Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH HACCP, GMP, DAN SISTEM

MANAJEMEN KEAMANAN ISO 22.000

MATA KULIAH : ANALISIS PANGAN


DISUSUN OLEH : ILO ISALOKA (16030194009)

KELAS PKB 2016


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019

1
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

A. PENDAHULUAN

Menjelang pelaksanaan liberalisasi di sektor industri dan perdagangan,


Menteri Perindustrian dan Perdagangan pernah mengisyaratkan bahwa di masa
mendatang industri pangan nasional akan menghadapi tantangan persaingan yang
makin berat dan kendala yang dihadapi pun semakin besar. Globalisasi ekonomi
negara, industri, penguasaan teknologi canggih, persaingan terbuka dan proteksi
ekonomi dalam blok-blok perdagangan internasional mengharuskan reorientasi
dalam strategi pembinaan dan pengembangan industri pangan nasional. Oleh
karena itu, wajar juga apabila industri pangan nasional berusaha mencari upaya-
upaya terobosan dan inovasi-inovasi baru dengan tujuan agar industri pangan
nasional tersebut sanggup bertahan dan mandiri sehingga mampu bersaing untuk
menghadapi kemungkinan perubahan serta mampu memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh konsumen internasional. Salah satu tantangan dan kendala utama
yang dihadapi oleh industri pangan nasional tersebut adalah selain produk pangan
yang dihasilkan harus bermutu juga ”aman” untuk dikonsumsi serta tidak
mengandung bahan-bahan yang membahayakan terhadap kesehatan manusia.

Seperti kita ketahui bersama bahwa dewasa ini masalah jaminan mutu dan
keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan tuntutan dan persyaratan
konsumen serta dengan tingkat kehidupan dan kesejahteraan manusia. Bahkan pada
beberapa tahun terakhir ini, konsumen telah menyadari bahwa mutu dan keamanan
pangan tidak hanya bisa dijamin dengan hasil uji pada produk akhir di laboratorium
saja. Mereka berkeyakinan bahwa dengan pemakaian bahan baku yang baik,
ditangani atau di ”manage” dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan
menghasilkan produk akhir pangan yang baik pula. Oleh karena itu, berkembanglah
berbagai sistem yang dapat memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan sejak
proses produksi hingga ke tangan konsumen serta ISO-9000, QMP (Quality
Management Program), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan lain-
lain.

1
Sebagai konsekwensi logis, strategi pembinaan dan pengawasan mutu pada
industri pangan nasional harus bergeser ke strategi yang juga wajib memperhatikan
aspek keamanan pangan tersebut, disamping aspek sumber daya manusia,
peningkatan keterampilan serta penguasaaan dan pengembangan teknologi. Salah
satu konsep dan strategi untuk menjamin keamanan dan mutu pangan yang dianggap
lebih efektif dan ”safe” serta telah diakui keandalannya secara internasional adalah
sistem manajemen keamanan pangan HACCP. Filosofi sistem HACCP ini adalah
pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan berdasarkan pencegahan
preventif (preventive measure) yang dipercayai lebih unggul dibanding dengan cara-
cara tradisional (conventional) yang terlalu menekankan pada sampling dan
pengujian produk akhir di laboratorium. Sistem HACCP lebih menekankan pada
upaya pencegahan preventif untuk memberi jaminan keamanan produk pangan.

Adanya beberapa kasus penyakit dan keracunan makanan serta terakhir


adanya issue keamanan pangan (food safety) di negara-negara maju, maka sejak
tahun 1987 konsep HACCP ini berkembang, banyak dibahas dan didiskusikan oleh
para pengamat, pelaku atau praktisi pengawasan mutu dan keamanan pangan serta
oleh para birokrat maupun kalangan industriawan dan ilmuan pangan. Bahkan karena
tingkat jaminan keamanannya yang tinggi pada setiap industri pangan yang
menerapkannya, menjadikan sistem ini banyak diacu dan diadopsi sebagai standar
proses keamanan pangan secara internasional. Codex Alimentarius Commission
(CAC) WHO/FAO pun telah menganjurkan dan merekomendasikan
diimplementasikannya konsep HACCP ini pada setiap industri pengolah pangan.
Begitu pula negara-negara yang tergabung dalam MEE melaui EC Directive
91/493/EEC juga merekomendasikan penerapan HACCP sebagai dasar
pengembangan sistem manajemen mutu dinegara-negara yang akan mengekspor
produk hasil perikanan dan udangnya ke negara-negara MEE tersebut.

Dalam tulisan pada makalah ini akan disajikan/diinformasikan tentang


sejarah perkembangan perumusan HACCP, pemahaman sistem HACCP dan
definisinya termasuk bahaya yang dimaksud dalam HACCP, prinsip dasar dalam
sistem HACCP serta pola penerapan dan pengembangan sistem HACCP dalam
industri pangan.
2
B. SEJARAH PERKEMBANGAN PERUMUSAN HACCP

Konsep sistem HACCP sebagai penjamin keamanan pangan pertama kali


dikembangkan oleh tiga institusi, yaitu perusahaan pengolah pangan Pillsbury
Company bekerjasama dengan NASA (The National Aeronaties and Space
Administration) dan US Arm’s Research, Development and Engineering Center pada
dekade tahun 1960-an dalam rangka menjamin suplai persediaan makanan untuk
para astronotnya (ADAMS, 1994 ; MOTARJEMI et al, 1996 ; VAIL, 1994). Konsep
ini pada permulaannya dikembangkan dengan misi untuk menghasilkan produk
pangan dengan kriteria yang bebas dari bakteri pathogen yang bisa menyebabkan
adanya keracunan maupun bebas dari bakteri-bakteri lain serta dikenal pula dengan
program ”zero-defects” (HOBBS, 1991). Program ”zero-defects” ini esensinya
mencakup tiga hal, yaitu : pengendalian bahan baku, pengendalian seluruh proses
dan pengendalian pada lingkungan produksinya serta tidak hanya mengandalkan
pemeriksaan pada produk akhir (finished products) saja. Oleh karena hal tersebut
maka diperlukan sistem/metode pendekatan lain yang bisa menjamin bahwa faktor-
faktor yang merugikan harus benar-benar dapat diawasi dan dikendalikan. Dari hasil
pengkajian, evaluasi dan penelitian yang lebih mendalam ternyata sistem/metode
HACCP merupakan satu-satunya konsep yang pas (sesuai) kinerjanya untuk
program ”zero-defects” tersebut (NATIONAL FOOD PROCESSORS
ASSOCIATION’S MICROBIOLOGY AND FOODSAFETY COMMITTEE, 1992).

Kemudian atas inisiatif perusahaan industri pengolah pangan Pillbury


Company, konsep sistem manajemen HACCP tersebut lalu dipresentasikan dan
dipublikasikan pada tahun 1971 dalam Konfrensi Perlindungan Pangan Nasional di
Amerika Serikat (HOBBS, 1991). Disamping itu, konsep ini menjadi dasar bagi
peraturan untuk menjamin keamanan mikrobiologis bagi produk makanan berasam
rendah yang dikalengkan dan makanan yang diasamkan dan diproses dengan
menggunakan suhu tinggi. Selanjutnya konsep sistem HACCP ini banyak dipelajari,
diteliti, diterapkan dan dikembangkan oleh berbagai kalangan industri pengolah
pangan, ilmuan pangan, teknologi pangan, para pakar di bidang ilmu dan teknologi
pangan baik yang ada di Universitas/Perguruan Tinggi, lembaga litbang pangan dan

3
lain-lain. bahkan FDA (Food and Drug Administration) sebagai lembaga penjamin
mutu dan keamanan pangan nasional yang disegani di Amerika Serikat telah
menetapkan dan mensyaratkan agar sistem HACCP ini diterapkan secara wajib
(mandatory) pada setiap industri pengolah pangan secara luas (PERSON dan
CORLET, 1992).

Konsep HACCP ini pun telah mengalami revisi, kajian ulang dan
penyempurnaan dari berbagai institusi yang memberikan masukannya seperti
National Advisory Committee On Microbiological Criteria on Foods (NACMCF),
US Departement of Agriculture (USDA), National Academiy of Sciences (NAS),
USDA Food Safety and Inspection Service (FSIS) (ADAMS, 1994) ; The National
Marine Fisheries Institute (NMFS), National Oceanic and Atmospherie
Administration (NOAA), National Fisheries Institute (NFI) dan FDA sendiri
(GARRETT III dan HUDAK-ROSE, 1991). Perkembangan selanjutnya konsep
HACCP ini telah banyak diimplementasikan di berbagai jenis operasi pengolahan
pangan termasuk pula pada jasa ”catering” dan ”domestic kitchen” dan dalam
implementasinya biasanya dilakukan validasi dan verifikasi oleh Badan/Lembaga
pengawas keamanan pangan.
Kemudian sejak tahun 1985 penerapan sistem HACCP telah diuji-cobakan
pada industri pengolah pangan, industri perhotelan, industri penyedia makanan yang
beroperasi di jalanan (street food vendors) dan rumah tangga di beberapa negara,
misalnya, Republik Dominika, Peru, Pakistan, Malaysia dan Zambia (WHO), 1993).
Pada tahun 1993 Badan Konsultansi WHO untuk Pelatihan Implementasi Sistem
HACCP pada Industri Pengolah Pangan membuat suatu rekomendasi agar
pemerintah sebagai pembina dan industri pangan sebagai produsen pangan berupaya
menerapkan sistem HACCP, terutama bagi negara-negara Argentina, Bolivia, China,
Indonesia, Jordania, Meksiko, Peru, Philipina, Thailand dan Tunia. Begitu pula
negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) telah
mensyaratkan diterapkannya sistem HACCP pada setiap eksportir produk pangan
yang masuk ke negara-negara tersebut. Sementara ini, mulai tanggal 28 Juni 1993,
konsep sistem HACCP telah diterima oleh Codex Alimentarius Commission (CAC)
dan diadopsi sebagai Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Sistem HACCP atau

4
”Guidelines for Application of Hazard Analysis Critical Control Point System”
(CODEX ALIENTARIUN COMMISSION, 1993). Dengan adanya adopsi dan
pengakuan secara resmi dari Badan WHO ini, maka HACCP menjadi semakin
populer di kalangan industri dan jasa pengolah pangan sebagai penjamin keamanan
pangan (food safety assurance).

C. PEMAHAMAN KONSEP SISTEM HACCP DAN DEFINISINYA

HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian


keamanan pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis
dengan tujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya
(hazard) mulai dari bahan baku, selama proses produksi/pengolahan, manufakturing,
penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan
tersebut aman bila dikonsumsi (MOTARKEMI et al, 1996 ; STEVENSON, 1990).
Dengan demikian dalam sistem HACCP, bahan/materi yang dapat membahayakan
keselamatan manusia atau yang merugikan ataupun yang dapat menyebabkan produk
makanan menjadi tidak disukai; diidentifikasi dan diteliti dimana kemungkinan besar
terjadi kontaminasi/pencemaran atau kerusakan produk makanan mulai dari
penyediaan bahan baku, selama tahapan proses pengolahan bahan sampai distribusi
dan penggunaannya. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi
titik kendali kritis.

Menurut BRYAN (1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu


manajemen untuk menjamin keamanan produk pangan dalam industri pengolahan
pangan dengan menggunakan konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional),
sistematis, kontinyu dan menyeluruh (komprehensif) dan bertujuan untuk
mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya yang beresiko tinggi
terhadap mutu dan keamanan produk pangan.

Konsep HACCP ini disebut rasional karena pendekatannya didasarkan pada


data historis tentang penyebab suatu penyakit yang timbul (illness) dan kerusakan
pangannya (spoilage). HACCP bersifat sistematis karena konsep HACCP
merupakan rencana yang teliti dan cermat serta meliputi kegiatan operasi tahap demi
tahap, tatacara (prosedur) dan ukuran kriteria pengendaliannya. Konsep HACCP juga

5
bersifat kontinyu karena apabila ditemukan terjadi suatu masalah maka dapat segera
dilaksanakan tindakan untuk memperbaikinya. Disamping itu, sistem HACCP
dikatakan bersifat komprehensif karena sistem HACCP sendiri berhubungan erat
dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan penggunaan/pemakaian
produk pangan selanjutnya.

Sistem HACCP dapat dikatakan pula sebagai alat pengukur atau pengendali
yang memfokuskan perhatiannya pada jaminan keamanan pangan, terutama sekali
untuk mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal dari bahaya mikrobiologi
(biologi), kimia dan fisika ; dengan cara mencegah dan mengantisipasi terlebih
dahulu daripada memeriksa/menginspeksi saja.

Sementara itu, tujuan dan sasaran HACCP adalah memperkecil


kemungkinan adanya kontaminasi mikroba pathogen dan memperkecil potensi
mereka untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, secara individu setiap
produk dan sistem pengolahannya dalam industri pangan harus mempertimbangkan
rencana pengembangan HACCP. Dengan demikian, setiap produk dalam industri
pangan yang dihasilkannya akan mempunyai konsep rencana penerapan HACCP-nya
masing-masing disesuaikan dengan sistem produksinya.

Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin


keamanan pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu : (1) Mencegah penarikan
produk pangan yang dihasilkan, (2) Mencegah penutupan pabrik, (3) Meningkatkan
jaminan keamanan produk, (4) Pembenahan dan pembersihan pabrik, (5) Mencegah
kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar, (6) Meningkatkan kepercayaan konsumen
dan (7) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena
masalah keamanan produk.

Pendekatan HACCP dalam industri pangan terutama diarahkan terhadap


produk pangan (makanan) yang mempunyai resiko tinggi sebagai penyebab penyakit
dan keracunan, yaitu makanan yang mudah terkontaminasi oleh bahaya
mikrobiologi, kimia dan fisika (Tabel 1).

6
Tabel 1. Pengolahan Makanan Berdasarkan Resiko Kesehatan dan beberapa
contohnya

Tingkat Resiko Jenis Makanan


Kesehatan

Resiko Tinggi  Susu dan produk olahannya


 Daging (sapi, ayam, kambing, dsb) dan produk olahannya
 Hasil perikanan dan produk olahannya
 Sayuran dan produk olahannya
 Produk makanan berasan rendah lainnya

Resiko Sedang  Keju


 Es krim
 Makanan beku
 Sari buah beku
 Buah-buahan dan sayuran beku
 Daging dan ikan beku

Resiko Rendah  Serealia / biji-bijian


 Makanan kering
 Kopi, the

Untuk memahami konsep HACCP secara menyeluruh diperlukan adanya


kesamaan pandangan terhadap beberapa istilah dan definisi yang dipakai dalam
sistem manajemen HACCP, yaitu :

Bahaya (hazard)

Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat menimbulkan
resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Menurut NACMCF
(1992) mendefinisikan bahaya atau ”hazard” sebagai suatu sifat-sifat
biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan
(makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.

Titik Kendali (Control Point = CP)

Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang
dapat mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika.

7
Titik Kendali Kritis (Critical Control Point = CCP)

Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang
jika tidak terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan
atau setiap titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar
dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya.

Batas Kritis (Ccritical Limits)

Batas toleransi yang harus dipenuhi/dicapai yang menjamin bahwa CCP


dapat mengendalikan secara efektif bahaya yang mungkin timbul atau suatu nilai
yang merupakan batas antara keadaan dapat diterima dan tidak dapat diterima.

Resiko

Kemungkinan menimbulkan bahaya.

Penggolongan Resiko

Pengelompokkan prioritas resiko berdasarkan bahaya yang mungkin timbul/


terdapat pada makanan.

Pemantauan (Monitoring)

Pengamanan atau pengukuran untuk menetapkan apakah suatu CCP dapat


dikendalikan dengan baik dan benar serta menghasilkan catatan yang teliti untuk
digunakan selanjutnya dalam verifikasi.

Pemantauan Kontinyu

Pengumpulan dan pencatatan data secara kontinyu, misalnya pencatatan


suhu pada tabel.

Tindakan Koreksi (Corrective Action)


Prosedur atau tatacara tindakan yang harus dilakukan jika terjadi
penyimpangan pada CCP.

Tim HACCP
Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan
HACCP.

8
Validasi Rancangan HACCP
Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin bahwa semua elemen
dalam rancangan HACCP sudah benar.

Validasi

Metode, prosedur dan uji yang dilakukan selain pemantauan untuk


membuktikan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rancangan HACCP, dan
untuk menentukan apakah rancangan HACCP memerlukan modifikasi dan
revalidasi.

D. PRINSIP DASAR SISTEM HACCP

Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem
HACCP pada industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP
(National Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC
(Codex Alintarius Commission, 1993). Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang
merupakan dasar filosofi HACCP tersebut adalah:

1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara


pencegahannya.
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah
teridentifikasi.
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi
penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya.
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya
(Record keeping).
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.

9
Prinisp I. Analisis Bahaya (Hazard Analysis) dan Penetapan Resiko beserta Cara
Pencegahannya (Daulay, Tahun)

Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang


berkaitan dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan atau
analisis terhadap bahaya ini harus dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk
mengidentifikasi semua bahaya yang dapat terjadi bila produk pangan dikonsumsi.
Analisis bahaya harus dilaksanakan menyeluruh dan realistik, dari bahan baku
hingga ke tangan konsumen.

Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan dibedakan atas tiga
kelompok bahaya, yaitu :

(1) Bahaya Biologis/Mikrobiologis, disebabkan oleh bakteri pathogen,


virus atau parasit yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi atau
infestasi, misalnya : E. coli pathogenik, Listeria monocytogenes, Bacillus sp.,
Clostridium sp., Virus hepatitis A, dan lain;

(2) Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang
beracun, misalnya : aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkoloid
pirolizidin, pestisida, antibiotika, hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn,
Ag, Hg, sianida), bahan pengawet (nitrit, sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B,
methanyl jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya ;

(3) Bahaya Fisik, karena tertelannya benda-benda asing yang seharusnya


tidak boleh terdapat di dalam makanan, misalnya : pecahan gelas, potongan kayu,
kerikil, logam, serangga, potongan tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri,
kulit dan lain-lain.

Agar analisis bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat
menjamin semua informasi mengenai bahaya dapat diperoleh, maka analisis bahaya
harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi.

10
Ada tiga elemen dalam analisis bahaya, yaitu :

1. Menyusun Tim HACCP.


2. Mendefinisikan produk : cara produk dikonsumsi dan sifat-sifat negatif produk
yang harus dikontrol dan dikendalikan.
3. Identifikasi bahaya pada titik kendali kritis dengan mempersiapkan diagram alir
proses yang teliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, untuk menghasilkan
suatu produk.

Prinisp II. Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses
Produksi

Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap
langkah/tahap dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi)
dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan
(spoilage), dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini ditentukan setelah diagram alir
proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi bahaya pada setiap tahap produksi
dengan menjawab pertanyaan ”Apakah pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya
(hazard) terjadi pada tahap ini atau yang lain; apabila pengawasan/pengendalian pada
tahap tertentu gagal apakah langsung menghasilkan bahaya yang tak diinginkan,
kerusakan dan kerugian secara ekonomi”. Harus diperhatikan titik kendali (CP)
tidaklah sama dengan titik kendali kritis (CCP).

Secara sistematis untuk mengidentifikasi dan mengenali setiap titik kendali


kritis (CCP) dapat dilakukan dengan metode alur keputusan atau CCP Decission
Tree seperti terlihat pada Gambar 1.

11
P1 Apakah ada tindakan
pencegahan untuk bahaya yang

Y Tidak

Apakah pengendalian pada


tahap ini diperlukan untuk

Tidak Bukan Stop

P2 Apakah tahap ini dapat


menghilangkan atau mengurangi
kemungkinan terjadinya bahaya Y

Tidak

P3 Apakah pencemaran oleh bahaya


teridentifikasi terjadi lebih dari tingkat
yang dapat diterima, atau Dapatkah
bahaya tersebut meningkat hingga tingkat

Y Tidak Bukan Stop

Apakah tahap berikutnya dapat


P4 menghilangkan bahaya yang sudah
teridentifikasi atau mengurangi
kemungkingan terjadinya bahaya hingga
tingkat yang dapat diterima ?

Tidak Ini berarti Titik Kendali Kritis (CCP)

Y Bukan Stop
(*) Lanjutan pada tahap berikutnya dalam proses yang

Gambar 1. Diagram Alur Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP Decission Tree)

12
Prinisp III. Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP yang
telah Teridentifikasi (Daulay, Tahun)

Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan setiap
CCP teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk setiap CCP.
Biasanya batas kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia dan fisika untuk
setiap jenis produk berbeda satu sama lainnya.

Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima untuk
mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya kesehatan
secara cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak boleh
dilanggar atau dilampaui nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar
dan kemudian titik kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan
terjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen.

Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat pencegah
timbulnya bahaya, misalnya adalah ; suhu dan waktu maksimal untuk proses thermal,
suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu untuk
proses sterilisasi komersial, jumlah residu pestisida yang diperkenankan ada dalam
bahan pangan., pH maksimal yang diperkenankan, bobot pengisian maksimal,
viskositas maksimal yang diperkenankan dan sebagainya.

Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas
pertanian, batas kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga
harus ditetapkan. Dalam hal ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-peraturan
yang sudah ditetapkan sebagai panduan dalam menetapkan batas kritis untuk semua
Bahan Tambahan Makanan (BTM), termasuk bahan kimia yang digunakan dalam
bahan pengemas yang bersentuhan dengan produk pangan.

Batas kritis untuk setiap CCP perlu didokumentasikan. Dokumentasi ini


harus dapat menjelaskan bagaimana setiap batas kritis dapat diterima dan harus
disimpan sebagai bagian dari rencana formal HACCP.

13
Prinisp IV. Penyusunan Prosedur Pemantauan dan Persyaratannya Untuk
Memonitor CCP-nya.

Setelah prinsip III dilengkapi dengan penetapan batas kritis untuk semua
CCP, tim HACCP harus menetapkan persyaratan monitoring untuk setiap CCP-nya.

Monitoring merupakan rencana pengawasan dan pengukuran


berkesinambungan untuk mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali
dan menghasilkan catatan (record) yang tepat untuk digunakan dalam verifikasi
nantinya. Kegiatan monitoring ini mencakup : (1) Pemeriksaan apakah prosedur
penanganan dan pengolahan pada CCP dapat dikendalikan dengan baik ; (2)
Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap efektifitas sustu proses untuk
mengendalikan CCP dan batas kritisnya ; (3) Pengamatan atau pengukuran batas
kritis untuk memperoleh data yang teliti, dengan tujuan untuk menjamin bahwa batas
kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan produk (CORLETT, 1991).

Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar
dapat memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk pangan
masih dalam batas kritisnya dan dijamin tidak ada bahayanya. Dalam hal ini, metode,
prosedur dan frekuensi monitoring serta kemampuan hitungnya harus dibuat
daftarnya pada lembaran kerja HACCP.

Prosedur dan metode monitoring harus efektif dalam memberi jaminan


keamanan terhadap produk pangan yang dihasilkan. Idealnya, monitoring pada CCP
dilakukan secara kontinyu hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 persen. Namun
bila hal ini tidak memungkinkan, dapat dilakukan monitoring secara tidak kontinyu
dengan syarat terlebih dahulu harus ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga
keamanan pangan benar-benar terjamin. Biasanya agar pengukurannya dapat
dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring dilakukan dengan cara pengujian yang
bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu, pengujian
dengan cara analisis mikrobiologis jarang digunakan sebagai prosedur monitoring.
Beberapa contoh pengukuran dalam pemantauan (monitoring) adalah : observasi
secara visual dan pengamatan langsung (misal : kebersihan lingkungan pengolahan,
penyimpanan bahan mentah), pengukuran suhu dan waktu proses, pH, kadar air dsb.

14
Prinsip V. Melaksanakan Tindakan Koreksi yang Harus Dilakukan Bila Terjadi
Penyimpangan (deviasi) Pada Batas Kritis yang Telah Ditetapkan
(Daulay, Tahun).
Meskipun sistem HACCP sudah dirancang untuk dapat mengenali
kemungkinan adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan untuk
membangun strategi pencegahan preventif terhadap bahaya, tetapi kadang-kadang
terjadi pula penyimpangan yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, jika dari hasil
pemantuan (monitoring) ternyata menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap
CCP dan batas kritisnya, maka harus dilakukan tindakan koreksi (corrective action)
atau perbaikan dari penyimpangan tersebut.

Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan ketika


kesalahan serius atau kritis diketemukan dan batas kritisnya terlampaui. Dengan
demikian, apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan pada CCP-nya, maka
tindakan koreksi harus segera dilaksanakan. Tindakan koreksi ini dapat berbeda-beda
tergantung dari tingkat resiko produk, yaitu semakin tinggi resiko produk semakin
cepat tindakan koreksi harus dilakukan (Tabel 2.).

Tabel 2. Tindakan Koreksi yang harus dilakukan jika ditemukan


penyimpangan dari batas pada CCP-nya.
Tingkat Resiko Tindakan Koreksi
A. Produk Beresiko  Produk tidak boleh diproses/diproduksi sebelum
Tinggi semua penyimpanan dikoreksi/diperbaiki.
 Produk ditahan/tidak dipasarkan, dan diuji
keamanannya.
 Jika keamanan produk tidak memenuhi persyaratan,
perlu dilakukan tindakan koreksi/perbaikan yng tepat.
B. Produk Beresiko  Produk dapat diproses, tetapi penyimpangan harus
Sedang diperbaiki dalam waktu singkat (dalam beberapa
hari/minggu).
 Diperlukan pemantauan khusus sampai semua
penyimpangan dikoreksi /diperbaiki.
C. Produk Beresiko  Produk dapat diproses
Rendah  Penyimpangan harus dikoreksi/diperbaiki jika waktu
memungkinkan
 Harus dilakukan pengawasan rutin untuk menjamin
bahwa status resiko rendah tidak berubah menjadi
resiko sedang atau tinggi.
15
Tindakan koreksi di sini harus dapat mengurangi atau mengeliminasi
potensi bahaya dan resiko yang terjadi, ketika batas kritis terlampaui pada CCP-nya
sehingga dapat menjamin bahwa disposisi produk yang tidak memenuhi, tidak
mengakibatkan potensi bahaya baru. Setiap tindakan koreksi dilaksanakan, harus
didokumentasikan dengan tujuan untuk modifikasi suatu proses atau pengembangan
lainnya.

Prinisp VI. Membuat Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data yang Efektif
dalam Sistem Dokumentasi HACCP (Daulay, Tahun).
Sistem doumentasi dalam sistem HACCP bertujuan untuk : (1)
Mengarsipkan rancangan program HACCP dengan cara menyusun catatan yang teliti
dan rapih mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP ; (2) Memudahkan
pemeriksaan oleh manager atau instansi berwenang jika produk yang dihasilkan
diketahui atau diduga sebagai penyebab kasus keracunan makanan.

Berbagai keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem dan


penerapan HACCP mencakup :

 Judul dan tanggal pencatatan


 Keterangan produk (kode, tanggal dan waktu produksi)
 Karakteristik produk (penggolongan resiko bahaya)
 Bahan serta peralatan yang digunakan, termasuk : bahan mentah, bahan
tambahan, bahan pengemas dan peralatan penting lainnya.
 Tahap/bagan alir proses, termasuk : penanganan dan penyimpanan bahan,
pengolahan, pengemasan, penyimpanan produk dan distribusinya.
 Jenis bahaya pada setiap tahap
 CCP dan batas kritis yang telah ditetapkan
 Penyimpangan dari batas kritis
 Tindakan koreksi/perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi
penyimpangan, dan karyawan/petugas yang bertanggung jawab untuk
melakukan koreksi/ perbaikan.

16
Dalam melakukan pencatatan, beberapa hal yang dianjurkan adalah
catatan harus sistematis, rapih dan teratur. Disamping itu, bila pencatatan dan
pendokumentasian dilakukan tepat dan sesuai dengan sistem HACCP, maka
berarti keefektifan sistem dokumentasi HACCP dapat diuji atau dibuktikan.

Prinisp VII. Membuat Prosedur untuk Memverifikasi bahwa Sistem HACCP


Bekerja dengan Benar (Daulay, Tahun).
Prosedur verifikasi dibuat dengan tujuan : (1) Untuk memeriksa apakah
program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rancangan HACCP yang
ditetapkan dan (2) Untuk menjamin bahwa rancangan HACCP yang ditetapkan
masih efektif dan benar. Hasil verifikasi ini dapat pula digunakan sebagai informasi
tambahan dalam memberikan jaminan bahwa program HACCP telah terlaksana
dengan baik.

Verifikasi mencakup berbagai kegiatan evaluasi terhadap rancangan dan


penerapan HACCP, yaitu :

 Penetapan jadwal verifikasi yang tepat


 Pemeriksaan kembali (review) rancangan HACCP
 Pemeriksaan atau penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses sebenarnya
 Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan yang
harus dilakukan.
 Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau mikrobiologis) secara acak
pada tahap-tahap yang dianggap kritis.
 Catatan tertulis mengenai : kesesuaian dengan rancangan HACCP, penyimpangan
terhadap rancangan HACCP, pemeriksaan kembali diagram alir dan CCP.
 Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP (CORLETT, 1991).

Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada saat-saat


tertentu, yaitu :

 Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan
masih dapat dikendalikan.
 Jika diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khusus karena
informasi terbaru tentang keamanan pangan.

17
 Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab keracunan
makanan.
 Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum mantap,
atau jika ada saran dari instansi yang berwenang.

E. POLA PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM HACCP DALAM


INDUSTRI PANGAN

Pada dasarnya untuk merancang dan menerapkan sistem HACCP dalam


industri pangan perlu mempertimbangkan pengaruh berbagai hal terhadap keamanan
pangan, misal : bahan mentah, ingredien dan bahan tambahan, praktek pengolahan
makanan, peranan proses pengolahan dan pengendalian bahaya, cara mengkonsumsi
produk, resiko masyarakat konsumen, dan keadaan epidemiologi yang menyangkut
keamanan pangan.

Kemudian untuk memperoleh program yang efektif dan menyeluruh dalam


penerapan/implementasi HACCP perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Komitmen Manajemen.
Keberhasilan penerapan / implementasi sistem HACCP sangatlah
tergantung pada manajemen sebagai penanggung jawab tertinggi. Mereka harus
menyatakan komitmen tidak hanya dalam kata-kata saja melainkan juga dalam
tindakan. Seluruh karyawan dan staf nantinya harus tahu bahwa manajemen
adalah yang paling bertanggung jawab memikul beban tugas implementasi ini.
Dengan demikian segala sumber daya yang diperlukan untuk mendukung
implementasi HACCP harus disediakan baik manusia maupun peralatan, sarana,
dokumentasi, informasi, metode, lingkungan, bahan baku dan waktu.

2. Pembentukan Tim HACCP.


Setelah Pimpinan Puncak mempunyai komitmen manajemen terhadap
program keamanan pangan, maka mereka membentuk tim HACCP yang
bertugas dan bertanggung jawab dalam hal perencanaan, penerapan dan
pengembangan sistem HACCP.

18
Anggota tim implementasi HACCP sebaiknya terdiri dari berbagai
bidang disiplin ilmu (multidisiplin) yang mempunyai pengetahuan dan keahlian
spesifik yang tepat untuk produk. Dalam hal ini anggotanya tidak perlu dibatasi
dan dapat berasal dari bagian : produksi, pengendalian mutu atau QC, jaminan
mutu (QA), manufakturing, keteknikan (engineering), R & D serta sanitasi.
Mereka merupakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang pekerjaannya masing-masing sehingga informasi teknis
dan masukan (input) dari mereka bermanfaat untuk mengembangkan sistem
HACCP secara efektif dan benar.

3. Pelatihan Tim HACCP.


Individu personil yang terpilih dalam tim HACCP kemudian diberi
pelatihan (training) mengenai prinsip-prinsip HACCP dan cara implementasinya
(misalnya tentang hazard dan analisisnya, peran titik kendali kritis dan batas
kritis dalam menjaga keamanan pangan, prosedur monitoring dan tindakan
koreksi yang harus dilakukan seandainya ada penyimpangan CCP, prosedur
dokumentasi HACCP dan lain-lain). Pelatihan dan pendidikan ini bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge) dan mengembangkan keahlian
(skill) personil yang bersangkutan guna memperlancar pelaksanaan pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya.

Pelatihan dapat dilakukan oleh tenaga ahli berasal dari dalam


perusahaan sendiri atau tenaga ahli dari luar perusahaan atau konsultan
manajemen HACCP yang dapat memberi bantuan dalam implementasi HACCP
tersebut.

4. Diskripsi Produk.
Tim HACCP yang telah dibentuk dan disusun selanjutnya harus
mendiskripsikan/menggambarkan secara menyeluruh terhadap produk pangan
yang akan dibuat/diproduksi. Dalam hal ini keterangan atau karakteristik yang
lengkap mengenai produk harus dibuat, termasuk keterangan mengenai
komposisi (ingredien), formulasi, daya awet dan cara distribusinya. Semua

19
informasi tersebut diperlukan oleh tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara
luas dan komprehensif.

5. Identifikasi Penggunaan/Konsumennya.
Kemudian tim HACCP harus mengidentifikasi tujuan penggunaan
produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada konsumen atau
pengguna akhir dari produk tersebut. Pada kasus, harus dipertimbangkan
kelompok populasi/masyarakat beresiko tinggi.

6. Penyusunan Bagan/Diagram Alir Proses.


Bagan/diagram alir proses harus disusun oleh tim HACCP. Setiap tahap
dalam proses tertentu harus dianalisis untuk menyusun bagan alirnya. Dalam
menerapkan HACCP untuk suatu proses, pertimbangan harus diberikan terhadap
tahap sebelum dan sesudah proses tersebut.

Tujuan dibuatnya alir proses adalah untuk menggambarkan tahapan


proses produksi secara dalam industri pangan yang bersangkutan serta untuk
melihat tahapan proses produksi tersebut menjadi mudah dikenali.
Bagan/diagram alir proses ini selain bermanfaat membantu tin HACCP dalam
melaksanakan tugasnya, dapat pula berfungsi sebagai ”Pedoman” berikutnya
bagi orang (personil) atau lembaga lainnya (pemerintah dan pelanggan) yang
ingin mengetahui tahap proses produksi pangan yang dibuatnya sehubungan
dengan kegiatan verifikasinya.

7. Menguji dan Memeriksa Kembali Diagram Alir Proses.

Tim HACCP harus menguji dan memeriksa kembali diagram alir proses
yang sudah dibuat. Dalam hal ini, tim HACCP harus menyesuaikan kegiatan
proses pengolahan yang sebenarnya (di pabrik) dengan bagan alir proses pada
setiap tahap dan waktu proses, dan jika perlu mengubah diagram alir proses bila
ditemukan hal-hal yang tidak sesuai atau kurang sempurna. Dengan demikian,
bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat dan kurang sempurna, dapat
dilakukan modifikasi.

20
8. Menerapkan Tujuh Prinsip HACCP.

Tujuh prinsip penting HACCP yang harus diterapkan adalah :

 Penerapan prinsip 1. Membuat daftar bahaya yang mungkin timbul dan cara
pencegahan untuk mengendalikan bahaya.

 Penerapan prinsip 2. Menetapkan titik kendali kritis (CCP = Critical Control


Point).

 Penerapan prinsip 3. Menetapan batas/limit kritis untuk setiap titik kendali


kritis (CCP).

 Penerapan prinsip 4. Menetapkan sistem/prosedur pemantauan untuk setiap


CCP.

 Penerapan prinsip 5. Menetapkan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.

 Penerapan prinsip 6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk membuktikan


bahwa sistem HACCP berjalan dengan baik dan benar.

 Penerapan prinsip 7. Membuat catatan dan dokumentasi. Catatan data yang


praktis dan teliti merupakan hal yang penting dalam
penerapan sistem HACCP.

Keberhasilan dalam penerapan HACCP membutuhkan tanggung jawab


penuh dan keterlibatan manajemen serta tenaga kerja. Keberhasilan penerapan

DAFTAR PUSTAKA

CODEX. 1993. Codex Alimentarius Commission: Codex Committee on Food Hygiene.


Guideline for the application of hazard anlysis critical control point (HACCP)
system (Alinorm 19/ 13A, Appendex B). Food and Agriculture Organization/ WHO
Corlett, DA. 1991. Regulatory Verification of Industrial HACCP System. Food Techno,
Vol.45 No.4 pp.144-146
Crocker, O. L. and Leung Chiu, J. S..1984. Quality Circles, A Guide to Participation and
Productivity. Toronto: Methuen.
21
Daulay, Sere Saghranie . Tahun. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan
Implementasinya dalam Industri Pangan. Jakarta: Widyaiswara Madya Pusdiklat
Industri
Hicks, Philips E.. 1994. Industrial Engineering and Management. A New Perspective,

2nd ed.. Singapore: McGraw-Hill Book Co


Implementasi GMP dan HACCP dalam Menunjang Quality Assurance Industri Pangan
(A. Tjahjanto Prasetyono)
NACMCF. 1992.HACCP System.National Advisory Committee on Microbiological
Criteria for Food. International Journal of Food Microbiology. 16: 1-23
Stebbing, Lionel. 1993. Quality Assurance. The Route to Efficiency and Competitiveness,

3rd ed.. London: Ellis Horwood


Taguchi, G.. Elsayed, E. A and Hsiang, T. C.. Quality Engineering in Production
Systems. Singapore: McGraw Hill Book Co..

22
Good Manufacturing Practice

GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi industri


pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP merupakan prasyarat
utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh sertifikat sistem HACCP
(Hazard Analysis Critical Control Point)

1. Kaitan GMP dengan Sistem HACCP dan SSOP


Agar sistem HACCP dapat berfungsi dengan baik dan efektif, perlu diawali
dengan pemenuhan program Pre-requisite (persyaratan dasar), yang berfungsi
melandasi kondisi lingkungan dan pelaksanaan tugas serta kegiatan lain dalam
industri pangan. Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan Pre-
requisite penerapan HACCP. Pre-requisite merupakan prosedur umum yang
berkaitan dengan persyaratan dasar suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah
kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan pangan. Diskripsi dari
pre-requisite ini sangat mirip dengan diskripsi GMP yang menyangkut hal-hal
yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses produksi
atau penanganan pangan.
Secara umum perbedaan antara GMP dan SSOP (Standard Sanitation
Operating Prosedure) adalah : GMP secara luas terfokus dan pada aspek operasi
pelaksanaan tugas dalam pabriknya sendiri serta operasi personel. Sedang SSOP
merupakan prosedur yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai
tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi
pangan yang bermutu tinggi aman dan tertib.

2. Sanitasi dan Higiene


Sanitasi pangan ditujukan untuk mencapai kebersihan yang prima dalam
tempatproduksi, persiapan penyimpanan, penyajian makanan, dan air sanitasi. Hal-
hal tersebut merupakan aspek yang sangat esensial dalam setiap cara penanganan
pangan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatas
masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi
untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan, serta
mencegah terjadinya kontaminasi silang. Program higiene dan sanitasi yang efektif 24
merupakan kunci untuk pengontrolan pertumbuhan mikroba pada produk dan
industri pengolahan makanan.
3. Prinsip Dasar Sanitasi
Prinsip dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu membersihkan dan sanitasi.
Membersihkan yaitu menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan
tanah yang mungkin menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
Sanitasi merupakan langkah menggunakan zat kimia dan atau metode fisika
untuk menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan
alat dan mesin pengolah makanan.

4. Sumber Kontaminasi
Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi pada
industri pangan adalah :
1) Bahan baku mentah
Proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan
untuk mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah
amat penting karena tanah mengandung berbagai jenis mikroba khususnya
dalam bentuk spora.
2) Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan
Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interval
waktu agak sering, guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang
memungkinkan sumber pertumbuhan mikroba.
3) Peralatan untuk sterilisasi
Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75 – 760C agar
bakteri thermofilik dapat dibunuh dan dihambat pertumbuhannya.
4) Air untuk pengolahan makanan
Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum.
5) Air pendingin kaleng
Setelah proses sterilisasi berakhir, kalengnya harus segera didinginkan
dengan air pendingin kaleng yang mengandung disinfektan dalam dosis
yang cukup. Biasanya digunakan khlorinasi air sehingga residu khlorine 0,5
– 1,0 ppm.

25
6) Peralatan/mesin yang menangani produk akhir (post process handling
equipment)
Pembersihan peralatan ini harus kering dan bersih untuk menjaga agar
tidak terjadi rekontaminasi.

5. Persyaratan GMP
GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi dengan
frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolah pangan
baik yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Mikroba
membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu persyaratan GMP :
mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan
berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP
juga mempersyaratkan penggunaan zat kimia yang cukup dalam dosis yang
dianggap aman.

6. Tahap-Tahap Higiene dan Sanitasi


Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan
dengan jenis dan tipe mesin/alat pengolah makanan. Stamdar yang digunakan
adalah :
a. „Pre rinse” atau langkah awal, yaitu : menghilangkan tanah dan sisa
makanan dengan mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan
sebagainya.
b. Pembersihan : menghilangkan tanah dengan cara mekanis atau mencuci
dengan lebih efektif.
c. Pembilasan: membilas tanah dengan pembersih seperti sabun/deterjen dari
permukaan
d. Pengecekan visual: memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat
bersih
e. Penggunaan disinfektan : untuk membunuh mikroba.
f. Pembersihan akhir : bila diperlukan untuk membilas cairan disinfektan
yang padat

26
g. “Drain dry” atau pembilasan kering : disinfektan atau final rinse
dikeringkan dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan sampai terjadi
genangan air karena genangan air merupakan tempat yang baik bagi
pertumbuhan mikroba.

7. Jenis Sanitizer
Sanitasi adalah langkah pemberian sanitizer dalam kimia atau perlakuan fisik
yang dapat mereduksi populasi mikroba pada fasilitas dan peralatan pabrik.
Sanitizer yang digunakan dalam industri pangan dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
1) Panas
a) Uap air panas (steam) mengalir dengan suhu dan waktu tertentu : 770C
selama 15 menit, atau 930C selama 5 menit
b) Untuk alat makan dan peralatan kecil (pisau dsb) 770C selama 2 menit,
dan 770C selama 5 menit untuk peralatan pengolahan.
c) 820C selama 20 menit untuk pengolahan pangan
2) Radiasi UV, waktu kontak harus lebih dari 2 menit, terutama digunakan
untuk sanitasi wadah pengemas dan ruangan yaitu untuk membunuh
mikroba termasuk virus.
3) Senyawa kimia (Disinfektan), disinfektan yang digunakan dalam industri
pangan adalah :
a) Senyawa khlorin
b) Iodium dan kompleks iodium
c) Senyawa amonium quartenair
d) Kombinasi asam-anion

8. Sanitasi Kimiawi
Meskipun panas dan sinar UV sangat efektif untuk proses sanitasi, hingga kini
industri pangan masih sangat bergantung pada disinfektan kimiawi. Disinfektan
tersebut akan membasmi sebagian besar mikroba. Yang penting wajib
dipertimbangkan bahwa spora mikroba bisa bertahan terhadap disinfektan.

27
Jadi permukaan yang sudah diberi disinfektan adalah tidak steril. Sesudah
sanitasi, jumlah mikroba berkurang banyak tetapi tidak steril. Steril berarti tidak
ada mikroba sama sekali (sterilized).
Peraturan GMP mempersyaratkan penggunaan zat kimia yang cukup dalam
dosis yang dianggap aman, oleh karena itu sangat penting untuk mengikuti
petunjuk penggunaan disinfektan tersebut dari pabrik pembuatnya.
Efektifitas dari disinfektan tergantung pada :
a) Jenis dan konsentrasinya
b) Lama kontak
c) Suhu
d) pH
Sangat tidak berguna untuk melakukan desinfeksi pada pernukaan alat yang kotor,
karena disinfektannya akan bereaksi dengan kotoran sehingga tidak efektif.

9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Sanitizer


Hidrogen peroksida (H2O2) dan ozon (O3) juga dapat digunakan sebagai
disinfektan, tetapi karena beberapa kelemahan dalam sifat-sifatnya, maka
keduanya jarang digunakan secara umum. H2O2 khusus digunakan untuk sterilisasi
wadah pengemasan plastik, dan ozon khusus digunakan dalam pengawetan air
mineral.
Komponen fenol merupakan disinfektan yang kuat, tetapi tidak digunakan
untuk sanitasi dalam industri pangan karena baunya yang keras dapat
memprngaruhi flavor makanan yang diolah.
Pemilihan jenis sanitizer yang digunakan dalam industri pangan dipengaruhi
oleh beberapa faktor :
1) Kelompok/jenis mikroba yang menjadi target
2) Kondisi/sifat air yang digunakan
3) Obyek/bahan yang akan disanitasi
4) Sifat-sifat lain seperti stabilitas, harga dan sebagainya

Daftar Pustaka

Winarno, F.G., dan Surono, (2002), GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik,
Bogor : M-Brio Press. 28
Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO: 22.000

ISO 22000 menjelaskan persyaratan untuk sistem manajemen keamanan pangan dan
menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi suatu organisasi untuk
menunjukkan bahwa sistem manajemen tersebut dapat mengendalikan bahaya keamanan
pangan.

Makanan yang tidak aman dapat memiliki konsekuensi kesehatan yang parah, sehingga
sangat penting bagi organisasi yang terlibat dalam rantai pasokan makanan untuk
mengambil langkah-langkah untuk memastikan proses dan produk mereka aman. Saat
ini, banyak produk makanan melintasi batas negara, menyoroti perlunya standar global
untuk manajemen keamanan pangan. ISO 22000 memenuhi kebutuhan ini dengan
memberikan pedoman yang dapat diikuti organisasi untuk membantu mengidentifikasi
dan mengendalikan bahaya yang terkait dengan keamanan pangan.

Tentang ISO 22000

ISO 22000 :2018 adalah standar keamanan pangan untuk bisnis dalam rantai makanan
global. Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO) mengembangkan standar ISO
22000: 2018, Sistem manajemen keamanan pangan – Persyaratan untuk setiap
organisasi dalam standar rantai makanan.

ISO 22000 memberikan persyaratan untuk sistem manajemen keamanan pangan dan
menetapkan persyaratan apa yang harus dipenuhi suatu organisasi untuk dapat
mengendalikan bahaya keamanan pangan. Industri yang menggunakan ISO 22000 dapat
memperoleh sertifikasi sesuai standar.

ISO 22000 mencakup organisasi di seluruh rantai makanan, dari pertanian hingga
sampai ke meja. Standar ini dirancang untuk memastikan persaingan yang adil dan
menyediakan komunikasi di dalam dan di antara organisasi di sepanjang rantai makanan.

Standar ini menggabungkan dan melengkapi unsur-unsur utama ISO 9001, standar untuk
sistem manajemen mutu, serta hazard analysis and critical control points (HACCP),
30
pendekatan preventif untuk keamanan pangan.
Standar ini memberikan kerangka kerja bagi organisasi untuk mengembangkan,
menerapkan, memantau dan terus meningkatkan sistem manajemen keamanan pangan,
atau (Food Safety Management System) FSMS, dalam konteks risiko bisnis mereka
secara keseluruhan. Untuk mematuhi standar, bisnis harus memenuhi semua persyaratan
hukum dan peraturan terkait keamanan pangan yang berlaku.

Organisasi yang ingin membuat FSMS yang lebih fokus, koheren, dan terintegrasi dari
yang disyaratkan oleh hukum / peraturan, dapat memperoleh manfaat dari ISO 22000.
Standar ini membantu organisasi dalam aspek operasi mereka, seperti keamanan pangan,
pengendalian bahaya, rantai pasokan mereka, HACCP, bisnis mereka strategi dan
penelusuran makanan.

Tentang Sistem Manajemen Keamanan Pangan

Meskipun perhatian utama terkait keamanan pangan adalah keberadaan bahaya


keamanan pangan pada titik konsumsi, bahaya sebenarnya dapat terjadi di titik mana
pun di sepanjang rantai makanan. Karena itu, penting untuk memiliki kontrol yang
memadai di seluruh rantai makanan, dan semua organisasi yang terlibat harus
berkolaborasi untuk memastikan keamanan pangan.

Elemen utama FSMS, seperti yang dijelaskan dalam ISO 22000, adalah:

 Komunikasi interaktif di seluruh organisasi


 Manajemen sistem yang mencakup dokumentasi
 Program prasyarat, yang memastikan lingkungan yang bersih dan sanitasi
 Prinsip HACC, yang membantu mengidentifikasi, mencegah, dan
menghilangkan bahaya keamanan pangan

Standar ini juga mencakup prinsip-prinsip lain, yang merupakan bagian dari semua
standar sistem manajemen ISO. Prinsip-prinsip ini adalah:

 Fokus pelanggan
 Kepemimpinan
 Keterlibatan orang
 Pendekatan proses 31
 Perbaikan
 Pengambilan keputusan berbasis bukti
 Manajemen hubungan
Hal yang Dibutuhkan ISO 22000

FSMS, sebagaimana dijelaskan dalam ISO 22000, menetapkan proses untuk mengelola
keamanan pangan yang berlaku di seluruh organisasi. Beberapa proses yang dapat
dipertimbangkan organisasi tentang ISO 22000 meliputi :

 Kebijakan keamanan pangan secara keseluruhan


 Target yang akan mendorong upaya perusahaan untuk mematuhi kebijakannya
 Merencanakan, merancang dan mendokumentasikan sistem manajemen
 Membuat tim keamanan pangan yangterdiri dari individu berkualitas dan
menugaskan tanggung jawab
 Menetapkan prosedur komunikasi untuk komunikasi internal dan komunikasi
dengan pihak di luar perusahaan, seperti pelanggan, pemasok, dan badan
pengatur
 Rencana darurat
 Sebuah rencana untuk secara teratur mengevaluasi kinerja FSMS
 Strategi untuk menyediakan sumber daya yang memadai untuk memungkinkan
operasi FSMS, termasuk personel yang terlatih dan berkualitas, infrastruktur dan
lingkungan kerja yang sesuai
 Rencana untuk mengikuti prinsip-prinsip HACCP
 Sistem untuk meningkatkan keterlacakan dan identifikasi produk
 Suatu sistem untuk mengendalikan ketidaksesuaian dalam produk
 Prosedur terdokumentasi untuk penarikan produk
 Program audit internal
 Rencana untuk terus meningkatkan FSMS
 Program prasyarat

Persyaratan Prasyarat

Ketika berusaha mendapatkan kepatuhan terhadap ISO 22000, organisasi harus


membuat program prasyarat yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan
kontaminasi. Walaupun ISO mengidentifikasi area dan program tertentu yang harus
dipertimbangkan organisasi, standar ini tidak menentukan persyaratan spesifik dari
setiap program. Sebaliknya, setiap organisasi akan mengembangkan programnya sendiri32
berdasarkan kebutuhannya.
ISO 22000 memberikan beberapa panduan tentang bagaimana mengembangkan program
prasyarat melalui masing-masing spesifikasi teknis, seperti ISO / TS 22002-1, program
prasyarat tentang keamanan pangan – Bagian 1: manufaktur makanan. Dokumen ini
menggantikan PAS 220. Spesifikasi ISO ini dirancang lebih ke arah penggunaan dengan
ISO 22000 dan memberikan detail yang lebih baik dibanding PAS 220. Sangat penting
untuk mengetahui ISO / TS 22002-1 hanya berlaku untuk produsen makanan,
tidak untuk semua organisasi di keseluruhan rantai makanan. Beberapa area yang
diidentifikasi oleh ISO 22000 untuk dipertimbangkan bagi organisasi ketika
mengembangkan program prasyarat mereka meliputi:

 Pengendalian hama
 Pertahanan makanan, biovigilance, dan bioterorisme
 Konstruksi dan tata letak bangunan
 Pencegahan kontaminasi silang
 Kesesuaian peralatan, pembersihan dan pemeliharaan
 Fasilitas karyawan dan kebersihan pribadi
 Pengelolaan bahan yang dibeli
 Tata letak tempat dan ruang kerja
 Prosedur pembersihan dan sanitasi
 Informasi produk
 Utilitas, termasuk energi, air dan udara
 Pergudangan
 Pembuangan limbah
 Prosedur penarikan produk

Saat ini, ada spesifikasi teknis khusus sektor lain yang tersedia untuk perusahaan
katering, sektor ritel, bisnis berdasarkan jasa transportasi dan penyimpanan, produsen
pakan ternak dan juga produsen produk kemasan makanan.

Manfaat Sertifikasi ISO 22000

ISO 22000 membantu organisasi meminimalkan risiko makanan dan meningkatkan


kinerja yang terkait dengan keamanan pangan. Hal ini dilakukan dengan memberikan
kerangka kerja yang dapat mereka gunakan untuk mengembangkan FSMS, pendekatan33
sistematis untuk menangani masalah keamanan pangan. Kepatuhan dengan ISO 22000
memberikan manfaat seperti:
 Peningkatan Kesehatan dan keselamatan – Meminimalkan risiko makanan
membawa pada kesehatan dan keselamatan yang lebih baik bagi pelanggan,
pengguna lain, karyawan, dan orang lain yang mungkin bersentuhan dengan
makanan.
 Peningkatan kepuasan pelanggan – Memiliki FSMS membantu Anda
memberikan produk yang memenuhi harapan pelanggan dengan andal.
 Membantu memenuhi persyaratan peraturan – Kepatuhan terhadap
persyaratan peraturan diperlukan untuk mencapai sertifikasi ke ISO 22000.
Memiliki FSMS dapat membantu perusahaan memenuhi persyaratan ini dan
memahami bagaimana mereka berdampak pada organisasi dan pelanggan.
 Membantu memenuhi standar dan pedoman lain – ISO 22000
menghubungkan ke berbagai standar dan pedoman internasional lainnya dan
dapat membantu organisasi memenuhi persyaratan sistem tersebut
 Transparansi yang ditingkatkan – ISO 22000 membantu organisasi
meningkatkan keterlacakan produk mereka dan mencapai transparansi yang lebih
besar terkait operasi.
 Peningkatan respons terhadap risiko – Memiliki FSMS dapat membantu
organisasi merespons lebih cepat dan efisien terhadap masalah yang dapat
membahayakan keamanan pangan, membantu mereka menghentikan potensi
kontaminasi sebelum terjadi.
 Pengurangan waktu investigasi – Jika terjadi kontaminasi, FSMS membantu
organisasi mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menyelidiki setiap
pelanggaran keamanan pangan, memecahkan masalah lebih cepat.

Standar itu sendiri juga menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan sistem lain:

 Struktur yang konsisten – Struktur ISO 22000 mirip dengan standar


internasional lainnya. Ini dirancang untuk berintegrasi mulus dengan sistem
manajemen lain dari ISO, seperti ISO 9001, ISO 45001 dan ISO 14001.
 Pengakuan global – ISO 22000 adalah standar yang terkenal dan diakui secara
internasional. Sertifikasi terhadap standar ini meningkatkan reputasi organisasi
dengan pelanggan, pemasok, investor, kelompok pengawas, dan pihak lain di
seluruh dunia.
34
 Peluang bisnis yang meningkat – Sertifikasi ke standar internasional seperti
ISO 22000 membuka pintu bagi bisnis. Beberapa organisasi memerlukan
sertifikasi sebelum mereka akan memasok atau bekerja dengan perusahaan.
Siapa yang Harus Mematuhi Standar dan Mendapatkan Sertifikasi?

ISO 22000 berlaku untuk organisasi apa pun yang merupakan bagian dari atau
berhubungan industri makanan atau rantai makanan, terlepas dari ukuran organisasi atau
posisinya di sepanjang rantai makanan.

Organisasi-organisasi ini dapat berupa produsen makanan, bahan dan aditif, produsen
pakan, organisasi yang terlibat dalam pengangkutan atau penyimpanan makanan atau
organisasi yang mensubkontrakkan ke perusahaan terkait makanan. Organisasi yang
terkait dengan industri makanan tetapi tidak secara langsung bagian dari itu juga dapat
menggunakannya, seperti yang memproduksi peralatan, bahan kemasan atau bahan
pembersih yang digunakan industri makanan.

Cara Kerja Standar ISO 22000

ISO 22000 memberi organisasi sebuah kerangka kerja yang dapat mereka gunakan
ketika membuat dan menggunakan FSMS, tetapi organisasi memiliki beberapa tingkat
fleksibilitas dalam cara mereka menciptakan sistem mereka. Kepatuhan terhadap standar
bersifat sukarela, meskipun beberapa organisasi mungkin memerlukan sertifikasi
sebelum mereka akan bekerja dengan organisasi lain. Perusahaan dapat meminta
sertifikasi sesuai standar atau menerapkan aspek-aspeknya tanpa mencari sertifikasi.

Sejak revisi pada tahun 2018, ISO 22000 berisi beberapa elemen organisasi yang umum
untuk standar manajemen ISO lainnya. Komponen-komponen ini memungkinkan Anda
untuk mengintegrasikan standar-standar ini dan menggunakannya bersama-sama.
Elemen-elemen organisasi ini meliputi berikut ini.

Siklus Plan-Do-Check-Act

Aspek penting dari standar manajemen ISO adalah peningkatan yang berkelanjutan.
Organisasi dapat menggunakan siklus plan-do-check-act (PDCA) seperti yang dijelaskan
dalam ISO 22000 untuk mendorong peningkatan. Model PDCA dapat diterapkan pada
FSMS keseluruhan dan setiap elemennya. Langkah-langkah pendekatan PDCA adalah:

 Rencana – Menetapkan tujuan FSMS dan prosesnya, menyediakan sumber daya


35
yang diperlukan dan mengidentifikasi serta mengatasi peluang dan risiko
 Apakah – Menerapkan proses yang telah Anda rencanakan
 Pemeriksaan – Memantau proses dan hasilnya, menganalisis data yang
dikumpulkan dari pemantauan ini dan melaporkan hasilnya
 Act – Menerapkan langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja proses

Lampiran SL

ISO 22000 menggunakan format SL Annex, struktur tingkat tinggi yang sekarang umum
untuk semua standar manajemen ISO. Melalui penggunaan struktur bersama ini, ISO
bertujuan untuk mengurangi jumlah proses yang perlu diulang, meningkatkan
interoperabilitas dan mengurangi kebingungan tentang terminologi dan elemen lainnya.

10 elemen utama dari struktur SL Annex adalah:

1. Lingkup menggambarkan hasil yang diharapkan dari FSMS. Hasil-hasil ini


spesifik untuk industri dan harus masuk akal dalam konteks organisasi.
2. Referensi normatif mengidentifikasi standar dan publikasi lain yang terkait
dengan standar yang dimaksud.
3. Istilah dan definisi mendefinisikan istilah yang relevan.
4. Konteks organisasi mencakup rincian tentang organisasi dan konteksnya,
harapan pihak yang berkepentingan, ruang lingkup FSMS dan FSMS itu sendiri.
5. Kepemimpinan menggambarkan komitmen dari kepemimpinan organisasi,
kebijakannya dan peran, tanggung jawab dan wewenang orang lain dalam
organisasi.
6. Perencanaan membantu aspek-aspek perencanaan FSMS, termasuk bagaimana
menangani risiko dan peluang dan mencapai tujuan.
7. Dukungan berkaitan dengan sumber daya, kompetensi, kesadaran, komunikasi
dan informasi terdokumentasi yang diperlukan untuk FSMS.
8. Operasi membahas aspek-aspek operasional FSMS dan memiliki satu sub-
klausa: perencanaan dan pengendalian operasional.
9. Evaluasi kinerja menggambarkan pemantauan, pengukuran, analisis, dan
evaluasi yang berkaitan dengan FSMS, termasuk audit internal dan tinjauan
manajemen.
10. Perbaikan menjelaskan proses untuk meningkatkan FSMS, termasuk
mengoreksi ketidaksesuaian dan memungkinkan peningkatan berkelanjutan. 36

Versi sebelumnya
ISO menerbitkan standar keamanan pangan yang direvisi, ISO 22000: 2018, pada 19
Juni 2018. Versi sebelumnya adalah ISO 22000: 2005. ISO secara teratur meninjau dan
memperbarui standarnya.

ISO 22000: 2018 menggantikan ISO 22000: 2005, dan organisasi mana pun yang saat
ini disertifikasi untuk ISO 22000: 2005 akan memiliki tiga tahun untuk transisi ke versi
yang baru. Sertifikasi untuk ISO 22000: 2005 akan berakhir pada 18 Juni 2021, tiga
tahun setelah publikasi revisi, jika organisasi tidak melakukan transisi.

“Revisi tersebut merevisi standar untuk mengatasi tantangan keamanan pangan baru
yang dihadapi rantai makanan modern. Tujuan utama dari pembaruan ini, kata ISO,
adalah untuk menyelaraskan ISO 22000 lebih dekat dengan standar sistem manajemen
lainnya dengan menggunakan struktur tingkat tinggi yang umum dari Lampiran SL.”

Versi baru standar ini juga mencakup pendekatan baru terhadap risiko yang membahas
risiko pada dua tingkat yang berbeda – tingkat operasional dan tingkat organisasi – yang
terkait dengan arah strategis bisnis.

Siklus plan-do-check-act juga bekerja pada dua tingkat yang berbeda – yaitu FSMS
secara keseluruhan dan tingkat operasi, yang juga berkaitan dengan prinsip-prinsip
HACCP.

Standar yang direvisi mencakup definisi baru dan revisi berbagai istilah kritis.

Hubungan dengan Standar Lain

ISO 22000 memiliki kaitan dengan beberapa standar dan pedoman terkenal lainnya dan
berbagi beberapa elemen dengannya. Ada juga berbagai publikasi ISO lainnya yang
terkait dengan ISO 22000.

Codex Alimentarius

Versi revisi ISO 22000 didasarkan pada prinsip-prinsip kebersihan makanan yang
diuraikan dalam Codex Alimentarius, seperangkat pedoman dan standar yang diakui
secara internasional yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission, sebuah
badan antar pemerintah yang dibentuk oleh Organisasi Kesehatan Dunia dan Organisasi37
Pangan dan Pertanian dari PBB.
Codex Alimentarius, juga disebut Kode Makanan, direferensikan dalam banyak undang-
undang keamanan makanan nasional. Karena ISO 22000 sesuai dengan prinsip-prinsip
Codex Alimentarius, otoritas pemerintah dapat menjamin ke ISO 22000 dalam
persyaratan dan inspeksi nasional. Kepatuhan terhadap ISO 22000 juga dapat membantu
perusahaan memenuhi persyaratan nasional yang diminta pada Kode Makanan.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB

ISO 22000 mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, terutama Sasaran 2:


Nol Kelaparan dan Sasaran 3: Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik. Standar ini
membantu menyetujui tujuan-tujuan mengatasi penyakit bawaan makanan dan
mendukung peningkatan kesehatan masyarakat.

Komite dan Standar Teknis ISO terkait

Sejumlah komite teknis ISO menerbitkan standar yang terkait dengan keamanan pangan,
termasuk:

 ISO / TC 34 menciptakan standar yang berkaitan dengan produk makanan serta


vitamin, kesejahteraan hewan, dan mikrobiologi
 ISO / TC 34 / SC 17 menciptakan standar yang terkait dengan sistem manajemen
untuk keamanan pangan
 ISO / TC 134 menciptakan standar yang terkait dengan pupuk, kondisioner tanah
dan zat terkait lainnya
 ISO / TC 234 menciptakan standar yang terkait dengan perikanan dan akuakultur
 ISO / TC 34 / SC 5 menciptakan standar yang terkait dengan susu dan produk
susu

ISO memiliki lebih dari 1.600 standar dan dokumen yang terkait dengan industri
makanan. Standar ISO yang terkait dengan ISO 22000 dan keamanan pangan adalah:

 ISO 22005: 2007 membahas keterlacakan dalam rantai makanan dan pakan dan
menjabarkan prinsip-prinsip dasar dan persyaratan untuk merancang dan
menerapkan sistem untuk keterlacakan.
 ISO 8157: 2015 mendefinisikan istilah yang terkait dengan pupuk dan38
kondisioner tanah.
 ISO 16488: 2015 menjelaskan metode yang digunakan untuk desain, operasi, dan
evaluasi tambak ikan laut keramba jaring. Ini meminimalkan risiko melarikan
diri dari peternakan ikan ini.
 ISO 20633: 2015 menetapkan metode uji untuk menentukan jumlah vitamin dan
zat gizi mikro lainnya dalam susu formula bayi, serta nutrisi orang dewasa.

Langkah-langkah untuk Menjadi Bersertifikat

Anda tidak harus disertifikasi untuk ISO 22000 untuk menggunakan prinsip-prinsipnya,
tetapi sertifikasi memberikan banyak manfaat, yaitu kemampuan untuk menunjukkan
kepatuhan Anda dengan standar kepada pihak ketiga.

Setelah menerapkan FSMS, Anda dapat mencari sertifikasi. Untuk menjadi tersertifikasi,
Anda akan bekerja dengan lembaga sertifikasi terakreditasi. Lembaga sertifikasi ini akan
melakukan audit yang diperlukan untuk memverifikasi standar kepatuhan dan
menerbitkan sertifikasi jika organisasi Anda memenuhi semua persyaratan.

Daftar Pustaka

Edwin. 2019. Manajemen Keamanan Pangan dengan ISO


22000.https://isoindonesiacenter.com/manajemen-keamanan-pangan-dengan-iso-
22000/. Diakses Pada 27 September 2019

39
40

Anda mungkin juga menyukai