Secara garis besar, senyawa beracun dalam bahan makanan dapat digolongkan menjadi tiga
golongan : senyawa beracun alamiah seperti singkong (mengandung HCN/asam sianida), cendawan
(muskarin), biji bengkuang (pakirizida), jengkol (asam jengkolat), ikan buntal (neurotoksin), sebagian
kerang dan udang; senyawa beracun dari mikroba seperti botulinin yang diproduksi Clostridium
botulinum, toksoflavin dan asam bonkrek yang diproduksi Psedomonas cocovenenans,
enterotoksin yang diproduksi Staphylococcus aureus, mikotoksin yang dproduksi kapang (mold)
atau jamur; dan senyawa beracun oleh residu dan pencemaran seperti pestisida (insektisida, funisida,
dan rodentisida), kontaminasi radioaktif.
2. Singkong
Singkong mengandung racun linamarin dan lotaustralin, yang keduanya termasuk golongan
glikosida sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi pada
akar dan daun. Singkong dibedakan atas dua tipe, yaitu pahit dan manis. Singkong tipe pahit
mengandung kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis. Jika singkong mentah atau yang
dimasak kurang sempurna dikonsumsi, maka racun tersebut akan berubah menjadi senyawa kimia
yang dinamakan hidrogen sianida, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Singkong manis
mengandung sianida kurang dari 50 mg per kilogram, sedangkan yang pahit mengandung sianida
lebih dari 50 mg per kilogram. Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh,
jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari.
Gejala keracunan sianida antara lain meliputi penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit
kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Untuk mencegah keracunan singkong,
sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, kulitnya
dikupas, dipotong-potong, direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu
dimasak sempurna, baik itu dibakar atau direbus. Singkong tipe manis hanya memerlukan
pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar sianida ke tingkat non toksik.
4. Biji buah-buahan
Contoh biji buah-buahan yang mengandung racun glikosida sianogenik adalah apel, aprikot,
pir, plum, ceri, dan peach. Walaupun bijinya mengandung racun, tetapi daging buahnya tidak
beracun. Secara normal, kehadiran glikosida sianogenik itu sendiri tidak membahayakan. Namun,
ketika biji segar buah-buahan tersebut terkunyah, maka zat tersebut dapat berubah menjadi hidrogen
sianida, yang bersifat racun. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong dan pucuk
bambu. Dosis letal sianida berkisar antara 0,5-3,0 mg per kilogram berat badan. Sebaiknya tidak
dibiasakan mengkonsumsi biji dari buah-buahan tersebut di atas. Bila anak-anak menelan sejumlah
kecil saja biji buah-buahan tersebut, maka dapat timbul kesakitan akibat keracunan dan pada
sejumlah kasus dapat berakibat fatal.
5. Kentang
Racun alami yang dikandung oleh kentang termasuk dalam golongan glikoalkaloid, dengan
dua macam racun utamanya, yaitu solanin dan chaconine. Biasanya racun yang dikandung oleh
kentang berkadar rendah dan tidak menimbulkan efek yang merugikan bagi manusia. Meskipun
demikian, kentang yang berwarna hijau, bertunas, dan secara fisik telah rusak atau membusuk dapat
mengandung kadar glikoalkaloid yang tinggi. Racun tersebut terutama terdapat pada daerah yang
berwarna hijau, kulit, atau daerah di bawah kulit. Kadar glikoalkaloid yang tinggi dapat menimbulkan
rasa pahit dan gejala keracunan berupa rasa seperti terbakar di mulut, sakit perut, mual, dan muntah.
Sebaiknya kentang disimpan di tempat yang sejuk, gelap, dan kering, serta dihindarkan dari paparan
sinar matahari atau sinar lampu. Untuk mencegah terjadinya keracunan, sebaiknya kentang dikupas
kulitnya dan dimasak sebelum dikonsumsi.
6. Tomat hijau
Tomat mengandung racun alami yang termasuk golongan glikoalkaloid. Racun ini
menyebabkan tomat hijau berasa pahit saat dikonsumsi. Untuk mencegah terjadinya keracunan,
sebaiknya tidak mengkonsumsi tomat hijau dan jangan pernah mengkonsumsi daun dan batang
tanamam tomat.
8. Seledri
Seledri mengandung senyawa psoralen, yang termasuk ke dalam golongan kumarin. Senyawa
ini dapat menimbulkan sensitivitas pada kulit jika terkena sinar matahari. Untuk menghindari efek
toksik psoralen, sebaiknya hindari terlalu banyak mengkonsumsi seledri mentah, dan akan lebih aman
jika seledri dimasak sebelum dikonsumsi karena psoralen dapat terurai melalui proses pemasakan.
10. Bayam
Asam oksalat secara alami terkandung dalam kebanyakan tumbuhan, termasuk bayam.
Namun, karena asam oksalat dapat mengikat nutrien yang penting bagi tubuh, maka konsumsi
makanan yang banyak mengandung asam oksalat dalam jumlah besar dapat mengakibatkan defisiensi
nutrien, terutama kalsium. Asam oksalat merupakan asam kuat sehingga dapat mengiritasi saluran
pencernaan, terutama lambung. Asam oksalat juga berperan dalam pembentukan batu ginjal. Untuk
menghindari pengaruh buruk akibat asam oksalat, sebaiknya kita tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung senyawa ini terlalu banyak.
B. Racun dari hasil perikanan
Ikan dan kerang terkontaminasi racun dari air tempat mereka hidup. Sebagian besar racun ini
diproduksi oleh ganggang laut. Ikan dan kerang memakan ganggang atau alga yang menghasilkan toksin.
Toksin itu terus menumpuk di tubuh ikan dan kerang. Semakin banyak ganggang atau alga yang dimakan
maka semakin banyak toksin yang menumpuk pada ikan dan kerang. Ada enam sindrom keracunan toksin
alami yang terjadi akibat mengkonsumsi hasil perairan yang telah terkontaminasi yaitu :
• amnesic shellfish poisoning (ASP),
• azaspiracid shellfish poisoning (AZP),
• ciguatera fish poisoning (CFP),
• diarrhetic shellfish poisoning (DSP),
• neurotoxic shellfish poisoning (NSP), dan
• paralytic shellfish poisoning (PSP).
Tugas : Jelaskan tentang keenam sindrom keracunan toksin alami yang terjadi akibat mengkonsumsi
hasil perairan yang telah terkontaminasi ! (kumpul tanggal 8 Juni 2020)
2. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus terdapat pada rongga hidung, kulit, tenggorokan, dan saluran pencernaan
manusia dan hewan. Bahan makanan yang disiapkan menggunakan tangan, seperti :
penyiapan sayuran mentah untuk salad
daging dan produk daging, ayam, telur, salad
produk bakeri, pastry, pai, sandwich, serta susu dan produk susu.
Keracunan oleh S. aureus diakibatkan oleh enterotoksin yang tahan panas yang dihasilkan oleh
bakteri tersebut.
3. Salmonella
Salmonella bersifat patogen pada manusia dan hewan lainnya, dan dapat menyebabkan demam
enterik dan gastroentritis. Diketahui terdapat 200 jenis dari 2.300 serotip Salmonella yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia
4. Shigella
Shigella merupakan bakteri patogen di usus manusia dan primata penyebab shigella (disentri basher).
Makanan yang sering terkontaminasi Shigella adalah salad, sayuran segar (mentah), susu dan produk
susu, serta air yang terkontaminasi. Sayuran segar yang tumbuh pada tanah terpolusi dapat menjadi
faktor penyebab penyakit, seperti disentri basher atau shigellosis yang disebabkan oleh Shigella
5. Vibrio Cholerae
Sebagian besar genus Vibrio ditemukan di perairan air tawar atau air laut, serta merupakan bakteri
patogen dalam budi daya ikan dan udang. Spesies Vibrio yang termasuk patogen adalah V. cholerae,
V. parahaemolyticus, dan V. vulvinicus. Spesies V. chloreae dan V. parahaemolyticus merupakan
sumber kontaminasi silang antara buah dan sayuran mentah.
6. Clostridium botulinum
Senyawa beracun yang diproduksi clostridium botulinum disebut botulinin dan keracunan yang
ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung botulinin disebut botulisme.
Botulinin merupakan neurotoksin yang sangat berbahaya bagi manusia dan sering kali akut dan
menyebabkan kematian.
7. Pseudomonas cocovenenans.
Senyawa beracun yang dapat diproduksi oleh Pseudomonas cocovenenans adalah toksoflavin dan
asam bongkrek. Kedua senyawa beracun tersebut diproduksi dalam jenis makanan yang disebut
tempe bongkrek, suatu tempe yang dibuat dengan bahan utama ampas kelapa.
Pada umumnya tempe bongkrek yang jadi atau berhasil dengan baik (kompak dan berwarna putih)
hanya ditumbuhi kapang tempe rhizopus oligosporus, tetapi tempe yang gagal dan rapuh disamping
R. Oligosporus biasanya juga tumbuh sejenis bakteri yang diebut Pseudomonas cocovenenans,
bakteri yang sebenarnya tidak dikehendaki ada dalam tempe bongkrek. Bakteri inilah yang
menyebabkan terbentuknya toksin dalam tempe bongkrek.
Toksoflavin (C7H7N5O2) merupakan pigmen berwarna kuning, bersifat flouresens, dan stabil
terhadap oksidator. LD50 toksoflavin adalah 1,7 mg per kg berat badan.
Asam bongkrek (C28H38O7) merupakan asam trikarboksilat tidak jenuh. Dosis fatal untuk monyet
1,5 mg per kg berat badan, sedangkan untuk tikus 1,41 kg per berat badan. Asam bongkrek bersifat
sangat fatal dan biasanya merupakan penyebab kematian. Hal ini disebabkan toksin tersebut dapat
mengganggu metabolisme glikogen dengan memobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi
hiperglikimia yang kemudian berubah menjadi hipoglikimia.
Penderita hipoglikimia biasanya meninggal empat hari setelah mengkonsumsi tempe bongkrek yang
beracun. Tempe bongkrek banyak dikonsumsi di daerah Banyumas dan Tegal di Jawa Tengah.