1
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
A. PENDAHULUAN
Seperti kita ketahui bersama bahwa dewasa ini masalah jaminan mutu dan
keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan tuntutan dan persyaratan
konsumen serta dengan tingkat kehidupan dan kesejahteraan manusia. Bahkan pada
beberapa tahun terakhir ini, konsumen telah menyadari bahwa mutu dan keamanan
pangan tidak hanya bisa dijamin dengan hasil uji pada produk akhir di laboratorium
saja. Mereka berkeyakinan bahwa dengan pemakaian bahan baku yang baik,
ditangani atau di ”manage” dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan
menghasilkan produk akhir pangan yang baik pula. Oleh karena itu, berkembanglah
berbagai sistem yang dapat memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan sejak
proses produksi hingga ke tangan konsumen serta ISO-9000, QMP (Quality
Management Program), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan lain-
lain.
1
Sebagai konsekwensi logis, strategi pembinaan dan pengawasan mutu pada
industri pangan nasional harus bergeser ke strategi yang juga wajib memperhatikan
aspek keamanan pangan tersebut, disamping aspek sumber daya manusia,
peningkatan keterampilan serta penguasaaan dan pengembangan teknologi. Salah
satu konsep dan strategi untuk menjamin keamanan dan mutu pangan yang dianggap
lebih efektif dan ”safe” serta telah diakui keandalannya secara internasional adalah
sistem manajemen keamanan pangan HACCP. Filosofi sistem HACCP ini adalah
pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan berdasarkan pencegahan
preventif (preventive measure) yang dipercayai lebih unggul dibanding dengan cara-
cara tradisional (conventional) yang terlalu menekankan pada sampling dan
pengujian produk akhir di laboratorium. Sistem HACCP lebih menekankan pada
upaya pencegahan preventif untuk memberi jaminan keamanan produk pangan.
3
lain-lain. bahkan FDA (Food and Drug Administration) sebagai lembaga penjamin
mutu dan keamanan pangan nasional yang disegani di Amerika Serikat telah
menetapkan dan mensyaratkan agar sistem HACCP ini diterapkan secara wajib
(mandatory) pada setiap industri pengolah pangan secara luas (PERSON dan
CORLET, 1992).
Konsep HACCP ini pun telah mengalami revisi, kajian ulang dan
penyempurnaan dari berbagai institusi yang memberikan masukannya seperti
National Advisory Committee On Microbiological Criteria on Foods (NACMCF),
US Departement of Agriculture (USDA), National Academiy of Sciences (NAS),
USDA Food Safety and Inspection Service (FSIS) (ADAMS, 1994) ; The National
Marine Fisheries Institute (NMFS), National Oceanic and Atmospherie
Administration (NOAA), National Fisheries Institute (NFI) dan FDA sendiri
(GARRETT III dan HUDAK-ROSE, 1991). Perkembangan selanjutnya konsep
HACCP ini telah banyak diimplementasikan di berbagai jenis operasi pengolahan
pangan termasuk pula pada jasa ”catering” dan ”domestic kitchen” dan dalam
implementasinya biasanya dilakukan validasi dan verifikasi oleh Badan/Lembaga
pengawas keamanan pangan.
Kemudian sejak tahun 1985 penerapan sistem HACCP telah diuji-cobakan
pada industri pengolah pangan, industri perhotelan, industri penyedia makanan yang
beroperasi di jalanan (street food vendors) dan rumah tangga di beberapa negara,
misalnya, Republik Dominika, Peru, Pakistan, Malaysia dan Zambia (WHO), 1993).
Pada tahun 1993 Badan Konsultansi WHO untuk Pelatihan Implementasi Sistem
HACCP pada Industri Pengolah Pangan membuat suatu rekomendasi agar
pemerintah sebagai pembina dan industri pangan sebagai produsen pangan berupaya
menerapkan sistem HACCP, terutama bagi negara-negara Argentina, Bolivia, China,
Indonesia, Jordania, Meksiko, Peru, Philipina, Thailand dan Tunia. Begitu pula
negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) telah
mensyaratkan diterapkannya sistem HACCP pada setiap eksportir produk pangan
yang masuk ke negara-negara tersebut. Sementara ini, mulai tanggal 28 Juni 1993,
konsep sistem HACCP telah diterima oleh Codex Alimentarius Commission (CAC)
dan diadopsi sebagai Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Sistem HACCP atau
4
”Guidelines for Application of Hazard Analysis Critical Control Point System”
(CODEX ALIENTARIUN COMMISSION, 1993). Dengan adanya adopsi dan
pengakuan secara resmi dari Badan WHO ini, maka HACCP menjadi semakin
populer di kalangan industri dan jasa pengolah pangan sebagai penjamin keamanan
pangan (food safety assurance).
5
bersifat kontinyu karena apabila ditemukan terjadi suatu masalah maka dapat segera
dilaksanakan tindakan untuk memperbaikinya. Disamping itu, sistem HACCP
dikatakan bersifat komprehensif karena sistem HACCP sendiri berhubungan erat
dengan ramuan (ingredient), pengolah/proses dan tujuan penggunaan/pemakaian
produk pangan selanjutnya.
Sistem HACCP dapat dikatakan pula sebagai alat pengukur atau pengendali
yang memfokuskan perhatiannya pada jaminan keamanan pangan, terutama sekali
untuk mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal dari bahaya mikrobiologi
(biologi), kimia dan fisika ; dengan cara mencegah dan mengantisipasi terlebih
dahulu daripada memeriksa/menginspeksi saja.
6
Tabel 1. Pengolahan Makanan Berdasarkan Resiko Kesehatan dan beberapa
contohnya
Bahaya (hazard)
Bahan biologi, kimia atau fisika, atau kondisi yang dapat menimbulkan
resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen. Menurut NACMCF
(1992) mendefinisikan bahaya atau ”hazard” sebagai suatu sifat-sifat
biologis/mikrobiologis, kimia, fisika yang dapat menyebabkan bahan pangan
(makanan) menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang
dapat mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika.
7
Titik Kendali Kritis (Critical Control Point = CCP)
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang
jika tidak terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan
atau setiap titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar
dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya.
Resiko
Penggolongan Resiko
Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan Kontinyu
Tim HACCP
Sekelompok orang/ahli yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan
HACCP.
8
Validasi Rancangan HACCP
Pemeriksaan awal oleh tim HACCP untuk menjamin bahwa semua elemen
dalam rancangan HACCP sudah benar.
Validasi
Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem
HACCP pada industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP
(National Advisory Committee on Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC
(Codex Alintarius Commission, 1993). Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang
merupakan dasar filosofi HACCP tersebut adalah:
9
Prinisp I. Analisis Bahaya (Hazard Analysis) dan Penetapan Resiko beserta Cara
Pencegahannya (Daulay, Tahun)
Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan dibedakan atas tiga
kelompok bahaya, yaitu :
(2) Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang
beracun, misalnya : aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkoloid
pirolizidin, pestisida, antibiotika, hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn,
Ag, Hg, sianida), bahan pengawet (nitrit, sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B,
methanyl jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya ;
Agar analisis bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat
menjamin semua informasi mengenai bahaya dapat diperoleh, maka analisis bahaya
harus dilaksanakan secara sistematik dan terorganisasi.
10
Ada tiga elemen dalam analisis bahaya, yaitu :
Prinisp II. Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses
Produksi
Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap
langkah/tahap dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi)
dengan baik, kemungkinan dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan
(spoilage), dan resiko kerugian ekonomi. CCP ini ditentukan setelah diagram alir
proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi bahaya pada setiap tahap produksi
dengan menjawab pertanyaan ”Apakah pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya
(hazard) terjadi pada tahap ini atau yang lain; apabila pengawasan/pengendalian pada
tahap tertentu gagal apakah langsung menghasilkan bahaya yang tak diinginkan,
kerusakan dan kerugian secara ekonomi”. Harus diperhatikan titik kendali (CP)
tidaklah sama dengan titik kendali kritis (CCP).
11
P1 Apakah ada tindakan
pencegahan untuk bahaya yang
Y Tidak
Tidak
Y Bukan Stop
(*) Lanjutan pada tahap berikutnya dalam proses yang
Gambar 1. Diagram Alur Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP Decission Tree)
12
Prinisp III. Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP yang
telah Teridentifikasi (Daulay, Tahun)
Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan setiap
CCP teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk setiap CCP.
Biasanya batas kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia dan fisika untuk
setiap jenis produk berbeda satu sama lainnya.
Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima untuk
mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya kesehatan
secara cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak boleh
dilanggar atau dilampaui nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar
dan kemudian titik kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan
terjadinya bahaya terhadap kesehatan konsumen.
Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat pencegah
timbulnya bahaya, misalnya adalah ; suhu dan waktu maksimal untuk proses thermal,
suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu tertentu untuk
proses sterilisasi komersial, jumlah residu pestisida yang diperkenankan ada dalam
bahan pangan., pH maksimal yang diperkenankan, bobot pengisian maksimal,
viskositas maksimal yang diperkenankan dan sebagainya.
Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas
pertanian, batas kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga
harus ditetapkan. Dalam hal ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-peraturan
yang sudah ditetapkan sebagai panduan dalam menetapkan batas kritis untuk semua
Bahan Tambahan Makanan (BTM), termasuk bahan kimia yang digunakan dalam
bahan pengemas yang bersentuhan dengan produk pangan.
13
Prinisp IV. Penyusunan Prosedur Pemantauan dan Persyaratannya Untuk
Memonitor CCP-nya.
Setelah prinsip III dilengkapi dengan penetapan batas kritis untuk semua
CCP, tim HACCP harus menetapkan persyaratan monitoring untuk setiap CCP-nya.
Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar
dapat memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk pangan
masih dalam batas kritisnya dan dijamin tidak ada bahayanya. Dalam hal ini, metode,
prosedur dan frekuensi monitoring serta kemampuan hitungnya harus dibuat
daftarnya pada lembaran kerja HACCP.
14
Prinsip V. Melaksanakan Tindakan Koreksi yang Harus Dilakukan Bila Terjadi
Penyimpangan (deviasi) Pada Batas Kritis yang Telah Ditetapkan
(Daulay, Tahun).
Meskipun sistem HACCP sudah dirancang untuk dapat mengenali
kemungkinan adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan untuk
membangun strategi pencegahan preventif terhadap bahaya, tetapi kadang-kadang
terjadi pula penyimpangan yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, jika dari hasil
pemantuan (monitoring) ternyata menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap
CCP dan batas kritisnya, maka harus dilakukan tindakan koreksi (corrective action)
atau perbaikan dari penyimpangan tersebut.
Prinisp VI. Membuat Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data yang Efektif
dalam Sistem Dokumentasi HACCP (Daulay, Tahun).
Sistem doumentasi dalam sistem HACCP bertujuan untuk : (1)
Mengarsipkan rancangan program HACCP dengan cara menyusun catatan yang teliti
dan rapih mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP ; (2) Memudahkan
pemeriksaan oleh manager atau instansi berwenang jika produk yang dihasilkan
diketahui atau diduga sebagai penyebab kasus keracunan makanan.
16
Dalam melakukan pencatatan, beberapa hal yang dianjurkan adalah
catatan harus sistematis, rapih dan teratur. Disamping itu, bila pencatatan dan
pendokumentasian dilakukan tepat dan sesuai dengan sistem HACCP, maka
berarti keefektifan sistem dokumentasi HACCP dapat diuji atau dibuktikan.
Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan
masih dapat dikendalikan.
Jika diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khusus karena
informasi terbaru tentang keamanan pangan.
17
Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab keracunan
makanan.
Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum mantap,
atau jika ada saran dari instansi yang berwenang.
1. Komitmen Manajemen.
Keberhasilan penerapan / implementasi sistem HACCP sangatlah
tergantung pada manajemen sebagai penanggung jawab tertinggi. Mereka harus
menyatakan komitmen tidak hanya dalam kata-kata saja melainkan juga dalam
tindakan. Seluruh karyawan dan staf nantinya harus tahu bahwa manajemen
adalah yang paling bertanggung jawab memikul beban tugas implementasi ini.
Dengan demikian segala sumber daya yang diperlukan untuk mendukung
implementasi HACCP harus disediakan baik manusia maupun peralatan, sarana,
dokumentasi, informasi, metode, lingkungan, bahan baku dan waktu.
18
Anggota tim implementasi HACCP sebaiknya terdiri dari berbagai
bidang disiplin ilmu (multidisiplin) yang mempunyai pengetahuan dan keahlian
spesifik yang tepat untuk produk. Dalam hal ini anggotanya tidak perlu dibatasi
dan dapat berasal dari bagian : produksi, pengendalian mutu atau QC, jaminan
mutu (QA), manufakturing, keteknikan (engineering), R & D serta sanitasi.
Mereka merupakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan dan
pengalaman di bidang pekerjaannya masing-masing sehingga informasi teknis
dan masukan (input) dari mereka bermanfaat untuk mengembangkan sistem
HACCP secara efektif dan benar.
4. Diskripsi Produk.
Tim HACCP yang telah dibentuk dan disusun selanjutnya harus
mendiskripsikan/menggambarkan secara menyeluruh terhadap produk pangan
yang akan dibuat/diproduksi. Dalam hal ini keterangan atau karakteristik yang
lengkap mengenai produk harus dibuat, termasuk keterangan mengenai
komposisi (ingredien), formulasi, daya awet dan cara distribusinya. Semua
19
informasi tersebut diperlukan oleh tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara
luas dan komprehensif.
5. Identifikasi Penggunaan/Konsumennya.
Kemudian tim HACCP harus mengidentifikasi tujuan penggunaan
produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada konsumen atau
pengguna akhir dari produk tersebut. Pada kasus, harus dipertimbangkan
kelompok populasi/masyarakat beresiko tinggi.
Tim HACCP harus menguji dan memeriksa kembali diagram alir proses
yang sudah dibuat. Dalam hal ini, tim HACCP harus menyesuaikan kegiatan
proses pengolahan yang sebenarnya (di pabrik) dengan bagan alir proses pada
setiap tahap dan waktu proses, dan jika perlu mengubah diagram alir proses bila
ditemukan hal-hal yang tidak sesuai atau kurang sempurna. Dengan demikian,
bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat dan kurang sempurna, dapat
dilakukan modifikasi.
20
8. Menerapkan Tujuh Prinsip HACCP.
Penerapan prinsip 1. Membuat daftar bahaya yang mungkin timbul dan cara
pencegahan untuk mengendalikan bahaya.
DAFTAR PUSTAKA
22
Good Manufacturing Practice
4. Sumber Kontaminasi
Beberapa hal yang memungkinkan untuk menjadi sumber kontaminasi pada
industri pangan adalah :
1) Bahan baku mentah
Proses pembersihan dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan
untuk mengurangi jumlah mikroba pada bahan mentah. Penghilangan tanah
amat penting karena tanah mengandung berbagai jenis mikroba khususnya
dalam bentuk spora.
2) Peralatan/mesin yang berkontak langsung dengan makanan
Alat ini harus dibersihkan secara berkala dan efektif dengan interval
waktu agak sering, guna menghilangkan sisa makanan dan tanah yang
memungkinkan sumber pertumbuhan mikroba.
3) Peralatan untuk sterilisasi
Harus diusahakan dipelihara agar berada di atas suhu 75 – 760C agar
bakteri thermofilik dapat dibunuh dan dihambat pertumbuhannya.
4) Air untuk pengolahan makanan
Air yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan air minum.
5) Air pendingin kaleng
Setelah proses sterilisasi berakhir, kalengnya harus segera didinginkan
dengan air pendingin kaleng yang mengandung disinfektan dalam dosis
yang cukup. Biasanya digunakan khlorinasi air sehingga residu khlorine 0,5
– 1,0 ppm.
25
6) Peralatan/mesin yang menangani produk akhir (post process handling
equipment)
Pembersihan peralatan ini harus kering dan bersih untuk menjaga agar
tidak terjadi rekontaminasi.
5. Persyaratan GMP
GMP mempersyaratkan agar dilakukan pembersihan dan sanitasi dengan
frekuensi yang memadai terhadap seluruh permukaan mesin pengolah pangan
baik yang berkontak langsung dengan makanan maupun yang tidak. Mikroba
membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu persyaratan GMP :
mengharuskan setiap permukaan yang bersinggungan dengan makanan dan
berada dalam kondisi basah harus dikeringkan dan disanitasi. Peraturan GMP
juga mempersyaratkan penggunaan zat kimia yang cukup dalam dosis yang
dianggap aman.
26
g. “Drain dry” atau pembilasan kering : disinfektan atau final rinse
dikeringkan dari alat-alat tanpa diseka/dilap. Cegah jangan sampai terjadi
genangan air karena genangan air merupakan tempat yang baik bagi
pertumbuhan mikroba.
7. Jenis Sanitizer
Sanitasi adalah langkah pemberian sanitizer dalam kimia atau perlakuan fisik
yang dapat mereduksi populasi mikroba pada fasilitas dan peralatan pabrik.
Sanitizer yang digunakan dalam industri pangan dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
1) Panas
a) Uap air panas (steam) mengalir dengan suhu dan waktu tertentu : 770C
selama 15 menit, atau 930C selama 5 menit
b) Untuk alat makan dan peralatan kecil (pisau dsb) 770C selama 2 menit,
dan 770C selama 5 menit untuk peralatan pengolahan.
c) 820C selama 20 menit untuk pengolahan pangan
2) Radiasi UV, waktu kontak harus lebih dari 2 menit, terutama digunakan
untuk sanitasi wadah pengemas dan ruangan yaitu untuk membunuh
mikroba termasuk virus.
3) Senyawa kimia (Disinfektan), disinfektan yang digunakan dalam industri
pangan adalah :
a) Senyawa khlorin
b) Iodium dan kompleks iodium
c) Senyawa amonium quartenair
d) Kombinasi asam-anion
8. Sanitasi Kimiawi
Meskipun panas dan sinar UV sangat efektif untuk proses sanitasi, hingga kini
industri pangan masih sangat bergantung pada disinfektan kimiawi. Disinfektan
tersebut akan membasmi sebagian besar mikroba. Yang penting wajib
dipertimbangkan bahwa spora mikroba bisa bertahan terhadap disinfektan.
27
Jadi permukaan yang sudah diberi disinfektan adalah tidak steril. Sesudah
sanitasi, jumlah mikroba berkurang banyak tetapi tidak steril. Steril berarti tidak
ada mikroba sama sekali (sterilized).
Peraturan GMP mempersyaratkan penggunaan zat kimia yang cukup dalam
dosis yang dianggap aman, oleh karena itu sangat penting untuk mengikuti
petunjuk penggunaan disinfektan tersebut dari pabrik pembuatnya.
Efektifitas dari disinfektan tergantung pada :
a) Jenis dan konsentrasinya
b) Lama kontak
c) Suhu
d) pH
Sangat tidak berguna untuk melakukan desinfeksi pada pernukaan alat yang kotor,
karena disinfektannya akan bereaksi dengan kotoran sehingga tidak efektif.
Daftar Pustaka
Winarno, F.G., dan Surono, (2002), GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik,
Bogor : M-Brio Press. 28
Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO: 22.000
ISO 22000 menjelaskan persyaratan untuk sistem manajemen keamanan pangan dan
menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi suatu organisasi untuk
menunjukkan bahwa sistem manajemen tersebut dapat mengendalikan bahaya keamanan
pangan.
Makanan yang tidak aman dapat memiliki konsekuensi kesehatan yang parah, sehingga
sangat penting bagi organisasi yang terlibat dalam rantai pasokan makanan untuk
mengambil langkah-langkah untuk memastikan proses dan produk mereka aman. Saat
ini, banyak produk makanan melintasi batas negara, menyoroti perlunya standar global
untuk manajemen keamanan pangan. ISO 22000 memenuhi kebutuhan ini dengan
memberikan pedoman yang dapat diikuti organisasi untuk membantu mengidentifikasi
dan mengendalikan bahaya yang terkait dengan keamanan pangan.
ISO 22000 :2018 adalah standar keamanan pangan untuk bisnis dalam rantai makanan
global. Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO) mengembangkan standar ISO
22000: 2018, Sistem manajemen keamanan pangan – Persyaratan untuk setiap
organisasi dalam standar rantai makanan.
ISO 22000 memberikan persyaratan untuk sistem manajemen keamanan pangan dan
menetapkan persyaratan apa yang harus dipenuhi suatu organisasi untuk dapat
mengendalikan bahaya keamanan pangan. Industri yang menggunakan ISO 22000 dapat
memperoleh sertifikasi sesuai standar.
ISO 22000 mencakup organisasi di seluruh rantai makanan, dari pertanian hingga
sampai ke meja. Standar ini dirancang untuk memastikan persaingan yang adil dan
menyediakan komunikasi di dalam dan di antara organisasi di sepanjang rantai makanan.
Standar ini menggabungkan dan melengkapi unsur-unsur utama ISO 9001, standar untuk
sistem manajemen mutu, serta hazard analysis and critical control points (HACCP),
30
pendekatan preventif untuk keamanan pangan.
Standar ini memberikan kerangka kerja bagi organisasi untuk mengembangkan,
menerapkan, memantau dan terus meningkatkan sistem manajemen keamanan pangan,
atau (Food Safety Management System) FSMS, dalam konteks risiko bisnis mereka
secara keseluruhan. Untuk mematuhi standar, bisnis harus memenuhi semua persyaratan
hukum dan peraturan terkait keamanan pangan yang berlaku.
Organisasi yang ingin membuat FSMS yang lebih fokus, koheren, dan terintegrasi dari
yang disyaratkan oleh hukum / peraturan, dapat memperoleh manfaat dari ISO 22000.
Standar ini membantu organisasi dalam aspek operasi mereka, seperti keamanan pangan,
pengendalian bahaya, rantai pasokan mereka, HACCP, bisnis mereka strategi dan
penelusuran makanan.
Elemen utama FSMS, seperti yang dijelaskan dalam ISO 22000, adalah:
Standar ini juga mencakup prinsip-prinsip lain, yang merupakan bagian dari semua
standar sistem manajemen ISO. Prinsip-prinsip ini adalah:
Fokus pelanggan
Kepemimpinan
Keterlibatan orang
Pendekatan proses 31
Perbaikan
Pengambilan keputusan berbasis bukti
Manajemen hubungan
Hal yang Dibutuhkan ISO 22000
FSMS, sebagaimana dijelaskan dalam ISO 22000, menetapkan proses untuk mengelola
keamanan pangan yang berlaku di seluruh organisasi. Beberapa proses yang dapat
dipertimbangkan organisasi tentang ISO 22000 meliputi :
Persyaratan Prasyarat
Pengendalian hama
Pertahanan makanan, biovigilance, dan bioterorisme
Konstruksi dan tata letak bangunan
Pencegahan kontaminasi silang
Kesesuaian peralatan, pembersihan dan pemeliharaan
Fasilitas karyawan dan kebersihan pribadi
Pengelolaan bahan yang dibeli
Tata letak tempat dan ruang kerja
Prosedur pembersihan dan sanitasi
Informasi produk
Utilitas, termasuk energi, air dan udara
Pergudangan
Pembuangan limbah
Prosedur penarikan produk
Saat ini, ada spesifikasi teknis khusus sektor lain yang tersedia untuk perusahaan
katering, sektor ritel, bisnis berdasarkan jasa transportasi dan penyimpanan, produsen
pakan ternak dan juga produsen produk kemasan makanan.
Standar itu sendiri juga menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan sistem lain:
ISO 22000 berlaku untuk organisasi apa pun yang merupakan bagian dari atau
berhubungan industri makanan atau rantai makanan, terlepas dari ukuran organisasi atau
posisinya di sepanjang rantai makanan.
Organisasi-organisasi ini dapat berupa produsen makanan, bahan dan aditif, produsen
pakan, organisasi yang terlibat dalam pengangkutan atau penyimpanan makanan atau
organisasi yang mensubkontrakkan ke perusahaan terkait makanan. Organisasi yang
terkait dengan industri makanan tetapi tidak secara langsung bagian dari itu juga dapat
menggunakannya, seperti yang memproduksi peralatan, bahan kemasan atau bahan
pembersih yang digunakan industri makanan.
ISO 22000 memberi organisasi sebuah kerangka kerja yang dapat mereka gunakan
ketika membuat dan menggunakan FSMS, tetapi organisasi memiliki beberapa tingkat
fleksibilitas dalam cara mereka menciptakan sistem mereka. Kepatuhan terhadap standar
bersifat sukarela, meskipun beberapa organisasi mungkin memerlukan sertifikasi
sebelum mereka akan bekerja dengan organisasi lain. Perusahaan dapat meminta
sertifikasi sesuai standar atau menerapkan aspek-aspeknya tanpa mencari sertifikasi.
Sejak revisi pada tahun 2018, ISO 22000 berisi beberapa elemen organisasi yang umum
untuk standar manajemen ISO lainnya. Komponen-komponen ini memungkinkan Anda
untuk mengintegrasikan standar-standar ini dan menggunakannya bersama-sama.
Elemen-elemen organisasi ini meliputi berikut ini.
Siklus Plan-Do-Check-Act
Aspek penting dari standar manajemen ISO adalah peningkatan yang berkelanjutan.
Organisasi dapat menggunakan siklus plan-do-check-act (PDCA) seperti yang dijelaskan
dalam ISO 22000 untuk mendorong peningkatan. Model PDCA dapat diterapkan pada
FSMS keseluruhan dan setiap elemennya. Langkah-langkah pendekatan PDCA adalah:
Lampiran SL
ISO 22000 menggunakan format SL Annex, struktur tingkat tinggi yang sekarang umum
untuk semua standar manajemen ISO. Melalui penggunaan struktur bersama ini, ISO
bertujuan untuk mengurangi jumlah proses yang perlu diulang, meningkatkan
interoperabilitas dan mengurangi kebingungan tentang terminologi dan elemen lainnya.
Versi sebelumnya
ISO menerbitkan standar keamanan pangan yang direvisi, ISO 22000: 2018, pada 19
Juni 2018. Versi sebelumnya adalah ISO 22000: 2005. ISO secara teratur meninjau dan
memperbarui standarnya.
ISO 22000: 2018 menggantikan ISO 22000: 2005, dan organisasi mana pun yang saat
ini disertifikasi untuk ISO 22000: 2005 akan memiliki tiga tahun untuk transisi ke versi
yang baru. Sertifikasi untuk ISO 22000: 2005 akan berakhir pada 18 Juni 2021, tiga
tahun setelah publikasi revisi, jika organisasi tidak melakukan transisi.
“Revisi tersebut merevisi standar untuk mengatasi tantangan keamanan pangan baru
yang dihadapi rantai makanan modern. Tujuan utama dari pembaruan ini, kata ISO,
adalah untuk menyelaraskan ISO 22000 lebih dekat dengan standar sistem manajemen
lainnya dengan menggunakan struktur tingkat tinggi yang umum dari Lampiran SL.”
Versi baru standar ini juga mencakup pendekatan baru terhadap risiko yang membahas
risiko pada dua tingkat yang berbeda – tingkat operasional dan tingkat organisasi – yang
terkait dengan arah strategis bisnis.
Siklus plan-do-check-act juga bekerja pada dua tingkat yang berbeda – yaitu FSMS
secara keseluruhan dan tingkat operasi, yang juga berkaitan dengan prinsip-prinsip
HACCP.
Standar yang direvisi mencakup definisi baru dan revisi berbagai istilah kritis.
ISO 22000 memiliki kaitan dengan beberapa standar dan pedoman terkenal lainnya dan
berbagi beberapa elemen dengannya. Ada juga berbagai publikasi ISO lainnya yang
terkait dengan ISO 22000.
Codex Alimentarius
Versi revisi ISO 22000 didasarkan pada prinsip-prinsip kebersihan makanan yang
diuraikan dalam Codex Alimentarius, seperangkat pedoman dan standar yang diakui
secara internasional yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission, sebuah
badan antar pemerintah yang dibentuk oleh Organisasi Kesehatan Dunia dan Organisasi37
Pangan dan Pertanian dari PBB.
Codex Alimentarius, juga disebut Kode Makanan, direferensikan dalam banyak undang-
undang keamanan makanan nasional. Karena ISO 22000 sesuai dengan prinsip-prinsip
Codex Alimentarius, otoritas pemerintah dapat menjamin ke ISO 22000 dalam
persyaratan dan inspeksi nasional. Kepatuhan terhadap ISO 22000 juga dapat membantu
perusahaan memenuhi persyaratan nasional yang diminta pada Kode Makanan.
Sejumlah komite teknis ISO menerbitkan standar yang terkait dengan keamanan pangan,
termasuk:
ISO memiliki lebih dari 1.600 standar dan dokumen yang terkait dengan industri
makanan. Standar ISO yang terkait dengan ISO 22000 dan keamanan pangan adalah:
ISO 22005: 2007 membahas keterlacakan dalam rantai makanan dan pakan dan
menjabarkan prinsip-prinsip dasar dan persyaratan untuk merancang dan
menerapkan sistem untuk keterlacakan.
ISO 8157: 2015 mendefinisikan istilah yang terkait dengan pupuk dan38
kondisioner tanah.
ISO 16488: 2015 menjelaskan metode yang digunakan untuk desain, operasi, dan
evaluasi tambak ikan laut keramba jaring. Ini meminimalkan risiko melarikan
diri dari peternakan ikan ini.
ISO 20633: 2015 menetapkan metode uji untuk menentukan jumlah vitamin dan
zat gizi mikro lainnya dalam susu formula bayi, serta nutrisi orang dewasa.
Anda tidak harus disertifikasi untuk ISO 22000 untuk menggunakan prinsip-prinsipnya,
tetapi sertifikasi memberikan banyak manfaat, yaitu kemampuan untuk menunjukkan
kepatuhan Anda dengan standar kepada pihak ketiga.
Setelah menerapkan FSMS, Anda dapat mencari sertifikasi. Untuk menjadi tersertifikasi,
Anda akan bekerja dengan lembaga sertifikasi terakreditasi. Lembaga sertifikasi ini akan
melakukan audit yang diperlukan untuk memverifikasi standar kepatuhan dan
menerbitkan sertifikasi jika organisasi Anda memenuhi semua persyaratan.
Daftar Pustaka
39
40