Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Bertambahnya

jumlah

penduduk

disertai

dengan

meningkatnya

pendapatan per kapita mempengaruhi jumlah konsumsi pangan. Kebutuhan


pangan tidak terbatas hanya pada komoditas pangan seperti beras dan jagung,
tetapi juga sayuran dan buah-buahan. Khususnya sayuran mempunyai arti
penting karena sebagai sumber asupan serat dan gizi. Sayuran merupakan
sumber vitamin dan mineral, terutama vitamin B dan C. Jenis sayuran yang
banyak mengandung mineral dan serat di antaranya bayam, kacang panjang,
daun kecipir, buncis, seledri, dan lain-lain.
Kacang panjang merupakan jenis sayuran yang dapat dimakan buah serta
daunnya serta banyak mengandung protein nabati (Afiat, 2009). Kacang
panjang merupakan salah satu sayuran yang sangat digemari oleh berbagai
kalangan masyarakat dengan jumlah produksi yang cukup besar. Sayuran
kacang panjang juga mudah diperoleh di pasar tradisional maupun pasar
swalayan. (Anonim, 2003).
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Gowa
(2005), produksi sayuran kacang panjang dari tahun 2003 2005 mengalami
penurunan dimana pada tahun 2003 hasil pertanian kacang panjang di Gowa
mencapai 6.902,60 ton dan pada tahun 2005 turun menjadi 4.624 ton. Dimana
terdapat 12 petani kacang panjang dengan rata-rata hasil produksinya yaitu 875
kg/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Gowa, 2006).
Di Sulawesi Selatan, rata-rata konsumsi sayuran baru mencapai 35,43
kg/kapita/ tahun, masih jauh dari standar konsumsi harapan sehat sebesar 75
kg/kapita/ tahun (Asaad et al. 2010). Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan Hortikultura Sulawesi Selatan (2009), produksi sayuran di Sulawesi Selatan

pada tahun 2009 tercatat 260.995 ton, menurun 1.810 ton atau 0,89%
dibandingkan dengan produksi tahun 2006 yang mencapai 262.776 ton.
Penurunan tersebut terjadi sejak tahun 2006 jika dibandingkan dengan produksi
tahun 2005 sebesar 207.032 ton.
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil
pertanian bahan pangan atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung
maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup juga
senyawa turunan pestisida, seperti senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa
hasil reaksi dan zat pengotor yang dapat bersifat toksik (Sakung, 2004).
Berbagai informasi mengenai dampak buruk pestisida kimia mengemuka.
Suatu penelitian yang dilakukan pada tahun 1983 menduga bahwa sekitar 1.000
orang meninggal setiap tahun di negara-negara berkembang akibat keracunan
pestisida kimia dan sekitar 400.000 orang mengalami penderitaan akut (World
Commision on Environmen and Development, 1987 dalam Kardinan, 2009).
Pestisida kimia berdampak buruk terhadap lingkungan dan juga kesehatan
manusia.
Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida kimia terhadap keselamatan
nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. Telah disadari bahwa
pestisida dapat mengakibatkan keterpaparan terutama terhadap penjama
pestisida yang bekerja kurang hati-hati dan tidak mengikuti petunjuk petunjuk
yang telah ditetapkan begitupun dengan orang yang mengkonsumsi hasil
pertanian tersebut. Penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di dataran
tinggi tergolong sangat intensif, hal ini terutama disebabkan kondisi iklim yang
sejuk dengan kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi menciptakan
kondisi yang baik untuk perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman
(Munarso, dkk., 2006).
Sewaktu
insektsida

organfosfat

terpajan

kepada

seseorang,

asetilkolinesterase dihambat sehingga terjadi akumulasi asetilkolin, asetilkolin


yang ditimbun dalam susunan syaraf pusat akan mengakibatkan tremor,
inkoordinasi, kejangkejang, dan lain-lain. Dalam sistem syarat autonom

akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinisasi tanpa sadar, bronko konstriksi,
miosis. (Alegantina, Sukmayati., dkk. 2005 )
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Proteksi Tanaman
Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Pinrang pada, kacang panjang telah
ditemukan adanya residu klorpirifos sebeasar 0,0105 mg/kg dan residu
Metidation sebesar 0,0086 mg/kg. Hasil ini sudah melewati Batas Maksimum
Residu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk hasil pertanian
terutama pada kacang kacangan yaitu 0,01 mg/kg dan telah dikategorikan
tidak aman, hal ini harus di waspadai mengingat bahaya klorpirifos pada tubuh
manusia. Untuk mengetahui kandungan residu pestisida Klorpirifos dan
Metidation , maka peneliti akan meneliti kandungan Residu Pestisida
Klorpirifos dan Metidation dalam Sayuran Kacang Panjang (Vigna.
sesquipedalis) di Pasar Tradisional ( Pasar Pannampu ) dan Pasar Modern
( Lotte Mart Panakukang Kota Makassar). Lotte Mart Panakukang dipilih
sebagai tempat penelitian karena merupakan pasar modern terbesar di Makassar
sedangkan pasar Pannampu dipilih sebagai tempat penelitian karena tempatnya
strategis dan salah satu pasar tradisional terbesar di Makassar.
1.2

Tujuan
1.
2.
3.
4.

1.3

Untuk mengetahui pengertian toksik.


Untuk mengetahui zat kimia toksik.
Untuk mengetahui zat toksik yang berasal dari tumbuhan.
Untuk mengetahui zat toksik yang berasal dari hewan.

Manfaat

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Toksik


4

Toksis merupakan zat padat, cair atau gas yang dapat mengganggu proses
kehidupan sel suatu organisme. Dalam hubungannya dengan biologi, zat racun
atau toksik adalah zat yang menyebabkan luka, sakit, dan kematian organisme,
biasanya dengan reaksi kimia atau aktifitas lainnya dalam skala molekul. Salah
satu bahan kimia yang bersifat toksik adalah pestisida.

2.2. Pestisida
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Ada
berbagai

jenis

hama.

Hama

yang

paling

sering

ditemukan

adalah

serangga.Beberapa diantaranya berlaku sebagai vector untuk penyakit.


Penyakit-penyakit pentingyang ditularkan oleh vektor, antara lain malaria dan
onkosersiasis (buta sungai), ditularkan pada manusia oleh nyamuk dan lalat
hitam. Kedua penyakit ini menyebabkan penyakit berat dan mengenai jutaan
orang di daerah tropis dan subtrobis. Penyakit lain yang juga ditularkan oleh
vektor antara lain adalah filariasis, demam kuning, cacar riketsia, radang otak
virus, tifus, dan pes. Insektisida dapat membantu mengendalikan penyakitpenyakit ini.
Serangga juga merusak berbagai tumbuhan dan hasil panenan.Karena itu,
insektisida dipergunakan secara luas untuk melindungi berbagai produk
pertanian.Meskipun kebanyakan insektisida yang dipergunakan sekarang ini
adalah bahan kimia sintesis, beberapa zat alami telah dipergunakan oleh petani
sejak zaman dahulu. Zat ini antara lain adalah nikotin dari tembakau, piretrum
dari bunga suatu spesies krisan, serta sebagai suatu senyawa timbal, tembaga,
dan arsen.
Selain gangguan serangga, gangguan yang amat penting bagi para petani
adalah rumput liar.Sebelum herbisid dikenal, petani biasa mengeluarkan banyak
waktu untuk membuang rumput liar dengan tangan, suatu tugas yang sangat
5

memakan waktu dan amat melelahkan. Pestisida juga telah dikembangkan


untuk mengendalikan hama lain, misalnya jamur dan hewan pengerat.
Beberapa produk pestisida ruumah tangga juga tersedia untuk
mengendalikan hama yang mengganggu di rumah, misalnya lalat dan nyamuk.
2.2.1. Efek buruk pestisida
Efek buruk ini dapat menyangkut kesehatan manusia dan/atau
lingkkungan. Efek yang paling dramatis adalah keracunan akut akibat
kecelakaan. Beberapa peristiwa keracunan massal oleh senyawa metil
merkuri dan etil merkuri, heksaklorobenzen sebagai fungisid, serta
paration, suatu insektisida organofosfat, telah terjadi di berbagai belahan
dunia, mengakibatkan jatuhnya korban ribuan orang dan beberapa di
antaranya mati. Kasus keracuna akut individual biasanya terjadi akibat
memakan sejumlah besar pestisida secara tidak sengaja atau untuk
bunuh diri.
Pajanan pestisida di tempat kerja dapat mengenai para pekerja
yang terlibat dalam pembuatan, formulasi, dan penggunaan pestisida.
Biasanya pestisida masuk ke dalam tubuh melalui saluran napas dan
absorbsi kulit,

tetapi sejumlah kecil dapat memasuki saluran

gastrointestinal (GI) karena menggunakan tangan atau peralatan yang


tercemar. Jenis keracuna ini akan lebih mungkin terjadi bila dipakai
pestisida yang menyababkan karacunan akut. Tetapi, masalah utama
bagi kesehatan masyarakat adalah adanya residu pestisida dalam
makanan, karena ini dapat melibatkan sejumlah besar orang selama
jangka waktu yang panjang.
Selain berbahaya bagi kesehatan manusia, pestisida dapat
mempunyai dampak berbahaya bagi lingkungan.Terlepas dari pelepasan
pestisida ke lingkungan secara besar besaran akibat kecelakaan,
pestisida yang ditemukan dalam berbagai medium lingkunagn hanya
6

sedikit sekali. Tetapi, kadar ini mungkin akan lebih tinggi bila pestisida
it uterus bertahan di lingkungan dan/atau mempunyai kecenderungan
untuk biomagnifikasi. Dalam kasus belakangan ini, konsentrasi suatu
pestisida terus meningkat sementara zat ini bergerak melalui rantai
trofik.Bila konsentrasinya dalam suatu organisme telah tinggi, pengaruh
buruk telah terjadi.Contohnya elang botak hampir punah, karena kulit
telurnya mudah pecahakibat efek toksik DDT yang terkumpul secara
biologis melalui rantai makanan yang tercemar.Pencemaran lingkungan
semacam itu dapat juga mempengaruhi kesehatan manusia lewat tanah
dan air yang tercemar yang kemudian mencemari produk makanan
manusia dan air minum.
2.2.2. Penggolongan pestisida
Pestisida biasanya dikelompokkan berdasarkan penggunaannya dan
sifat kimianya.Kelompok utama pestisida adalah sebagai berikut.

Insektisida organofosfat
Insektisida ini adalah ester asam fosfat atau asam tiofosfat,
masing-masing diwakili oleh diklorvos dan paration.Mereka bekerja
menghambat asetilkolinesterase (AChE), mengakibatkan akumulasi
asetilkolin (ACh).ACh yang berlebihan menyebabkan berbagai
jenis simtom dan tanda-tanda. Beratnya gejala kurang lebih
berkolerasi dengan tingkat penghambatan kolinesterase dalam
darah, tetapi hubungan yang tepat tergantung pada senyawanya
(Wills, 1972).
Selain paration dan diklorvos, pestisida lain dalam kelompok
ini antara lain adalah paration-metil, azinfos-metil (gution),

diazinon, dimetoat, disulfoton (DI-siston) malation, mefinfox, dan


triklorfon (Dipterex). Toksisitas berbagai zat ini amat bervariasi.

Insektisida karbamat
Kelompok ini merupakan ester asam N-metilkarbamat.Zat ini
juga bekerja menghambat AChE.Tetapi, pengaruhnya terhadap
enzim tersebut jauh lebih reversibel daripada efek insektisida
organofosfat.Insektisida dari kelas ini antara lain adalah karbaril
(sevin), aldikarb (Temik), karbofuran, metomil, dan propoksur
(Baygon). Selain itu, tanda tanda toksisitas karbamat muncul lebih
cepat; juga, rentang dosis yang menyebabkan efek toksik minor dan
efek letal cukup besar, dengan alasan ini, berdasarkan toksisitas
akut, karbamat lebih aman daripada insektisida organofosfat.

Insektisida organoklorin
Insektisida ini meliputi turunan etana berklor, siklodien, dan
heksaklorosikloheksan. Beberapa bahan kimia ini (misalnya DDT)
diperkenalkan dalam tahun 1940-an dan dipergunakan secara luas
dalam pertanian dan program kesehatan. DDT dipergunakan karena
toksisitas akutnya relatif rendah dan mampu bertahan lama dalam
lingkunagn sehingga tidak perlu disemprotkan berulang kali.Tetapi,
kemampuannya

bertahan

dalam

lingkungan

belakangan

ini

dianggap suatu kekurangan, bukan suatu kelebihan.


DDT maupun metoksiklor adalah derivate etana berklor,
tetapi metoksiklor jauh kurang toksik dan tidak begitu bertahan di
lingkungan dibandingkan dengan DDT.Insektisida siklodien endrin
sangat toksik, Aldrin dan dieldrin agak kurang toksik, dan klordan,
heptaklor, serta mireks makin kurang toksik. Lindan adalah isomer

hama heksaklorosikloheksan (HCH) yang masih dipergunakan. Zat


ini sangat toksik tetapi tidak begitu banyak ditimbun. Akibatnya,
penggunaan lindan jauh lebih luas daripada HCH

Insektisida tanaman dan insektisida lain


Insektisida ini antara lain adalah nikotin dan tembakau. Zat ini
sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan saraf.Piretrum
diperoleh dari bunga tumbuhan Chrysanthemumcinerariaefolium.
Suatu penghambat enzim, piperonil butoksid, sering digunakan
dalam kombinasi dengan insektisida ini untuk memperoleh efek
sinergis.Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada mamalia tetapi
dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka, menyebabkan
dermatitis

kontak.Zat

ini

juga

suatu

neurotoksikan.Reteron

diekstraksi dari akar tumbuhan Derris elliptica.Toksisitas zat ini


terhadap mamalia juga rendah tetapi lebih toksik bagi serangga dan
ikan.Banyak mikroorganisme diketahui bersifat patogen bagi
serangga.Mikroorganisme yang biasa digunakan adalah Bacillus
thuringiensis

dan

baculovirus

pada

serangga

tertentu.Mikroorganisme ini diketahui tidak patogen bagi manusia.

Herbisida
Ada beberapa jenis herbisida yang toksisitasnya pada hewan
belum diketahui dengan pasti.
Senyawa

klorofenoksi,

misalnya

2,4-D

(2,4-asam

diklorofenoksiasetat) dan 2,4,5-T (2,4,5-asam triklorofenoksiasetat).


Senyawa-senyawa itu bekerja pada tumbuhan sebagai hormon
pertumbuhan.Toksisitasnya pada hewan relatif rendah. Tetapi,

klorakne, efek toksik utama 2,4,5-T pada manusia, tampaknya


disebabkan oleh pencemar 2,3,7,8-tetraklorobenzo-p-dioksin.
Herbisida bipiridil, misalnya parakuat dan dikuat, telah
dipergunakan secara luas.Toksisitas zat ini dilakukan lewat
pembentukan radikal bebas.Toksisitas parakuat ditandai oleh efek
paru-parunya bukan saja setelah pajanan lewat inhalasi tetapi juga
lewat jalur oral.
Herbisida lainnya adalah dinitro-o-kresol (DNOC), amitrol
(aminotriazol), karbamat profam dan kloroprofam, dan beberapa zat
kimia lain.

Fungisida
Senyawa merkuri, misalnya metil dan etilmerkuri merupakan
fungisid yang sangat efektif dan telah dipergunakan secara luas
untuk mengawetkan butir padi-padian.Tetapi, beberapa kecelakaaan
tragis yang menyebabkan banyak kematian dan kerusakan neurologi
menetap terjadi akibat penggunaannya.Karena adanya fakta ini,
bahan kimia tersebut kini tidak digunakan lagi.
Dikarboksimida

antara

lain

adalah

dimetiltiokarbomat

(ferbam, niram, dan ziram) dan etilenbisditiokar (maneb, tiabam,


dan zineb). Toksisitas akut senyawa ini relatif rendah, karena zat ini
dipergunakan secara luas dalam pertanian.Tetapi, ada kekhawatiran
mengenai potensi karsiogeniknya di samping herbisid amitrol.
Derivat ftalimida misalnya pentaklorofenol (PCP), telah
dipergunakan secara luas sebagai bahan pengawet kayu.PCP
meningkatkan laju metabolisme melalui pelepasan gandengan
fosforilasi oksidatif.Zat ini memiliki LD50yang rendah tetapi
derajat tetapi derajat tekniknya lebih toksik, menunjukkan adanya

10

pencemar yang memiliki toksisitas lebih besar.Pentakloronitrobenz


(PCNB) telah digunakan sebagai fungisid dalam mengolah
tanah.Secara akut, zat ini tidak begitu toksik dibandingkan PCP,
tetapi dapat bersifat karsiogenik.
Fungisid lain adalah senyawa N-heterosiklik tertentu,
misalnya benomil dan tiabendazol. Toksisitas bahan kimia ini
sangat

rendah

sehingga

dipergunakan

secara

luas

dalam

pertanian.Hekaklorobenzen digunakan sebagai zat pengolah benih,


tetapi zat ini pernah menyebabkan keracunan massal.

Rodentisida
Warfarin adalah suatu antikoagulan yang bekerja sebagai
antimetabolit

vitamin

K,

dengan

demikian

menghambat

pembentukan protombin.Bahan kimia ini telah dipergunakan secara


luas karena toksisitasnya hanya terlihat setelah termakan berulang
kali, suatu peristiwa yang tidak mungkin terjadi pada anak-anak dan
hewan piaraan.
Tiourea misalnya, ANTU (a-naftiltiourea) sangat toksik pada
tikus tetapi tidak begitu toksik bagi manusia.Toksisitasnya terutama
berupa edema paru-paru dan efusi pleura.
Natrium fluoroasetat (1080) dan fluoroasetamida (1081)
bersifat sangat toksik dan sejak itu zat ini hanya boleh digunakan
oleh orang-orang tertentu yang mendapat izin. Kedua toksikan itu
menjalankan efek toksiknya melalui penghambatan siklus asam
sitrat.
Rodentisida lain mencakup produk tumbuhan, misalnya
alkaloid striknin, perangsang SPP kuat, squill merah, yang
mengandung

glikosida

sklilaren-A dan

B.

Glikosida

ini

11

mempunyai efek kardiotonik dan emesis sentral, mirip dengan


digitalis.Karena efek yang belakangan itu, zat ini secara relatif tak
beracun bagi sebagian besar mamalia tetapi sangat beracun bagi
tikus yang tidak dapat memuntahkannya. Rodentisida anorganik
antara lain adalah zink fosfid, talium sulfat, arsenik trioksid, dan
unsur fofor yang bekerja melalui mekanisme yang berbeda.

Fumigan
Sesuai dengan namanya, kelompok pestisida ini mencakup
beberapa gas, cairan yang mudah menguap, dan zat padat yang
melepaskan berbagai gas lewat reaksi kimia.Dalam bentuk gas, zat
ini menembus daerah penyimpanan dan tanah untuk mengendalikan
serangga-serangga, hewan pengerat, dan nematoda tanah.Banyak
fumigan, misalnya akrilonitril, kloropikrin, dan etilen dibromid,
adalah zat kimia relatif dan digunakan secara luas dalam indusstri
kimia. Karena karsinogenitas etilen dibromid, 1,3-dikloropropen
telah dipergnakan secara lebih luas. Tetapi, zat ini tampak juga
bersifat karsinogenik (Yang, 1986).

