Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TERSTRUKTUR

BIOFARMASETIKA TERAPAN DAN FARMAKOKINETIK KLINIK

PROTOKOL UJI BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI TABLET

DIAZEPAM (BRANDED GENERIC) DIBANDINGKAN DENGAN

PRODUK INOVATOR VALIUM® (ROCHE)

OLEH:

UTIA MUFLIHA

I4041181031

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2018
PROTOKOL UJI BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI TABLET

DIAZEPAM (BRANDED GENERIC) DIBANDINGKAN DENGAN

PRODUK INOVATOR VALIUM® (ROCHE)

KASUS
“PT INDOFARMA, sedang merencanakan produk baru berupa obat copy (jenis branded
generic) dengan bahan aktifnya Diazepam. Untuk itu, bagian R&D melakukan kajian yaitu
pengembangan metode analisis dan uji bioekivalen. Sebagai apoteker di bagian R&D
tersebut, saudara melaksanakan tugas di atas sesuai bidang masing-masing.”

INSTRUKSI
Merancang protokol uji bioekivalem tablet Diazepam

PENDAHULUAN
STRUKTUR

Gambar 1. Struktur Diazepam(1)


FARMAKOLOGI KLINIK
Diazepam adalah benzodiazepin yang berkhasiat sebagai anxiolytic, sedatif, relaksan otot,
antikonvulsan dan efek amnestik. Sebagian besar dari efek ini diperkirakan akibat dari
fasilitasi aksi asam gamma aminobutyric (GABA), inhibitory neurotransmitter di sistem
saraf pusat.(2)

Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 2


FARMAKOKINETIK
Absorpsi
Setelah pemberian oral >90% dari diazepam diserap dan rata-rata waktu untuk mencapai
konsentrasi plasma puncak adalah 1-1,5 jam. Penyerapan tertunda dan menurun bila
diberikan dengan makanan lemak moderat. Ada juga peningkatan rata-rata waktu untuk
mencapai konsentrasi puncak sekitar 2,5 jam dengan makanan dibandingkan dengan 1,25
jam saat puasa. Hal ini menyebabkan penurunan rata-rata di C max 20% dan penurunan
27% di AUC (kisaran 15% sampai 50%) bila diberikan dengan makanan.(2)
Distribusi
Diazepam dan metabolitnya sangat terikat dengan protein plasma (diazepam 98%).
Diazepam dan metabolitnya melintasi hambatan darah-otak dan plasenta dan juga
ditemukan dalam ASI dalam konsentrasi sekitar sepersepuluh dari di plasma ibu (hari 3-9
pasca-partum). Pada laki-laki muda yang sehat, volume distribusi pada kondisi puncak
adalah 0,8-1,0 L/kg. Penurunan plasma profil konsentrasi-waktu setelah pemberian oral
biphasic. Tahap distribusi awal memiliki waktu paruh sekitar 1 jam, meskipun mungkin
berkisar hingga> 3 jam.(2)
Metabolisme
Diazepam adalah N-demethylated oleh CYP3A4 dan 2C19 untuk metabolit aktif N-
desmethyldiazepam, dan hidroksilasi oleh CYP3A4 dengan metabolit temazepam aktif.
N-desmethyldiazepam dan temazepam keduanya lanjut dimetabolisme untuk oxazepam.
Temazepam dan oxazepam sebagian besar dieliminasi oleh glucuronidation.(2)
Eliminasi
Tahap distribusi awal diikuti oleh berkepanjangan fase eliminasi terminal (waktu paruh
hingga 48 jam). Penghapusan terminal paruh metabolit aktif N-desmethyldiazepam
hingga 100 jam. Diazepam dan metabolitnya diekskresikan terutama di urin, terutama
sebagai konjugat glukuronida mereka. Clearance diazepam adalah 20 sampai 30 mL/
menit pada orang dewasa muda. Diazepam terakumulasi pada beberapa dosis dan ada
beberapa bukti bahwa penghapusan terminal paruh sedikit berkepanjangan.(2)

TUJUAN
Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai bioavailabilitas dan bioekivalensi dari tablet
Diazepam 5 mg dibandingkan terhadap produk inovatornya (Valium®, roche).

Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 3


TUJUAN EVALUASI KETERSEDIAAN HAYATI OBAT
Produk obat yang mengandung zat aktif berupa zat kimia baru (new chemical entity =
NCE) dibutuhkan penilaian mengenai efikasi, keamanan dan mutu secara lengkap. NCE ini
yang dipatenkan oleh pabrik penemunya disebut juga obat inovator. Sedangkan untuk produk
obat yang merupakan produk “copy” hanya dibutuhkan standar mutu yang antara lain berupa
bioekivalensi dengan produk obat innovator sebagai produk pembanding (reference product)
yang merupakan baku mutu.(3)
Evaluasi produk farmasetik perlu dilakukan guna untuk menjamin efikasi, keamanan
dan mutu produk obat yang beredar serta untuk menjamin produk obat ”copy” yang akan
mendapat izin edar bioekivalen dengan produk obat inovatornya juga untuk menentukan
bioavailabilitas absolut dan relatif suatu zat kimia baru, serta bioekivalensi zat tersebut dalam
formulasi untuk uji klinik dan dalam produk yang akan dipasarkan. Untuk mengetahui
perbandingan kualitas produk copy dengan sediaan inovator perlu diketahui bioekuivalensi
antara dua sediaan tersebut. Masing-masing sediaan diukur bioavailabilitasnya. Perbandingan
bioavailabilitas ini disebut bioekivalansi obat.(3)
Studi bioekivalensi (BE) adalah studi bioavailabilitas (BA) komparatif yang dirancang
untuk menunjukkan bioekivalensi antara produk uji (suatu produk obat ”copy”) dengan
produk obat inovator/pembandingnya. Caranya dengan membandingkan profil kadar obat
dalam darah atau urin antara produk-produk obat yang dibandingkan pada subyek manusia.
Karena itu desain dan pelaksanaan studi BE harus mengikuti Pedoman Cara Uji Klinik yang
Baik (CUKB), termasuk harus lolos Kaji Etik.Ekivalensi farmaseutik Dua produk obat
mempunyai ekivalensi farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam
jumlah yang sama dan bentuk sediaan yang sama. Alternatif farmaseutik adalah dua produk
obat merupakan alternatif farmaseutik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama tetapi
berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester, dsb) atau bentuk sediaan atau kekuatan.(3)
Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik
atau merupakan alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama
akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal
efikasi maupun keamanan. Jika bioavailabilitas nya yang tidak memenuhi kriteria bioekivalen
maka kedua produk obat tersebut disebut bioinekivalen. Dua produk obat mempunyai
ekivalensi terapeutik jika keduanya mempunyai ekivalensi farmaseutik atau merupakan
alternatif farmaseutik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan
efikasi klinik dan keamanan yang sebanding. Dengan demikian, ekivalensi/inekivalensi

Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 4


terapeutik seharusnya ditunjukkan dengan uji klinik.Akan tetapi, untuk produk obat yang
bekerja sistemik, uji klinik mempunyai kendala berikut(3):
1. Pada penyakit ringan tidak terlihat, pada penyakit berat tidak etis.
2. Endpoint yang diukur seringkali kurang akurat sehingga variabilitasnya besar sekali,
dengan akibat dibutuhkan sampel yang besar.
3. sebagai uji klinik untuk menunjukkan ekivalensi dibutuhkan sampel yang besar sekali.
Oleh karena itu, sebagai alternatif dilakukan uji bioekivalensi yang endpointnya sangat
akurat (yakni kadar obat dalam plasma) sehingga variabilitasnya rendah, dan dengan
demikian sampel yang dibutuhkan jauh lebih kecil. Jika terdapat perbedaan yang bermakna
secara klinik dalam bioavailabilitasnya, maka kedua produk obat tersebut dinyatakan
inekivalen secara terapeutik (inekivalensi terapeutik).(3)

