DISUSUN OLEH :
E. Singkong
Singkong merupakan bahan pangan yang banyak mengandung
karbohidrat dan serat. Singkong selain dikonsumsi dalam bentuk segar
juga dapat diolah menjadi tepung dan beberapa olahan lainnya.
Pengolahan singkong ini bertujuan untuk memperpanjang masa simpan.
Singkong dalam keadaaan segar akan mudah rusak karena sifatnya yang
peka terhadap mikroba (Luketsi & Rohmah, 2019).
F. Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional yang dibuat dari proses
fermentasi kedelai dengan kapang Rhizopus sp. Kapang yang tumbuh akan
membentuk hifa, yaitu benang putih yang menyelimuti permukaan biji
kedelai dan membentuk jalinan misellium yang mengikat biji kedelai satu
sama lain. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh
tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral. Proses fermentasi
tempe yang berkelanjutan akan menyebabkan perubahan warna menjadi
coklat. Perubahan ini menyebabkan perubahan organoleptik. Sehingga
diperlukan upaya pengolahan tempe dengan cara dikeringkan dan akan
diolah menjadi tepung tempe (Astawan et al, 2013).
BAB IV
ALAT DAN BAHAN
A. Alat
- Baskom
- Pisau
- Talenan
- Plastik bening
- Oven
- Kabinet dryer
B. Bahan
- Ubi jalar
- Singkong
- Tempe
BAB V
CARA KERJA
A. Hasil
1. Ubi jalar
a. Pengeringan dengan Matahari
berat akhir
Rendemen : × 100 %
berat awal
940
: × 100 %
1064
: 88,3
Pengamata Lama Pengeringan
Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3
n pengeringa
n
Bau 3 hari Ubi jalar Sedikit ubi Sedikit ubi Tidak
berbau
Warna 3 hari Putih Putih Putih Putih
kekuninga kekuninga kecoklata
n n n
Aroma 3 hari Ubi jalar Sedikit ubi Sedikit ubi Tidak
beraroma
Tekstur 3 hari Keras Keras Kasar Kasar
Perubahan 3 hari - Kandunga Terjadi Menyusut
yang terjadi n air penyusuta menjadi
sedikit n kering
berkurang
2. Singkong
a. Pengeringan dengan Matahari
berat akhir
Rendemen : × 100 %
berat awal
883
: × 100 %
1146
: 77,05 %
Pengamatan Lama Pengeringan
pengeringan Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3
Bau 3 hari Singkon Singkong Sedikit Tidak
g singkong berbau
Warna 3 hari Putih Putih Putih Kuning
kekuningan kecoklatan kecoklatan
Aroma 3 hari Singkon Singkong Sedikit Tidak
g singkong beraroma
Tekstur 3 hari Keras Sedikit Sedikit Halus
keras keras
Perubahan 3 hari - Sedikit Mulai Mudah
yang terjadi kering terjadi patah dan
penyusutan kering
3. Tempe
a. Pengeringan dengan Matahari
berat akhir
Rendemen : × 100 %
berat awal
325
: ×100 %
1010
: 32,17 %
Pengamatan Lama Pengeringan
Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3
pengeringan
Bau 3 hari Bau tempe Sedikit Sedikit Tidak
berbau berbau berbau
tempe tempe
Warna 3 hari Putih Putih Coklat Coklat
kecoklatan kecoklatan tua
tua
Aroma 3 hari Tempe Sedikit Sedikit Tidak
beraroma beraroma beraroma
tempe tempe
Tekstur 3 hari Keras Keras Kasar Kasar
kering kering
Perubahan 3 hari - Beratnya Warnanya Kering
yang terjadi menyusut berubah seperti
menjadi keripik
coklat
B. Pembahasan
Ubi jalar, singkong dan tempe merupakan bahan pangan yang
mudah rusak, hal ini terjadi karena kadar air yang terkandung dalam bahan
tinggi sehingga menyebabkan daya simpan pendek pada bahan pangan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan
ubi jalar, singkong dan tempe yaitu dengan proses pengeringan
Pengeringan bahan pangan merupakan proses terjadinya penguapan air
keudara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan
yang dikeringkan. Faktor yang dapat mempercepat pengeringan yaitu
faktor udara yang mengalir (Krisen & Kapahang, 2019).
Proses pengeringan ubi jalar, singkong dan tape bertujuan untuk
menurunkan kadar air sebelum dilakukan proses penggilingan untuk
pembuatan tepung. Pada saat pengeringan, bentuk irisan bahan akan
mempengaruhi lama pengeringan yang terkait dengan tebal irisan dan luas
permukaan yang terkena udara saat pengeringan. Suhu dan waktu
pengeringan akan mempengaruhi jumlah air terikat yang terkandung di
dalam bahan (Erni et al, 2018).
