Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana
persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.
Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya sehat, bersih, memiliki
kandungan gizi yang cukup, mengalami proses yang higienis, tidak tercemar
dari kontaminasi bakteri dan mikroba patogen, zat kimia adiktif yang
berbahaya, serta tidak terdapat benda-benda fisik yang membahayakan pada
makanan tersebut saat dikonsumsi. Kebutuhan makanan yang sangat penting
menjadikan pemenuhan makanan tidak dapat ditunda dan mengharuskan
adanya suatu proses pemilihan makanan yang tepat, penanganan makanan
yang baik dan pengolahan makanan secara benar sehingga makanan yang
dikonsumsi terjamin mutu dan keamanannya.
Makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang
penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,
kualitas makanan baik secara bakteriologis, kimiawi maupun fisik harus
dipertahankan. Kualitas makanan harus senantiasa terjamin setiap saat agar
masyarakat sebagai pemakai produk makanan tersebut dapat terhindar dari
penyakit/gangguan kesehatan serta keracunan akibat makanan (Reni, 2012).
Penyelenggaraan makanan merupakan kegiatan sistem yang
terintegritas, terkait satu dengan lainnya. Penyelengaraan makanan institusi
dan industri adalah program terpadu yang terdiri atas perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, pengolahan bahan makanan dan penyajian atau penghidangan
makanan dalam skala besar (PGRS, 2013).
Salah satu cara untuk menjamin keamanan produk yang akan
dipasarkan yaitu dengan menggunakan sistem pengendalian kualitas
keamanan pangan yang mempunyai tujuan dan tahap jelas, yaitu metode
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Hazard Analysis Critical
Control Points (HACCP) merupakan salah satu sistem manajemen yang

1
digunakan untuk melindungi makanan dari bahaya biologi, kimia, dan fisik.
Sistem ini diterapkan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya yang
diperkirakan dapat terjadi, dan bukan merupakan reaksi dari munculnya
bahaya. Jadi, sistem ini merupakan tindakan pencegahan sebelum bahaya
muncul (Rauf, 2013).
Salah satu bola ayam yang disajikan untuk di RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Kab. Sragen pada menu ke 8 pagi. Perlu dilakukan pengawasan
mutu terhadap produk ini, melihat potensi bahaya yang dapat muncul dari dari
bahaya baku yaitu daging giling. Selain bahaya dari bahan baku, bahaya juga
dapat timbul pada saat penerimaan maupun persiapan bahan baku. Bahaya
tersebut timbul bila kualitas bahan tidak sesuai standart, ada kontaminasi
dengan bahan makanan yang lain dan kebersihan alat yang digunakan maupun
dari petugas persiapan dan suprvisor koki.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan pengamatan
mengenai mutu keamanan pangan pada bola ayam dengan menggunakan
prinsip-prinsip HACCP di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka
perumusan masalah dalam laporan ini adalah sebagai berikut “Bagaimanakah
penerapan HACCP pada pengolahan hidangan Bola Ayam di RSUD dr.
Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengamati penerapan HACCP pada proses pengolahan Bola Ayam di
RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi potensi bahaya pada produk bola ayam di RSUD dr.
Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen
b. Menentukan CCP dari proses pembuatan Bola Ayam.
c. Mengetahui batas kritis dari setiap CCP pada pembuatan Bola Ayam.
d. Mengamati pelaksanaan HACCP di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Kab. Sragen
D. Manfaat
1. Bagi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen
Laporan penerapan prinsip-prinsip HACCP ini dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam jaminan keamanan bola ayam,
sehingga di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen dapat lebih
meningkatkan pengawasan terhadap proses pengolahan bola ayam.
2. Bagi Peneliti
a. Menambah pengalaman dalam penerapan HACCP dalam pengolahan
bola ayam .
b. Memahami penerapan HACCP pada pengolahan bola ayam.
c. Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di bangku
kuliah khususnya tentang HACCP di dapur RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Kab Sragen .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)


1. Pengertian HACCP
Pengertian singkat dari Hazard analysis critical control point
(HACCP) adalah maksud dari menjamin keamanan pangan. HACCP
merupakan suatu program pengawasan, pengendalian, dan prosedur
pengaturan yang dirancang untuk menjaga agar makanan tidak tercemar
sebelum disajikan. Sistem ini merupakan pendekatan sistematis terhadap
identifikasi, evaluasi pengawasan keamanan pangan secara bermakna
(Arisman, 2009).
HACCP merupakan sarana untuk melakukan penilaian terhadap
suatu bahaya kemudian menetapkan sistem pengendalian bahaya tersebut
yang memfokuskan pada pencegahan bahaya yang teridentifikasi tersebut,
dan bukan mengandalkan sebagian besar pada pengujian produk akhir
(Sugiono, 2013).
HACCP menjadi begitu penting sebagai suatu komponen dari
cara-cara berproduksi pangan secara komersil, misalnya di bidang
pertanian dan produksi. Secara umum HACCP digunakan untuk
menetapkan suatu bingkai atau sistem untuk menjalankan bagaimana
implementasi dari prosedur HACCP di setiap sektor yang dapat
digunakan untuk mengembangkan jaminan setiap rantai penyediaan mulai
dari prosedur penyediaan pangan mentah atau proses penyediaan
makanan sampai ke konsumen. Pada setiap perusahaan atau industri
makanan menggunakan sistem HACCP sebagai salah satu sistem dan erat
kaitannya dengan sistem yang lain seperti GMP (Good Manufacturing
Practices), ISO (International Organization for Standardization) dan
standar-standar lain yang berlaku di Negara bersangkutan dengan tujuan
untuk menjamin kualitas makanan (van der Spiegel et al., 2003).
2. Sejarah HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan
Pillsbury di Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics
Research and Development Laboratories, The National Aeronautics and
Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Project
Group pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk
dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan
berukuran kecil (bite size) yang dilapisi dengan pelapis edible yang
menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting
dalam pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk
agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu
dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan mendekati 100%
aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara
terbaik untuk mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem
pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat
ini dikenal sebagai HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat
mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang mungkin menyebabkan
bahaya. Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati satu per satu
bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan pengolahannya.
Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat,
toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat
mengurangi cemaran tersebut. Disamping itu, dilakukan pula analisis
terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan
tersebut.
Secara singkat tahap perkembangannya secara umum adalah
sebagai berikut:
1960 Pillsbury Co. NASA dan US Army Natick Research and
Development Laboratories Nat. Aeronautics and Space
Administration, untuk mengadakan penelitian
Penerapan HACCP dengan tujuan utama
mengembangkan makanan yang aman bagi astronot.
1971 Pemaparan pertama pada masyarakat mengenai sistem
HACCP di Amerika Serikat.
1973 Peraturan Federal Amerika Serikat untuk menerapkan
prinsip HACCP pada Makanan Kaleng Berasam
Rendah (LACF=Low Acid Canned Food)
1970-awal HACCP diadopsi oleh industri besar diluar
1980 manufacturing.
1985 National Academy of Sciences Subcommittee
merekomendasikan bahwa HACCP seharusnya diadopsi
oleh pemerintah.
1990 FSIS-USDA melaksanakan dua tahun studi penerapan
HACCP untuk daging dan unggas beserta produk
olahannya.
1993 Codex Guidelines for the Application of the HACCP
System diadopsi oleh FAO/WHO Codex Alimentarius
Commission, termasuk the Codex Code on general
Principles of Food Hygiene direvisi untuk mencakup
Sistem HACCP.
1997 Codex Guidelines for the Application of the HACCP
System direvisi dengan judul Hazard Analysis and
Critical Control Point (HACCP) system and Guidelines
for its Application.
1998 Indonesia mengadopsi Hazard Analysis and Critical
Control Point (HACCP) system and Guidelines for its
Application menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI
01-4852-1998) “Sistem Analisa Bahaya dan
pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical
Control Point-HACCP) Serta Pedoman Penerapannya.

3. Prinsip HACCP
HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu:
a. Pelaksanaan analisis bahaya
b. Penentuan titik kendali kritis
c. Penetapan batas kritis
d. Penetapan sistem pemantauan terhadap titik kendali kritis
e. Penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan ketika hasil
pemantauan menunjukan bahwa suatu titik kendali kritis tersebut
tidak dalam keadaan terkendali
f. Penetapan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem
HACCP berjalan secara efektif
g. Penetapan dokumentasi mengenai semua prosedur dan rekaman yang
sesuai dengan prinsip-prinsip penerapannya (Sugiono, 2013).
Menurut Dewanti (2013) Prinsip HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu:
1) Prinsip 1: Analisis Bahaya
Analisis bahaya adalah prinsip pertama dalam HACCP yang
dimaksudkan untuk menjawab hal-hal berikut (Dewanti, 2013):
a. Apakah ada bahaya, baik biologi, kimia, maupun fisik, yang
mungkin terjadi selama tahap proses pangan dari sejak datangnya
bahan baku sampai dengan produk akhir, atau penggudangan
atau distribusi atau bahkan sampai dengan berada di meja
konsumen.
b. Harus diketahui pula darimana bahaya itu berasal, apakah dari
pemasok (supplier) atau terjadi ketika sudah berada di unit
pengolahan.
c. Kemudian dapat dirancang suatu tindakan pengendalian yang
dianggap dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan bahaya
tersebut.
d. Bahaya yang sudah di identifikasi kemudian ditimbang untuk
diketahui risikonya.
Pembahasan mengenai analisis bahaya yang terdiri dari
beberapa kegiatan yakni:
a. Identifikasi semua bahaya yang mungkin terdapat selama
penanganan dan pengolahan pangan.
b. Identifikasi sumber berbagai bahaya tersebut.
c. Penetapan tindakan pencegahan yang diperlukan untuk
menurunkan bahaya-bahaya yang ada sampai tingkat yang dapat
diterima.
d. Penetapan risiko atau signifikansi bahaya-bahaya yang sudah
teridentifikasi (Dewanti, 2013).
2) Prinsip 2: Penetapan CCP
Critical Control Point (CCP) atau titik kendali kritis (TKK)
didefinisikan sebagai suatu titik atau prosedur dalam tahap-tahap
pengolahan pangan yang dapat menghasilkan produk yang
membahayakan kesekayan manusia jika tidak dikendalikan dengan
tepat. CCP dapat berupa tahap proses, formulasi atau bahan baku
yang mengandung bahaya yang tidak dapat dikendalikan pada tahap-
tahap pengolahan yang ada (Dewanti, 2013).
Penetapan CCP dapat dilakukan secara konsensus melalui
pendekatan logis dan ilmiah dengan mengamati bahan baku yang
digunakan, karakteristik prodak yang dihasilkan dan penggunaan
prodak serta tahap-tahap pengolahan yang tergambar dalam
penetapan dan verifikasi diagram alir yang telah di jabarkan dalam
langkah 2-4 penyusunan rencana HACCP untuk mempermudah
penetapan CCP, tersedia suatu pohon keputusan penetapan CCP
yang dapat diacu oleh tim HACCP. Pada setiap tahap proses
pengolahan yang memiliki bahaya signifikan, tim HACCP
memberikan pertanyaan (P1-P4) secara berurutan. Pertanyaan 1 (P1)
yang diberikan dimaksudkan untuk mengkonfirmasi bahwa tahap
mengandung bahaya yang harus dibuat cara pengendaliannya. jika
diketahui bahwa pengendalian tidak diperlukan makan tahap ini
bukan CCP. Sebaliknya, jika tindakan pengendalian diperlukan
tetapi belum dibuat, maka tim harus merancang tahap proses
sehingga tindakan pengendalian dapat dintegrasikan. suatu tahap
proses yang dirancang untuk menghilangkan suatu bahaya sampai
tingkat amam umumnya akan menajdi CCP (P2). Apabila dengan P2
tahap tersebut tidak ditetapkan sebagai CCP, maka masih ada P3 dan
P4 yang harus ditanyakan tentang tahap tersebut.Hasil penetapan
CCP tersebut kemudian ditabulasikan kedalam suatu tabel (Dewanti,
2013).
3) Prinsip 3: Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)
Batas kritis atau Critical Limit (CL) adalah satu atau lebih
batas parameter yang harus dipenuhi untuk tiap CCP. Batas tersebut
memisahkan antara apa yang dianggap aman dengan yang tidak
aman berdasarkan bahaya mikrobiologi, kimia, dan fisik. Karena
batas kritis ini kan dipantau secara real-team. maka batas harus
dipilih berdasarka suatu kriteria yang dapat diukur atau diobservasi
denga mudah dan cepat (Dewanti, 2013).
Batas kritis dapat ditetapkan berdasarka pada suatu standar,
pedoman tahap pproses yang ada, informasi dari pemasok, hasil
penelitian, hasil challenge test, pemodelan matematis, pendapat
pakar atau kelompok pakar (expert judgement), dan sebagainya
(Dewanti, 2013).
4) Prinsip 4: Penetapan Prosedur Pemantauan atau Monitoring
Pemantauan atau monitoring adalah seperangkat pengamatan
terjadwal yang diimplementasikan pada CCP untuk menjamin bahwa
batas kritisnya terpenuhi. Dalam rencana HACCP, CL dari suatu
CCP adalah apa yang dipantau. Siapa yang ditugaskan untuk
memantau adalah petugas yang memiliki keterampilan untuk
melakukan pemantauan dan juga ditugaskan di area yang sama
debngan tahap proses yang dipantau. Kapan atau seberapa sering
pemantauan dilakukan harus didasarkan pada analisis kebutuhan
berdasarkan pengalaman atau statistika (Dewanti, 2013).
5) Prinsip 5: Penetapan Tindakan Koreksi
Apabila pada saat monitoring ditemukan bahwa Cl tidak
terpenuhi maka perlu direncanakan suatu tindakan koreksi untuk
memberikan jaminan bahwa produk pangan yang dihasilkan
aman.tindakan koreksi yang dimaksud ada 2 macam yakni tindakan
yang bersifat segera (Correction) dan yang bersifat pencegahan
penyimpangan (Deviation Control) (Dewanti, 2013).
6) Prinsip 6: Penetapan Verifikasi
Verifikasi dalam perencanaan HACCP adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa rencana HACCP
tersebut dapat (Dewanti, 2013):
a. Mengendalikan keamanan pangan secara efektif.
b. Telah disususn sesuai dengan ketujuh prinsip yang ada.
c. Telah diimplementasikan sesuai dengan rencana HACCP yang
disusun.
Untuk menjamin bahwa rencana HACCP dapat
mengendalikan keamanan pangan, maka dilakukan pengujian
produk, kalibrasi alat, dan review terhadap hasil pemantauan.
Sementara itu, untuk menjamin bahwa penyusunan rencana HACCP
dan implementasinya telah sesuai dengan 7 prinsip HACCP,
umumnya dilakuakn audit (Dewanti, 2013).
7) Prinsip 7: Penetapan Dokumentasi
Dokumentasi atau pencatatan rekaman dalam suatu rencana
HACCP adalah rekaman kegiatan penyusunan rencana HACCP dan
implementasinya. Dokumentasi hasil monitoring umumnya dibuat
dalam satu buku atau kertas Log. Dokumentasi ini dapat digunakan
untuk mempelajari penyebab penyimpanagn serta tindakan koreksi
yang tepat (Dewanti, 2013).
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan
komitmen yang tinggi dari pihak manajemen perusaahan yang
bersangkutan.Disamping itu, agar penerapan HACCP ini sukses
maka perusahaan perlu memenuhi prasyaratan dasar industry pangan
yaitu, telah diterapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Standart Sanitation Operational Prosedure (SSOP) (Dewanti, 2013).

Keuntungan dalam melaksanakan HACCP antara lain :


a. Meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang
dihasilkan.
b. Meningkatkan kepuasan konsumen, sehingga keluhan
konsumen akan berkurang.
c. Memperbaiki fungsi pengendalian
d. Mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat
retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat
preventif.
e. Mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste.

B. Definisi Produk
Pengertian produk tidak dapat dilepaskan dengan kebutuhan, karena
produk merupakan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Menurut Simamora (2001:30) produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan
oleh individu, rumah tangga ataupun organisasi kedalam pasar untuk
diperhatikan, digunakan, dibeli maupun dimiliki.
Produk merupakan segala sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan
meliputi barang dan jasa. Produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan atau
dikonsumsi dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan (Daryanto,
2011).
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap
saat dan memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi
tubuh. Produk makanan atau pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati atau air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan untuk makanan atau minuman bagi konsumsi manusia
(Saparinto & Hidayati, 2010).

Jenis Produk Makanan, Berdasarkan cara memperolehnya, pangan


dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
1. Pangan segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan.
Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni
dijadikan bahan baku pangan.
2. Pangan olahan
Pangan olahan adalah makanan hasil proses pengolahan dengan
cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan
olahan dibagi atas dua macam, yaitu :
a. Pangan olahan siap saji adalah makanan yang sudah diolah dan siap
dijadikan ditempat usaha atas dasar pesanan.
b. Pangan olahan kemasan adalah makanan yang sudah mengalami
proses pengolahan akan tetapi masih memerlukan tahapan
pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan.
3. Pangan olahan tertentu
Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan
untuk kelompok tertentu dalam upaya untuk memelihara atau
meningkatkan kualitas kesehatan (Saparinto & Hidayati, 2010).

C. Bahan Makanan
Bahan makanan adalah semua jenis bahan makanan yang dapat diolah
untuk dikonsumsi. Terdapat beberapa jenis bahan makanan, yaitu :
1. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan
sebelum dihidangkan seperti:
a. Daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam
keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan
rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.
b. Jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah
warna, tidak bernoda dan tidak berjamur
c. Makanan fermentasi yaitu makanan yang diolah dengan bantuan
mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik,
tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta
tidak bernoda dan tidak berjamur.
2. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi
persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.
3. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan
tetapi digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu :
a. Makanan dikemas
1) Mempunyai label dan merk
2) Terdaftar dan mempunyai nomor daftar
3) Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung
4) Belum kadaluwarsa
5) Kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan
b. Makanan tidak dikemas
 Baru dan segar
 Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur
 Tidak mengandung bahan berbahaya (PGRS, 2013)
D. Proses
Menurut Sugiono (2013) HACCP memiliki pedoman umum untuk
menerapkan sistem tersebut yang terdiri atas 12 proses, yaitu:
1. Pembentukan tim HACCP
2. Deskripsi produk
3. Identifikasi maksud penggunaan (dalam hal ini makanan yang di santap)
4. Penyusun bagan alir
5. Kepastian di tempat kerja terhadap bagan alir tersebut
6. Pendaftaran semua bahaya potensial yang berkaitan dengan tahapan,
analisis bahaya dan saran berbagai tindakan untuk mengendalikan
bahaya-bahaya yang teridentifikasi (perwujudan dari Prinsip 1)
7. Penentuan titik kendali kritis (perwujudan dari Prinsip 2)
8. Penetuan batas-batas kritis pada tiap titik kendali kritis (perwujudan dari
Prinsip 3)
9. Penyusunan sistem pemantauan untuk tiap titik kendali kritis
(perwujudan dari Prinsip 4)
10. Penetuan tindakan perbaikan (perwujudan dari Prinsip 5)
11. Penetuan prosedur verifikasi (perwujudan dari Prinsip 6)
12. Penetuan dokumen dan perekaman (perwujudan dari Prinsip 7)

E. Penjamah Makanan
Menurut KEPMENKES No. 1098, Penjamah makanan adalah orang
yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari
tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai dengan
penyajian. Untuk memperoleh kualitas makanan yang baik perlu diperhatikan
dan diawasi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku tenaga pengolah.
Tujuannya untuk menghindari terjadinya penularan penyakit melalui
makanan yang disebabkan tenaga pengolah makanan.
Kebersihan penjamah makanan dalam istilah populernya disebut
higiene perorangan, merupakan kunci kebersihan dalam pengolahan makanan
yang aman dan sehat. Dengan demikian, penjamah makanan harus mengikuti
prosedur yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang
ditanganinya (Setyorini, 2013).
Penjamah makanan mempunyai peran yang sangat besar dalam proses
pengolahan makanan karena penjamah makanan dapat memindahkan bakteri
pada makanan apabila mereka tidak menjaga higiene perorangan, seperti
tidak mencuci tangan sebelum memegang makanan. Selain itu, kondisi
sanitasi yangtidak memenuhi syarat juga dapat menentukan kualitas makanan
yang disajikan, karena berbagai penyakit dapat terjadi akibat kondisi sanitasi
yang tidak memenuhi syarat. Beberapa penyakit yang diakibatkan dari
mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri dan
kondisi sanitasi yang buruk adalah kejang perut, diare berdarah, gangguan
ginjal pada anakanak (fatal), gangguan saraf pada lansia, kegagalan ginjal,
gastroentritis, keracunan makanan.
Syarat-syarat penjamah makanan, antara lain :
1. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit perut sejenisnya.
2. Menutup luka (pada luka yang terbuka/bisul)
3. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian.
4. Memakai celemek dan tutup kepala.
5. Mencuci tangan setiap kali hendak menanggani/menyajikan makanan.
6. Menjamah harus memakai alat /perlengkapan atau dengan alas tangan.
7. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut dan
bagian lainya).
8. Tidak batuk/bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau
tanpa menutup hidung atau mulut.

F. Holding Time
1. Pengertian Holding Time
Kontaminasi silang dan holding time secara umum adalah
perpindahan kuman dari wadah makanan, akibat holding time yang tidak
sesuai dengan prisip dari holding time itu sendiri.
Holding merupakan waktu ketika makanan harus dipertahankan
pada suhu yang tepat untuk memastikan bahwa makanan aman untuk
dimakan. Holding pada suhu yang tidak terstandar, dapat memicu
perkembangbiakan bakteri yang mana akan menyebabkan keracunan
pada makanan. Penanganan makanan yang tepat dapat membantu untuk
mencegah pertumbuhan bakteri maupun kontaminan yang dapat
mebahayakan makanan.
Bahaya yang dapat muncul saat Holding Time , berikut ini adalah
contoh bahaya yang terdapat pada makanan yaitu :
a. Bakteri yang tidak dapat mati selama proses pemasakan atau bakteri
yang telah ada pada saat proses pemasakan dan dapat
berkembangbiak, yang dapat berpotensi mencemari makanan.
b. Bakteri dapat berkembangbiak pada makanan yang rentan terhadap
kontaminasi apabila dipanaskan dibawah suhu 60°C.
c. Bakteri yang berasal dari peralatan masak yang tidak bersih dapat
mengkontaminasi makanan yang dipanaskan ulang.
d. Benda asing yang terdapat pada makanan yang tidak ditutup.
e. Kontaminasi silang yang terjadi antara bahan makanan mentah dan
bahan makanan yang masak.
Penanganan untuk melakukan Holding Time yang tepat, terdapat
beberapa cara yaitu :
a. Apabila makanan yang telah matang akan disajikan, makanan harus
dipanaskan kembali pada suhu 60°C dalam waktu maksimal 2 jam.
Dengan waktu dan suhu yang sesuai, dapat meminimalkan
pertumbuhan bakteri dan mencegah pembentukan racun. Cara ini
berlaku pada pada makanan yang berpotensi terkontaminasi bakteri
yang disajikan dalam kondisi panas (makanan yang di display maka
perlu dipanaskan dahulu sebelum disajikan). Namun hal ini tidak
berlaku apabila makanan tersebut segera dikonsumsi tanpa harus
disimpan dahulu.
b. Gunakan termometer untuk memastikan suhu pada saat pemansan
makanan ulang mencapai suhu 60°C dalam waktu 2 jam atau
kurang.
c. Mempertahankan suhu pada saat pemanasan ulang mencapai suhu
60°C.
d. Mengaduklah makanan pada saat pemanasan ulang agar panas
menyebar ke seluruh permukaan makanan yang dipanaskan.
e. Selalu menggunakan peralatan yang bersih untuk pemanasan atau
penanganan makanan.
f. Selalu menggunakan peralatan yang bersih untuk mencicipi
makanan. Untuk menghindari kontaminasi jangan menggunakan
perlatan yang sama untuk mencicipi makanan agar menghindari
kontaminasi bakteri.
g. Jaga selalu makanan dalam kondisi tertutup.
2. Prinsip (Holding Time)
a. Makanan masak yang baru saja selesai diolah suhunya masih cukup
panas yaitu di atas 80°C. Makanan dengan suhu demikian masih
berada pada daerah aman.
b. Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam biasanya dapat
diabaikan suhunya. Suhu makanan dalam waktu tunggu yang sudah
berada di bawah 60°C, segera dihidangkan dan waktu tunggunya
semakin singkat.
c. Makanan yang disajikan panas harus tetap dipanaskan dalam suhu di
atas 60°C.
d. Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada
suhu dibawah 10°C.
e. Makanan yang disimpan pada suhu di bawah 10°C harus dipanaskan
kembali (reheating) sebelum disajikan

BAB III
METODE PENGAMATAN

A. Tempat Pengamatan
Pengamatan ini dilakukan di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab.
Sragen, yaitu dibagian penerimaan bahan makanan, tempat penyimpanan,
tempat pengolahan bahan makanan, dan tempat distribusi makanan.
B. Waktu Pengamatan
Pengamatan ini dilakukan pada :
Hari dan tanggal : Selasa, 7 Januari 2020.
Jam : 08.00 – Selesai.

C. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
pengamatan :
a. Data penerimaan bahan makanan
b. Data persiapan bahan makanan
c. Data bumbu bahan makanan
d. Data hasil pengolahan makanan
e. Data hasil penyajian makanan
f. Data hasil distribusi makanan
g. Data higienitas, sanitasi alat, dan tenaga distribusi
h. Prosedur pengadaan makanan
i. Dokumentasi

2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak
langsung yang diperoleh dari data di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Kabupaten Sragen.
D. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data pada pengamatan ini adalah dengan cara
observasi dan wanwancara. Observasi adalah suatu cara pengumpulan data
dengan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap
obyek yang akan diteliti. Observasi dilakukan dengan cara pengamatan
dan pencatatan mengenai proses penerimaan bahan makanan,
penyimpanan, pengolahan dan distribusi. Wawancara dilakukan dengan
juru masak.
BAB IV
HASIL PENERAPAN HACCP

A. Analisa Masalah
Pada bahan mentah dan proses pembuatan biasanya terdapat potensi
bahaya yaitu bahaya fisik (krikil, logam, dan rambut), bahaya kimia (toksin,
alami, dan pestisida), dan bahaya biologi (bakteri, virus, kapang, serangga,
dan protozoa).
1. Deskripsi Produk
Tabel 1. Deskripsi Produk
Nama Bola Ayam
Produk
Komposisi Bahan Utama:
1. Daging Giling
2. Telur Ayam
3. Tahu Putih
4. Minyak Goreng
Bahan Bumbu:
1. Bawang Putih
2. Pala
3. garam
4. Merica
Proses 1. Menyiapkan semua bahan dan bumbu yang akan digunakan.
2. Menyiapkan wadah, kemudian masukan bahan seperti
Pembuatan:
daging giling, tahu putih, telur ayam dan bumbu-bumbu
yang sudah dihaluskan, campurkan.
3. Membentuk adonan bulat.
4. Menyiapkan wajan dan minyak, kemudian panaskan
5. Adonan yang sudah dibentuk bulat kemudian masukan ke
dalam wajan.
6. Kemudian menggoreng bola ayam hingga matang dan
disajiakan.
Proses Untuk pasien di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen
Penggunaan
Produk
Cara Makanan disajikan dengan menggunakan plato stenlis dan sudah
Distribusi diporsikan sayur dan lauk oleh pramusaji, untuk nasi mengambil
sendiri.
Waktu 2 jam setelah penyajian.
maksimal
konsumsi
Konsumen Pasien di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen

2. Identifikasi bahaya bahan mentah


Tabel 2. Identifikasi Bahan Mentah
No Bahan Potensi Jenis Identifikasi Cara Penanganan
Mentah Bahaya Bahaya
(B/K/F)
1. Tahu - -
Putih
2. Telur F kotoran + Pencucian
Ayam
3. Daging F Kotoran - Pencucian dengan
Giling
air megalir

4. Bawang F Tanah - Pencucian dengan


Debu +
putih air mengalir
K Pestisida 0
5. Pala F Debu + Pengupasan dan
-
Tanah pencucian
6. Merica F Debu 0 Disimpan
0
Tanah diwadah yang
tertutup rapat.
7. Garam F Kerikil 0 Disimpan dalam
Kotoran tempat tertutup
lain dan tidak
langsung terkena
sinar matahari.

Keterangan :
B : Bahaya Biologi , F : Bahaya Fisik , K : Bahaya Kimia

+ (Ada), – (Tidak ada) , 0 (Tidak diteliti)

Tabel 3. Identifikasi Bahaya Proses


No Proses Jenis Bahaya Cara Pencegahan
1. Penerimaan bahan - Aksesoris yang - Tidak
makanan jatuh. diperbolehkan
- Peralatan yang
memakai aksesoris
digunakan. - Harus
menggunakan APD
- Peralatan selalu
dibersihkan.
2. Pencucian bahan - Aksesoris yang - Tidak
makanan. jatuh. diperbolehkan
- Peralatan yang
memakai aksesoris
digunakan. - Harus
- Air yang
menggunakan APD
digunakan. - Peralatan selalu
dibersihkan.
- Selalu cek kondisi
air
3. Persiapan bahan - Aksesoris yang - Tidak
makanan jatuh. diperbolehkan
- Peralatan yang
memakai aksesoris
digunakan (Pisau, - Harus
talenan, baskom, menggunakan APD
- Peralatan selalu
dll)
dibersihkan.
- Pisau selalu dicuci,
tidak berkarat, dan
pisau harus
dibedakan.
4. Penghalusan Peralatan yang kotor. - Peralatan selalu
bumbu dibersihkan.
5. Pencampuran - Peralatan yang - Peralatan selalu
bumbu kotor. dibersihkan.
- Orang yang - Harus
melakukan menggunakan APD
pencampuran
bumbu.
6 Pengolahan - Rambut - Menggunakan APD
lengkap.
- Peralatan yang - peralatan Dicuci
kotor dengan air mengalir
dengan
menggunakan sabun
kemudian
dikeringkan dan dil
ap bersih
7 Pemorsian Bola - Peralatan yang kotor. - Peralatan selalu
- Kebersihan tangan.
Ayam dibersihkan.
- Cuci tangan sebelum
pemorsian
- Memakai APD
Handscon
8 Distribusi Bola Peralatan yang kotor. - Peralatan selalu
Ayam dibersihkan.
Diagram Alir Minyak

Daging Giling Tahu putih Telur ayam B. putih Pala Merica Garam

direndam dipecahkan pencucian dipecahkan

Penghalusan
Bumbu

Pencampuran
bahan

Pemasakan

Pemorsian

Pendistribusian
Gambar 1. Diagram alir pembuatan Bola Ayam
GAMBARAN SIMBOL DALAM DIAGRAM ALIR

BAHAN DASAR

TAHAPAN PROSES

ARAH ALIRAN

BAHAN BAKU YANG MUNGKIN TERCEMAR

TERCEMAR DARI PERMUKAAN PERALATAN

CCP TITIK KENDALI KRITIS

Gambaran 2. Gambaran dan Simbol dalam Diagram Alir


B. Penerapan Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
Pertanyaan Untuk Penerapan Bahan Baku
P1 : Apakah mungkin bahan mentah mengandung bahaya pada tingkat yang berbahaya?
Ya Tidak

P2 Bukan CCP
P2 : Apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen) dapat
menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai ke tingkat aman?
Ya Tidak

P3 Bukan CCP
Pertanyaan Penerapan CCP Untuk Tahap Pengolahan
P3 : Apakah pada tahap ini dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas
aman ?

Ya Tidak

P4 Bukan CCP
P4 : Apakah untuk kontaminasi ulang dapat muncul? Apakah bahaya yang mungkin ada
akan bertambah ?
Ya Tidak

P5 : Apakah pengolahan selanjutnya P6 : Apakah tahap pengolahan ini


(termasuk cara penggunaan oleh bertujuan untuk menghilangkan
konsumen) dapat menghilangkan bahaya sampai tingkat yang aman ?
bahaya ?
Ya Bukan CCP Tidak

Tidak CCP Ya
Tabel 4. Penetapan CCP (Titik Kendali Kritis) pada bahan mentah
No Bahan Pernyataan Diagram Pohon CCP
P1 P2 P3
Makanan dan
Proses
1. Daging giling Ya Ya Tidak Bukan CCP
2. Tahu putih Ya Ya Tidak Bukan CCP
3. Telur ayam Ya Ya Tidak Bukan CCP
4. Bawang Putih Ya Ya Tidak Bukan CCP
5. Pala Ya Ya Tidak Bukan CCP
6. Merica Ya Ya Tidak Bukan CCP
7. Garam Ya Ya Tidak Bukan CCP

Tabel 5. Penetapan CCP (Titik Kendali Kritis) pada produk Bola Ayam
No Bahan Makanan Pertanyaan Diagram Pohon CCP
Dan Proses P3 P4 P5 P6
1. Penerimaan Tidak - - - Bukan CCP
bahan makanan
2. Pencucian bahan Ya Ya Ya - Bukan CCP
makanan
3. Persiapan bahan Ya Ya Tidak
makanan
4. Penghalusan Tidak - - - Bukan CCP
bumbu
5. Pencampuran Ya Ya Ya Bukan CCP
Bahan makanan

6. Pengolahan Ya Tidak - Ya CCP


7. Pemorsian Tidak - - - Bukan CCP
makanan
8. Pendistribusian Tidak - - - Bukan CCP
BAB V
PEMBAHASAN

A. Penerimaan Bahan Makanan


Penerimaan bahan makanan seperti Daging giling, tahu putih, telur ayam, pala,
bawang putih, dan bumbu lainnya dilakukan satu hari sebelum pemasakan, yaitu hari
Selasa pada waktu pagi pukul 08.00 WIB disatu tempat dengan tempat persiapan bahan
makanan. Daging yang sudah diantar, kemudian ditimbang dan cek kualitas dan
kuantitasnya, harus sesuai dengan dengan spesifikasi bahan makanan dan harganya harus
sesuai dengan kesepakatan.
Pada proses persiapan bahan makanan dilakukan identifikasi bahaya bahan
mentah yaitu dari bahaya fisik (tanah, debu, kerikil), dan bahaya kimia (peptisida).
Dalam proses penerimaan bahan makan, terdapat bahaya fisik seperti debu dikarenakan
ada kontaminasi saat pengangkutan bahan makanan dari suplier ke tempat persiapan
Dapur di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen.
Berdasarkan hasil pengamatan, bahan makanan yang datang sudah menggunakan
wadah yang tertutup seperti plastik, namun bahaya bisa datang dari mana saja mengingat
plastik yang digunakan mengandung bahan kimia. Pencegahan bahaya fisik maupun
kimia, dapat dilakukan dengan cara pengangkutan bahan makanan menggunakan wadah
tertutup seperti baskom besar tertutup, dan melakukan pengecekan bahan makanan. Dari
proses penerimaan bahan makanan termasuk bukan CCP, karena pada proses ini masih
terdapat kemungkinan terjadinya bahaya pada produksi makanan.
B. Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan kering seperti telur ayam dan minyak disimpan
kedalam digudang kering dimasukkan dalam box yang berada di rak bahan makanan yang
mempunyai ketinggian 60cm dari atap 25cm dari lantai, dan 15cm dari tembok cara
penyimpanan ini sudah sesuai dengan teori Kemenkes (2004) yaitu jarak penyimpanan
bahan kering dari rak ke lantai 15cm. Setelah disimpan, tanggal 07 januari 2020bahan
mulai diolah. Identifikasi bahaya pada proses penyimpanan bahan makanan merupakan
bukan CCP karena proses penyimpanan bahan makanan belum melalui proses pemanasan
yaitu penggorengan, yang dimana pada saat penggorengan bola-bola ayam yang dapat
menghilangkan bahaya dari makanan
C. Persiapan Bahan Makanan
Bahan utama dalam membuat Bola Ayam adalah daging giling dan tahu putih.
Setelah melalui proses penerimaan bahan makanan, daging giling dipersiapkan dengan
melakukan pencucian di air mengalir. Berdasarkan hasil pengamatan, tidak ada masalah
dalam hal pencucian daging giling dan tahu putih. Selanjutnya, bahan yang digunakan ada
telur ayam, minyak goreng dan bumbu lainnya. Bahan makanan tersebut setelah melalui
proses penerimaan bahan makanan.
Sedangkan bumbu seperti bawang putih, sistem persiapannya adalah sudah
pengupasan kemudian dilakukannya pencucian. Berdasarkan hasil wawancara, bumbu
seperti bawang putih. Permasalahan yang terjadi pada proses persiapan adalah, pisau yang
digunakan tidak memakai pisau yang sudah disediakan dan berlabel. Pekerja lebih suka
menggunakan pisau dapur yang terlihat sudah berkarat. Berdasarkan hasil wawancara,
pisau tersebut lebih tajam dan lebih nyaman dipakai. Seharusnya pekerja memakai pisau
yang berada dirak dan yang sudah berlabel, terlihat lebih bersih dan higienis. Namun,
dalam pelaksanaanya pekerja di Dapur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen tak
pernah lupa dalam mebersihkan atau mencuci alat yang akan digunakan dan yang sesudah
digunakan.

D. Pengolahan Bahan Makanan


Pengolahan Bola Ayam dilakukan oleh tenaga pengolah yang sudah menggunakan
APD yang lengkap. Pada saat proses pengolahan bahan makanan harus meminimalkan
frekuensi bicara kepada tenaga yang lain, karena untuk mencegah kontaminasi antara
makanan dengan penjamah makanan. Proses pengolahan pada Bola ayam dilakukan
secepat mungkin.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi, karena lauk hewani lebih cepat
terjadi proses pembusukan jika dibandingkan dengan sayur dan buah. Hal pertama yang
dilakukan saat pengolahan yaitu menghaluskan bumbu bawang putih dan pala
garam,kemudian masukan telur, tahu, daging giling, dimasukkan dalam proses
pencampuran.
Pada proses pengolahan termasuk CCP, Karena pada proses ini diharapkan
mampu menghilangkan bahaya yang ada.

E. Pemorsian Bahan Makanan


Pemorsian makanan yang sudah matang yaitu untuk dikonsumsi penerima
manfaat di Dapur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen. Pemorsian ini
menggunakan alat makan yang sudah dicuci dengan sabun dan air yang mengalir hingga
bersih dan disiram menggunakan air panas untuk mensterilkan alat dari kontaminasi
bakteri yang mungkin terjadi, ditiriskan di rak cucian hingga kering serta sudah di lap
dengan lap yang bersih. Proses pemorsian bola ayam dilakukan ditempat penyajian
makanan tetapi tidak dilakukan pemorsian untuk nasi. Pemorsian makanan dilakukan
sebanyak 3 kali yaitu makan pagi, makan siang dan makan sore. Pemorsian makanan
dilakukan oleh penerima manfaat yang bertugas piket dengan tidak menggunakan APD
yang cukup baik, hanya menggunakan APD celemek.
Pada proses pemorsian makanan termasuk bukan CCP karena pada proses ini
tidak dapat menghilangkan ataupun mengurangi bahaya sampai ke tingkat yang aman.
Kemungkinan bahaya yang ditimbulkan pada proses pemorsian sop iga ini karena terjadi
kontaminasi antara makanan dengan penjamah, karena penjamah berbicara dengan
penjamah lainnya yang tidak menggunakan masker, tidak melakukan cuci tangan yang
benar dan tidak menggunakan hand glove, sehingga memungkinkan terjadi kontaminasi
bakteri yang ada di tangan dengan makanan yang sedang di porsikan dan tidak
menggunakan sandal khusus, terjadi kontaminasi debu dan kotoran lainnya karena
pemorsian dilakukan diruangan terbuka.
F. Pendistribusian Bahan Makanan
Proses pendistribusian dilakukan dengan cara sentralisasi yaitu pemorsian yang
dilakukan ditempat penyajian makanan yang dilakukan oleh penerima manfaat yang
bertugas piket dengan waktu kurang lebih 1 jam atau dari jam 5.00 – 6.00 WIB.
Proses distribusi dimulai dari penataan bola ayam pada baskom ditutupi dengan
kain lap yang bersih dan diletakkan dimeja pemorsian atau pendistribusian.
Pada proses pendistribusian makanan termasuk bukan CCP karena pada proses ini
tidak dapat menghilangkan ataupun mengurangi bahaya sampai ke tingkat yang aman.
Proses pendistribusian ini dapat terjadi kontaminasi ulang dikarenakan jarak antara dapur
dan tempat untuk pemorsian atau pendistribusian sangat berdekatan dan saat proses
distribusi makanan tidak tertutup serta petugas yang tidak menggunakan APD lengkap.

G. Penyajian Bahan Makanan


Proses penyajian bola ayam dilakukan menggunakan alat makan berupa plato
stenlis yang sudah dicuci bersih oleh pegawai isntalasi gizi dan disiram kembali
menggunakan air panas oleh petugas kemudian dilap. Berdasarkan hasil pengamatan,
teknis pencucian alat ini cukup baik, karena alat yang sudah dicuci oleh pegawai instalasi
gizi kemudian dilakukan penyiraman dengan air panas oleh petugas, cara tersebut dapat
mengurangi bakteri atau bahaya yang ada pada plato stenlis.
Setelah bola ayam diporsikan kemudian disajikan dengan menunggu hingga
waktu makan. Pada proses penyajian makanan termasuk CCP karena pada proses ini
sebagai titik dimana bisa dihilangkan. Bahaya yang dapat dihilangkan meliputi
kontaminasi udara, bakteri atau benda asing lainnya dapat dikurangi.

H. Hygiene Personal
Berdasarkan hasil pengamatan, penerapan Hygiene Personal di Dapur RSUD dr.
Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen belum sesuai. Juru masak atau petugas masak sebelum
memasuki ruang pengolahan sudah mencuci tangan terlebih dahulu, kemudian
menggunakan APD lengkap, mereka menggunakan celemek.
Penggunaan APD pada setiap proses pengolahan bola ayam sudah lengkap dan
sudah diterapkan seluruhnya oleh tenaga penyelelenggara makanan dibagian persiapan,
pemasakan, pemorsian dan pendistribusian. APD di Dapur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
Kab. Sragen sudah lengkap.

I. Peralatan
Peralatan pengolahan makanan di Dapur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Kab.
Sragen selalu dicuci menggunakan air yang mengalir dan sabun, namun tidak disterilkan
menggunakan air panas. Pencucian peralatan alat makan dilakukan oleh penerima
manfaat atau masing-masing santri, kemudian diambil oleh petugas dan disiram
menggunakan air panas untuk mensterilkannya dan dilap kering, disimpan dimeja tempat
pendistribusian atau pemorsian tanpa ditutupi.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Bola-bola ayam adalah siklus menu kedelapan di Instalasi Gizi Rumah Sakit
dr.Soehadi Prijonegoro Kab.Sragen yang diberikan pada pasien untuk makan pagi
untuk semua kelas
2. Prosedur pengolahan bola ayam dimulai dengan menyiapkan semua bahan yang akan
digunakan, kemudian mulai menghaluskan bumbu seperti bawang dang garam,
menhaluskan tahu putih dan mencampurkan dengan daging giling,telur ayam serta
tambahkan bumbu yang sudah dihaluskan dan aduk rata, bentuk adonan menjadi bola-
bola kemudian digoreng sampai matang dan bola ayam siap disajikan dan di
distribusikan kepada pasien.
3. Bahan yang digunakan untuk membuat bola ayam yaitu daging giling, tahu putih,
telur, bawang putih, garam dan minyak digunakan untuk menggoreng. Alat yang
digunakan yaitu baskom, wajan, kompor, cobek, spatula.
4. Jenis potensi bahaya yang teridentifikasi antara lain fisik, biologis, dan kimia.
5. Pencegahan potensi bahaya dengan mencuci bahan dan alat yang akan digunakan
dengan air yang mengalir, petugas pengolahan memakai APD yang lengkap, dan
untuk bahan disimpan ditempat yang tertutup.
6. Pada penetapan titik kendali kritis pada semua bahan makanan mentah dinyatakan
bukan CCP, sedangkan pada proses pengolahan yaitu penggorengan merupakan CCP
yang artinya dalam tahap tersebut bahaya dapat dikendalikan.

B. Saran
1. Lebih memperhatikan higienistas, contohnya pada alat pemotongan yaitu pisau.
2. Lebih memperhatikan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk mencegah atau
mengurangi terjadinya kontaminasi silang.
3. Lebih meningkatkan pengawasan terhadap semua tahapan proses yang menjadi CCP
sehingga bahaya yang terjadi dapat ditekan sekecil mungkin.
DAFTAR PUSTAKA (BARENG)

Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan. Jakarta: EGC.

BPOM RI. 2011.Laporan Tahunan 2011 Badan Pengawas Obatdan Makanan RI.
Jakarta: BPOM RI.

Daryanto. 2011. Manajemen Pemasaran: Sari Kuliah. Bandung: Satu Nusa.

Dewanti, Ratih. 2013. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pendekatan
Sistematik Pengendalian Keamanan Pangan. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Muhandri, T. dan Kadarisman, D. 2008 . Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. IPB
Press, Bogor.

PGRS,2013.Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Kementrian Kesehtan RI.

Saparinto, C dan Hidayati. 2010. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Setyorini, Endah. 2013. Hubungan Praktek Higiene Pedagang dengan Keberadaan


Escherichia Coli pada Rujak yang di Jual di Sekitar Kampus Universitas Negeri
Semarang.Jurnal Kesehatan Masyarakat vol 02 no 15.Sugiono. 2013. Petunjuk
Praktis Penerapan Sistem Jaminan Keamanan Pangan Berbasis HACCP di
Rumah Makan dan Restoran. Jakarta: LIPI Press.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai