Esnawan Antariksa
HACCP
“Fuyunghai Asam Manis”
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi
setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam
menentukan derajat kesehatan seseorang, dan memenuhi kebutuhan hidup, tetapi
makanan juga dapat menjadi sumber penularan penyakit (Priyanto, 2008).
Penyakit dapat menular melalui makanan dan minuman, yang dikenal dengan
food borne disease (keracunan makanan), banyak disebabkan oleh mikroorganisme
(virus, fungi, bakteri, protozoa, dan metazoa). Mikroorganisme banyak dijumpai dari
berbagai sumber kontaminan seperti hewan, air, peralatan pengolahan, udara, tanah,
debu, dan manusia. Interaksi mikrobia terhadap manusia menjadi menguntungkan atau
merugikan, contohnya untuk yang merugikan seperti Clostridium perfringens dan
Bacillus cereus yang dikategorikan intoksikasi dapat memproduksi toksin, dan bakteri
yang menguntungkan seperti Lactobacillus bulgaricus pada pembuatan yogurt dan
Rhizopus Oryzae pada pembuatan tempe. Escherichia coli dan bakteri kelompok
Coliform adalah indikator adanya kotoran atau senyawa yang tidak baik terdapat pada air,
makanan, dan susu (Pelczar, 2008).
Menurut Sofro (2013) Faktor penyebab terjadinya keracunan makanan disebabkan
oleh kuman atau mikroorganisme di antaranya (Campylobacter enteritis, Kolera,
Staphylococcus aureus, Shigella, Listeria monocytogenes dan Salmonella). Di samping
itu dapat disebabkan oleh virus: Norovirus dan Rotavirus. Menurut KEMENKES RI
(2011), penjamah makanan adalah salah satu faktor penyebab terjadinya keracunan
makanan karena secara langsung mengolah makanan.
Banyaknya kasus keracunan makanan menimbulkan tuntutan akan jaminan
keamanan pangan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat
tentang pentingnya kesehatan pangan yang dikonsumsinya. Konsumen telah menyadari
bahwa produk yang aman dikonsumsi diperoleh dari bahan baku yang dengan kualitas
baik, ditangani secara benar, serta diolah dan di distribusikan secara tepat sehingga pada
akhirnya dihasilkan produk yang aman dikonsumsi. Dalam hubungan ini, maka
diperlukan suatu “effective and integrated food safety (efektif yang menggabungkan
keamanan pangan)” .
Penyelenggaraan makanan yang higienis dan sehat menjadi prinsip dasar
penyelenggaraan makanan di rumah sakit karena pelayanan makanan rumah sakit
diperuntukkan untuk orang sakit dengan ancaman penyebaran kuman pathogen yang
tinggi (DEPKES RI, 2001) sehingga dipandang penting untuk menerapkan Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) meliputi Analisis Bahaya dan Pengendalian
Titik Kritis untuk menjamin suatu produk yang akan dikonsumsi aman dari potensi
bahaya yang berasal dari cemaran fisik, kimia (pestisida), dan mikrobiologi.
Fuyunghai asam manis dengan bahan utama telur ayam merupakan salah satu
makanan yang dibuat di Unit Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Angkatan Udara
dr. Esnawan Antariksa. Bahan pangan hewani merupakan sumber utama bakteri
penyebab infeksi dan intoksikasi. Fuyunghai asam manis rentan mengalami kontaminasi
oleh bahaya fisik, biologi, maupun kimia. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu
dilakukan penelitian untuk mengevaluasi bahaya mikrobiologi pada fuyunghai asam
manis melalui penerapan prinsip prinsip HACCP (Hazard Analysis and Critical Control
Point) di Unit Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit Angkatan Udara dr. Esnawan
Antariksa.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meakukan tinjauan tinjauan
HACCP pada menu fuyunghai asam manis di Unit Penyelenggaraan Makanan RSAU
dr. Esnawan Antariksa.
2. Tujuan Khusus
a. Mengamati potensi bahaya fisik pada menu fuyunghai asam manis.
b. Mengamati potensi bahaya kimia pada menu fuyunghai asam manis.
c. Mengamati potensi bahaya biologi pada menu fuyunghai asam manis.
d. Mengamati titik kendali kritis pada menu fuyunghai asam manis.
C. Manfaat Penelitian
D. Sejarah HACCP
1. Tahun 1991, Pillsbury Co. NASA dan US Army Natick Research and Development
Laboratories Nat Aeronautics and Space Administation, mengadakan penelitian
penerapan HACCP dengan tujuan utama mengembangkan makanan yang aman
bagi astronot.
2. Tahun 1971, pemaparan pertama pada masyarakat mengenai sistem HACCP di
Amerika Serikat.
3. Tahun 1973, Peraturan Federal Amerika Serikat untuk menerapkan prinsip
HACCP pada Makanan Kaleng Berasam Rendah
4. Tahun 1970-awal 1980, HACCP diadopsi oleh industri besar diluar
manufacturing
5. Tahun 1985, National Academy od Sciences Subcomittee merekomendasikan
bahwa HACCP seharusnya diadopsi oleh pemerintah
6. Tahun 1990, FSIS-USDA melaksanakan dua tahun studi penerapan HACCP
untuk daging dan unggas beserta produk olahannya.
7. Tahun 1993, Codex Guidelines for the Application od the HACCP system
diadopsi oleh FHO.WHO Codex Alimentarius Commision, termasuk the Codex
code in General Principles of food Hygiene direvisi untuk mencakup sistem
HACCP
8. Tahun 1997, Codex Guidelines for the Applicaion od the HACCP System
direvissi dengan judul Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
System and Guidlunesfor Its Application
9. Tahun 1998, Indonesia mengadopsi Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP) System and Guidlunesfor Its Application menjadi standar Nasional
Indonesia (SNI 01-4852-1998) “Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik
Kritis Serta Pedoman Penerapannya.
E. Pentingnya HAACP
Dari beberapa ahli terdapat beberapa alasan mengapa HACCP diperlukan dalam
penyelenggaraan makanan, antara lain:
1. Tujuan manajemen industry pangan dalam menjamin keamanan pangan
HACCP diakui dapat memenuhi beberapa tujuan manajemen industri pangan
untuk memberikan jaminan bahwa industri tersebut telah memproduksi makanan
yang aman, memberikan bukti sistem produksi dan penanganan produk yang aman.
2. Keamanan pangan adalah persyaratan wajib konsumen
Keamanan produk pangan merupakan persyaratan wajib dari konsumen
walaupun sering tidak tertulis. Persyaratan ini tidak dapat ditawar, bahkan apabila
suatu produk dicurigai tidak aman oleh konsumen, dan produsen tidak dapat
menunjukkan dan mendemonstrasikan sistem penarikan produk.
3. Banyaknya kasus keracunan pangan
Wabah penyakit dan keracunan makanan tetap menjadi masalah kesehatan
masyarakat diseluruh dunia, dan timbulnya masalah tersebut mempunyai potensi
menurunkan produktivitas ekonomi. FAO/WHO mengungkapkan bahwa ratusan juta
penduduk menderita penyakit baik yang terlah diketahui maupun belum diketahui
penyebabnya yang diakibatkan pangan dan air yang terkontaminasi.
4. HACCP berkembang menjadi standar internasional dan persyaratan wajib pemerintah
Dengan diadopsinya HACCP menjadi standar di beberapa negara, maka
industry pangan mendapatkan rekomendasi secara jelas untuk menerapkan HACCP,
dan dengan meningkatnya menjadi regulasi di beberapa nergara maka ada suatu
tendensi bahwa HACCP akan menjadi wajib untuk diterapkan pada industry pangan,
bahkan beberapa negara sudah mewajibkannya.
5. HACCP sebagai sistem yang memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan
Dalam industry pangan, masalah keamanan pangan dapat dipastikan menjadi
prioritas utaman dan tidak dapat ditawar-tawar. Sehingga usaha untuk mencegah
terjadinya bahaya keamanan pangan pada umumnya menjadi prioritas. Sistem
HACCP menjadi pilihan banyak industri pangan karena merupakan sistem
pengendalian keamanan panganberdasarkan tindakan pencegahan.
F. Kelemahan-Kelemahan HACCP
Dari perkembangannya HACCP terus di “up date” untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan, dari alasan pengembangan tersebut terdapat beberapa
kelemahan yang mungkin timbul pada penerapannya, yaitu:
1. Jika HACCP tidak diterapkan secara benar maka tidak akan menghasilkan sistem
jaminan keamanan yang efektif di suatu penyelenggaraan makanan.
2. HACCP selalu menuntut food safety menjadi prioritas dalam integrasi dengan
sistem manajemen mutu lainnya.
3. Bila hanya dilaksanakan oleh satu orang atau kelompok kecil industri
tanpa/sedikit input dari seluruh divisi dalam industri
4. Lingkup HACCP dianggap terlalu sempit, yaitu hanya terfokus pada keamanan
pangan, dan juga hanya untuk pangan.
Persyaratan tim HACCP adalah bahwa keputusan tim HACCP dapat menjadi
keputusan manajemen. Untuk itu tim HACCP seharusnya beranggotakan divisi-divisi
dari unit usaha (Quality Assurance, Produksi, Pemasaran dan lain-lain) dan
multidisiplin dengan memperhatikan jenis produk, teknologi pengolahan, teknik
penanganan dan distribusi, cara pemasaran dan cara konsumsi produk, serta potensi
bahaya. Tim HACCP juga dapat terdiri atas beberapa level personil (General
Manager, Manajer QA, Inspektor, mandor, dan lain-lain).
Jumlah tim sebaiknya maksimum 5 orang dan minimum 3 orang. Anggota tim
tersebut harus mendapatkan pelatihan penerapan HACCP dan inspeksi HACCP
secara cukup. Tim HACCP harus mempunyai pengetahuan yang cukup akan produk
dan prosesnya, serta mempunyai keahlian yang cukup untuk;
2. DESKRIPSI PRODUK
Beberapa informasi dasar yang dapat memberikan petunjuk akan potensi bahaya
adalah;
Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Setiap tahap dalam wilayah yang
khusus operasi harus dianalisa untuk bagian tertentu dari pelaksanaan dengan tujuan
untuk menghasilkan diagram alir. Jika penerapan HACCP untuk kegiatan yang
ditentukan, untuk tahap berikutnya harus diberikan pada tahap yang terdahulu dan
mengikuti pelaksanaan khusus.
Diagram alir harus meliputi seluruh tahap-tahap dalam proses secara jelas, yaitu
mengenai;
Bahaya adalah suatu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen secara
negatif yang meliputi bahaya biologis, kimia atau fisik baik dari dalam, atau kondisi
dari makanan yang potensi untuk menyebabkan dampak merugikan kesehatan.
Langkah keenam ini merupakan penjabaran prinsip pertama dari HACCP, yang
mencakup identifikasi semua potensi bahaya, analisa bahaya, dan pengembangan
tindakan pencegahan.
1) Identifikasi bahaya
Tim HACCP dalam melakukan identifikasi HACCP harus mendaftar semua
bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahap dan sedapat mungkin
mengidentifikasi tindakan pencegahannya.Terdapat beberapa jenis bahaya dalam
bisnis pangan yang dapat mempengaruhi secara negatif atau membahayakan
konsumen, yaitu bahaya biologis, bahaya kimia dan bahaya fisik.
a. Bahaya Biologis
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bahaya biologis
(tabel 1) yaitu pertama adalah faktor-faktor intrinsik, seperti pH, kadar
air/aktivitas air (aw), nutrien, senyawa antimikroba, struktur biologis dan lain-
lain. Kedua adalah faktor ekstrinsik, seperti suhu, kelembaban, gas (karbon
dioksida, ozon, sulfur dioksida), dan lain-lain.
Dalam mengidentifikasi bahaya mikrobiologi potensial sering juga
digunakan diagram pohon keputusan (decision tree), sehingga dapat membantu
tim HACCP untuk lebih fokus pada bahan yang dianalisa.
b. Bahaya Kimia
Kontaminasi bahan kimia pada makanan dapat terjadi pada setiap tahap
produksi, dari pertumbuhan bahan baku di lapangan sampai konsumsi produk
akhir. Pengaruh kontaminasi kimia terhadap konsumen dapat berjangka panjang
(akut) seperti pengaruh makanan yang mengandung alergen.
Sumber-sumber logam beracun (tabel 2) pada umumnya berasal dari
polusi lingkungan, tanah/lahan budidaya, peralatan, air pengolahan makanan,
bahan kimia yang diaplikasikan dalam pertanian.Adapun jenis-jenis logam
beracun adalah timah (dari wadah kaleng), Hg, cadmium dan Pb (polusi
lingkungan), arsenic, alumunium, Cu, Zn, F dan lain-lain.
c. Bahaya Fisik
Dari kasus penolakan dan penahanan produk pangan Indonesia dalam
perdagangan internasional adalah kontaminasi fisik terutama diakibatkan oleh
kotoran serangga atau biologis lainnya. Bahaya fisik lain diantaranya adalah
pecahan gelas, logam, batu, daun, ranting, kayu, perhiasan, pasir dan lain-lain,
berikut adalah beberapa sumber bahaya fisik dan kemungkinana cara
pencegahannya.
2) Analisa bahaya
3) Analisa Resiko
Tahap kedua dalam analisa bahaya adalah menentukan atau analisa resiko. Istilah
resiko dalam HACCP yang digunakan dalam hal ini adalah sebagai peluang
kemungkinan suatu bahaya akan terjadi. Secara sederhana tingkat resiko dapat
dikategorikan seperti pada tabel 4.
Tabel 5. Daftar tingkat keakutan bahaya dari bakteri pathogen yang dapat
menyebabkan keracunan atau wabah penyakit
Merupakan batas-batas kritis pada CCP yang ditetapkan berdasarkan refrensi dan
standar teknis serta observasi unit produksi.Batas kritits ini tidak boleh terlampaui,
karena sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol.
Batas kritis harus ditentukan untuksetiap CCP, dalam beberapa kasus lebih dari
satu batas kritis akan diperinci pada suatu tahap tertentu. Batas kritis menunjukan
perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat
dikelola dalam tingkat yang aman. Batas kritis ini harus selalu tidak dilanggar untuk
menjamin bahwa CCP secara efektif mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia dan
fisik.
Penetapan batas kritis dapat dilakukan melalui beberapa sumber, antara lain :
a. Hasil riset dari divisi riset industry atau lembaga riset lain;
b. Standar: SNI (Standar Nasional Indonesia), Codex, ISO, Departemen Kesehatan,
Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, dan Perdagangan, dll);
c. Data dari literatur;
d. Sarann dari para pakar;
e. Modelling matematik mikrobiologi pangan
Pertanyaan apa harus dijawab apa yang dimonitor, yaitu berdasarkan batas krisis
yang ditetapkan seperti suhu, waktu, ukuran dan sebagainya. Pertanyaan mengapa
dijawab dengan alasan bahwa bila tidak dimonitor dan melampaui batas kritis akan
menyebabkan tidak amannya produk. Pertanyaan dimana seharusnya dijawab pada
titik mana atau pada lokasi mana monitoring harus dilakukan.Pertanyaan bagaimana
menanyakan metode monitoring, apakah secara sensori, kimia, atau pengukuran
tertentu.Berikutnya adalah pertanyaan kapan dilakukan monitoring, idealnya minimal
dimana terjadi interupsi dalam aliran produksi, atau lot, atau data lain yang
menetapkan periode suatu monitoring. Terakhir adalah pertanyaan siapa yang
melakukan monitoring, idealnya adalah personil yang mempunyai akses yang sangat
mudah pada CCP, mempunyai keterampilan dan pengetahuan akan CCP dan cara
monitoring, sangat terlatih dan berpengalaman.
Monitoring dapat dilakukan dengan cara observasi atau dengan pengukuran pada
contoh yang diambil berdasarkan statistic pengambilan contoh. Ada lima cara
monitoring CCP, yaitu :
1. Observasi Visual
2. Evaluasi Sensori
3. Pengujian Fisik
4. Pengujian Kimia
5. Pengujian Mikrobiologi
1) Validasi HACCP
2) Peninjauan kembali hasil pemantauan
3) Pengujian produk
4) Auditing
Tahap ini merupakan tahap akhir dari langkah-langkah penerapan HACCP, yang
mempunyai fungsi : (1) mendokumentasikan bahwa critical limit pada CCP telah
terpenuhi, (2) jika batas limit terlampaui, dengan dokumen ini dapat mencatat apakah
kesalahan dapat diatasi atau tidak, (3) record keeping dapat menjamin pelacakan
produk dari awal hingga akhir.
1. Bukti keamanan produk berkaitan dengan prosedur dan proses yang ada,
2. Jaminan pemenuhan peraturan,
3. Kemudahan pelacakan produk dan peninjauan catatan,
4. Rekaman pada pengukuran-pengukuran,
5. Merupakan sumber tinjauan data yang diperlukan bila ada audit.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dapur Unit Penyelenggaraan Makanan dan Gizi Rumah
Sakit Angkatan Udara dr Esnawan Antariksa.
B. Waktu Penelitian
Pengamatan HACCP dilakukan pada tanggal 4 April 2019 – 15 April 2019
C. Jenis Data
Pada penelitin ini, data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
F. Sasaran
BAB IV
PERENCANAAN HACCP
A. Tim HACCP
1. Putri Ayuning Tyas - 201532118
2. Gesa Aldin Barqin – 201532125
B. Waktu Pengamatan
Waktu pelaksaan dan pengamatan menu Fuyunghai Asam Manis dilakukan pada
tanggal 4-April-2019 di Unit Pelayanan Makanan dan Gizi Rumah Sakit Angkatan Udara
dr. Esnawan Antariksa.
C. Deskripsi Produk
1. Nama Produk
Fuyunghai Asam Manis
2. Bahan Makanan
No Bahan Mentah Berat
1 Telur
2 Wortel 10 gram
3 Daun Bawang 5 gram
4 Bawang Bombay Secukupnya
5 Bawang putih Secukupnya
6 Garam Secukupnya
7 Saus Tomat ½ sdm
8 Saus Tiram ¼ sdt
9 Tepung Meizena ¼ sdt
10 Minyak Goreng 1 sdm
3. Alat
No Alat
1 Wadah
2 Kocokan telur
3 Pisau
4 Talenan
5 Cetakan telur goreng
6 Sendok
7 Kompor
8 Wadah masakan matang
4. Jenis Kemasan
No Kelas Jenis Kemasan/Penyajian
1 VVIP
2 VIP
3 I
4 II
5 III
5. Tempat Produksi
Produksi menu Fuyunghai Asam Manis di laksanakan di dapur (ruang
pengolahan) Unit Penyelenggaraan Makanan dan Gizi RSAU dr Esnawan Antariska.
6. Tempat Distribusi
Distribusi dan penyajian menu Fuyunghai Asam Manis di laksanakan di dapur
(ruang pemorsian) Unit Penyelenggaraan Makanan dan Gizi RSAU dr Esnawan
Antariska.
7. Konsumen
Menu Fuyunghai Asam Manis diperuntukan untuk pasien dengan diet biasa.
D. Diagram Alir Pembuatan Fuyunghai Asam Manis
Garam, Saus
tomat, Saus
Bawang putih
Telur Ayam tiram, Tepung
Wortel dan Bawang Daun bawang
meizena,
bombay
Minyak
goreng
disimpan di suhu
dicuci disimpan di suhu disimpan disuhu
ruang (gudang
disimpan di suhu 4-10̊ C 40-10̊ C
kering)
4-10̊ C
masuk ruang masuk ruang masuk ruang
disimpan disuhu persiapan persiapan persiapan
4-10̊ C
masuk ruang
persiapan
dicuci dicuci
dicuci
dipecahkan
dipotong
.
E. Konfirmasi Diagram Alir
1. Penerimaan bahan baku telur, wortel, daun bawang, bawang Bombay, bawang putih,
garam, sauh tomat, saus tiram, tepung meizena, dan minyak goreng.
2. Melakukan pengecekkan secara kualitas dan kuantitas, kemudian bahan makanan
dipisahkan berdasarkan kategori bahan makanan basah dan bahan makanan kering
untuk disimpan sebelum diolah.
3. Selanjutnya bahan makanan disimpan jika tidak langsung diolah, bahan makanan
basah seperti telur, wortel, daun bawang, bawang putih, dan bawang bombay
disimpan di chiller dengan suhu 4-10̊ C. Bahan makanan kering seperti garam, saus
tomat, saus tiram, tepung meizena, dan minyak goreng disimpan di gudang kering
dengan suhu ruang 20-25̊ C.
4. jika ingin diolah, bahan makanan dikeluarkan dari runag penyimpanan dan dilakukan
persiapan bahan makanan. Semua bahan makanan ditimbang sesuai dengan standar
porsi.
5. Selanjutnya bahan makanan (wortel, daun bawang, bawang bombay, bawang putih)
dikupas dan dilakukan pencucian dengan air mengalir.
6. Setelah bahan makanan dicuci, selanjutnya bahan makanan dipotong sesuai dengan
standar resep yang ada.
7. Setelahnya, dilakukan pengolahan makanan. Pecahkan telur kemudian kocok telur
sampai rata.
8. Masukan dan campurkan potongan wortel dan daun bawang, kemudian tambahlan
garam secukupnya. Lalu kemudian kocok kembali sampai rata.
9. panaskan minyak di wajan cetakan telur. Jika minyak sudah panas, masukan adonan
telur kedalam wajan cetakan, dan masak sampai matang.
10. Lakukan hal yang sama berulang sampai adonan telur habis.
11. Jika semua telur sudah matang, selanjutnya adalah pengolahan untuk saus asam
manis.
12. Panaskan sedikit minyak diwajan, kemudian tumis bawang putih dan bawang
bombay. Tambahkan saus tomat, saus tiram, dan maizena cair. Aduk rata dan masak
hingga matang.
13. Setelah dilakukan pengolahan, fuyunghai asam manis disajikan di tempat makan
pasien atau plato. Jika tempat makan memiliki tutup tempat makan langsung ditutup
agar terhindar dari kontaminasi. Jika tempat makan tidak memiliki tutup, makanan
akan ditutup dengan plastic wrap.
14. Tpat makan yang sudah berisi menu fuyunghai asam manis dan sudah tertutup atau
terbungkus wrap, selanjutnya dimasukan ke dalam troli untuk didistribusikan kepada
pasien.
15. Setelah masuk kedalam troli, tempat makan di distribusikan oleh pramusaji dengan
metode sentralisasi.
F. Analiss Pelaksanaan HACCP
1. Identifikasi Bahaya
a. Identifikasi Bahaya Pada Bahan Mentah
No Bahan Mentah Bahaya Jenis Bahaya Cara Pencegahan
(B/F/K)
1 Telur Biologi Botulinin Pemasakan pada
Salmonella sp suhu 100̊C
Campylobacter
Fisik Kotoran Bersihkan dari
Retak kotoran yang
menempel dengan
air mengalir, dan
menyortir telur
yang retak
Memindah
kan bahan
makanan
ke tempat
penyimpa
nan lain
dan
disesuaika
n suhunya
Penyimpanan - Penyimpanan bahan Suhu QC Mencatat Setiap 2 Di ruang Membersi Suhu
bahan baku makanan kering suhu dan jam penyimpan hkan dan ruang
kering dengan suhu ruang waktu sekali: an bahan merapihka penyimpa
20-25̊C, bersih, 08.00 makanan n ruang nan BM
tidak lembab, dan 10.00 kering penyimpa kering
wadah tertutup 12.00 nan bahan sesuai,
14.00 makanan kondisi
16.00 kering ruang
18.00 penyimpa
20.00 nan BM
22.00 kering
bersih dan
tidak
lembab
Pencucian - Air tidak kotor dan Air yang QC Pengamatan Saat Di ruang Mengguna Petugas
bahan air mengalir digunakan proses persiapan kan mengguna
makanan - E. Colli o/100 ml persiapa bahan sumber air kan APD
sampel, koliform n bahan makanan yang dan
0/100 ml sampel makana bersih dan mengguna
- Petugas n mengalir kan air
menggunakan APD bersih
Petugas mengalir
mengguna untuk
kan APD pencucian
lengkap bahan
makanan
Pengupasan - alat yang digunakan Alat yang QC Pengamatan Saat Di ruang Mengguna Petugas
bahan tidak kotor digunakan proses persiapan kan alat- mengguna
makanan - 1x104 kloni/g persiapa bahan alat yang kan APD
- Petugas n bahan makanan bersih dan dan
menggunakan APD makana tidak mengguna
n rusak kan alat
yang
Petugas bersih
mengguna untuk
kan APD mengupas
lengkap bahan
makanan
Penggorenga - Menggoreng Minyak QC Pengamatan Saat Diruang Mengguna Petugas
n telur dengan suhu 100̊ C yang proses pengolahan kan mengguna
- Tidak digunakan pengola minyak kan APD
menggunakan han goreng dan
minyak goreng Suhu yang mengguna
yang bau tengik, sesuai kan
berwarna coklat spesifikasi minyak
- Koliform <3/g, sesuai
salmonella Petugas dengan
negative/25 g, mengguna spesifikasi
staphylococcus kan APD ,
aureus negative lengkap penggoren
- Petugas gan juga
menggunakan APD dengan
suhu yang
seharusny
a
Penumisan - Tidak Minyak QC Pengamatan Saat Diruang Mengguna Petugas
bumbu (saus menggunakan yang proses pengolahan kan mengguna
asam manis) minyak goreng digunakan pengola minyak kan APD
yang bau tengik, han goreng dan
berwarna coklat yang mengguna
- Koliform <3/g, sesuai kan
salmonella spesifikasi minyak
negative/25 g, sesuai
staphylococcus Petugas dengan
aureus negative mengguna spesifikasi
- Petugas kan APD
menggunakan APD lengkap
J. Dokumentasi HACCP Fuyunghai Asam Manis