Kantin Rumah Sakit. Jurnal Teknik Industri, Universitas Islam Sultan
Agung Semarang. Vol. 4. No. 3.

Noriko, N. Dewi. E., Analekta, T. P., Ninditasya, W., Widhi, W. 2012. Analisis
Penggunaan dan Syarat Mutu Minyak Goreng pada Penaja Makanan di
Food Court UAI. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi.
Universitas Al Azhar Indonesia

Nurcahyani, D. R., Daru, R. 2019. Program Studi Teknik Informatika Sekolah


Tinggi Teknologi Adisutjipto. Fakultas Pertanian. Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.

52
Prasetyo, H., Ratri, Y. B. 2018. Analisis Penerapan Hazard Analysis Critical
Control Point (Haccp) pada Pengolahan Makanan di Mainkitchen Hyatt
Regency Yogyakarta. Jurnal Media Wisata. Vol. 16. No. 2.

Rahman, 2017. Pengaruh Pemberian Minyak Atsiri Biji Ketumbar (Coriandrum


sativum) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans (Penelitian Secara In
Vitro). Karya Tulis Akhir. Malang: Universitas Brawijaya.

Septiani, P. C., & Wulandari, A. R. (2020). Gambaran Higiene Sanitasi Makanan


dan Penerapan Prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) di
Unit Instalasi Gizi Rumah Sakit X Tahun 2018. Abstrak. Jurnal Nasional
Kesehatan Lingkungan Global, 1(1), 55–64.

Surono, dkk. 2016. Pengantar Keamanan Pangan untuk Industri Pangan.


Deeplusih. Yogyakarta.

Widyastuti, S. 2017. Analisa Bahaya dan Titik Kendali Kritis (HACCP) Rendang
(Studi Kasus di Rumah Makan Padang X Kecamatan Pamulang Kota
Tanggerang Selatan). Program Studi Kesehatan Masyarakat. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.

Yantari, N. K. Y. 2919. Penerapan Hazard Analisys Critical Control Point


(HACCP) di Instalasi Gizi BRSUD Tabanan (Studi Kasus pada Olahan
Ayam Rica-rica). Diploma Thesis. Politeknik Kesehatan Denpasar.

Yantari, N. K. Y. 2020. Keamanan Pangan Kantin Sekolah berdasarkan Skor


Keamanan Pangan (SKP) di Desa Penyaringan Kecamatan Mendoyo,
Kabupaten Jembrana. Diploma Thesis. Politeknik Kesehatan Denpasar.

53
54
55
LAMPIRAN

56
Lampiran 1. Gambar Pemantauan Suhu Ruang Pengolahan

Lampiran 2. Gambar Pemantauan Suhu Masakan Jadi

57
Lampiran 3. Dokumentasi Proses HACCP
No Proses Gambar
1 Penerimaan Bahan
Makanan

58
2 Persiapan Bahan
Makanan

3 Penyimpanan Bahan
Makanan

59
4 Pengolahan

5 Pemorsian

6 Pendistribusian

60

Anda mungkin juga menyukai