Anda di halaman 1dari 23

Apa itu HACCP?

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam upaya
pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap
penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang
dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive)
yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi
konsumen.

Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya
bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen.
HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai
produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem
HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan.
Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang
memiliki daya saing kompetitif.

Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak industri pangan yang
telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya kesadaran masyarakat baik produsen dan
konsumen dalam negeri akan keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak
dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor.

Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi dari pihak
manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan HACCP ini sukses
maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan yaitu, telah diterapkannya
Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP).

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan penerapan sistem
HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan,
meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki
fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada
pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif , dan mengurangi limbah dan kerusakan produk
atau waste .

SEJARAH HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di Amerika Serikat
bersama-sama dengan US Army Nautics Research and Development Laboratories, The National
Aeronautics and Space Administration serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada
tahun 1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi
nol. Untuk itu dikembangkan makanan berukuran kecil ( bite size ) yang dilapisi dengan pelapis
edible yang menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting dalam
pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar para astronot tidak jatuh
sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan
mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk mendapatkan jaminan
tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep
yang saat ini dikenal sebagai HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan
titik-titik atau daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati
dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan
pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat, toksin,
bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi cemaran tersebut.
Disamping itu, dilakukan pula analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada
produksi pangan tersebut.

Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan kepada masyarakat di
negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun
berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food
and Drug Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh
Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses diterapkan pada
makanan kaleng berasam rendah.

Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan penerapan
HACCP dalam publikasinya yang berjudul An Evaluation of The Role of Microbiological
Criteria for Foods and Food Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian
menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan
kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir.

Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on Microbiological


Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep HACCP dan memperkenalkannya ke
luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The National Advisory Commitee on
Microbiological Criteria for Foods (NACMCF), maka konsep HACCP makin dikembangkan
dengan disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat ini. Konsep HACCP kemudian
diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex Alimentarius Commission (CAC) yang
kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia .

Jaminan Keamanan Pangan dengan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point).

Sektor pertanian merupakan sektor penting yang masih harus dikembangkan serta
membutuhkan penanganan serius guna menunjang laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk
dapat bersaing di pasar yang bebas dan kompetitif saat ini, komoditas pertanian yang dipasarkan
harus benar-benar dapat menarik minat pembeli. Hal ini perlu ditanamkan terhadap pelaku
agribisnis bahwa di dalam produk yang akan dipasarkan haruslah terdapat unsur jaminan
kepastian mutu.

Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen,
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting dari seluruh parameter mutu
pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya
baik , juga lezat rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.

Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya pengawasan,
pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi jaminan mutu secara total.
Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa mutu pangan khususnya keamanan
pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk akhir dari laboratorium. Mereka
berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat dari bahan baku yang ditangani dengan baik,
diolah dan didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.

Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya tuntutan dalam pasar
bebas, telah dikembangkan suatu 0 oleh Komite Standar Internasional/ Codex Allimentarius
Commission yang telah diakui secara internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan
suatu sistem jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak
bahan baku hingga produk akhir.

Pengertian HACCP

HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa hazard
(bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan
pengendaliannya untuk mengontrol bahaya bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah
antisipasi dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan,
daripada mengandalkan kepada pengujian produk akhir.

Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang tanpa resiko, tetapi
dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap
sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses
produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik.

HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama bahan baku
pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga sampai kepada
pengguna akhir.

Pendekatan HACCP

Ada tiga pendekatan penting dalam pengawasan mutu pangan:

1. Food Safety/Keamanan Pangan.


Aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau
bahkan kematian. Masalah ini umumnya dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan
fisika.
2. Wholesomeness/Kebersihan.
Merupakan karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan
kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan hygiene.
3. Economic Fraud /Pemalsuan
Adalah tindakan-tindakan yang illegal atau penyelewengan yang dapat merugikan
pembeli. Tindakan ini mencakup diantaranya pemalsuan species (bahan baku),
penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat tidak sesuai dengan label,
overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti yang tertera dalam kemasan.

SEJARAH HACCP

Sejarah perkembangan HACCP oleh beberapa ahli dianggap sebagai evolusi, sejak
ditemukannya pada tahun 1960,dimana Pilsbury Co. NASA dan US Army Natick and Space
Administration, mengadakan penelitian dengan tujuan utama mengembangkan makanan yang
aman bagi astronot.

HACCP baru berkembang pesat sejak tahun 1990, di Indonesia pada tahun 1998. diadopsi
menjadi SNI 01-4852-1998

MANFAAT HACCP

1. Menjamin keamanan pangan


- Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat;
- Memberikan bukti sistem produksi dan penganganan aproduk yang aman;
- Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan jaminan keamanannya;
- Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar nasional
maupun internasional.
2. Mencegah kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem HACCP bahaya-
bahaya dapat diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana tindakan pencegahan dan
tindakan penanggulangannya.
3. Mencegah/mengurangi terjadinya kerusakkan produksi atau ketidakamanan pangan, yang
tidak mudah bila hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja.
4. Dengan berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan persyaratan wajib
pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar global.
5. Memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan
mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.

Tujuh Prinsip HACCP


HACCP merupakan suatu sistem yang dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya tertentu dan
tindakan pencegahan yang perlu dilakukan untuk pengendaliannya. Sisten ini terdiri dari tujuh
prinsip sebagai berikut:

PRINSIP 1 : Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan pada semua
tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan distribusi, sampai
kepada titik produk pangan dikonsumsi. Peningkatan kemungkinan terjadinya bahaya dan
menentukan tindakan pencegahan, untuk pengendaliannya.
PRINSIP 2 : Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan untuk
menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadi bahaya tersebut. CCP
(Critical Control Point) berarti setiap tahapan di dalan produksi pangan dan /atau pabrik
yang meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut,
formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
PRINSIP 3 : Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP berada dalam
kendali.
PRINSIP 4 : Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan cara
pengujian atau pengamatan.
PRINSIP 5 : Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan menunjukkan
bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
PRINSIP 6 : Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan prosedur
penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
PRINSIP 7 : Mengembangkan dokumentasi mengenai senua prosedur dan pencatatan yang tepat untuk
prinsip-prinsip ini dan penerapannya.

Makalah HACCP

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah keamanan pangan masih merupakan masalah penting dalam bidang pangan di
Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan. Penyakit dan
kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia sampai saat ini masih tinggi, walaupun
prinsip-prinsip pengendalian untuk berbagai penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui.
Pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang
pesat dalam industri pangan, dan tidak dapat menjamin keamanan makanan yang beredar di pasaran.
Pendekatan tradisionil yang selama ini dilakukan dapat dianggap telah gagal untuk mengatasi masalah
tersebut.

Oleh karena itu dikembangkan suatu sistem jaminan keamanan pangan yang disebut Analisis
Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point /HACCP) yang merupakan
suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk
mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan suatu keadaan pada saat pembuatan,
pengolahan atau penyiapan makanan, menilai risiko-risiko yang terkait dan menentukan kegiatan
dimana prosedur pengendalian akan berdaya guna. Sehingga, prosedur pengendalian lebih diarahkan
pada kegiatan tertentu yang penting dalam menjamin keamanan makanan.

Pendekatan HACCP ini akan membantu dalam perencanaan berbagai kegiatan keamanan
makanan dan pendidikan kesehatan yang memusatkan perhatian pada berbagai bahaya yang
berhubungan dengan jenis makanan yang dikonsumsi dan makanan yang diolah dan disiapkan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point )

Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical
Control Points, HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk
mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.

Pada awalnya, prinsip HACCP dibuat untuk keamanan bahaya pangan, namun sistem ini
akhirnya dapat diaplikasikan lebih luas dan mencakup industri lainnya. Aplikasi HACCP, terutama yang
diperuntukkan bagi pangan, dilaksanakan berdasarkan beberapa pedoman, yaitu prinsip umum
kebersihan pangan Codex, Codex yang sesuai dengan kode praktik, dan undang-undang keamanan
pangan yang sesuai.
HACCP adalah suatu sistem jaminan mutu yang berdasarkan kepada kesadaran bahwa hazard
(bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan
pengendaliannya untuk mengontrol bahaya bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi dan
identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan, daripada
mengandalkan kepada pengujian produk akhir.

Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang tanpa resiko, tetapi
dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai
alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi
terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik.

HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama bahan baku
pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga sampai kepada pengguna
akhir.

Hazard Analysis, adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang tidak
dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat
diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan.

Bahaya tersebut meliputi :

1. Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan mentah.

2. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasilperubahan kimiawi yang tidak
dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.

3. Kontaminasi atau kontaminasi ulang ( cross contamination) pada produk antara atau jadi, atau pada
lingkungan produksi.

Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah

dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya
atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995).

Titik pengendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau
pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua
titik pengendalian kritis:
a. Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan

b. Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi.

Secara singkat, HACCP terdiri dari elemen -elemen sebagai berikut:

1. Identifikasi bahaya

Pada bagian ini mempelajari jenis -jenis mikroorganisme, bahan kimia dan benda asing terkait
yang harus didefinisikan. Untuk dapat melakukan ini, tim harus memeriksa karakteristik produk serta
bahaya yang akan timbul waktu dikonsumsi oleh konsumen. Terdapat tiga bahaya (hazard) yang dapat
menyebabkan makanan menjadi tidak aman untuk dikonsum si, yaitu hazard fisik, kimia, dan biologi.
Bahaya fisik termasuk benda -benda seperti pecahan logam, gelas, batu, yang dapat menimbulkan luka
di mulut, gigi patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran pencernakan. Bahaya kimia antara lain
pestisida, zat pembersih, antibiotik, logam berat, dan bahan tambahan makanan. Bahaya biologi antara
lain mikroba patogen (parasit, bakteri), tanaman, dan hewan beracun. Hal-hal penting yang perlu
dipertimbangkan adalah:

a. Formulasi; adalah bahan mentah dan bahan baku ya ng dapat mempengaruhi keamanan dan kestabilan
produk.

b. Proses; adalah parameter proses pengolahan yang dapat mempengaruhi bahaya.

c. Kemasan; adalah perlindungan terhadap kontaminasi ulang dan pertumbuhan mikroorganisme.

d. Penyimpanan/penanganan; adalah waktu dan kondisi suhu serta penanganan di dapur dan
penyimpanan di etalase.

e. Perlakuan konsumen; digunakan oleh konsumen atau ahli masak professional.

f. Target grup; yaitu pemakai akhir makanan tersebut (bayi, orang dewasa, lanjut usia)

2. Aktivitas Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP)

CCP ditetapkan pada setiap tahap proses mulai dari awal produksi suatau makanan hingga
sampai ke konsumsi. Pada setiap tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya mirobiologis, kimia,
maupun fisik. CCP pada produk diperlukan untuk mengontrol beberapa parameter seperti pH, aktivitas
air (aw), dan adanya bahan tambahan makanan.
Tabel 1.1: Beberapa Contoh CCP yang Dapat Dikendalikan Secara Efektif

Jenis CCP Pengendalian yang Dapat

Dicapai Secara Efektif

Pasteurisasi susu Membunuh sel vegetative

Penggunaan wadah yang tepat pada


makanan Mencegah keracunan logam

berasam tinggi

Tabel 1.2: Beberapa Contoh CCP yang Dapat Dikendalikan Sebagian

Pengendalian yang Dapat Dicapai


Jenis CCP
Sebagian

Pencucian dan sanitasi peralatan Mengurangi pencemaran produk selama


pengemasan

Sortasi kacang tanah dengan peralatan Mengurangi cemaran mikotoksin pada


yang produk-produk kacang tanah

Terkontrol

3. Spesifikasi Batas Kritis

Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang
tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat merupakan bahan
mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus
spesifik, misalnya:

a. Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/baku.


b. Standar higienis dalam ruangan pemasakan /dapur.

c. Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang untuk produk jadi/masak.

4. Aktivitas Penyusunan Sistem Pemantauan

Dalam sistem HACCP, pemantauan atau monitoring didefinisikan sebagai pengecekan bahwa
suatu prosedur pengolahan dan penanganan pada CCP dapat dikendalikan atau pengujian dan
pengamatan yang terjadwal terhadap efektivitas proses untuk mengendalikan CCP dan limit kritisnya
dalam menjamin keamanan produk. Lima macam pemantauan yang penting dilaksanakan antara lain:
pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi.

5. Pelaksanaan Tindakan Perbaikan.

Tindakan perbaikan adalah kegiatan yang dilakukan bila berdasarkan hasil pengamatan
menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP pada batas kritis tertentu atau nilai target tertentu
atau ketika hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian.

Secara umum, data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk menentukan
titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini,
sistem dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang
berkesinambungan

6. Aktivitas Sistem Verifikasi

Sistem verivikasi mencakup berbagai aktifitas seperti inspeksi, penggunaan metode klasik
mikrobiologis dan kimiawi dalam menguji pencemaran pada produk akhir untuk memastikan hasil
pemantauan dan menelaah keluhan konsumen. Contoh produk yang diperiksa dapat digunakan untuk
memeriksa keefektifan sistem. Namun demikian verivikasi tidak pernah menggantikan pemantauan.
Verifikasi hanya dapat memberikan tambahan informasi untuk meyakinkan kembali kepada produsen
bahwa penerapan HACCP akan menghasilkan produksi makanan yang aman (ILSI-Eropa, 1996).

7. Penyimpanan Data atau Dokumentasi

Penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP. Penyimpanan data dapat
meyakinkan bahwa informasi yang dikumpulkan selama instalasi, modikasi, dan operasi sitem akan
dapat diperoleh oleh siapapaun yang terlibat proses, juga dari pihak luar (auditor). Penyimpanan data
membantu meyakinkan bahwa sistem tetap berkesinambungan dalam jangka panjang. Data harus
meliputi penjelasan bagaimana CCP didefinisikan, pemberian prosedur pengendalian dan modifikasi
sistem, pemantauan, dan verifikasi data serta catatan penyimpangan dari prosedur normal.

A.1. Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard) dan Tingkat Risiko

1. Penggolongan Karakteristik Bahaya (Hazard)

Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology for Food (1989), karakteristik hazard
bisa dikelompokkan menjadi (USDA, 1993):

a. Hazard A: merupakan kelompok yang dapat menyebabkan produk yang didesain dan ditujukan untuk
kelompok b erisiko (bayi, lanjut usia, orang sakit, ataupun orang dengan daya tahan tubuh rendah)
menjadi tidak steril.

b. Hazard B: produk mengandung bahan yang sensitif terhadap Hazard mikrobiologi.

c. Hazard C: proses yang dilakukan tidak diikuti dengan langkah pengendalian yang efektif untuk merusak
mikroorganisme yang berbahaya.

d. Hazard D: produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum pengepakan.

e. Hazard E: terdapat bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh
konsumen sehingga menebabkan produk berbahaya jika dikonsumsi.

f. Hazard F: tidak ada proses pemanasan akhir setelah proses pengepakan atau ketika dimasak di rumah.

2. Pengukuran Tingkat Risiko Berdasarkan Karakteristik Hazard

Berdasarkan National Advisory Committee on Microbiology Criteria for Food (1989), karakteristik
hazard bisa dikelompokkan menjadi:

a. Kategori VI: jika produk makanan mengandung hazard A atau ditambah dengan hazard yang lain.

b. Kategori V: jika produk makanan mengandung lima karakteristik hazard (B,C,D,E,F).


c. Kategori IV: jika produk makanan mengandung empat karakteristik hazard (antara B - F).

d. Kategori III: jika produk makanan mengandung tiga karakteristik hazard (antara B - F).

e. Kategori II: jika produk makanan mengandung dua karakteristik hazard (antara B - F).

f. Kategori I: jika produk makanan mengandung satu karakteristik hazard (antara B - F).

g. Kategori 0: jika tidak terdapat bahaya (USDA, 1993).

Manfaat HACCP

Terdapat beberapa keuntungan pokok yang diperoleh pemerintah dan instansi kesehatan serta
konsumen dari penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan makanan:

1. HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan pada semua aspek dari
pengamanan makanan, termasuk bahaya secara biologi, kimia, dan fisik pada setiap tahapan dari rantai
makanan mulai dari bahan baku sampai penggunaan produk akhir.

2. HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistik untuk mendemonstrasikan kegiatan yang dapat atau
mungkin dilakukan untuk mencegah terjadi bahaya sebelum mencapai konsumen.

3. Sistem HACCP memfokuskan kepada upaya timbulnya bahaya dalam proses pengolahan makanan.

4. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah sehingga pengawasan menjadi
optimal.

5. Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap kegiatan yang kritis dari proses produksi y
ang langsung berkaitan dengan konsumsi makanan.

6. Sistem HACCP meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan.

7. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makananolahan dan karena itu mempromosikan
perdagangan dan stabilitas usaha makanan (Suklan, 1998).

B. Sistem Analisa Bahaya Dan Pengendalian Titik Kritis (Haccp) Serta


Pedoman Penerapannya
Pada bagian pertama dokumen ini menetapkan prinsip-prinsip sistem analisa bahaya dan
pengendalian titik kritis (HACCP) yang diadopsi o1eh CAC. Bagian kedua menetapkan pedoman umum
untuk penerapan sistem tersebut, sementara itu penerapan secara terperinci untuk pengakuan dapat
bervariasi tergantung dari keadaan operasi pangan.

Sistem HACCP yug didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika, mengidentifikasi bahaya
dan tindakan pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan.

HACCP adalah suatu piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang
memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir.

Setiap sistem HACCP mengakomodasi perubahan seperti kemajuan dalam rancangan peralatan,
prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai
pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan
bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan keamanan pangan,
penerapan HACCP dapat memberikan ketentuan lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem
HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan
internasional, melalui peningkatan kepercayaan keamanan pangan.

B.1. Prinsip Sistem HACCP

Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu:

1. Melakukan analisis bahaya: segala macam aspek pada mata rantai produksi pangan yang dapat
menyebabkan masalah keamanan pangan harus dianalisa. Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah
keberadaan pencemar (kontaminan) biologis, kimiawi, atau fisik bahan pangan. Selain itu, bahaya lain
mencakup pertumbuhan mikrroganisme atau perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki selama proses
produksi, dan terjadinya kontaminasi silang pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi.

2. Menentukan Titik Pengendalian Kritis (Critical Control Point, CCP): suatu titik, tahap, atau prosedur
dimana bahaya yang berhubungan dengan pangan dapat dicegah, dieliminasi, atau dikurangi hingga ke
titik yang dapat diterima (diperbolehkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu
Titik Pengendalian Kritis 1 sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2
dimana bahaya dapat dikurangi.

3. Menentukan batas kritis: kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan yang tidak bisa
diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian dilakukan validasi.
Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu,
tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klorin, dan parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur.

4. Membuat suatu sistem pemantauan (monitoring) CCP: suatu sistem pemantauan (observasi) urutan,
operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran makanan. Hal ini termasuk sistem pelacakan operasi dan
penentuan kontrol mana yang mengalami perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya,
pemantauan harus menggunakan catatan tertulis.

5. Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan adanya CCP yang tidak berada di
bawah kontrol. Tindakan korektif spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk
menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut harus mampu mengendalikan
membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal ini termasuk pembuangan produk yang mengalami
penyimpangan secara tepat.

6. Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif.
Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya,
peninjauan terhadap penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang berada dalam
pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode, prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur
verifikasi dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi
diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan sistem sudah memenuhi semua persyaratan Codex
dan memperbaharui sistem apabila terdapat perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan
dalam proses produksi.

7. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh prosedur dan catatan yang berhubungan dengan prinsip
dan aplikasinya. Beberapa contoh catatan dan dokumentasi dalam sistem HACCP adalah analisis
bahaya, penetapan CCP, penetapan batas kritis, aktivitas pemantauan CCP, serta penyimpangan dan
tindakan korektif yang berhubungan.

B.2. Pedoman Penerapan Sistem HACCP

HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi
akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan
manusia. Selain meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP dapat memberikan keuntungan
lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang
berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalui peningkatan kepercayaan keamanan
pangan.

HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi
akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan buktI secara ilmiah terhadap resiko kesehatan
manusia. Selain meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP dapat memberikan keuntungan
lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang
berwenang dan memajukan perdagangan internasional melalu peningkatan kepercayaan keamanan
pangan.

Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor tersebut harus telah
menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex, Pedoman Praktis dari Codex yang sesuai, serta
peraturan keamanan pangan terkait, Tanggung jawab manajemen adalah penting untuk menerapkan
sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian dan pelaksanaan
selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus dipertimbangkan dampak dan
bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam
mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang
berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan.

Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali Kritis (CCPs).
Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus dikendalikan,
tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP harus diterapkan terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK
vang diidetitifikasi pada setiap contoh yang diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari Codex
mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu penerapan yang spesifik atau mungkin
berbeda jenisnya. Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika
dilakukan modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya.

Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan yang tepat
disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.

B.3. Penerapan Prinsip-Prinsip HACCP

Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas berikut sebagaimana terlihat pada
tahap-tahap penerapan HACCP:
1. Pembentukan tim HACCP

Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia
untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal tersebut dapat dicapai dengan
pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila beberapa keahlian tidak tersedia,
diperlukan konsultan dari pihak luar. Adapun lingkup dari program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup
tersebut harus menggambarkan segmen-segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat
dan penjenjangan secara umum bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang
bahaya atau hanya jenjang
tertentu).

2. Deskripsi produk

Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai komposisi, struktur
fisika/kimia (termasuk Aw, pH, d1l.), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti perlakuan
pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi penyimpanan dan daya
tahan serta metoda pendistribusiannya.

3. Identifikasi rencana penggunaan

Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari produk oleh
pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompokkelompok populasi yang rentan,
seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu dipertimbangkan.

4. Penyusunan bagan alir

Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat segala tahapan dalam
operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu, maka harus dipertimbangkan
tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.

5. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan

Tim HACCP, sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan operasional produksi dengan semua
tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan bagan alir.

6. Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan.


Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan, pengadaan suatu analisa
bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan bahaya-bahaya yang
teridentifikasi (lihat Prinsip 1)
Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan dari produksi
utama, pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat konsumsi. Tim
HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang
terdapat secara alami, karena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang
dapat diterima, sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman.

Dalam mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya dicakup hal-hal sebagai
berikut :

a. kemungkinan timbulnya bahaya

b. pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan;

c. evaluasi secara kualitatif dan atau kuantitatif dari keberadaan bahaya;

d. perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme-mikroorganisme tertentu;

e. produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia;

f. kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.

Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pengendalian, jika ada yang dapat dilakukan
untuk setiap bahaya. Lebih jauh tindakan pengendalian disyaratkan untuk mengendalikan bahaya-
bahaya tertentu dan lebih, jauh satu bahaya dikendalikan oleh tindakan pengawasan yang tertentu.

7. Penentuan TKK (CCP) (lihat Prinsip 2)

Untuk mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu TKK pada saat pengendalian
dilakukan. Penentuan dari TKK pada sistem HACCP dapat dibantu dengan menggunakan Pohon
keputusan seperti pada Diagram 2, yang menyatakan pendekatan pemikiran yang logis (masuk akal).
Penerapan dari pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi,
penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Pohon keputusan ini mungkin tidak
dapat diterapkan pada setiap TKK. Contoh-contoh pohon keputusan mungkin tidak dapat diterapkan
pada setiap situasi.
Pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan. Dianjurkan untuk mengadakan pelatihan dalam
penggunaan pohon keputusan.

Dalam banyak hal, pohon keputusan telah dipergunakan untuk menjelaskan untuk memahami
dan diterima akal untuk keperluan menentukan CCP, hal ini tidak spesifik untuk semua operasi pangan,
sebagai contoh rumah potong hewan dan oleh karena itu harus dipergunakan untuk yang berkaitan
dengan perkiraan yang profesional serta memodifikasi beberapa kasus, maka produk atau proses harus
dimodifikasi pada tahap tersebut, atau pada tahap sebelum atau sesudahnya untuk memasukkan suatu
tindakan pengendalian.

8. Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (CCP) (lihat Prinsip 3)

Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap TKK.
Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Kriteria yang
sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH,
Aw, keberadaan chlorine, dan parameter-parameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur.

Batas kritis harus ditentukan untuk setiap PTK. Dalam beberapa kasus batas kritis criteria
pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat kelernbaban, pH, Aw dan ketersediaan chlorine dan
parameter yang berhubungan dengan panca indra (penampakan dan tekstur).

9. Penyusunan sistem permantuan untuk setiap TKK (CCP) (lihat Prinsip 4)

Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari TKK yang


dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan
kendali pada TKK. Selanjutnya pemantauan seyogianya secara ideal member informasi yang tepat waktu
untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran
dari batas kritis. Dimana mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan
menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu TKK.

Penyesuaian seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan. Data yang diperoleh dari
pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwewenang untuk
melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila pemantauan tidak berkesinambungan, maka
jumlah atau frekuensi pemantauan harus cukup untuk menjamin agar TKK terkendali. Sebagian besar
prosedur pemantauan untuk TKK perlu dilaksanakan
secara cepat, karena berhubungan dengan proses yang berjalan dan tidak tersedia waktu lama untuk
melaksanakan pengujian analitis. Pengukuran fisik dan kimia seringkali lebih disukai daripada pengujian
mikrobiologi, karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan sering menunjukkan pengendalian
mikrobiologi dari produk. Semua catatan dan dokumen yang terkait dengan kegiatan pemantauan TKK
harus ditanda tangani oleh orang yang melakukan pengamatan dan oleh petugas yang, bertanggung
jawab melakukan peninjauan kembali dalarn perusahaan tersebut.

10. Penetapan tindakan perbaikan (lihat Prinsip 5)

Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam system HACCP agar dapat
menangani penyimpangan yang terjadi.
Tindakan-tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali.
Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan
dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP.

11. Penetapan prosedur verifikasi (lihat Prinsip 6)

Penetapan prosedur verifikasi. Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk
pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem
HACCP bekerja secara benar.

Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara
efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup :

a. Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya.

b. Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk

c. Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali.

Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk mengkonfirmasi


kemanjuran semua elemen-elemen rencana HACCP.

12. Penetapan dokumentasi dan pencatatan (Iihat Prinsip 7)

Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan sistem HACCP.
Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan
besarnya operasi.
C. Jaminan Keamanan Pangan Dengan Sistem HACCP

Jaminan Keamanan Pangan dengan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
Sektor pertanian merupakan sektor penting yang masih harus dikembangkan serta membutuhkan
penanganan serius guna menunjang laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk dapat bersaing di
pasar yang bebas dan kompetitif saat ini, komoditas pertanian yang dipasarkan harus benar-benar dapat
menarik minat pembeli. Hal ini perlu ditanamkan terhadap pelaku agribisnis bahwa di dalam produk
yang akan dipasarkan haruslah terdapat unsur jaminan kepastian mutu.

Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan persyaratan konsumen,
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan terpenting dari seluruh parameter mutu pangan
yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik , juga lezat
rasanya, tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.

Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya pengawasan,
pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi jaminan mutu secara total. Pada
tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa mutu pangan khususnya keamanan pangan tidak
dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk akhir dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa
produk yang aman didapat dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan
dengan baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.

Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya tuntutan dalam pasar
bebas, telah dikembangkan suatu sistem jaminan mutu oleh Komite Standar Internasional/ Codex
Allimentarius Commission yang telah diakui secara internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu
berdasarkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan
suatu sistem jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan baku
hingga produk akhir.

Pendekatan HACCP

Ada tiga pendekatan penting dalam pengawasan mutu pangan:

1. Food Safety/Keamanan Pangan.

Aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau bahkan
kematian. Masalah ini umumnya dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika.
2. Wholesomeness/Kebersihan.

Merupakan karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk
atau fasilitas sanitasi dan hygiene.

3. Economic Fraud /Pemalsuan

Adalah tindakan-tindakan yang illegal atau penyelewengan yang dapat merugikan pembeli. Tindakan ini
mencakup diantaranya pemalsuan species (bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebihan,
berat tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti yang tertera
dalam kemasan.

D. Keuntungan Dan Kerugian HACCP

1. Keuntungan HACCP

Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat memberikan keuntungan, yaitu
mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai konsumen, meminalkan risiko kesehatan yang
berkaitan dengan konsumsi makanan, meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan
sehingga secara tidak langsung mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.

2. Kerugian HACCP

Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila diaplikasikan untuk bahaya atau proses
yang hanya sedikit diketahui, tidak melakukan kuantifikasi (penghitungan) atau memprioritaskan risiko,
dan tidak melakukan kuantifikasi dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan risiko.

Pedoman Penerapan Sistem HACCP Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai
pangan, sektor tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex, Pedoman
Praktis dari Codex yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait. Tanggung jawab manajemen
adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya,
penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus
dipertimbangkan dampak dari bahan baku, bahan tambahan, cara SNI 01-4852-1998 5 dari 12
pembuatan pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan
yang mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang
berkaitan dengan keamanan pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali Kritis (CCPs).
Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus dikendalikan,
tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP harus diterapkan terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK
yang diidentifikasi pada setiap contoh yang diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari Codex
mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu penerapan yang spesifik atau mungkin
berbeda jenisnya.

Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan
modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya. Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara
fleksibel, dimana perubahan yang tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari
operasi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

HACCP adalah suatu pendekatan sistem dalam pengamanan makanan. Dengan pendekatan HACCP ini,
maka pengawasan keamanan makanan baik yang dikelola oleh perusahaan makanan, jasa boga, rumah
makan, restoran, maupun yang dikelola sebagai makanan jajanan dan makanan rumah tangga, dapat
lebih terjamin mutunya, karena setiap tahapan proses pengolahan dikendalikan risikonya dan bahaya
yang mungkin timbul.

B. Saran

Untuk menerapkan HACCP diperlukan peningkatan mutu sumber daya manusia sehingga pendekatan
sistem ini dapat mencapai sasaran. Sebaiknya pula teman-teman juga perlu memahami pengertian
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point ) dan sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis

(HACCP) serta pedoman penerapannya, agar pengetahuan / wawasan teman-teman mengenai mata
kuliah keamanan dan ketahanan pangan yang berkaitan dengan makalah kami yang berjudul “Analisis
Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point /HACCP) Keamanan Pangan”
bisa bertambah dan mudah dipahami.

Anda mungkin juga menyukai