DESAIN DAN PELAKSANAAN STUDI BIOEKIVALENSI


I. KAJI ETIK
Oleh karena studi BA/BE dilakukan pada subyek manusia (atau uji klinik) maka
protokol studi harus lolos kaji etik terlebih dahulu sebelum studi dapat dimulai.(3) Fungsi
utama melakukan kaji etik adalah untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan subjek
penelitian.
II. DESAIN
Studi menggunakan desain menyilang 2-way (2 periode untuk pemberian 2 produk obat
pada setiap subyek). Periode I, subyek diacak, 12 orang mendapat tablet Diazepam 5 mg dan
12 orang mendapat Valium®. Periode II, subyek disilang, yang mendapat tablet Diazepam 5
mg pada periode I diberikan Valium®, sedangkan yang mendapatkan Valium® pada periode
I diberikan tablet Diazepam 5 mg pada periode II. Antara periode I dan II diselingi periode
washout selama 14 hari.(4, 5)
Penelitian ini didesain dengan dosis tunggal, dua perlakuan, dan two-way randomized
crossover dengan periode washout selama 14 hari pada setiap subjek dalam dua periode,
sehingga setiap subjek menjadi kontrolnya sendiri. Hal ini ditujukan untuk menghilangkan
variasi biologik antar subjek karena setiap subjek serta memperkecil jumlah subjek. Jumlah
subjek adalah 24 sukarelawan.(4, 5)
III. SUBYEK
III.1 Kriteria Seleksi
III.1.1 Kriteria Inklusi(4, 5)
a. Pria berumur 18-45 tahun berbadan sehat.
Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 5
b. Berat badan normal (47 – 75 kg) sesuai dengan Indeks Massa Tubuh
c. Body Mass Index 19 – 30 kg/m2.
d. Sukarelawan sehat
III.1.2 Kriteria Ekslusi(4,5)
a. Merokok atau menggunakan produk tembakau dalam 6 bulan sebelum dosis
pertama dari obat digunakan
b. Alergi musiman atau non-musiman parah.
c. Alergi terhadap Diazepam.
d. Diet ketat
e. Menggunakan obat-obat OTC (Over-the Counter) selama 2 minggu sebelum dan
selama masa studi.
f. Pengobatan dengan enzim dalam waktu 30 hari sebelum atau selama penelitian.
III.2 Jumlah Subyek
Jumlah subjek sebanyak 24 orang subjek. Jumlah subyek yang dibutuhkan berdasarkan
variabilitas intrasubjek farmakokinetik parameter utama, mengingat α = 0,05, rentang
bioekivalensi (0,8-1,25) dan untuk mendapatkan kekuatan statistik lebih besar dari 80%.(4)
Tabel 1. Variabilitas Intrasubjek(3)

Ruang lingkup mengenai penelitian ini akan dijelaskan kepada semua sukarelawan dan
masing-masing sukarelawan menandatangani informed consent sebelum penelitian dilakukan
dan disediakan kompensasi atas partisipasinya. Penelitian akan dilakukan sesuai dengan
Good Clinical Practice (GCP). Protokol akan diajukan ke Komisi Etik FK-UNTAN,
Pontianak, Indonesia untuk mendapatkan ethical clereance.

Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 6


III.3 Standardisasi Kondisi Studi
III.3.1 Puasa
III.3.1.1 Lama Puasa
Sebelum subjek diberikan obat dalam rangka pengambilan sampel darah. Maka terlebih
dahulu dipuasakan selama 12 jam sebelum obat diberikan dan 4 jam setelah obat diberikan.
Puasa ini bertujuan agar konsentrasi obat dalam plasma tidak terganggu oleh adanya makanan
dalam saluran sistemik bersama dengan obat.
III.3.1.2 Standarisasi Makanan yang diberikan Sebelum Puasa
Makanan standar yang diberikan sebanyak 200 g terdiri dari nasi, tahu, tempe, dengan
minuman (air putih) sebanyak 200 ml. sedangkan selama 12 jam berpuasa, masih
diperbolehkan untuk minum air putih maksimal 500 ml, kecuali 1 jam sebelum dan sesudah
pemberian obat. Air yang diminum selama berpuasa tidak boleh terlalu banyak dikarenakan
dapat mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
III.3.1.3 Interaksi Obat dengan Makanan dan Obat Lain
Subjek juga diberikan penjelasan mengenai makanan dan obat yang tidak boleh
dikonsumsi 24 jam sebelum datang ke lokasi pengambilan sampel dan juga selama periode
pengambilan darah.
III.3.2 Aktivitas Subjek Selama Berpuasa dan Pengambilan Sampel
Subjek selama kondisi pengambilan sampel tidak boleh melakukan aktifitas berat yang
dapat mempengaruhi waktu transit dalam saluran cerna dan aliran darah ke usus. Pasien
hanya diperbolehkan untuk duduk normal dan berdiri tanpa melakukan aktivitas berat. Duduk
normal, dalam hal ini ialah dalam ruangan khusus yang diperuntukkan bagi subjek selama
menunggu waktu pemberian obat dan selama periode pengambilan sampel. Selama duduk,
subjek dapat melakukan kegiatan membaca, menonton, dan mengobrol.
III.3.3 Karantina Subjek
Subjek akan mengalami masa karantina selama pengambilan sampel dilakukan.
Terdapat masa karantina umum dan masa karantina khusus. Masa karantina umum adalah
waktu antara masa karantina khusus pertama dan masa karantina khusus kedua. Pada masa
karantina umum, subjek dapat melakukan kegiatannya sehari-hari tetapi dibatasi dengan
larangan-larangan yang telah ditetapkan dan disepakati sebelumnya. Larangan tersebut adalah
larangan terhadap konsumsi obat-obatan, teh, kopi, makanan bersantan selama masa
penelitian berlangsung. Selain itu, subjek dilarang melakukan kegiatan berat (seperti: lari,
angkat beban, olahraga berlebihan, dll) atau kegiatan yang dapat menimbulkan kecelakaan.

Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 7


Masa karantina khusus adalah masa di mana subjek ditempatkan di suatu tempat
karantina selama dua hari. Selama masa karantina khusus, subjek menerima asupan makanan
yang telah diatur jumlah kalorinya. Masa karantina khusus pertama dilakukan selama dua
hari (waktu pengambilan darah pertama) dan masa karantina khusus kedua dilakukan satu
minggu setelah masa karantina khusus pertama (waktu pengambilan darah kedua).
III.4 Genetic Phenotyping
Phenotyping subjek harus dilakukan karena diketahui Diazepam memiliki beberapa
veriabilitas pada beberapa gen terkait seperti CYP3A4 dan CYP2C19.(2, 6)
Dosis harus
disesuaikan pada subjek yang bersangkutan(3):
1. Untuk alasan keamanan pada studi menyilang maupun studi paralel.
2. Untuk menghindari terjadinya bias/variasi pad studi paralel.
IV. PRODUK OBAT UJI (TEST PRODUCT)
Produk obat uji yang digunakan dalam studi BE dibuat sesuai dengan CPOB dan
catatan batchnya harus dilaporkan. Produk uji yang digunakan dalam studi ini diambil dari
batch produksi berskala kecil atau pilot batch. Sampel dari produk yang diteliti dalam studi
harus disimpan selama 2 tahun setelah selesainya studi atau 1 tahun lebih lama dari masa
pakai (shelf-life) produk atau sampai keluarnya izin edar (masa yang lebih lama) agar dapat
dilakukan pemeriksaan ulang jika diminta oleh BPOM.(3)
V. DOSIS OBAT UJI
Dosis Diazepam yang diberikan adalah 5 mg.
1. 5 mg Diazepam diberikan 3 kali interval pemberian (3 x 8 jam) terlebih dahulu untuk
mencapai kadar obat dalam plasma yang steady state.
2. Pengambilan sampel dilakukan saat obat mencapai kadar steady state.
VI. UJI DISOLUSI IN VITRO
Dasar untuk menentukan bioavailabilitas suatu obat terlebih dahulu harus diketahui
profil disolusinya. Uji disolusi digunakan untuk uji bioavailabilitas secara in vitro, karena
hasil uji disolusi berkorelasi dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh.
Potensi dan karakteristik disolusi in vitro dari produk obat uji dan pembanding
dipastikan dulu sebelum dilakukan studi BE. Hasilnya harus dilaporkan sebagai profil persen
obat yang terlarut terhadap waktu. Nomor batch kedua produk harus dicantumkan, demikian
juga tanggal kadaluarsa produk pembanding. Kandungan zat aktif antara kedua produk tidak
boleh berbeda lebih dari 5%. Jika potensi produk pembanding menyimpang > 5% dari
kandungan 100% yang tercantum dalam label, perbedaan ini dapat digunakan kemudian
untuk koreksi dosis pada perhitungan parameter bioavailabilitas pada studi BE.(3)
Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 8
Tabel 2. Metode Pengujian Disolusi In Vitro(1)
Medium Asam Hidrokloria 0,1 N; 900 ml
Apparatus Apparatus 1
Waktu 30 menit

