Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI PANGAN DAN PENGOLAHAN

KERUSAKAN PANGAN

Dicky Wirayudha
05031281924028
Shift B/kel roti

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan
mentahnya, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis
pangan lain. Selain untuk menambah ragam pangan, pengolahan pangan juga
bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Penangan
bahan pangan yang tidak benar dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup
tinggi. Kerusakan pangan merupakan perubahan sifat fisik, kimiawi dan
mikrobiologi yang ditolak oleh konsumen pada bahan pangan yang masih segar
maupun yang telah diolah. Perubahan sifat tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti adanya mikroorganisme. Kerusakan bahan pangan dapat
merugikan masyarakat dalam proses konsumsi karena memberikan dampak yang
negatif terhadap kesehatan. Kerusakan bahan pangan dapat dicegah dengan
penambahan senyawa antioksidan dan antimikroba (Gustiani, 2016).
Senyawa antimikroba didefinisikan sebagai senyawa biologis atau kimia yang
dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Zat aktif dalam yang
terkandung dalam beberapa ekstrak tumbuhan diketahui dapat menghambat
beberapa mikroba patogen maupun perusak makanan, sehingga zat aktif yang
terkandung dapat dijadikan sebagai komponen pengawet alami. Semua makluk
hidup memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan
kehidupannya. Bakteri, khamir dan kapang, insekta dan selalu berkompetisi
dengan manusia untuk mengkonsumsi persediaan pangannya. Senyawa organik
yang sangat sensitif dalam bahan pangan, dan keseimbangan biokimia dari
senyawa tersebut, akan mengalami destruksi oleh hampir semua variabel
lingkungan di alam. Panas dan dingin, cahaya, oksigen, kelembaban, kekeringan,
waktu, dan kandungan enzim dalam bahan pangan itu sendiri, semua
cenderung merusakkan bahan pangan (Arini, 2017).
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis kerusakan
bahan pangan melalui pengamatan secara organoleptik, kimia dan mikrobiologi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Pangan


Pada bahan pangan yakni sumber bahan makanan yang bisanya berasal dari
tumbuhan dan hewan, yang dimana bahan makanan itu bisa dimakan atau
dikonsumsi untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi manusia. Yang setiap
makhluk hidup, terutama manusia sangat memerlukan bahan pangan untuk
makan, sebab tanpa makanan, manusia akan sulit dalam mengerjakan aktivitas
sehari-harinya. Makanan bisa membantu manusia dalam mendapatkan energi, dan
membantu pertumbuhan badan dan otak. Walaupun begitu setiap bahan pangan
memiliki kandungan gizi yang berbeda. Protein, karbohidrat dan lemak ialah salah
satu contoh gizi yang akan didapatkan dari bahan pangan. Pengertian pangan
menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan atau minuman (Gustiani, 2016).
Secara garis besar bahan makanan dapat dibedakan menjadi dua
berdasarkan dari sumbernya yaitu bahan makanan hewani dan bahan makan
nabati. Selain itu, bahan pangan juga mengandung zat gizi yang setiap zat gizi
memiliki fungsi yang spesifik namun pada umumnya Zat gizi tersebut
menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam tubuh, untuk
pertumbuhan dan memperbaiki jaringan yang rusak. Zat gizi utama yang
berfungsi sebagai sumber energi adalah karbohidrat, lemak dan protein. Zat gizi
utama untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan adalah protein, lemak,
vitamin, mineral dan air. Zat gizi utama yang berfungsi untuk mengatur proses di
dalam tubuh adalah vitamin, mineral dan air. Untuk itu pada praktikum ini
dilakukan demi mengetahui kerusakan apa saja yang dapat terjadi pada bahan
pangan. Berdasarkan zat gizi tersebuit juga dapat ditentukan makanan yang
kemungkinan kerusakannya lebih cepat.
2.2. Kerusakan Pangan
Kerusakan bahan pangan merupakan perubahan karakteristik fisik dan
kimiawi suatu bahan pangan yang tidak diinginkan atau penyimpangan dari
karakteristik normal. Karakteristik fisik yang dimaksud meliputi sifat organoleptik
seperti warna, tekstur, aroma, dan bentuk. Sedangkan karakteristik kimiawi
meliputi komponen penyusunnya seperti kadar air, karbohidrat, protein, lemak,
mineral, vitamin, pigmen dan sebagainya. Kerusakan bahan pangan dapat
menyebabkan kebusukan. Ciri-ciri Kebusukan antara lain bau tidak sedap,
perubahan bentuk secara drastis, kehilangan daya tarik, dan perubahan nilai gizi
yang merugikan. adapun jika ditinjau dari penyebab kerusakannya, kerusakan
pada pangan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu kerusakan
mikrobiologis, kerusakan biologis, kerusakan fisik, kerusakan mekanis, dan
kerusakan kimiawi (Hermanto, Muawanah , & Wardhani, 2010).
Kerusakan pangan yang disebabkan oleh mikrobiologis disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir. Jenis kerusakan ini ditandai
dengan timbulnya kapang , kebusukan, lendir, dan adanya perubahan warna.
Kerusakan mikrobiologis dapat berbahaya bagi kesehatan manusai karena racun
yang diproduksi oleh mikroorganisme. Kerusakan pangan biologis disebabkan
oleh kerusakan fisiologis, serangga, maupun binatang pengerat. Kerusakan ini
meliputi reaksi metabolisme pada bahan atau enzim-enzim yang terdapat
didalamnya sehingga terjadi proses autolysis yang menyebabkan terjadinya
kerusakan. Kerusakan pangan fisik disebabkan oleh perlakuan-perlakuan fisik
seperti pemanasan, pendinginan, dan tekanan udara. Contoh dari kerusakan fisik
adalah Kerusakan warna dan tekstur pada daging yang dibekukan, tepung
mengeras atau membatu karena penyimpanan pada tempat yang lembab dan
sebagainya. Kerusakan mekanis disebabkan karena bahan mengalami benturan-
benturan mekanis yang terjadi selama pemanenan, transportasi ataupun
penyimpanan. Contohnya Pada waktu dipanen buah yang jatuh atau membentur
permukaan keras menjadi memar. Kerusakan kimiawi terjadi karena reaksi kimia
yang berlangsung di dalam bahan makanan seperti penurunan pH, proses rigor,
dan reaksi reduksi dan oksidasi. Contoh dari kerusakan kimiawi misalnya Reaksi
pencoklatan pada beberapa jenis buah dan sayur, reaksi ketengikan minyak
BAB 3
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 19 Maret 2021
pukul 10.00- 11.40 WIB yang dilakukan secara daring via zoom meeting.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah: 1). Wadah
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah: 1) plastik, dan 2)
roti.

3.3. Cara Kerja


Cara kerja praktikum kali ini adalah:
1. Objek pengamatan (sampel) disiapkan sebanyak 2 buah
2. Satu sampel dibiarkan tanpa pengemas, sementara sampel lain diberi
perlakuan pengemasan
3. Sampel didiamkan di suhu ruang dengan waktu pengamatan 6 hari (6 x 24
jam)
4. Perubahan yang tampak pada hari ke-7 dicatat pada tabel hasil
5. Hal-hal yang mungkin menjadi penyebab terjadinya perubahan dijelaskan
pada lembar pembahasan.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil dari praktikum kali ini adalah:
Parameter Pengamatan
Objek
Pengamatan Perlakuan
Tekstur Lendir Mikroorgani
sme yang
tampak
lembek Sedikit tampak
Dengan pengemasan
Roti
keras Tidak ada Tampak
Tanpa pengemasan
4.2. Pembahasan
Pada praktikum tentang kerusakan pada pangan ini menggunakan sampel
roti dimana terdapat dua buah sampel roti yang disimpan didalam suhu ruang
selama kurang lebih 5-6 hari untuk dilihat kerusakan apa saja yang dapat terjadi
pada sampel. Sampel roti pertama adalah roti yang tidak dikeluarkan dari bungkus
plastiknya dan sampel roti kedua dikeluarkan dari bungkusnya. Dari kedua sampel
tersebut kerusakan yang terjadi adalah kerusakan secara mikroorganisme dimana
pada hasil akhir sampel roti terjadi kerusakan yang disebabkan oleh
mikroorganisme bekteri, kapang, dan jamur, yang terlihat pada sampel yaitu
adanya koloi jamur seperti noda berwarna hitam keabu-abuan yang terdapat pada
sampel rot pada roti yang berada didalam bungkusan. Sedangkan pada roti yang
tidak dibungkus tidak tampak mikroorganisme tapi dalam jangka waktu yang
lebih lama dari sampel roti yang dibungkus dengan plastik. Selain itu baik dari
segi warna dan bau dari kedua sampel amat berbeda pada sampel roti dibungkus
plastik tercium bau tengik yang menyengat yang disebabkan oleh kerusakan
kimiawi yang terjadi pada roti plastik tersebut sedangkan pada roti yang satunya
masih memiliki bau khas rotinya meskipun sudah 6 hari dan tidak tercium bauk
tengik sama sekali. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan sirkulasi udara yang
stabil menyebabkan roti tidak mudah mengalami kerusakan (Herawati, 2018).
Selain itu juga dari tekstur kedua roti tersebut amat berbeda. Untuk roti
dalam plastik masih memiliki tekstur yang lembut dan sedikit berlendir sedangkan
pada sampel roti yang tidak dibungkus plastik mengalami perubahan tekstur
menjadi keras dan kaku dimana hal ini mungkin terjadi karena roti mengalami
pengurangan kadar air menjadi lebih padat dan menyebabkan udara tidak dapat
masuk ke bagian dalam roti sehingga roti tidak mudah rusak. Hal ini bisa disebut
sebagai sistem perubahan roti terhadap lingkungan dimana lingkungna
mempengaruhi kerusakan yang terjadi pada roti. Menurut hasil pengamatan pada
kedua roti dapat dikatakan bahwa roti dalam plastik mengalami kerusakan
mikroorganisme yaitu jamur yang banyak tumbuh hinggga timbul lendir, dan
kimiawi yang ditandai oleh bau tengik yang menyengat. Sedangkan pada roti yang
tidak dibungkus mengalami kerusakan fisik karena tekstur yang keras serta sedikit
kerusakan mikroorganisme (Saragih, Sulaiman, & Martunis, 2019).
BAB 5
KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:


1. Dari kedua sampel tersebut kerusakan yang terjadi adalah kerusakan
secara mikroorganisme.
2. pada roti yang tidak dibungkus tidak tampak mikroorganisme tapi muncul
dalam jangka waktu yang lebih lama dari sampel roti yang dibungkus
dengan plastik.
3. roti dalam plastik mengalami kerusakan mikroorganisme yaitu jamur yang
banyak tumbuh hinggga timbul lendir, dan kimiawi yang ditandai oleh bau
tengik yang menyengat.
4. Pada roti yang tidak dibungkus mengalami kerusakan fisik karena tekstur
yang keras serta sedikit kerusakan mikroorganisme
5. Untuk roti dalam plastik masih memiliki tekstur yang lembut dan sedikit
berlendir sedangkan pada sampel roti yang tidak dibungkus plastik
mengalami perubahan tekstur menjadi keras dan kaku.
DAFTAR PUSTAKA

Arini, L. D. (2017). Faktor-faktor Penyebab Dan Karakteristik Makanan


Kadaluarsa yang Berdampak Buruk Pada Kesehatan Masyarakat. Jurnal
Teknologi Dan Industri Pangan, Vol 2(1) : 15-24.

Gustiani, E. (2016). Pengendalian Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal


Ternak (Daging dan Susu) Mulai Dari Peternakan. Jurnal Pengkajian
Teknologi Pertanian, Vol 28(3) : 96-100.

Herawati, H. (2018). Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal


Litbang Pertanian, Vol 27(4) : 124-130.

Hermanto, S., Muawanah , A., & Wardhani, P. (2010). Analisa Tingkat


Kerusakan Lemak Nabati Dan Hewani Akibat Proses Pemanasan. Jurnal
Kimia Valensi, Vol 8(2) : 22-34.

Saragih, M. R., Sulaiman, I., & Martunis. (2019). Pengaruh Kemasan Plastik
Poletilen dan Polipropilen Terhadap Umur Simpan Abon Ikan Tongkol
(Katsuwonus Pelamis) Dengan Menggunakan Model Arrhenius. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian, Vol 4(2) : 205-214.
LAMPIRAN GAMBAR

• Roti dihari pertama

(roti kemasan) (roti tanpa kemasan)

• Roti setelah 5-6 hari

(roti kemasan) (roti tanpa kemasan)

Sumber : Dokumentasi pribadi

Anda mungkin juga menyukai