Suhu dan lama pengeringan juga akan mempengaruhi rendemen
pada tiap bahan. Rendemen ubi jalar, singkong dan tempe yang dihasilkan
dipengaruhi oleh faktor suhu dan lama pengeringan. Selama proses
pengeringan penurunan rendemen terus berlanjut dengan semakin tinggi
suhu dan lama pengeringan. Hal ini terjadi karena kadar air di dalam bahan
yang semakin menurun akibat proses pemanasan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Yuniarti et al (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu
pengering akan menyebabkan kadar air bahan semakin turun. Seiiring
dengan menguapnya kadar air maka renemen yang dihasilkan juga
semakin berkurang.
Kadar air dan aktivitas air dalam bahan pangan sangat besar
perannya terutama dalam menentukan tekstur bahan pangan. Tekstur suatu
bahan pangan akan mempengaruhi rasa bahan pangan tersebut, tekstur
yang baik akan mendukung cita rasa suatu bahan pangan (Erni et al,
2018).
Perubahan warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh suhu dan lama
pengeringan, semakin tinggi suhu dan lama pengeringan akan merubah
penampakan bahan menjadi kecoklatan. Namun, suhu dan lama
pengeringan yang rendah akan menghasilkan kenampakan bahan menjadi
putih. Proses pengeringan dengan suhu tinggi dan waktu yang lama dapat
menyebabkan pigmen-pigmen pada bahan akan mengalami oksidasi,
sehingga dapat menyabkan bahan pangan akan berubah warna menjadi
kecoklatan (Erni et al, 2018).
BAB VII
KESIMPULAN
Ardianto, A., & Wijaya, M. (2017). Perubahan kadar air ubi kayu selama
pengeringan menggunakan pengering kabinet. Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian, 3, 112-116.
Astawan, M., Wresdiyati, T., Widowati, S., Bintari, S. H., & Ichsani, N. (2013).
Karakteristik Fisikokimia dan Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan
dari Berbagai Varietas Kedelai (Phsyco-chemical Characteristics and
Functional Properties of Tempe Made from Different Soybeans Varieties).
Jurnal Pangan, 22(3), 241-252.
Erni, N., Kadirman, K., & Fadilah, R. (2018). Pengaruh Suhu dan Lama
Pengeringan Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Tepung Umbi Talas
(Colocasia esculenta). Jurnal pendidikan teknologi pertanian, 4(1), 95-105.
Irhami, I., Anwar, C., & Kemalawaty, M. (2019). Karakterisasi Sifat Fisikokimia
Pati Ubi Jalar dengan Mengkaji Jenis Varietas dan Suhu Pengeringan.
Jurnal Teknologi Pertanian, 20(1), 33-44.
Krisen, S. S., & Kapahang, A. (2019). Pengaruh Proses Pengeringan Tradisional
terhadap Komposisi Proksimat Nike Ikan Payangkah (Ophieleotris aporos)
dari Danau Tondano. Fullerene Journal of Chemistry, 4(2), 92-95.
Luketsi, W. P., & Rohmah, D. U. M. (2019). Pengaruh Bentuk Irisan Singkong
Terhadap Karakteristik Pengeringan. Agroindustrial Technology Journal,
3(1), 29-36.
Misha, S., Mat, S., Ruslan, M. H., Sopian, K., & Salleh, E. (2013). Review on the
application of a tray dryer system for agricultural products. World applied
sciences journal, 22(3), 424-433.
Muchlis Riki, D., Patrick, A., Bakti, J., & Siswo, S. (2013). Modifikasi Ubi Kayu
Dengan Proses Fermentasi Menggunakan Starter Lactobacillus casei
Untuk Produk Pangan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(4), 137-
145.
Napitupulu, F. H., & Tua, P. M. (2012). Perancangan dan Pengujian Alat
Pengering Kakao dengan Tipe Cabinet Dryer untuk Kapasitas 7, 5 Kg Per-
Siklus. Jurnal Dinamis, (10).
Rahayuningtyas, A., & Kuala, S. I. (2016). Pengaruh Suhu Dan Kelembaban
Udara Pada Proses Pengeringan Singkong (Studi Kasus: Pengering Tipe
Rak). ETHOS: Jurnal Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 99-
104.
Suryaningsih, N. S., Rahardjo, B., & Suratmo, B. (2012). Kadar air kritis pada
proses pengeringan dalam pembuatan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas
(L) Lam.). AGRICOLA, 2(2), 148-164.
Winanti, R., Bintari, S. H., & Mustikaningtyas, D. (2014). Studi observasi
higienitas produk tempe berdasarkan perbedaan metode inokulasi. Life
Science, 3(1).
Yuniarti, D. W., Sulistiyati, T. D., & Suprayitno, H. E. (2013). Pengaruh suhu
pengeringan vakum terhadap kualitas serbuk albumin ikan gabus
(Ophiocephalus striatus). Jurnal Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan,
1(1), 1-9.
LAMPIRAN