Anda di halaman 1dari 31

ACARA II

PENDINGINAN

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Perkembangan industri pangan di Indonesia telah menunjukkan
kemajuan yang cukup pesat. Diperkirakan bahwa perkembangan industri
pangan di Indonesia akan terus maju dengan laju pertumbuhan yang cukup
pesat. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi jelas akan ikut pula
memberikan warna pada pengembangan industri pangan di Indonesia.
Salah satu teknologi pengolahan yang banyak terpengaruh oleh
perihal diatas adalah teknik menggunakan suhu rendah baik pada
pendinginan maupun pembekuan. Proses pendinginan banyak diaplikasikan
untuk pengawetan produk pangan segar dan olahan dengan tujuan untuk
memperpanjang umur simpannya. Pendinginan umumnya digunakan untuk
mengawetkan produk segar, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
Pendinginan sering dilakukan pada saat transportasi distribusi, penjualan dan
tingkat rumah tangga dari pangan segar dan olahan.
Bahan pangan baik segar dan oahan tersebut masing-masing
memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Suhu penyimpanan yang
terbaik untuk setiap produk pangan segar dan olahan juga berbeda-beda.
Teknik pengawetan dengan menggunakan suhu dingin ini juga memiliki
dampak positif dan negatif terhadap mutu dari produk pangan yang di simpan
pada suhu dingin. Maka dari itu perlulah dipelajari mengenai pengaruh teknik
penyimpanan suhu rendah terhadap kualitas bahan, juga pengaruh
pengemasan pada bahan yang disimpan pada suhu dingin, dan juga penting
untuk mempelajari dan menentukan kapasitas pendinginan dari alat yang kita
gunakan untuk penyimpanan suhu rendah.
2. Tujuan
Tujuan praktikum pendinginan adalah sebagai berikut:
a) Mempelajari pengaruh penyimpanan pada suhu rendah terhadap kualitas
bahan
b) Mempelajari pengaruh pengemas pada bahan yang disimpan pada suhu
rendah
c) Menentukan kapasitas pendinginan

B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Proses pendinginan adalah proses penyimpanan suhu rendah untuk
bahan dan produk pangan. Selama pendinginan, air yang terkandung didalam
bahan pangan menurun suhunya tetapi tidak sampai membeku. Proses
pendinginan umumnya dilakukan pada kisaran suhu 60 °F (16°C) sampai
dengan 28 °F (-2°C). Suhu rendah untuk pendinginan didefinisikan sebagai
suhu dibawah suhu udara normal tetapi masih di atas suhu beku. Pada
dasarnya, penurunan mutu produk pangan melibatkan dua sistem, yaitu sistem
kimia dan biokimia produk itu sendiri serta sistem mikroorganisme yang
mengontaminasinya. Kedua sistem ini sama-sama beraktivitas dan akan
mempengaruhi mutu akhir produk dalam berbagai hal (Syah, 2012).
Suhu dalam lemari pendingin berbeda untuk masing-masing tempat di
dalam ruang “refrigerator”. Suhu yang paling tinggi adalah pada suhu bagian
terbawah dari kabinet dan yang terendah pada tempat tepat dibawah ruang
beku. Umumnya suhu didalam laci buah dan sayur kira-kira 10% atau lebih
rendah. Suhu pada bagian tengah lemari pendingin biasanya antara 3,3 –
5,5°C, dan suhu di bawah ruang beku adalah 1,6°C atau lebih rendah. Setiap
saat perlu dilakukan pemeriksaan suhu pada masing-masing lokasi tadi. Hal
ini disebabkan bahan pangan mempunyai suhu pendingin yang berbeda untuk
mempertahankan mutunya (Koswara, 2009).
Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah
dan sayuran sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran
laju jalannya metabolisme, dan oleh karena itu sering dianggap sebagai
petunjuk mengenai potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju respirasi
yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga
merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan
makanan. Faktor yang sangat penting yang mempengaruhi respirasi dilihat
dari segi penyimpanan adalah suhu. Peningkatan suhu antara 0oC – 35oC akan
meningkatkan laju respirasi buah-buahan dan sayuran, yang memberi
petunjuk bahwa baik proses biologi maupun proses kimiawi dipengaruhi oleh
suhu. Sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara ekonomis
untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan sayuran segar. Asas dasar
penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu tersebut.
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme,
dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 80C, kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu penyimpanan dapat
memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena
keaktifan respirasi menurun (Safaryani dkk., 2007).
Penyimpanan dalam suhu ruang (28°C) menyebabkan kenaikan jumlah
gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyimpanan dalam suhu rendah
(6°C), hal ini disebabkan karena perlakuan penyimpanan dalam suhu rendah
dapat menghambat proses respirasi, sehingga dapat mempertahankan
transformasi atau perombakan pati menjadi gula, sedangkan penyimpanan
dalam suhu ruang dapat mendukung proses transformasi gula yang lebih
cepat. Buah-buahan dan sayur-sayuran mengalami kehilangan air setelah
pemanenan. Suhu rendah dapat mengurangi proses respirasi pada buah yang
sudah dipanen sehingga kehilangan kadar air pada buah dapat dikurangi.
Peningkatan pelunakan disebabkan oleh terjadinya penguapan air. Air dari sel
yang menguap menyebabkan sel menjadi mengecil, ruang antar sel menjadi
menyatu dan zat pektin yang berada pada ruang antar sel akan saling
berikatan. Penyimpanan suhu rendah dapat menghambat laju penurunan mutu
buah-buahan karena dapat mengurangi laju penguapan air, memperlambat laju
reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba (Silaban dkk, 2013).
Penggunaan mesin pendingin yang paling umum yaitu untuk
pengkondisian ruangan atau pengawetan bahan makanan atau minuman.
Tujuan utama sistem pengkondisian udara adalah mempertahankan keadaan
udara di dalam ruangan yang meliputi pengaturan temperatur, kelembaban
relatif, kecepatan sirkulasi udara maupun kualitas udara. Sistem
pengkondisian udara yang dipasang harus mempunyai kapasitas pendinginan
yang tepat dan dapat dikendalikan dalam pengoperasiannya. Kapasitas
peralatan yang dapat diperhitungkan berdasarkan beban pendinginan setiap
saat yang senantiasa berubah (Anwar, 2010).
Pengaruh pendinginan terhadap mikroba adalah memperpanjang fase
lag dan menghambat pertumbuhan atau menurunkan kecepatan pertumbuhan.
Akibatnya, waktu yang dibutuhkan oleh mikroba patogen atau pembusuk
untuk tumbuh pada penyimpanan dingin lebih lama dibandingkan
penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi. Waktu tersebut akan lebih lama
jika suhu yang digunakan adalah suhu minimum untuk pertumbuhan. Produk
atau bahan pangan direkomendasikan disimpan pada suhu di bawah 10°C,
biasanya 4°C, untuk mencegah pertumbuhan mikroba patogen dan
pembentukan toksin. Sebagian besar mikroba patogen tidak dapat tumbuh
pada suhu dibawah 5°C. Perlu diingat, sejumlah mikroba patogen dapat
tumbuh pada suhu rendah dan termasuk ke dalam mikroba psikotrofik, yang
dapat tumbuh pada suhu antara -1°C sampai +1°C. Juga sejumlah mikroba
patogen pembentuk spora dapat tumbuh pada suhu 3-5°C termasuk sejumlah
strain. Penyimpanan suhu dingin tidak ditujukan untuk mencegah
pertumbuhan mikroba patogen. Penggunaan suhu rendah hanya ditujukan
untuk memperlambat kecepatan pertumbuhan mikroba patogen tersebut
(Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Etilen adalah produk alami dari tanaman, merupakan gas yang tersusun
dari dua atom karbon yang memiliki berbagai dampak terhadap pertumbuhan
tanaman, proses pematangan dan penyimpanan buah, sayur serta bagian
tanaman lainnya. Respon yang dimunculkan karena adanya gas etilen, baik
yang dihasilkan alami maupun penambahan dari luar tanaman, ada yang
memberikan dampak yang baik maupun dampak yang kurang diharapkan
bahkan mengganggu secara kenampakan fisik. Contohnya, dampak yang baik
bagi kenampakan salah satunya adalah mempercepat proses pematangan dan
pembungaan pada buah nanas dan buah tomat. Dampak yang tidak
diinginkan contohnya adalah perontokan bunga dan munculnya bintik-bintik
hitam pada kubis. Sering juga respon yang tidak diharapkan (seperti
kehilangan klorofil, mempercepat pelayuan, atau menstimulasi metabolisme
fenilpropanoid), ada juga yang terlihat baik (seperti penguningan pada jeruk,
pematangan pada buah-buahan tropis, dan stimulasi pertahanan terhadap
mikroba patogen) dan hal-hal yang mengganggu lainnya (seperti
penguningan pada sayuran hijau, pelunakan buah, atau pencokelatan pada
kubis) (Saltveit, 1999).
Perubahan bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan
penyebab terjadinya ion leakage dari jaringan tanaman yang sensitif terhadap
suhu dingin. Beberapa peneliti juga menyatakan terjadinya kenaikan jumlah
ion dari jaringan daun dan buah pada suhu rendah. Indikasi terjadinya
kerusakan dingin untuk produk pertanian sangat penting untuk diketahui
dalam upaya mengetahui ambang batas suhu penyimpanan yang paling
optimum (Purwanto dkk, 2012).
Salah satu tindakan pascapanen yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan terjadinya susut salah adalah dengan memperhatikan teknik
pengemasan dan suhu penyimpanan terhadap produk hortikultura. Salah satu
tindakan untuk memperbaiki mutu produk adalah dengan memperhatikan
teknik pengemasan dan suhu penyimpanan. Pengemasan merupakan salah
satu bagian dari rangkaian penanganan pascapanen dari produk hortikultura.
Saat ini kemasan plastik banyak digunakan sebagai bahan kemasan yang
populer karena tidak hanya serbaguna dan murah, namun juga fleksibel dalam
penggunaannya. Penurunan bobot selama penyimpanan merupakan salah satu
parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran produk hortikultura.
Perubahan tekstur menjadi lebih lunak atau lembut pada buah salah satunya
dapat ditimbulkan oleh mekanisme kehilangan tekanan turgor, degradasi
kandungan pati atau pemecahan dinding sel buah. Kehilangan tekanan turgor
sebagian besar merupakan proses non-fisiologis yang berhubungan dengan
dehidrasi buah pascapanen. Suhu penyimpanan merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya perubahan kekerasan dari buah. Apabila suhu
penyimpanan terlalu tinggi dapat menyebabkan proses respirasi dan
transpirasi berlangsung lebih cepat sehingga menyebabkan kandungan air dari
buah lebih cepat mengalami penurunan yang dapat mengakibatkan
berkurangnya ketegaran buah (firmness) (Iflah dkk, 2012).
Pembekuan dan penyimpanan dingin merupakan metode paling efisien
untuk penyimpanan hasil laut tetapi perlu diingat bahwa metode ini tidak
bertujuan utama untuk menjaga kualitas dari produk itu sendiri. Kualitas akhir
dari produk berdasarkan pada kualitas dari hasil laut itu sendiri saat
pembekuan, dan sama baiknya saat pembekuan, penyimpanan dingin dan
distribusi. Pembekuan dan penyimpanan beku dapat memberikan umur
simpan yang lebih panjang. Kehilangan berat karena dehidrasi saat
pembekuan dan penyimpanan berbanding lurus dengan luas permukaan dan
dapat dikurangi dengan cara menutup permukaan produk menggunakan bahan
pengemas dan mengelilingi produk dengan lapisan tipis es batu atau es kristal
(Gonçalves and Junior, 2008).
Teknologi penyimpanan dan pemrosesan telah semakin sering
digunakan untuk merubah bentuk bahan yang mudah rusak seperti buah dan
sayur menjadi aman, enak dan stabil. Penyimpanan suhu dingin
memperlambat proses respirasi ada buah dan sayur dan juga memperpanjang
umur simpannya. Hasil dari pemrosesan, respirasi menangkap, adanya
pemberhentian dalam konsumsi komponen nutrisi, kehilangan kelembaban
dan pertumbuhan mikroorganisme (Rickman et al., 2007).

2. Tinjauan Bahan
Selama proses pemasakan buah pisang akan mengalami perubahan
sifat fisik dan kimiawi antara lain adalah perubahan tekstur, aroma dan rasa,
kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin
dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya
jumlah senyawa tersebut. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut
berkurang sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah, selama
pemasakan buah jumlahnya akan berkurang. Kekerasan buah pisang ambon
yang masih keras, disebabkan karena senyawa yang menentukan kekerasan
buah seperti selulosa, pektin, hemiselulosa belum berkurang jumlahnya
sehingga teksturnya masih keras (Noor, 2007).
Suhu untuk penyimpanan pisang yang lebih rendah dari 13,5°C akan
menyebabkan kulit pisang menjadi berwarna abu-abu dan dapat berubah
menjadi tua lagi pada tempat-tempat yang cacat. Pisang yang didinginkan
biasanya berbintik-bintik hitam pada tangkai dan kulitnya, dan pada
kelembaban yang tinggi sering tampak kapang tumbuh pada permukaan
bintik-bintik tersebut. Pemetikan dan perlakuan yang hati-hati pada tomat
dapat mencegah kerusakan pada waktu penyimpanan. Suhu penyimpanan
yang baik untuk tomat yang masih mentah (hijau) adalah 13°C, sedangkan
untuk tomat masak (merah) 10°C. Suhu dibawahnya dapat mencegah
perubahan warna, tetapi mempercepat kebusukan. Mentimun hendaknya
jangan disimpan pada suhu dibawah 7,5°C untuk mencegah terjadinya
perubahan warna yang mengkilat pada kulit dan untuk mencegah dagingnya
agar tidak lembek (Koswara, 2009).
Mentimun Jepang mempunyai sifat sensitif terhadap suhu dingin dan
tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama pada suhu 7-10°C.
Gejala kerusakan dingin dapat terlihat disamping dari penampakan luar juga
dari parameter seperti susut berat, perubahan ion leakage dan pH. Tingginya
persentase perubahan ion leakage dan pH pada suhu 5°C dibandingkan pada
suhu 25°C menunjukkan terjadinya kerusakan membran sel sebagai akibat
kerusakan dingin (Purwanto dkk, 2012).
Suhu rendah sangat mempengaruhi perubahan nilai kekerasan buah.
Semakin rendah suhu penyimpanan maka semakin lambat penurunan nilai
kekerasan buah. Perubahan warna terjadi akibat sintesis pigmen tertentu,
seperti karotenoid dan flavonoid, disamping terjadinya perombakan klorofil.
Perombakan klorofil menyebabkan pigmen karotenoid yang sudah ada namun
tidak nyata menjadi nampak. Pigmen buah tomat didominasi oleh karoten dan
likopen, akumulasi likopen selama ripening akan menghambat biosintesis
karoten sehingga menjadikan buah tomat terlihat berwarna merah. Sintesis
dan perombakan likopen dipengaruhi oleh suhu, sedangkan karoten tidak.
Suhu antara 30-35°C dapat menghambat sintesis likopen. Kehilangan warna
hijau terjadi dengan cepat pada penyimpanan suhu kamar yang disebabkan
oleh peningkatan kerusakan klorofil dan sintesis pigmen β-karoten dan
likopen yang terjadi selama proses pematangan. Penyimpanan buah golongan
non-klimakterik pada suhu rendah seperti paprika dapat mencegah terjadi
penurunan kualitas sehingga dapat mempertahankan warna hijau paprika lebih
lama. Penyimpanan pada suhu 10°C lebih sesuai untuk penyimpanan tomat
dan paprika yang dikemas dengan bioplastik, dimana perubahan nilai
kekerasan tidak berbeda nyata dengan suhu penyimpanan lainnya dan
degradasi warna berlangsung lebih lama (Iflah dkk, 2012).
Kerusakan pada tomat (Solanum hycopersicon L.) adalah
permasalahan yang kompleks menyangkut pada kualitas buah. Ketika tomat
disimpan pada suhu 2-12°C dan kemudian diikuti dengan pematangan pada
suhu lingkungan (20°C), hal-hal yang dapat mempengaruhi fisiologis dan
respon biokimia dapat aktif untuk merusak buah. Hal ini yang menimbulkan
masalah ketika menyimpan tomat pascapanen: suhu rendah dibutuhkan untuk
menunda munculnya masalah tersebut namun berpotensi untuk menstimulasi
meningkatnya risiko kerusakan buah akibat penyimpanan pada suhu dingin.
Respirasi, merubah massa buah dan pigmen non-likopen yang menjadi
karakteristik khas dari buah menjadi rusak (Luengwilai and Beckles, 2013).

C. Metode Penelitian
1. Alat
a) Refrigerator
b) Neraca analitik
c) Plastik wrap
d) Piring kertas
e) Thermometer
f) Selotip
g) Gunting
2. Bahan
a) Pisang
b) Tomat
c) Bayam
d) Mentimun
e) Semangka
3. Cara kerja
 Percobaan 1. Penyimpanan buah segar

Pisang dan
Tomat

Penimbangan dengan neraca


analitik

Pengamatan warna dan Pengamatan warna dan


kekerasan kekerasan

Perlakuan tanpa dikemas Perlakuan dengan dikemas


plastik wrap plastik wrap

Pencatatan hasil pengamatan


hari ke-0

Penyimpanan pada suhu ruang


dan pada suhu refrigerator

Pengamatan dan Pencatatan


setiap 24 jam penyimpanan
selama 2 hari
 Percobaan 2. Penyimpanan sayur segar

Bayam dan
Mentimun

Penimbangan dengan neraca


analitik

Pengamatan warna dan Pengamatan warna dan


kekerasan kekerasan

Perlakuan tanpa dikemas Perlakuan dengan dikemas


plastik wrap plastik wrap

Pencatatan hasil pengamatan


hari ke-0

Penyimpanan pada suhu ruang


dan pada suhu refrigerator

Pengamatan dan Pencatatan


setiap 24 jam penyimpanan
selama 2 hari
 Percobaan 3. Penentuan kapasitas pendinginan

Semangka

Pengukuran berat dengan


neraca analitik

Pengukuran suhu pusat


semangka dengan thermometer

Penyimpanan pada refrigerator


selama 3 hari

Pengukuran suhu pusat


semangka dengan thermometer
setelah 3 hari penyimpanan

Penghitungan kapasitas
pendinginan
D. Hasil dan Pembahasan
Menurut Syah (2012), pengertian pendinginan (refrigerasi) mengacu pada
proses penurunan suhu produk yang tidak mencapai titik bekunya. Pendinginan
produk pangan biasanya dilakukan pada suhu -2°C hingga -16°C. Terdapat
beberapa sistem untuk menurunkan suhu produk, yaitu dengan cara kompresi
mekanis, penyerapan amonia, evaporasi cairan kriogenik, dan penggunaan es.
Proses pendinginan adalah proses penyimpanan suhu rendah untuk bahan
dan produk pangan. Selama pendinginan, air yang terkandung didalam bahan
pangan menurun suhunya tetapi tidak sampai membeku. Proses pendinginan
umumnya dilakukan pada kisaran suhu 60°F (16°C) sampai dengan 28°F (-2°C).
Suhu rendah untuk pendinginan didefinisikan sebagai suhu dibawah suhu udara
normal tetapi masih di atas suhu beku. Pada dasarnya, penurunan mutu produk
pangan melibatkan dua sistem, yaitu sistem kimia dan biokimia produk itu
sendiri serta sistem mikroorganisme yang mengontaminasinya. Kedua sistem ini
sama-sama beraktivitas dan akan mempengaruhi mutu akhir produk dalam
berbagai hal (Syah, 2012).
1. Penyimpanan Buah Segar
Pada pengamatan pengaruh pendinginan terhadap kualitas buah pisang
dan buah tomat, didapatkan hasil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1
dan Tabel 2.2. Pengamatan ini menggunakan dua suhu penyimpanan yang
berbeda, yaitu penyimpanan pada suhu ruang dan penyimpanan pada suhu
dingin. Setiap perlakuan baik penyimpanan pada suhu ruang maupun dengan
suhu dingin, diberi dua perlakuan yang berbeda juga melalui cara
pengemasannya. Setiap perlakuan penyimpanan suhu, ada dua sampel,
sampel yang pertama disimpan tanpa dikemas dan hanya diletakkan di atas
piring kertas saja, sedangkan untuk sampel yang lain dikemas dengan plastik
wrap setelah diletakkan diatas piring kertas, dimana masing-masing
disimpan selama 3 hari pengamatan. Selama pengamatan tersebut, ada 3
macam parameter yang diamati, yaitu parameter warna, kekerasan atau
tekstur dan juga perubahan berat yang dialami sampel selama masa
penyimpanan.
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Penyimpanan terhadap Kualitas
Pisang
Pengamatan Hari Ke-
Bahan Suhu Penyimpanan Parameter
0 1 2
Warna Kuning Kuning Kecoklatan
kehijauan kecoklatan
Dikemas
Kekerasan ++++ +++ ++
Berat (gr) 97,384 93,671 91,575
Ruang
Warna Kuning Kuning Kuning
Tidak kehijauan kecoklatan kecoklatan
Dikemas Kekerasan ++++ ++ +
Berat (gr) 103,742 98,041 92,367
Pisang
Warna Kuning Kuning Kuning
kehijauan kehijauan cokelat
Dikemas
Kekerasan ++++ ++++ ++++
Berat (gr) 148,425 147,596 146,919
Dingin
Warna Kuning Kuning Kuning
Tidak kehijauan kehijauan cokelat
Dikemas Kekerasan ++++ +++ +++
Berat (gr) 148,128 145,982 143,980
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan
+ : Lembek ++++ : Agak keras
++ : Agak lembek +++++ : Keras
+++ : Biasa

Untuk sampel buah pisang yang disimpan pada suhu ruang dan
dikemas, warna pada buah pisang terjadi perubahan dari warna kuning
kehijauan menjadi kecoklatan, kekerasan tekstur pada buah pisang juga
mengalami penurunan menjadi lebih lembek dari kekerasan di awal
penyimpanan, untuk berat buah yang menjadi sampel juga mengalami
penurunan. Sampel buah pisang yang disimpan pada suhu ruang dan tidak
dikemas menggunakan plastik wrap, warna mengalami perubahan dari
kuning kehijauan menjadi kuning kecoklatan, tingkat kekerasannya berubah
menjadi lembek, dan juga berat pisang tersebut mengalami penurunan berat.
Untuk sampel buah pisang yang disimpan pada suhu dingin dengan dikemas,
warna pada buah pisang mengalami perubahan dari kuning kehijauan menjadi
kuning kecoklatan, tingkat kekerasannya tidak mengalami perubahan yang
drastis, dan penurunan berat yang terjadi juga tidak terlalu besar. Untuk
sampel terakhir yang disimpan pada suhu dingin tanpa dikemas, warnanya
berubah dari kuning kehijauan menjadi kuning cokelat, tingkat kekerasannya
juga mengalami penurunan, tetapi tidak selembek pada sampel yang
disimpan pada suhu ruang, sedangkan berat sampel juga tidak terlalu banyak
mengalami penurunan berat.
Menurut Koswara (2009), penyimpanan buah pisang yang paling baik
adalah pada suhu 13,5°C dan jika buah pisang disimpan pada suhu yang lebih
rendah daripada suhu penyimpanan terbaiknya akan mengalami kerusakan
seperti warna gelap jika masak. Suhu penyimpanan buah pisang yang lebih
rendah dari 13,5°C akan menyebabkan kulit pisang menjadi berwarna abu-
abu dan dapat berubah menjadi tua lagi pada tempat-tempat yang cacat.
Pisang yang didinginkan biasanya berbintik-bintik hitam pada tangkai dan
kulitnya, dan pada kelembaban yang tinggi sering tampak kapang tumbuh
pada permukaan bintik-bintik tersebut. Hasil praktikum yang didapatkan
telah sesuai dengan teori tersebut dikarenakan suhu pada refrigerator
umumnya berada pada suhu antara 16°C sampai -2°C. Suhu penyimpanan
pada suhu dingin refrigerator ini umumnya berada dibawah suhu 13,5°C
dimana menjadi suhu terbaik untuk penyimpanan buah pisang. Maka dari itu
kerusakan-kerusakan buah pisang yang ditemukan pada praktikum sudah
sesuai dengan yang disebutkan oleh Koswara (2009).
Menurut Noor (2007), proses pemasakan buah pisang akan mengalami
perubahan sifat fisik dan kimiawi, seperti perubahan tekstur, aroma dan rasa,
kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin
dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya
jumlah senyawa tersebut. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut
berkurang sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah. Buah yang
memiliki tekstur yang masih keras, disebabkan karena senyawa yang
menentukan kekerasan buah seperti selulosa, pektin, hemiselulosa belum
berkurang jumlahnya sehingga teksturnya masih keras. Hasil praktikum yang
didapatkan telah sesuai dengan teori dikemukakan oleh Noor (2007) diatas.
Semakin lama pisang disimpan maka proses pemasakannya juga akan terus
berlangsung karena gas etilen yang dihasilkan oleh pisang itu sendiri. Dan
karena proses pemasakan ini, maka jumlah kandungan selulosa, pektin dan
hemiselulosanya sudah banyak berkurang sehingga semakin lama disimpan,
buah akan semakin matang dan tekstur buah pisang itu sendiri akan menjadi
lebih lembek.
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Pengaruh Penyimpanan terhadap Kualitas
Tomat
Pengamatan Hari Ke-
Bahan Suhu Penyimpanan Parameter
0 1 2
Warna Merah Merah Merah
oranye oranye oranye
Dikemas
Kekerasan +++++ ++++ +++
Berat 46,19 45,63 45,092
Ruang
Warna Merah Merah Merah
Tidak oranye oranye
Dikemas Kekerasan +++++ ++++ ++
Berat 47,554 46,328 45,338
Tomat
Warna Merah Merah Merah
oranye oranye oranye
Dikemas
Kekerasan +++++ ++++ ++++
Berat 54,388 54,220 54,124
Dingin
Warna Merah Merah Merah
Tidak oranye oranye oranye
Dikemas Kekerasan ++ ++ +++
Berat 42,324 42,053 41,794
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan
+ : Lembek ++++ : Agak keras
++ : Agak lembek +++++ : Keras
+++ : Biasa
Untuk sampel buah tomat yang disimpan pada suhu ruang dan
dikemas, warna pada buah tomat tidak terjadi perubahan, kekerasan tekstur
pada buah tomat mengalami penurunan menjadi lebih lembek dari kekerasan
di awal penyimpanan, untuk berat buah yang menjadi sampel juga mengalami
penurunan yang tidak begitu banyak. Sampel buah tomat yang disimpan pada
suhu ruang dan tidak dikemas menggunakan plastik wrap, warna cenderung
tidak mengalami perubahan, tingkat kekerasannya berubah menjadi lembek,
dan juga berat tomat tersebut mengalami penurunan berat. Untuk sampel
buah tomat yang disimpan pada suhu dingin dengan dikemas, warna pada
buah tomat tidak mengalami perubahan, tingkat kekerasannya tidak
mengalami perubahan yang drastis, dan penurunan berat yang terjadi juga
tidak terlalu besar bahkan cenderung stabil. Untuk sampel terakhir yang
disimpan pada suhu dingin tanpa dikemas, warnanya tidak mengalami
perubahan, tingkat kekerasannya juga tidak mengalami penurunan yang
berarti malah menjadi sedikit lebih keras, sedangkan berat sampel juga tidak
terlalu banyak mengalami penurunan berat.
Menurut Koswara (2009), suhu penyimpanan terbaik untuk buah tomat
adalah pada kisaran suhu 10-13°C. Pemetikan dan perlakuan yang hati-hati
pada tomat dapat mencegah kerusakan pada waktu penyimpanan. Suhu
penyimpanan yang baik untuk tomat yang masih mentah (hijau) adalah 13°C,
sedangkan untuk tomat masak (merah) 10°C. Suhu dibawahnya dapat
mencegah perubahan warna, tetapi mempercepat kebusukan.
Menurut Saltveit (1999), gas etilen yang dihasilkan pada buah dan
sayur berguna untuk membantu proses pematangan dari buah dan sayur
tersebut. Dampak lain dari kematangan buah dan sayur tersebut adalah
bertambah lembeknya tekstur dari buah dan sayur yang disimpan. Pada
proses penyimpanan buah tomat tersebut tetap terjadi proses pematangan
buah. Proses pematangan ini disebabkan karena adanya gas etilen yang
dihasilkan secara alami oleh buah tomat itu sendiri.
Menurut Iflah dkk (2012), pigmen buah tomat didominasi oleh karoten
dan likopen, akumulasi likopen selama ripening akan menghambat
biosintesis karoten sehingga menjadikan buah tomat terlihat berwarna merah.
Sintesis dan perombakan likopen dipengaruhi oleh suhu, sedangkan karoten
tidak. Suhu antara 30-35°C dapat menghambat sintesis likopen. Warna buah
tomat tidak mengalami perubahan karena proses pematangan buah tomat
tersebut sudah hampir maksimal dengan warna merah cerahnya, sehingga
tidak nampak ada perubahan warna yang mencolok. Proses pematangan buah
ini juga diikuti dengan bertambah lembeknya buah tomat yang disimpan pada
percobaan. Hal ini sesuai dengan teori Saltveit (1999), yang menyatakan
bahwa akan ada perubahan tekstur atau adanya pelunakan pada buah yang
semakin matang akibat pengaruh gas etilen.

2. Penyimpanan Sayur Segar


Pada pengamatan pengaruh pendinginan terhadap kualitas sayur segar,
digunakan sampel bayam dan mentimun, didapatkan hasil seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4. Pengamatan ini menggunakan
dua suhu penyimpanan yang berbeda, yaitu penyimpanan pada suhu ruang
dan penyimpanan pada suhu dingin. Setiap perlakuan baik penyimpanan pada
suhu ruang maupun dengan suhu dingin, diberi dua perlakuan yang berbeda
juga melalui cara pengemasannya. Setiap perlakuan penyimpanan suhu, ada
dua sampel, sampel yang pertama disimpan tanpa dikemas dan hanya
diletakkan di atas piring kertas saja, sedangkan untuk sampel yang lain
dikemas dengan plastik wrap setelah diletakkan diatas piring kertas, dimana
masing-masing disimpan selama 3 hari pengamatan. Selama pengamatan
tersebut, ada 3 macam parameter yang diamati, yaitu parameter warna,
kekerasan atau tekstur dan juga perubahan berat yang dialami sampel selama
masa penyimpanan.
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Pengaruh Penyimpanan terhadap Kualitas
Bayam
Pengamatan Hari Ke-
Bahan Suhu Penyimpanan Parameter
0 1 2
Warna HIjau Hijau Hijau
kecoklatan
Dikemas
Kekerasan ++ + +
Berat 21,171 20,191 18,351
Ruang
Warna Hijau Hijau Hijau
Tidak kecoklatan pucat
Dikemas Kekerasan ++ + +
Berat 47,7 25,128 13,922
Bayam
Warna Hijau Hijau Hijau tua
tua
Dikemas
Kekerasan +++ +++ +++
Berat 23,074 17,075 19,890
Dingin
Warna Hijau Hijau Hijau
Tidak pucat
Dikemas Kekerasan +++++ +++ ++
Berat 18,377 17,067 13,827
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan
+ : Lembek ++++ : Agak keras
++ : Agak lembek +++++ : Keras
+++ : Biasa

Untuk sampel bayam yang disimpan pada suhu ruang dan dikemas,
warna pada bayam terjadi perubahan dari hijau ke hijau kecokelatan,
kekerasan tekstur pada bayam mengalami penurunan menjadi lebih lembek
dari kekerasan di awal penyimpanan, untuk berat bayam yang menjadi
sampel juga mengalami penurunan. Sampel bayam yang disimpan pada suhu
ruang dan tidak dikemas menggunakan plastik wrap, warna cenderung lebih
cepat mengalami perubahan dari hijau menjadi hijau kecokelatan dan menjadi
hijau pucat, tingkat kekerasannya berubah menjadi lembek, dan juga berat
bayam tersebut mengalami penurunan berat. Untuk sampel bayam yang
disimpan pada suhu dingin dengan dikemas, warna pada bayam tidak
mengalami perubahan, tingkat kekerasannya tidak mengalami perubahan
yang drastis, dan penurunan berat yang terjadi juga tidak terlalu besar bahkan
cenderung stabil. Untuk sampel terakhir yang disimpan pada suhu dingin
tanpa dikemas, warnanya sedikit mengalami perubahan menjadi lebih pucat
dari kondisi awalnya, tingkat kekerasannya juga sedikit mengalami
penurunan, sedangkan berat sampel juga mengalami penurunan.
Menurut Ifla dkk (2012), perubahan warna terjadi akibat sintesis
pigmen tertentu, seperti karotenoid dan flavonoid, disamping terjadinya
perombakan klorofil. Perombakan klorofil menyebabkan pigmen karotenoid
yang sudah ada namun tidak nyata menjadi nampak. Kehilangan warna hijau
terjadi dengan cepat pada penyimpanan suhu kamar yang disebabkan oleh
peningkatan kerusakan klorofil dan sintesis pigmen β-karoten dan likopen
yang terjadi selama proses pematangan. Kehilangan tekanan turgor sebagian
besar merupakan proses non-fisiologis yang berhubungan dengan dehidrasi
buah pascapanen. Apabila suhu penyimpanan terlalu tinggi dapat
menyebabkan proses respirasi dan transpirasi berlangsung lebih cepat
sehingga menyebabkan kandungan air dari buah lebih cepat mengalami
penurunan yang dapat mengakibatkan berkurangnya ketegaran buah.
Berdasarkan teori tesebut, hasil percobaan yang didapatkan telah
sesuai. Semakin lama disimpan, warna hijau pada bayam akan semakin pudar
karena adanya proses perombakan klorofil. Namun proses perombakan
klorofil ini dapat sedikit dihambat apabila bayam ini disimpan pada suhu
dingin. Perombakan pigmen klorofil berlangsung lebih cepat apabila bayam
disimpan pada suhu ruang biasa. Hal ini yang menyebabkan warna bayam
menjadi layu dan kecokelatan, terutama pada bagian daun. Berkurangnya
tingkat kekerasan pada bayam dimungkinkan terjadi karena bayam
kehilangan tekanan turgor yang cukup besar, dimana tekanan turgor ini
dipengaruhi oleh adanya proses respirasi dan transpirasi yang terus
berlangsung pada tanaman. Proses respirasi dan transpirasi akan semakin
cepat berlangsung apabila kondisi bayam berada pada penyimpanan suhu
kamar.
Tabel 2.4 Hasil Pengamatan Pengaruh Penyimpanan terhadap Kualitas
Mentimun
Pengamatan Hari Ke-
Bahan Suhu Penyimpanan Parameter
0 1 2
Warna Hijau Hijau Hijau
Dikemas Kekerasan +++++ ++++ +++
Berat 250,275 246,458 242,375
Ruang Warna Hijau Hijau Hijau
Tidak segar pucat
Dikemas Kekerasan +++++ ++++ +++
Berat 241,5 235,69 231,025
Warna Hijau Hijau Hijau
Mentimun
muda muda muda
Dikemas
Kekerasan +++++ ++++ ++++
Berat 178,778 177,926 172,980
Dingin Warna Hijau Hijau Hijau
kekunin kekuning kekuning
Tidak
gan an an
Dikemas
Kekerasan +++++ +++ ++
Berat 187,014 183,038 137,145
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan
+ : Lembek ++++ : Agak keras
++ : Agak lembek +++++ : Keras
+++ : Biasa

Untuk sampel mentimun yang disimpan pada suhu ruang dan dikemas,
warna pada mentimun tidak terjadi perubahan, kekerasan tekstur pada
mentimun mengalami penurunan menjadi lebih lembek dari kekerasan di
awal penyimpanan, untuk berat buah yang menjadi sampel juga mengalami
penurunan yang tidak begitu banyak. Sampel mentimun yang disimpan pada
suhu ruang dan tidak dikemas menggunakan plastik wrap, warna mengalami
perubahan dari hijau segar menjadi hijau pucat, tingkat kekerasannya berubah
menjadi lembek dari keadaan semula penyimpanan, dan juga berat mentimun
tersebut mengalami penurunan berat. Untuk sampel mentimun yang disimpan
pada suhu dingin dengan dikemas, warna pada mentimun cenderung tidak
mengalami perubahan, tingkat kekerasannya tidak mengalami perubahan
yang drastis, dan penurunan berat yang terjadi juga tidak terlalu besar. Untuk
sampel terakhir yang disimpan pada suhu dingin tanpa dikemas, warnanya
tidak mengalami perubahan, tingkat kekerasannya mengalami penurunan
menjadi sedikit lebih lembek dari kondisi awal penyimpanan, sedangkan
berat sampel juga mengalami penurunan berat.
Menurut Koswara (2009), suhu penyimpanan terbaik pada mentimun
adalah 7,5°C. Mentimun hendaknya jangan disimpan pada suhu dibawah
7,5°C untuk mencegah terjadinya perubahan warna yang mengkilat pada kulit
dan untuk mencegah dagingnya agar tidak lembek. Sedangkan menurut
Purwanto dkk (2012), mentimun Jepang mempunyai sifat sensitif terhadap
suhu dingin dan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama pada
suhu 7-10°C. Gejala kerusakan dingin dapat terlihat disamping dari
penampakan luar juga dari parameter seperti susut berat, perubahan ion
leakage dan pH. Tingginya persentase perubahan ion leakage dan pH pada
suhu 5°C dibandingkan pada suhu 25°C menunjukkan terjadinya kerusakan
membran sel sebagai akibat kerusakan dingin.
Berdasarkan teori diatas, hasil dari praktikum yang dilakukan sudah
sesuai. Penurunan berat pada mentimun selama penyimpanan dikarenakan
kerusakan pada membran sel mentimun. Kerusakan membran sel ini
membuat cairan dari mentimun itu sendiri keluar sehingga mengakibatkan
penurunan berat. Keluarnya cairan ini juga menyebabkan tekstur pada
mentimun menjadi lebih lembek.
Menurut Estiasih dan Ahmadi (2009), pengaruh pendinginan terhadap
mikroba adalah memperpanjang fase lag dan menghambat pertumbuhan atau
menurunkan kecepatan pertumbuhan. Akibatnya, waktu yang dibutuhkan
oleh mikroba patogen atau pembusuk untuk tumbuh pada penyimpanan
dingin lebih lama dibandingkan penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi.
Waktu tersebut akan lebih lama jika suhu yang digunakan adalah suhu
minimum untuk pertumbuhan. Produk atau bahan pangan direkomendasikan
disimpan pada suhu di bawah 10°C, biasanya 4°C, untuk mencegah
pertumbuhan mikroba patogen dan pembentukan toksin. Sebagian besar
mikroba patogen tidak dapat tumbuh pada suhu dibawah 5°C. Perlu diingat,
sejumlah mikroba patogen dapat tumbuh pada suhu rendah dan termasuk ke
dalam mikroba psikotrofik, yang dapat tumbuh pada suhu antara -1 sampai
+1 °C. Juga sejumlah mikroba patogen pembentuk spora dapat tumbuh pada
suhu 3-5°C termasuk sejumlah strain. Penyimpanan suhu dingin tidak
ditujukan untuk mencegah pertumbuhan mikroba patogen. Penggunaan suhu
rendah ditujukan untuk memperlambat kecepatan pertumbuhan mikroba.
Menurut Gonçalves and Junior, (2008) salah satu aplikasi pendinginan
pada bidang pangan adalah pembekuan dan penyimpanan dingin merupakan
metode paling efisien untuk penyimpanan hasil laut tetapi perlu diingat
bahwa metode ini tidak bertujuan utama untuk menjaga kualitas dari produk
itu sendiri. Kualitas akhir dari produk berdasarkan pada kualitas dari hasil
laut itu sendiri saat pembekuan, dan sama baiknya saat pembekuan,
penyimpanan dingin dan distribusi. Pembekuan dan penyimpanan beku dapat
memberikan umur simpan yang lebih panjang. Selain digunakan untuk
mengawetkan produk hasil laut, aplikasi di bidang lainnya adalah

3. Penghitungan Kapasitas Pendinginan


Pada pengamatan kapasitas pendinginan, digunakan sampel buah
semangka, dan didapatkan hasil seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.5.
Buah semangka yang akan digunakan untuk percobaan ditimbang terlebih
dahulu menggunakan neraca untuk mengetahui massa dari sampel. Setelah
itu buah semangka dipotong kulitnya berbentuk segitiga, kemudian diukur
menggunakan termometer pada pusat buah. Hal ini untuk mengetahui suhu
yang ada pada pusat buah semangka. Setelah suhu yang didapatkan dicatat,
kemudian potongan semangka tadi ditutupkan kembali pada buah semangka.
Buah semangka yang telah utuh kembali kemudian disimpan pada suhu
dingin didalam refrigerator selama 3 hari. Setelah 3 hari, buah semangka
dikeluarkan dari refrigerator kemudian diukur kembali suhu pada pusat buah
semangka. Kemudian dihitung besar kapasitas pendinginan pada refrigerator
tersebut. Kapasitas pendinginan adalah perhitungan antara massa, dengan
kalor jenis, dan dengan selisih suhu yang diukur setelah penyimpanan tiga
hari. Banyaknya kalor yang harus diserap oleh pendingin dari bahan dan
lingkungan di dalam ruang penyimpanan.
Tabel 2.5 Hasil Pengamatan Kapasitas Pendinginan
Massa Cp T1 T2 Q
Shift Bahan
(kg) (J/kg°C) (°C) (°C) (Joule)
1 Semangka 2,3 0,968 30 4 57,886
2 Semangka 3 0,968 31 3 81,312
Sumber : Laporan Sementara
Pada percobaan kali ini, digunakan dua sampel buah semangka. Satu
buah bermassa 2,3 kg yang digunakan untuk percobaan shift 1, dan buah
semangka yang lain mempunyai massa 3 kg yang digunakan untuk percobaan
shift 2. Kalor jenis dari buah semangka adalah sebesar 0,968 J/kg°C. Dari
hasil percobaan tersebut kalor yang dilepaskan oleh buah semangka shift 1
sebesar 57,886 Joule dengan suhu akhir setelah pendinginan adalah 4 °C.
Sedangkan untuk kalor yang dilepaskan oleh buah semangka pada shift 2
sebesar 81,312 Joule dengan suhu akhir setelah pendinginan adalah 3 °C.
Kapasitas suatu mesin pendingin ialah kemampuan mesin tersebut
untuk menyerap panas dari benda yang didinginkan, umumnya dinyatakan
dalam kkal/jam atau Btu/jam. Satuan lain yang sering dipakai ialah Ton of
Refrigeration (TR) atau Refrigeration Ton (RT). Satuan ini dihitung
berdasarkan panas pencairan 1 ton es selama 24 jam. Yang dimaksud 1 ton
ialah 1 short-ton yang dipakai di Amerika, yaitu sebesar = 2000 lb. Karena
setiap 1 lb es yang mencair membutuhkan panas 144 Btu, maka :
1 RT = (2.000 lb x 144 Btu/lb) / 24 jam = 288.000 Btu/24 jam
1 RT = 12.000 Btu/jam = 3,026 Kkal/jam (Dirja, 2004).
Kapasitas mesin pendingin terutama ditentukan oleh tiga hal yaitu
jumlah refrigerant yang diuapkan tiap jam, temperatur penguapan refrigerant
didalam evaporator, dan jenis refrigerant yang dipakai. Jumlah refrigerant
yang diuapkan tiap jam merupakan fungsi langsung dari kompresor, yaitu
kemampuan kompresor untuk memindahkan gas dari evaporator, dan ini
tergantung dari jumlah dan ukuran silinder kompresor serta kecepatan
kompresor. Temperatur penguapan umumnya telah ditetapkan dalam
rancangan dan tidak dapat dirubah tetapi dapat bervariasi sebesar 3°C
tergantung keadaaan bahan (Dirja, 2004).

E. Penutup
1. Kesimpulan
a. Penyimpanan suhu rendah berpengaruh terhadap kualitas bahan yang
disimpan. Penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi risiko
kerusakan bahan pangan dibanding dengan penyimpanan suhu ruang.
Sampel yang disimpan pada suhu dingin lebih sedikit mengalami
kerusakan dibandingkan dengan sampel yang disimpan pada suhu ruang.
Indikator kerusakan bahan pangan diamati dari warna sampel, tingkat
kekerasan sampel dan juga susut berat yang dialami sampel selama masa
penyimpanan.
b. Pengemasan berpengaruh pada bahan yang disimpan pada suhu rendah.
Sampel yang disimpan menggunakan pengemas, memiliki kerusakan
bahan yang lebih kecil dibandingkan dengan sampel yang disimpan tanpa
pengemas. Kehilangan air pada bahan akibat kerusakan sel dapat
dikurangi dan dihambat dengan adanya plastik pengemas, sehingga
potensi kerusakan lainnya juga dapat dikurangi dengan adanya plastik
pengemas.
c. Kapasitas pendinginan merupakan kemampuan mesin pendingin untuk
menyerap panas atau kalor dari benda yang didinginkan. Dinyatakan
dalam satuan Btu/jam atau kkal/jam. Dipengaruhi oleh tiga hal yaitu
jumlah refrigerant yang diuapkan tiap jam, temperatur penguapan
refrigerant dalam evaporator dan jenis refrigerant yang dipakai.

2. Saran
Didalam praktikum ini kita dapat mempelajari pengaruh penyimpanan
suhu dingin dan suhu ruang, dimana masing-masing dengan dua macam
penyimpanan baik yang dikemas dengan plastik wrap ataupun tidak. Saran
yang dapat kami sampaikan untuk praktikum ini adalah penggunaan sampel
dapat ditambah dengan komoditas daging, dan dapat juga diamati dari sisi
penurunan kualitas kandungan gizi dari bahan yang disimpan pada suhu
dingin pada rentang waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Khairil. 2010. Efek Bahan Pendingin terhadap Peforma Sistem Mesin
Pendingin. Jurnal SMARTek Vol 8 No 3, Agustus 2010.
Dirja. 2004. Dasar-dasar Mesin Pendingin. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan.
Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara.
Gonçalves, Alex Augusto and Candido Santiago Guidobono Gindri Junior. 2008. The
Effect of Glaze Uptake on Storage Quality of Frozen Shrimp. Journal of Food
Engineering 90 (2009) : 285-290.
Iflah, Tajul., Sutrisno dan Titi Candra Sunarti. 2012. Pengaruh Kemasan Starch-
Based Plastics (Bioplastik) terhadap Mutu Tomat dan Paprika selama
Penyimpanan Dingin. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol 2 No 3 : 189-
197 (2012).
Koswara, Sutrisno. 2009. Pengolahan Pangan dengan Suhu Rendah.
Ebookpangan.com
Luengwilai, Kietsuda and Diane M Beckles. 2013. Effect of Low Temperature
Storage on Fruit Physiology and Carbohydrate Accumulation in Tomato
Ripening-inhibited Mutants. Journal of Stored Products and Postharvest
Research Vol 4 No 3 : 35-43, October 2013.
Noor, Zulafa. 2007. Perilaku Selulase Buah Pisang dalam Penyimpanan Udara
Termodifikasi. Seminar Nasional Teknologi ISSN : 1978 – 9777.
Purwanto, Yohanes Aris., Seiichi Oshita., Yoshio Makino., dan Yoshinori Kawagoe.
2012. