PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bertambahnya
jumlah
penduduk
disertai
dengan
meningkatnya
pada tahun 2009 tercatat 260.995 ton, menurun 1.810 ton atau 0,89%
dibandingkan dengan produksi tahun 2006 yang mencapai 262.776 ton.
Penurunan tersebut terjadi sejak tahun 2006 jika dibandingkan dengan produksi
tahun 2005 sebesar 207.032 ton.
Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil
pertanian bahan pangan atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung
maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup juga
senyawa turunan pestisida, seperti senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa
hasil reaksi dan zat pengotor yang dapat bersifat toksik (Sakung, 2004).
Berbagai informasi mengenai dampak buruk pestisida kimia mengemuka.
Suatu penelitian yang dilakukan pada tahun 1983 menduga bahwa sekitar 1.000
orang meninggal setiap tahun di negara-negara berkembang akibat keracunan
pestisida kimia dan sekitar 400.000 orang mengalami penderitaan akut (World
Commision on Environmen and Development, 1987 dalam Kardinan, 2009).
Pestisida kimia berdampak buruk terhadap lingkungan dan juga kesehatan
manusia.
Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida kimia terhadap keselamatan
nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. Telah disadari bahwa
pestisida dapat mengakibatkan keterpaparan terutama terhadap penjama
pestisida yang bekerja kurang hati-hati dan tidak mengikuti petunjuk petunjuk
yang telah ditetapkan begitupun dengan orang yang mengkonsumsi hasil
pertanian tersebut. Penggunaan pestisida pada tanaman sayuran di dataran
tinggi tergolong sangat intensif, hal ini terutama disebabkan kondisi iklim yang
sejuk dengan kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi menciptakan
kondisi yang baik untuk perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman
(Munarso, dkk., 2006).
Sewaktu
insektsida
organfosfat
terpajan
kepada
seseorang,
akumulasi ini akan menyebabkan diare, urinisasi tanpa sadar, bronko konstriksi,
miosis. (Alegantina, Sukmayati., dkk. 2005 )
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Proteksi Tanaman
Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Pinrang pada, kacang panjang telah
ditemukan adanya residu klorpirifos sebeasar 0,0105 mg/kg dan residu
Metidation sebesar 0,0086 mg/kg. Hasil ini sudah melewati Batas Maksimum
Residu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk hasil pertanian
terutama pada kacang kacangan yaitu 0,01 mg/kg dan telah dikategorikan
tidak aman, hal ini harus di waspadai mengingat bahaya klorpirifos pada tubuh
manusia. Untuk mengetahui kandungan residu pestisida Klorpirifos dan
Metidation , maka peneliti akan meneliti kandungan Residu Pestisida
Klorpirifos dan Metidation dalam Sayuran Kacang Panjang (Vigna.
sesquipedalis) di Pasar Tradisional ( Pasar Pannampu ) dan Pasar Modern
( Lotte Mart Panakukang Kota Makassar). Lotte Mart Panakukang dipilih
sebagai tempat penelitian karena merupakan pasar modern terbesar di Makassar
sedangkan pasar Pannampu dipilih sebagai tempat penelitian karena tempatnya
strategis dan salah satu pasar tradisional terbesar di Makassar.
1.2
Tujuan
1.
2.
3.
4.
1.3
Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
Toksis merupakan zat padat, cair atau gas yang dapat mengganggu proses
kehidupan sel suatu organisme. Dalam hubungannya dengan biologi, zat racun
atau toksik adalah zat yang menyebabkan luka, sakit, dan kematian organisme,
biasanya dengan reaksi kimia atau aktifitas lainnya dalam skala molekul. Salah
satu bahan kimia yang bersifat toksik adalah pestisida.
2.2. Pestisida
Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Ada
berbagai
jenis
hama.
Hama
yang
paling
sering
ditemukan
adalah
sedikit sekali. Tetapi, kadar ini mungkin akan lebih tinggi bila pestisida
it uterus bertahan di lingkungan dan/atau mempunyai kecenderungan
untuk biomagnifikasi. Dalam kasus belakangan ini, konsentrasi suatu
pestisida terus meningkat sementara zat ini bergerak melalui rantai
trofik.Bila konsentrasinya dalam suatu organisme telah tinggi, pengaruh
buruk telah terjadi.Contohnya elang botak hampir punah, karena kulit
telurnya mudah pecahakibat efek toksik DDT yang terkumpul secara
biologis melalui rantai makanan yang tercemar.Pencemaran lingkungan
semacam itu dapat juga mempengaruhi kesehatan manusia lewat tanah
dan air yang tercemar yang kemudian mencemari produk makanan
manusia dan air minum.
2.2.2. Penggolongan pestisida
Pestisida biasanya dikelompokkan berdasarkan penggunaannya dan
sifat kimianya.Kelompok utama pestisida adalah sebagai berikut.
Insektisida organofosfat
Insektisida ini adalah ester asam fosfat atau asam tiofosfat,
masing-masing diwakili oleh diklorvos dan paration.Mereka bekerja
menghambat asetilkolinesterase (AChE), mengakibatkan akumulasi
asetilkolin (ACh).ACh yang berlebihan menyebabkan berbagai
jenis simtom dan tanda-tanda. Beratnya gejala kurang lebih
berkolerasi dengan tingkat penghambatan kolinesterase dalam
darah, tetapi hubungan yang tepat tergantung pada senyawanya
(Wills, 1972).
Selain paration dan diklorvos, pestisida lain dalam kelompok
ini antara lain adalah paration-metil, azinfos-metil (gution),
Insektisida karbamat
Kelompok ini merupakan ester asam N-metilkarbamat.Zat ini
juga bekerja menghambat AChE.Tetapi, pengaruhnya terhadap
enzim tersebut jauh lebih reversibel daripada efek insektisida
organofosfat.Insektisida dari kelas ini antara lain adalah karbaril
(sevin), aldikarb (Temik), karbofuran, metomil, dan propoksur
(Baygon). Selain itu, tanda tanda toksisitas karbamat muncul lebih
cepat; juga, rentang dosis yang menyebabkan efek toksik minor dan
efek letal cukup besar, dengan alasan ini, berdasarkan toksisitas
akut, karbamat lebih aman daripada insektisida organofosfat.
Insektisida organoklorin
Insektisida ini meliputi turunan etana berklor, siklodien, dan
heksaklorosikloheksan. Beberapa bahan kimia ini (misalnya DDT)
diperkenalkan dalam tahun 1940-an dan dipergunakan secara luas
dalam pertanian dan program kesehatan. DDT dipergunakan karena
toksisitas akutnya relatif rendah dan mampu bertahan lama dalam
lingkunagn sehingga tidak perlu disemprotkan berulang kali.Tetapi,
kemampuannya
bertahan
dalam
lingkungan
belakangan
ini
kontak.Zat
ini
juga
suatu
neurotoksikan.Reteron
dan
baculovirus
pada
serangga
Herbisida
Ada beberapa jenis herbisida yang toksisitasnya pada hewan
belum diketahui dengan pasti.
Senyawa
klorofenoksi,
misalnya
2,4-D
(2,4-asam
Fungisida
Senyawa merkuri, misalnya metil dan etilmerkuri merupakan
fungisid yang sangat efektif dan telah dipergunakan secara luas
untuk mengawetkan butir padi-padian.Tetapi, beberapa kecelakaaan
tragis yang menyebabkan banyak kematian dan kerusakan neurologi
menetap terjadi akibat penggunaannya.Karena adanya fakta ini,
bahan kimia tersebut kini tidak digunakan lagi.
Dikarboksimida
antara
lain
adalah
dimetiltiokarbomat
10
rendah
sehingga
dipergunakan
secara
luas
dalam
Rodentisida
Warfarin adalah suatu antikoagulan yang bekerja sebagai
antimetabolit
vitamin
K,
dengan
demikian
menghambat
glikosida
sklilaren-A dan
B.
Glikosida
ini
11
Fumigan
Sesuai dengan namanya, kelompok pestisida ini mencakup
beberapa gas, cairan yang mudah menguap, dan zat padat yang
melepaskan berbagai gas lewat reaksi kimia.Dalam bentuk gas, zat
ini menembus daerah penyimpanan dan tanah untuk mengendalikan
serangga-serangga, hewan pengerat, dan nematoda tanah.Banyak
fumigan, misalnya akrilonitril, kloropikrin, dan etilen dibromid,
adalah zat kimia relatif dan digunakan secara luas dalam indusstri
kimia. Karena karsinogenitas etilen dibromid, 1,3-dikloropropen
telah dipergnakan secara lebih luas. Tetapi, zat ini tampak juga
bersifat karsinogenik (Yang, 1986).
12
13
Castor bean atau biji kasturi yang sering disebut sebagai jarak pagar
dengan nama latin Ricinus comunis, ternyata mengandung racun yang sangat
berbahaya bagi manusia. Racunyang terkandung disebut ricin yang sangat
berbahaya bagi manusia. Walaupun minyak jarak digunakan sebagai bahan
tambahan makanan dalam permen dan coklat. Namun demikian kita tidak
pernah keracunan, karena ricin yang terkadung dalam biji jarak ketika
diekstraksi untuk memperoleh minyaknya, molekul ricin tidak bercampur
dengan dengan minyak sehingga terbuang sebagai hasil samping.
Risin merupakan suatu protein globular dengan bobot molekul 66 kDa
(kilo dalton) tersusun atas dua buah rantai yang saling berhubungan, yaitu
rantai A (32 kDa) dan rantai B (32 kDa). Kedua rantai penyusun risin adalah
suatu glikoprotein, protein yang mengikat gugus karbohidrat manosa.
Keduanya secara kovalen dihubungkan oleh jembatan disulfida. Ditinjau dari
segi fungsinya, kedua rantai penyusun risin berbeda satu sama lain. Rantai A
memiliki aktivitas toksik karena dapat menghambat sintesis protein.
Sedangkan rantai B berfungsi mengikat reseptor permukaan sel yang
mengandung galaktosa.
Walaupun risin termasuk ke dalam kelompok protein, ia berbeda
dengan protein kebanyakan, risin bukan sembarang protein karena risin
adalah protein beracun. Daya racunnya sanggup membunuh manusia, hewan,
dan serangga dalam beberapa jam saja.Ini menjadikan risin sebagai sumber
yang potensial untuk pembuatan senjata biologis.
3. Angels Trumpet (Terompet Malaikat)
14
15
yang
masih
alami
maupun
yang
sudah
oleh
kacang
merah
disebut
16
dibuang daun terluarnya, diiris tipis, lalu direbus dalam air mendidih
dengan penambahan sedikit garam selama 8-10 menit. Gejala keracunannya
mirip dengan gejala keracunan singkong, antara lain meliputi penyempitan
saluran nafas, mual, muntah, dan sakit kepala.
7. Tomat Hijau
Tomat mengandung
racun
alami
yang
termasuk
golongan
17
1. Ikan buntal
Ikan buntal berasal dari famili Diodontidae dan berasal dari ordo
Tetraodontiformes. Nama tetraodontifor-mes berasal dari morfologi gigi ikan
ini, yaitu memiliki dua gigi besar pada rahang atas dan bawahnya yang
cukup tajam (BPOM, 2006).
Ikan buntal memiliki kandungan meta-bolit primer yang cukup
lengkap terutama asam aminonya, ikan buntal juga memiliki kandungan
metabolit sekunder seperti racun tetrodotoksin (TTX). Racun ini biasanya
digunakan sebagai alat pertaha-nan diri dari serangan predator. Beberapa
kasus keracunan yang terjadi di Indonesia diantaranya pada tahun 2010 dan
2008 di Cirebon (Seo, 2010). Kasus keracunan ikan buntal juga terjadi di
beberapa daerah seperti Tapanuli tengah, Bengkulu dan Maluku. Meskipun
berbahaya, tetrodoto-xin ternyata dapat dimanfaatkan terutama pada bidang
farmasi. Tetrodotoksin dapat digunakan sebagai obat anastesi lokal (dapat
memblok syaraf). Tetrodo-toksin yang dicampur dengan bupivacaine dan
dexamethasone dapat meningkatkan waktu anastesi (Kohane et al., 2003).
Obat berbahan dasar dari tetrodotoksin yang pertama kali dipasarkan adalah
Tectin, obat ini dikembangkan oleh WEX Pharmaceutical Inc. Dalam dosis
kecil, obat ini sangat mampu mengurangi rasa sakit kronis yang dialami oleh
pasien kanker (Hagen et al., 2007).
2. Nephila sp.
Racun Nephila sp. tidak berbahaya bagi manusia danjarang
menggigit meskipun disentuh dan dirusak jaringnya. Apabila menggigit
hanya meninggalkan luka goresan dikulit. Laba-laba ini lambat apabila
berjalan di atas tanah. Cara kerja racun laba-laba adalah melemahkan (efek
primer) kemudian mematikan (efek sekunder) (Foelix, 1996). Racun labalaba bersifat neurotoksin dan nekrotoksin. Neurotoksin menggangu
18
3. Bisa Ular
Gigitan ular adalah salah satu bentuk yang paling umum dari
keracunan oleh racun
alami di
seluruh
ular serupa
paling
beracun di
saraf
darah
pusat dapat
aman. Namun,
kematian yang
terjadi
yang dihasilkan
dari persiapan yang salah pada ikan dan sekitar 60 persen kasus
keracunan yang fatal.
Tetrodotoxin dan ichthyocrinotoxin yang ditemukan alam telur, hati
dan kulit ikan. Tetrodoxin adalah racun saraf yang sangat kuat,
mematikan pada dosis sekitar 10 G Kg/1 berat badan.
Efek awal adalah kesemutan di mulut diikuti dalam 10-45 menit
dengan otot inkoordinasi, air
rasa, muntah,
diare dan
kejang-kejang.
20
menghambat
konduktansi
Bukti
menunjukkan
bahwa
Cltx
dapat
menghambat
dihasilkan
oleh siput
banyak kasus, racun yang dikeluarkan oleh berbagai jenis siput kerucut
mencakup berbagai conotoxins, yang mungkin khusus untuk saluran ion
yang berbeda, sehingga menciptakan racun yang mampu meluas
gangguan fungsi racun.
Salah satu bentuk unik conotoxins, -conotoxin (.-CgTx) sangat
spesifik untuk
dalam mengisolasi
saluran Ca dan
racun
telah
menunjukkan kegunaan
untuk rangsangan yang tepat dari sel, setiap penghambat signifikan dapat
mencegah sejumlah besar fungsionalitas. Secara signifikan,
21
peradangan
lokal
dan
bertindak
sebagai
Balm
meskipun
ini
mungkin
kurang
ampuh
daripada
kortisol
dalam
kelenjar
22
A2
mengaktifkan
asam
arakidonat
yang
menyebabkan
Histamin terdiri 0,5-2% dan terlibat dalam respon alergi.
Dopamin dan noradrenalin yang terdiri 1-2% peningkatan denyut
nadi.
Protease inhibitor terdiri 2% dan bertindak sebagai agen anti-
e. Stromatoxin
Pertama
kali
diidentifikasi
dalam
racun
tarantula
stromatoxin
pada
saluran
kalium,
penghambatan
target dapat ditemukan dalam jaringan jantung, neuron dan sel-sel otot
polos. Dalam sel jantung, peran mereka lebih terfokus pada ketinggian
dan durasi dari fase plateau potensial aksi, repolarisasi membran sel,
refractoriness jantung dan otomatisitas. Dalam sistem saraf, tipe A dan
saluran kalium menentukan membran potensial istirahat, tindakan
potensial durasi dan repolarisasi. Jadi, toksin terlibat dalam rangsangan
membran,
pelepasan
hormon,
dan
transduksi
sinyal
dan
potensi
ambang
tindakan
dalam
sambungan
di
Onchidella.
Onchidal
bertindak
sebagai
inhibitor
Lebih dari 100 racun telah diidentifikasi dari sekresi kulit katak
anggota keluarga Dendrobatidae, terutamaDendrobates dan Phyllobates.
Anggota dari genus Dendrobates, Ranitomeya, dan Oophaga juga dikenal
sebagai "racun panah" atau "racun panah" katak. Namun, hanya katak dari
genus Phyllobates menghasilkan batrachotoxin sangat mematikan. Salah
satu contoh ini akan menjadi Phyllobates terribilis, juga dikenal sebagai
Golden Poison katak. Katak ini dianggap oleh beberapa orang untuk
menjadi salah satu hewan paling beracun di dunia.Racun merembes
melalui pori-pori, folikel rambut, dan lecet.
Toksin dilepaskan melalui sekret berwarna atau susu dari kelenjar
yang terletak di bagian belakang dan di belakang telinga katak
dari Phyllobates. Ketika salah satu dari katak ini adalah gelisah, merasa
terancam atau merasa sakit, toksin refleks dirilis melalui beberapa kanal.
BTX Sebagai neurotoxin yang mempengaruhi sistem saraf.Fungsi
neurologis tergantung pada depolarisasi saraf dan serat otot akibat
peningkatan
permeabilitas
ion
natrium
dari
membran
sel
26
bufagins,
butafolin,
bufotenine,
bufothionine,
epinefrin,
untuk
menggambarkan
konjugat
dari
bufagin
dengan
suberylargine.
Kodok yang diketahui mensekresikan bufotoxin adalah antara lain
Bufo alvarius, Bufo americanus, Bufo arenarum, Bufo blombergi, Bufo
bufo, Bufo gargarizans, Bufo formosus, Bufo fowleri, Bufo marinus, Bufo
melanostictus, Bufo peltocephalus, Bufo quercicus, Bufo regularis, Bufo
valliceps, Bufo viridis, dan Bufo vulgaris.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Toksis merupakan zat padat, cair atau gas yang dapat mengganggu proses
kehidupan sel suatu organisme. Dalam hubungannya dengan biologi, zat racun
atau toksik adalah zat yang menyebabkan luka, sakit, dan kematian organisme,
28
biasanya dengan reaksi kimia atau aktifitas lainnya dalam skala molekul. Salah
satu bahan kimia yang bersifat toksik adalah pestisida.
Zat toksin dapat berasal dari bahan kimia seperti pestisida, dapat juga
berasal dari tumbuhan seperti umbi singkomg dan juga yang berasal dari hewan
seperti hewan kalajengking.
3.2. Saran
Semoga makalah ini dapat menjadikan tambahan ilmu bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya. Namun, penulis juga membutuhkan
kritik yang membangun untuk menjadikan tambahan ilmu bagi penulisnya.
DAFTAR PUSTAKA
29
Anonim, 2013. Plant toxins and antinutrients, genetically engineered organisms - public
issues education project.
Manyur, 2002. T o k s i k o l o g i agent-agent toksis & pemaparan. USU digital library.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Timbrell, John. 2003. Introduction to Toxicology Third Edition. New york: Taylor and
Francis Inc
Askurrahman. 2010. Isolasi Dan Karakterisasi Linamarase Hasil Dari Umbi Singkong
( Manihot Esculenta Crantz ). Vol. 4, No.2 : 138 145.
E Deskawati, Sri Purwaningsih dan Purwantiningsih. 2014. Karakterisasi dan uji toksisitas
ikan buntal dari perairan pamengpeuk, jawa barat. Vol. 6, No.1 : 101-107
Maryana Raini. 2007. Toksikologi Pestisida Dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida.
Vol. 17, No. 3 : 10-18.
Yayan Sanjaya, Tina Safaria. 2006. Toksisitas racun laba-laba Nephila.sppada larva Aedes
aegypty L. Vol. 7, No. 2 :191-194.
30