Uji disolusi menggunakan alat aparatus tipe I dengan media disolusi 900 ml asam
hidroklorida. Pada masing-masing basket diletakkan 1 tablet diazepam dari nomor batch yang
sama. Penetapan jumlah diazepam yang terlarut, menggunakan spektrofotometri UV-VIS,
dilakukan dengan mengukur serapan filtrat larutan uji dan serapan larutan baku diazepam
dengan media yang sama pada panjang gelombang serapan 242 nm. Penetapan jumlah
diazepam yang terlarut dilakukan dengan mengambil alikot dari tiap basket. Dalam waktu 30
menit tidak boleh larut kurang dari 80% diazepam dari jumlah yang tertera pada etiket.(1)
VII. PENGAMBILAN SAMPEL DARAH
Sampel darah diambil pada 15 titik yaitu pada saat :
a. Sebelum obat diberikan (t0)
b. 15 menit setelah pemberian obat
c. 30 menit setelah pemberian obat
d. 1 jam setelah pemberian obat
e. 1 jam 30 menit setelah pemberian obat
f. 2 jam setelah pemberian obat
g. 3 jam setelah pemberian obat
h. 4 jam setelah pemberian obat
i. 6 jam setelah pemberian obat
j. 9 jam setelah pemberian obat
k. 12 jam setelah pemberian obat
l. 24 jam setelah pemberian obat
m. 36 jam setelah pemberian obat
n. 72 jam setelah pemberian obat
VIII. PENGAMBILAN SAMPEL URIN
Sampel urin hanya digunakan jika kadar obat dalam darah terlalu kecil untuk dapat
dideteksi dan eliminasi obat dalam bentuk utuh melalui ginjal cukup besar > 40%.(3)

Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 9


IX. KADAR YANG DIUKUR
IX.1 Sampel Darah
Kadar yang diukur dalam plasma/serum adalah senyawa induk atau dalam hal ini
adalah zat aktif dari Diazepam.
IX.2 Sampel Urin
Kadar yang diukur dalam urin adalah metabolit nordiazepam, termazepam, dan
oxazepam. Obat dalam bentuk utuh (yang tidak termetabolisme) diekskresikan dalam urin
sejumlah kurang dari 1%.(7, 8)
X. METODE BIOANALITIK
X.1 HPLC-ms / ms
Pemisahan kromatografi dilakukan dengan menggunakan Shimadzu Nexera X2
(Shimadzu, Jepang) dilengkapi dengan autosampler, pemanas kolom, dan pompa biner.
Memanfaatkan kolom Cadenza CD C18 (150 × 3,0 mm, 3 m) (Imtakt, Jepang) pada 40 ° C,
analit dipisahkan menggunakan fase isokratik ponsel dari 10 mM amonium asetat: 100%
metanol (5:95, v / v) dengan laju alir 0,4 mL / menit.(9)
X.2 Persiapan Kalibrasi Standar dan Mutu Control
Standar kalibrasi dan QC sampel dari diazepam dalam plasma disusun dengan
menipiskan solutions yang bekerja sesuai dengan plasma manusia. Konsentrasi akhir standar
kalibrasi adalah 0,5, 1, 5, 10, 50, 100, dan 300 ng / mL. sampel QC disiapkan di tiga
konsentran solutions yang berbeda dari 1,5, 100, dan 240 ng / mL.(9)
X.3 Persiapan sampel
Sampel plasma manusia disimpan dalam -70 ° C yang dicairkan pada suhu kamar.
Sebuah alikuot setiap sampel (50 uL) ditempatkan ke dalam microtube polypropylene, dan IS
solusi (20 uL, 200 ng / mL), 0,1% asam format (100 uL), dan 1,2 mL etil asetat: heksana n
(80:20, v/v). Untuk analisis, 6 mL supernatan Alikuot dipipet ke botol dan kemudian
disuntikkan ke dalam sistem HPLC-MS / MS.(9)
X.4 Validasi Metode Analytical
Metode analisis yang dikembangkan divalidasi untuk selektivitas, linieritas, akurasi,
presisi, pemulihan, efek matriks, dan stabilitas sesuai dengan pedoman validasi metode
bioanalytical oleh MFDs dan USFDA.(9)
XI. PARAMETER BIOAVAILABILITAS
Bentuk dan luas area di bawah kurva kadar plasma terhadap waktu (data darah), serta
profil ekskresi ginjal kumulatif dan kecepatan ekskresi (data urin) digunakan untuk menilai
jumlah dan kecepatan absorpsi / jumlah yang bioavailabel dalam tubuh.(3)
Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 10
1. Data Darah
o AUCt = Area di bawah kurva kadar asam mefenamat dalam plasma (atau serum atau darah)
terhadap waktu dari waktu 0 sampai waktu terakhir kadar obat diukur – dihitung secara
trapezoidal.
o AUC∞ = AUC dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga = AUCt + Ct / ke
(menggambarkan jumlah obat yang bioavailabel)
o Cmax = kadar puncak (maksimal) asam mefenamat dalam plasma (atau serum atau darah)
yang teramati.
o tmax = waktu sejak pemberian asam mefenemat sampai dicapai Cmax
o t1/2 = waktu paruh asam mefenamat dalam plasma (atau serum atau darah)
AUC∞ dan Cmax merupakan parameter yang paling relevan untuk penilaian BE. AUCt
paling dapat dipercaya untuk menggambarkan besarnya absorpsi (jumlah obat yang
bioavailabel)
2. Data Urin
o Aet = jumlah kumulatif metabolit asam mefenamat yang dikeluarkan atau ditemukan dalam
urin dari waktu 0 sampai waktu terakhir kadar diukur
o Ae∞ = Ae dari waktu 0 sampai waktu tidak terhingga, diperoleh dengan cara ekstrapolasi =
jumlah obat maksimal yang diekskresi dalam urin – sebanding dengan jumlah obat yang
bioavailabel
o dAe/dt = kecepatan ekskresi metabolit asam mefenamat dalam urin
o (dAe/dt)max = Kecepatan maksimal ekskresi obat dalam urin – terjadi pada waktu tmax
(plasma) dan besarnya sebanding dengan Cmax (plasma),sehingga besarnya bergantung pada
jumlah dan kecepatan absorpsi.
Ae∞ dan (dAe/dt)max merupakan parameter yang paling relevan untuk penilaian BE. Aet
paling dapat dipercaya untuk menggambarkan besarnya absorpsi (jumlah obat yang
bioavailabel).
XII. ANALISIS DATA
XI.1 ANALISIS DATA
Data farmakokinetik yang telah dikumpulkan dari setiap subjek dilakukan analisa lebih
lanjut dengan analisis statistik yang sesuai untuk menghitung perbedaan bioavailabilitas
antara produk uji dan produk pembanding, dan untuk menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang bermakna secara klinik.(3)

Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 11


1. Data Darah
Parameter bioavailabilitas yang dibandingkan untuk penilaian bioekivalensi adalah
AUC,Cmax dan tmax. Cara menghitung AUC0-t ; AUC0-∞ ; ke , t1/2 harus dicantumkan.
a. AUC dan Cmax, ditransformasi logaritmik (ln) terlebih dulu sebelum dilakukan analisis
statistik karena kinetik obat mengikuti kinetik first order sehingga dalam skala logaritmik
akan diperoleh distribusi yang normal dan varians yang homogen.
b. nilai nilai ln AUC ke-2 produk dibandingkan menggunakan analisis varians (ANOVA).
2. Data Urin
Parameter yang dibandingkan adalah Ae dan (dAe/dt)max
XI.2 KRITERIA BIOEKIVALEN
Produk uji Diazepam (test = T) dan produk pembanding Valium® (reference = R)
dikatakan bioekivalen jika(3):
a. Rasio nilai rata-rata geometrik (AUC)T / (AUC)R = 1.00 dengan 90% Cl = 80 – 125%.
b. Rasio nilai rata-rata geometrik (Cmax)T / (Cmax)R juga = 1.00 dengan 90% C I = 80-
125%. Oleh karena Cmax lebih bervariasi dibanding AUC, maka interval yang lebih lebar
mungkin cocok. Interval ini harus ditetapkan sebelumnya.
c. Perbandingan tmax dilakukan hanya jika ada claim yang relevan secara klinik mengenai
pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya tanda-tanda yang berhubungan dengan efek
samping obat. 90% CI dari perbedaan tmax harus terletak dalam interval yang relevan
secara klinik.
Catatan :
Nilai confidence interval (CI) tidak boleh dibulatkan ; jadi untuk CI 80-125, nilainya harus
minimal 80.00 dan tidak lebih dari 125.00.

Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 12


DAFTAR PUSTAKA

1. U.S. Pharmacopeia. The united states pharmacopeia, USP 30/The national formulary, NF
25. Rockville, MD: U.S. Pharmacopeia Convention, Inc; 2007. 96, 1915.
2. Roche. Pharmaceuticals. USA: Roche Laboratories Inc; 2008. 2.
3. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. No.
HK.00.05.3.1818. Tentang Pedoman Uji Bioekivalensi; 2005. 11-28.
4. Najib NM, Salem I, Hasan R, Idkaidek NM. Effect of truncated AUC method on drug
bioequivalence in humans. 2009 Dec; 1(4): 112-4.
5. Agarwal SK, Kriel RL, Brundage RC, Ivaturi VD, Cloyd JC. A pilot study assessing the
bioavailability and pharmacokinetics of diazepam after intranasal and intravenous
administration in healthy volunteers. Epilepsy Research. 2013 Apr; 105: 362-7.
6. Lee SJ. Clinical application of CYP2C19 pharmacogenetics toward more personalized
medicine: A Review. Functional Genetics of CYP2C19. 2013 Feb; 3: 1-7.
7. Katzung BJ. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. San Fransisco: Lange; 2006.
8. National Highway Traffic Safety Administration: Drugs and Human Performance Fact
Sheets. US Department of Transportation.
9. Kim DH, dkk. Development of a simple and sensitive HPLC-MS/MS Method for
determination of diazepam in human plasma and its application to a bioequivalence study.
TCP. 2017 Dec; 25(4): 173-8.

Biofarmasetika Terapan dan Farmakokinetika Klinik | 13

Anda mungkin juga menyukai