2.3. Toksik Bersumber Pada Tumbuhan


1. Umbi Singkong
Singkong mengandung senyawaglukosida sianogenik, yang tersebar
hampir pada semua jaringan tanaman, yang terdiriatas linamarin dan

12

lotaustrain denganperbandingan 10:1 (dimana senyawa ini dapatberubah


menjadi sianida yang sangat beracun)(Djazuli dan Bradbury, 1999;
Nambisan,1999). Mkpong et al. (1990), mengatakan bahwa hidrolisis
linamarin dengan linamarase menghasilkan aseton sianohidrin dan glukosa.
Aseton sianohidrin secara spontan pada pH di atas 5 menghasilkan asam
sianida (HCN) dan aseton.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yeoh (1997) diketahui
bahwa kandungan glukosida sianogenik pada singkong di Indonesia berkisar
20 ppm sampai 200 ppm. Sedangkan menurut FAO/WHO 1991 dalam
Iglesias et al. (2002), kandungan sianida yang diperbolehkan pada makanan
dari singkong maksimal 10 ppm. Maka diperlukan upaya menurunkan
kandungan glukosida sianogenik pada umbi singkong.
Penggunaan singkong sebagai bahan makanan sering dihadapkan
dengan permasalahan kesehatan, karena masih tertinggalnya kandungan
glukosida sianogenik termasuk linamarin yang tidak terhidrolisis pada saat
proses pengolahan (Mkpong et al., 1990). Hidrolisis linamarin oleh
linamarase menghasilkan aseton sianohidrin dan glukosa. Oleh sebab itu,
penurunan kandungan sianida pada umbi singkong sangat diperlukan untuk
keamanan pangan. Umbi singkong menghasilkan linamarase (Mkpong et al.,
1990).

2. Castor Bean (Biji Kasturi)

13

Castor bean atau biji kasturi yang sering disebut sebagai jarak pagar
dengan nama latin Ricinus comunis, ternyata mengandung racun yang sangat
berbahaya bagi manusia. Racunyang terkandung disebut ricin yang sangat
berbahaya bagi manusia. Walaupun minyak jarak digunakan sebagai bahan
tambahan makanan dalam permen dan coklat. Namun demikian kita tidak
pernah keracunan, karena ricin yang terkadung dalam biji jarak ketika
diekstraksi untuk memperoleh minyaknya, molekul ricin tidak bercampur
dengan dengan minyak sehingga terbuang sebagai hasil samping.
Risin merupakan suatu protein globular dengan bobot molekul 66 kDa
(kilo dalton) tersusun atas dua buah rantai yang saling berhubungan, yaitu
rantai A (32 kDa) dan rantai B (32 kDa). Kedua rantai penyusun risin adalah
suatu glikoprotein, protein yang mengikat gugus karbohidrat manosa.
Keduanya secara kovalen dihubungkan oleh jembatan disulfida. Ditinjau dari
segi fungsinya, kedua rantai penyusun risin berbeda satu sama lain. Rantai A
memiliki aktivitas toksik karena dapat menghambat sintesis protein.
Sedangkan rantai B berfungsi mengikat reseptor permukaan sel yang
mengandung galaktosa.
Walaupun risin termasuk ke dalam kelompok protein, ia berbeda
dengan protein kebanyakan, risin bukan sembarang protein karena risin
adalah protein beracun. Daya racunnya sanggup membunuh manusia, hewan,
dan serangga dalam beberapa jam saja.Ini menjadikan risin sebagai sumber
yang potensial untuk pembuatan senjata biologis.
3. Angels Trumpet (Terompet Malaikat)

14

Angels trumpet atau terompet malaikat atau disebut juga bunga


terompet karena bentuknya yang menyerupai terompet. Bunga terompet
mengandung zat hallucinogen, yakni zat yang dapat menyebabkan
seseoarang mengalami halusinasi. Karena hal inilah bunga terompet
termasuk salah satu narkotika. Kandungan aktifnya dalam bunga terompet
adalah atropine, hyoscyamine dan scopolamine yang diklasifikasikan
sebagai zat penghilang kesadaran atau anticholinergics.
Tingkat toksisitas yang bervariasi tergantung lokasi tanaman, dan
bagian ke bagian, hampir tidak mungkin untuk mengetahui berapa banyak
racun yang Anda telan. Karena hal inilah banyak pengguna yang overdosis
dan meninggal.
4. Daun Saga
Daun saga juga mengandung abrin yang bersifat sangat toksik, padahal
daun saga banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk mengobati
berbagai penyakit. Saga (Abrus Precatorius L.) merupakan tanaman yang
banyak digunakan secara tradisional sebagai obat di banyak negara,
diantaranya untuk mengobati epilepsi, batuk dan sariawan. Tanaman ini
merupakan tanaman merambat yang biasa tumbuh liar di hutan, ladang,
halaman dan tempat lain pada ketinggian 300 sampai 1000 m dari
permukaan laut.

15

Dari literatur yang ada diketahui bahwa tumbuhan saga mengandung


flavonoid, bagian antena dari saga mengandung isoflavanquinone dan
abruquinone B yang aktif sebagai antitubercular, antiplasmodial dan
abruquinoneG yang aktif sebagai antiviral dan punya sifat toksisitas.
Biji saga mengandung flavonol glukosida, proksimat dan protein yang
kaya akan asam amino esensial. Biji saga juga kaya akan senyawa abrin
yang dapat menyebabkan apoptosis terhadap kultur sel leukemia. Tanaman
lain yang satu genus dengan saga juga telah banyak diteliti seperti Abrus
aglutinin yang dapat digunakan sebagai immunostimulant, potensial sebagai
immunomodulator, baik

yang

masih

alami

maupun

yang

sudah

terdenaturasi karena panas.


5. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris)
Racun alami yang dikandung

oleh

kacang

merah

disebut

fitohemaglutinin (phytohaemagglutinin), yang termasuk golongan lektin.


Keracunan makanan oleh racun ini biasanya disebabkan karena konsumsi
kacang merah dalam keadaan mentah atau yang dimasak kurang sempurna.
Gejala keracunan yang ditimbulkan antara lain adalah mual, muntah, dan
nyeri perut yang diikuti oleh diare. Telah dilaporkan bahwa pemasakan
yang kurang sempurna dapat meningkatkan toksisitas sehingga jenis pangan
ini menjadi lebih toksik daripada jika dimakan mentah. Untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya keracunan akibat konsumsi kacang merah,
sebaiknya kacang merah mentah direndam dalam air bersih selama minimal
5 jam, air rendamannya dibuang, lalu direbus dalam air bersih sampai
mendidih selama 10 menit, lalu didiamkan selama 45-60 menit sampai
teksturnya lembut.
6. Pucuk Bambu (Rebung)
Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida
sianogenik. Untuk mencegah keracunan akibat mengkonsumsi pucuk
bambu, maka sebaiknya pucuk bamboo yang akan dimasak terlebih dahulu

16

dibuang daun terluarnya, diiris tipis, lalu direbus dalam air mendidih
dengan penambahan sedikit garam selama 8-10 menit. Gejala keracunannya
mirip dengan gejala keracunan singkong, antara lain meliputi penyempitan
saluran nafas, mual, muntah, dan sakit kepala.
7. Tomat Hijau
Tomat mengandung

racun

alami

yang

termasuk

golongan

glikoalkaloid. Racun ini menyebabkan tomat hijau berasa pahit saat


dikonsumsi. Untuk mencegah terjadinya keracunan, sebaiknya hindari
mengkonsumsi tomat hijau dan jangan pernah mengkonsumsi daun dan
batang tanaman tomat.
8. Seledri
Seledri mengandung senyawa psoralen, yang termasuk ke dalam
golongan kumarin. Senyawa ini dapat menimbulkan sensitivitas pada kulit
jika terkena sinar matahari. Untuk menghindari efek toksik psoralen,
sebaiknya hindari terlalu banyak mengkonsumsi seledri mentah, dan akan
lebih aman jika seledri dimasak sebelum dikonsumsi karena psoralen dapat
terurai melalui proses pemasakan.

9. Zucchini (Semacam Ketimun)


Zucchini mengandung racun alami yang disebut kukurbitasin
(cucurbitacin). Racun ini menyebabkan zucchini berasa pahit. Namun,
zucchini yang telah dibudidayakan (bukan wild type) jarang yang berasa
pahit. Gejala keracunan zucchini meliputi muntah, kram perut, diare, dan
pingsan. Sebaiknya hindari mengkonsumsi zucchini yang berbau tajam dan
berasa pahit.

2.4. Toksik Bersumber Pada Hewan

17

1. Ikan buntal
Ikan buntal berasal dari famili Diodontidae dan berasal dari ordo
Tetraodontiformes. Nama tetraodontifor-mes berasal dari morfologi gigi ikan
ini, yaitu memiliki dua gigi besar pada rahang atas dan bawahnya yang
cukup tajam (BPOM, 2006).
Ikan buntal memiliki kandungan meta-bolit primer yang cukup
lengkap terutama asam aminonya, ikan buntal juga memiliki kandungan
metabolit sekunder seperti racun tetrodotoksin (TTX). Racun ini biasanya
digunakan sebagai alat pertaha-nan diri dari serangan predator. Beberapa
kasus keracunan yang terjadi di Indonesia diantaranya pada tahun 2010 dan
2008 di Cirebon (Seo, 2010). Kasus keracunan ikan buntal juga terjadi di
beberapa daerah seperti Tapanuli tengah, Bengkulu dan Maluku. Meskipun
berbahaya, tetrodoto-xin ternyata dapat dimanfaatkan terutama pada bidang
farmasi. Tetrodotoksin dapat digunakan sebagai obat anastesi lokal (dapat
memblok syaraf). Tetrodo-toksin yang dicampur dengan bupivacaine dan
dexamethasone dapat meningkatkan waktu anastesi (Kohane et al., 2003).
Obat berbahan dasar dari tetrodotoksin yang pertama kali dipasarkan adalah
Tectin, obat ini dikembangkan oleh WEX Pharmaceutical Inc. Dalam dosis
kecil, obat ini sangat mampu mengurangi rasa sakit kronis yang dialami oleh
pasien kanker (Hagen et al., 2007).
2. Nephila sp.
Racun Nephila sp. tidak berbahaya bagi manusia danjarang
menggigit meskipun disentuh dan dirusak jaringnya. Apabila menggigit
hanya meninggalkan luka goresan dikulit. Laba-laba ini lambat apabila
berjalan di atas tanah. Cara kerja racun laba-laba adalah melemahkan (efek
primer) kemudian mematikan (efek sekunder) (Foelix, 1996). Racun labalaba bersifat neurotoksin dan nekrotoksin. Neurotoksin menggangu
18

penjalaran impuls saraf pada saluran ion (ionchannels) dan sinaps,


sedangkan nekrotoksin bekerja pada reaksi yang sistematik misalnya pada
ginjal dan darah (Ori dan Ikeda, 1998). Racun laba-laba yang bersifat
neurotoksin lebih banyak dibandingkan nekrotoksin.
Yosioka et al. (1997) menduga bahwa racun laba-labamengandung
penghambat neuron; penghambat tersebut berisi glutamat sebagai transmitor
dan menimbulkan efek paralisis pada serangga, yakni kondisi tidak dapat
bergerak
(lumpuh) akibat terganggunya sistem saraf serangga. Berdasarkan
latar belakang tersebut diatas racun labalaba
berpotensi sebagai pengendali hayati serangga, namun sampai
sekarang belum diketahui apakah racun laba-laba ini tetap efektif jika
diisolasikan kemudian diaplikasikan kembali pada serangga. Jika racun labalaba dianalogikan sama dengan senyawa bioaktif yang dimiliki oleh tanaman
yang secara statis dapat berfungsi sebagai alat untuk memproteksi diri maka
perlu diteliti juga potensi racun laba-laba sebagai insektisida alami.

3. Bisa Ular
Gigitan ular adalah salah satu bentuk yang paling umum dari
keracunan oleh racun

alami di

seluruh

dunia. Banyak bisa

ular serupa

dalam modus tindakan dan konstituen, menjadi campuran protein atau


polipeptida. Racun campuran dan akibatnya menimbulkan berbagai efek.
Misalnya, adanya protein asing dapat menyebabkan reaksi anafilaksis,
meskipun hal ini jarang terjadi dan reaksi alergi tersebut dapat menyebabkan
kematian dalam beberapa menit. Komponen enzim dapat mencerna berbagai
berbagai konstituen jaringan baik di lokasi aksi, menyebabkan nekrosis
lokal, atau di tempat lain menyebabkan efek sistemik.
19

Misalnya, gigitan ular Diamondback, ular yang

paling

beracun di

Amerika Serikat, memproduksi edema yang sangat menyakitkan dalam


beberapa menit. mual, muntah dan diare dapat terjadi dan efek jantung,
seperti penurunan tekanan
cepat. Sistem

saraf

darah

pusat dapat

arteri sistemik dan lemah serta nadi


dipengaruhi, menyebabkankelumpuhan

pernapasan. Anemia hemolitik dan haemoglobinuria kadang-kadang terjadi,


dan mungkin ada trombosis dan perdarahan. Permeabilitas pembuluh darah
dan konduksi seraf bisa berubah dan anoksia serebral, edema paru dan gagal
jantung juga berkembang.
Banyak fosfolipida ditemukan dalam racun ular kadang-kadang
menyebabkan intravaskular hemolisis dengan tindakan langsung pada
membran sel darah merah. Sebagian besar bisa ular mengandung
phospodiesterase yang menyebabkan polinukleotida.
4. Macam-macam Jenis Racun yang Dihasilkan Oleh Hewan
a. Tetrodotoxin
Racun ini ditemukan dalam ikan puffer, kadal dan bakteri dan telah
dipelajari secara ekstensif. Ikan dimakan sebagai makanan lezat di Jepang
dan asalkan ikan tersebut dipersiapkan dengan benar sehingga bisa
dimakan dan

aman. Namun,

kematian yang

terjadi

yang dihasilkan

dari persiapan yang salah pada ikan dan sekitar 60 persen kasus
keracunan yang fatal.
Tetrodotoxin dan ichthyocrinotoxin yang ditemukan alam telur, hati
dan kulit ikan. Tetrodoxin adalah racun saraf yang sangat kuat,
mematikan pada dosis sekitar 10 G Kg/1 berat badan.
Efek awal adalah kesemutan di mulut diikuti dalam 10-45 menit
dengan otot inkoordinasi, air

liur, kulit mati

rasa, muntah,

diare dan

kejang-kejang.

20

Hasil Kematian dari kelumpuhanotot rangka. Sensorik serta saraf


motorik terpengaruh dan diyakini bahwa tetrodoxin selektif menghambat
saluran natrium sepanjang akson, mencegah potensial aksi.
b. Chlorotoxin
Chlorotoxin (Cltx) adalah senyawa aktif yang ditemukan di racun
kalajengking.Memiliki kemampuan untuk

menghambat

konduktansi

saluran klorida. Terkena Cltx dalam dosis yang banyak dapat


mengakibatkan kelumpuhan melalui gangguan saluran ion. Mirip dengan
toksin botulinm. Cltx telah terbukti memiliki nilai terapeutik yang
signifikan.

Bukti

menunjukkan

bahwa

Cltx

dapat

menghambat

kemampuan untuk glioma untuk menyusup jaringan saraf yang sehat di


otak, secara signifikan mengurangi kerugian invasif potensial yang
disebabkan oleh tumor.
c. Conotoxin
Conotoxin mewakili kategori racun yang

dihasilkan

oleh siput

kerucut yang hidup di laut, dan mampu menghambat aktivitas sejumlah


saluran ion seperti

kalsium, natrium, kalium atau saluran. Dalam

banyak kasus, racun yang dikeluarkan oleh berbagai jenis siput kerucut
mencakup berbagai conotoxins, yang mungkin khusus untuk saluran ion
yang berbeda, sehingga menciptakan racun yang mampu meluas
gangguan fungsi racun.
Salah satu bentuk unik conotoxins, -conotoxin (.-CgTx) sangat
spesifik untuk
dalam mengisolasi

saluran Ca dan
racun

telah

menunjukkan kegunaan

dari sistem. Sebagaikalsium fluks diperlukan

untuk rangsangan yang tepat dari sel, setiap penghambat signifikan dapat
mencegah sejumlah besar fungsionalitas. Secara signifikan,

21

CgTx mampu mengikat dan menghambat saluran kalsium yang terletak


di membran neuron tapi bukan dari sel-sel otot.
d. Apitoxin
Apitoxin atau madu racun lebah, adalah cairan tak berwarna dan
pahit.Bagian aktif dari racun adalah campuran kompleks protein, yang
menyebabkan

peradangan

lokal

dan

bertindak

sebagai

antikoagulan.Racun ini diproduksi dalam perut lebah pekerja dari


campuran sekresi asam dan basa. Apitoxin bersifat asam (pH 4,5-5,5).
Sebuah lebah madu dapat menyuntikkan 0,1 mg racun melalui penyengat
nya. Apitoxin mirip dengan jelatang toksin.Diperkirakan bahwa 1% dari
populasi alergi terhadap sengatan lebah.Racun lebah terapi digunakan
oleh beberapa sebagai pengobatan untuk rematik dan penyakit sendi
karena antikoagulan dan sifat anti-inflamasi.Hal ini juga digunakan untuk
menurunkan rasa mudah terpengaruh orang alergi terhadap sengatan
serangga.Terapi racun lebah juga dapat disampaikan dalam bentuk Bee
Venom

Balm

meskipun

ini

mungkin

kurang

ampuh

daripada

menggunakan sengatan lebah hidup.

Komponen utama yang terdiri dari 52% melittin peptida racun.

Melittin adalah agen anti-inflamasi yang kuat dan menginduksi

produksi kortisol dalam tubuh.


Apamin meningkatkan produksi

adrenal.Apamin adalah neurotoksin ringan.


Adolapin, terdiri dari 2-5% dari peptida, bertindak sebagai anti-

inflamasi dan analgesik karena blok siklooksigenase.


Fosfolipase A2 berjumlah 10-12% dari peptida dan merupakan

kortisol

dalam

kelenjar

komponen yang paling merusak apitoxin.Ini adalah enzim yang

22

merusak fosfolipid membran sel yang terbuat dari.Hal ini juga


menyebabkan penurunan tekanan darah dan menghambat pembekuan
darah.Fosfolipase

A2

mengaktifkan

asam

arakidonat

yang

dimetabolisme dalam siklus siklooksigenase untuk membentuk


prostaglandin.Prostaglandin mengatur respon inflamasi tubuh.Toksin

dari tawon mengandung fosfolipase A1.


Hyaluronidase terdiri 1-3% dari peptida melebarkan kapiler

menyebabkan
Histamin terdiri 0,5-2% dan terlibat dalam respon alergi.
Dopamin dan noradrenalin yang terdiri 1-2% peningkatan denyut

nadi.
Protease inhibitor terdiri 2% dan bertindak sebagai agen anti-

inflamasi dan menghentikan pendarahan.


Tertiapin juga merupakan komponen dalam racun lebah.

e. Stromatoxin
Pertama

kali

diidentifikasi

dalam

racun

tarantula

Afrika Stromatopelma calceatum (yang featherleg babon laba-laba).


Singkatan teknis untuk toksin adalah ScTx1. Stromatoxin adalah peptida
yang terdiri dari 34 asam amino yang dimiliki struktural 'inhibitor sistein
simpul' peptida laba-laba. Toksin diidentifikasi menggunakan skrining
sistematis dari efek racun dari beberapa spesies tarantula pada KV2saluran Xenopus laevis (katak bercakar Afrika) .Bioassay fraksinasi
dipandu dan kromatografi diidentifikasi stromatoxin sebagai komponen
fungsional.
Pengaruh

stromatoxin

pada

saluran

kalium,

penghambatan

maksimal tercapai antara -30 dan 0 mV, sedangkan penghambatan parsial


pada nilai lebih positif dari +10 mV. Meskipun saluran masih bisa
diaktifkan, depolarisasi jauh lebih besar diperlukan.Dengan menghalangi
saluran kalium, stromatoxin memiliki berbagai macam tindakan. Saluran
23

target dapat ditemukan dalam jaringan jantung, neuron dan sel-sel otot
polos. Dalam sel jantung, peran mereka lebih terfokus pada ketinggian
dan durasi dari fase plateau potensial aksi, repolarisasi membran sel,
refractoriness jantung dan otomatisitas. Dalam sistem saraf, tipe A dan
saluran kalium menentukan membran potensial istirahat, tindakan
potensial durasi dan repolarisasi. Jadi, toksin terlibat dalam rangsangan
membran,

pelepasan

hormon,

dan

transduksi

sinyal

dan

pengolahan.Pengaruh toksin sangat bervariasi dengan jaringan di mana


saluran disajikan.Stromatoxin misalnya melarang apoptosis pada enterosit
dan menghambat penyempitan myogenic di (tikus) arteri serebral.
f. Vanillotoxins (VaTxs, subtipe VaTx1, VaTx2, VaTx3)
Vanillotoksin adalah neurotoksin yang ditemukan dalam racun
tarantula Psalmopoeus cambridgei.Vanillotoksin bertindak sebagai agonis
untuk reseptor transien potensial kation saluran subfamili anggota V 1
(TRPV1), mengaktifkan sistem sensorik nyeri.VaTx1 dan 2 juga
bertindak sebagai antagonis untuk KV2-jenis tegangan-gated saluran
kalium (KV2), mendorong perilaku lumpuh pada hewan kecil.
P. cambridgei, tarantula dari Trinidad, menggunakan racun untuk
melumpuhkan mangsanya. Di antara senyawa lain, racun ini memiliki
semua tiga subtipe dari VaTxs: VaTx1, VaTx2, dan VaTx3. Nama racun
ini berasal dari reseptor vanilloid TRPV1, dimana VaTxs mengikat..
Vanillotoxins memiliki homologi dekat dengan inhibitor sistein
simpul (ICK) racun lain. ICK racun yang paling dikenal sebagai blocker
saluran kation.Struktur yang tepat dari VaTxs belum disimpulkan,
meskipun beberapa model awal telah diajukan.VaTxs adalah 53-82%
identik dalam urutan asam amino. VaTx1 dan VaTx2 memiliki struktur
hampir sama, sementara VaTx3 menunjukkan beberapa keragaman yang
ekstrusi lingkaran protein.
24

Pada manusia, efek VaTxs belum sistematis dipelajari.Secara


umum, racun P. cambridgei dikenal untuk menghasilkan rasa sakit, tetapi
jumlah toksin yang hadir dalam gigitan terlalu rendah untuk
menyebabkan masalah kesehatan yang serius.Efek dari VaTxs pada
TRPV1 dan KV2 telah dipelajari dengan menyuntikkan VaTxs subkutan
pada tikus. VaTxs mengikat ke domain pori ekstraselular TRPV1 dalam
sistem saraf perifer menyebabkan pembukaan pori dan kation masuknya,
sehingga memicu aktivasi sistem nyeri. Meskipun arsitektur yang sama
dari TRPV1 dan KV2, VaTx1 dan VaTx2 mengikat ke domain tegangansensing dari KV2 daripada pori-domain. Dengan demikian, mereka
meningkatkan

potensi

ambang

tindakan

dalam

sambungan

neuromuskuler, memunculkan perilaku lumpuh..


g. Onchidal
Onchidal adalah racun alami yang diproduksi sebagai sekresi
defensif oleh molusca Onchidella binneyi dan beberapa spesies terkait
lainnya

di

Onchidella.

Onchidal

bertindak

sebagai

inhibitor

acetylocholinesterase ireversibel mekanisme yang sama pada aksi seperti


yang dari agen saraf yang mematikan, namun onchidal bukanlah suatu
senyawa organofosfat atau karbamat dan sedikit memiliki kemiripan
dengan senyawa lain.
h. Batrachotoxins (BTX)
BTX sangat ampuh untuk kardiotoksik dan neurotoksik, alkaloid
steroid ditemukan pada spesies tertentu katak (racun katak panah),
kumbang, dan burung (Ifrita kowaldi, Colluricincla megarhyncha). BTX
adalah neurotoxin non-peptidal dikenal paling kuat.Batrachotoxin berasal
dari kata Yunani "batrachos" () yang berarti katak, dan "toxine"
() yang berarti racun.
25

Lebih dari 100 racun telah diidentifikasi dari sekresi kulit katak
anggota keluarga Dendrobatidae, terutamaDendrobates dan Phyllobates.
Anggota dari genus Dendrobates, Ranitomeya, dan Oophaga juga dikenal
sebagai "racun panah" atau "racun panah" katak. Namun, hanya katak dari
genus Phyllobates menghasilkan batrachotoxin sangat mematikan. Salah
satu contoh ini akan menjadi Phyllobates terribilis, juga dikenal sebagai
Golden Poison katak. Katak ini dianggap oleh beberapa orang untuk
menjadi salah satu hewan paling beracun di dunia.Racun merembes
melalui pori-pori, folikel rambut, dan lecet.
Toksin dilepaskan melalui sekret berwarna atau susu dari kelenjar
yang terletak di bagian belakang dan di belakang telinga katak
dari Phyllobates. Ketika salah satu dari katak ini adalah gelisah, merasa
terancam atau merasa sakit, toksin refleks dirilis melalui beberapa kanal.
BTX Sebagai neurotoxin yang mempengaruhi sistem saraf.Fungsi
neurologis tergantung pada depolarisasi saraf dan serat otot akibat
peningkatan

permeabilitas

ion

natrium

dari

membran

sel

bersemangat.Racun larut dalam lemak seperti batrachotoxin tindakan


langsung pada saluran ion natrium terlibat dalam generasi potensial aksi
dan dengan memodifikasi baik selektivitas ion dan sensitivitas
tegangan.Ini memiliki efek langsung pada sistem saraf perifer
(PNS).Batrachotoxin di PNS menghasilkan peningkatan permeabilitas
(selektif dan ireversibel) dari membran sel beristirahat untuk ion natrium,
kalium tanpa mengubah atau konsentrasi kalsium. Masuknya natrium
depolarizes membran sel sebelumnya terpolarisasi. Batrachotoxin juga
mengubah selektivitas ion dengan meningkatkan permeabilitas saluran
terhadap kation yang lebih besar.Saluran natrium menjadi terus-menerus
aktif pada potensial membran.Batrachotoxin membunuh secara permanen
dengan menghalangi transmisi sinyal saraf ke otot.

26

Dalam laymans, batrachotoxin mengikat dan tidak membuka


saluran natrium sel saraf tersebut.Neuron ini tidak lagi mampu
'menembak' (mengirim pesan) dan menyebabkan kelumpuhan.Meskipun
umumnya diklasifikasikan sebagai neurotoxin, batrachotoxin telah
menandai efek pada otot-otot jantung.Efek ini mirip dengan efek
kardiotoksik digitalis (digoxin), racun yang ditemukan di pabrik foxglove.
Batrachotoxin mengganggu konduksi jantung, menyebabkan aritmia,
ekstrasistol, fibrilasi ventrikel dan perubahan lain yang menyebabkan
serangan jantung. Batrachotoxin menginduksi asetilkolin pada saraf dan
otot dan penghancuran vesikel sinaptik, juga.Batrachotoxin R lebih
beracun dibandingkan terkait batrachotoxinin A.
Perubahan struktural dalam saraf dan otot disebabkan oleh arus
besar ion natrium, yang menghasilkan perubahan osmotik.Kegiatan
Batrachotoxin bergantung pada suhu, dengan aktivitas maksimum pada
37C (99F). Kegiatannya juga lebih cepat pada pH basa, yang
menunjukkan bahwa bentuk unprotonated mungkin lebih aktif.
Saat ini tidak ada obat penawar yang efektif ada untuk pengobatan
keracunan batrachotoxin. Veratridine, aconitine dan grayanotoxin seperti
batrachotoxin adalah racun larut dalam lemak yang sama mengubah
selektivitas ion dari saluran natrium, menunjukkan situs umum tindakan.
Karena kesamaan ini, pengobatan untuk keracunan batrachotoxin terbaik
mungkin mencontoh, atau berdasarkan, pengobatan untuk salah satu
racun tersebut.Pengobatan juga dapat dimodelkan setelah itu untuk
digitalis, yang menghasilkan efek kardiotoksik agak mirip.
i. Bufotoxins
Bufotoxin adalah keluarga zat beracun yang ditemukan di paratoid
kelenjar kulit dan racun yang banyak ada di kodok (genus Bufo); amfibi
lainnya dan beberapa tanaman jamur. Komposisi yang tepat sangat
27

bervariasi dengan sumber tertentu toksin. Bufotoxin dapat berisi 5-MeoDMT,

bufagins,

butafolin,

bufotenine,

bufothionine,

epinefrin,

norepinefrin, dan serotonin. Istilah bufotoxin juga dapat digunakan secara


khusus

untuk

menggambarkan

konjugat

dari

bufagin

dengan

suberylargine.
Kodok yang diketahui mensekresikan bufotoxin adalah antara lain
Bufo alvarius, Bufo americanus, Bufo arenarum, Bufo blombergi, Bufo
bufo, Bufo gargarizans, Bufo formosus, Bufo fowleri, Bufo marinus, Bufo
melanostictus, Bufo peltocephalus, Bufo quercicus, Bufo regularis, Bufo
valliceps, Bufo viridis, dan Bufo vulgaris.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Toksis merupakan zat padat, cair atau gas yang dapat mengganggu proses
kehidupan sel suatu organisme. Dalam hubungannya dengan biologi, zat racun
atau toksik adalah zat yang menyebabkan luka, sakit, dan kematian organisme,

28

biasanya dengan reaksi kimia atau aktifitas lainnya dalam skala molekul. Salah
satu bahan kimia yang bersifat toksik adalah pestisida.
Zat toksin dapat berasal dari bahan kimia seperti pestisida, dapat juga
berasal dari tumbuhan seperti umbi singkomg dan juga yang berasal dari hewan
seperti hewan kalajengking.

3.2. Saran
Semoga makalah ini dapat menjadikan tambahan ilmu bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya. Namun, penulis juga membutuhkan
kritik yang membangun untuk menjadikan tambahan ilmu bagi penulisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Keracunan pangan akibat bakteri patogen.Sentra informasi keracunan


nasional, Badan POM RI.
Anonim, 2012. Racun alami pada tanaman pangan. Sentra informasi keracunan nasional
BPOM RI.

29

Anonim, 2013. Plant toxins and antinutrients, genetically engineered organisms - public
issues education project.
Manyur, 2002. T o k s i k o l o g i agent-agent toksis & pemaparan. USU digital library.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Timbrell, John. 2003. Introduction to Toxicology Third Edition. New york: Taylor and
Francis Inc
Askurrahman. 2010. Isolasi Dan Karakterisasi Linamarase Hasil Dari Umbi Singkong
( Manihot Esculenta Crantz ). Vol. 4, No.2 : 138 145.
E Deskawati, Sri Purwaningsih dan Purwantiningsih. 2014. Karakterisasi dan uji toksisitas
ikan buntal dari perairan pamengpeuk, jawa barat. Vol. 6, No.1 : 101-107
Maryana Raini. 2007. Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida.
Vol. 17, No. 3 : 10-18.
Yayan Sanjaya, Tina Safaria. 2006. Toksisitas racun laba-laba Nephila.sppada larva Aedes
aegypty L. Vol. 7, No. 2 :191-194.

30

Anda mungkin juga menyukai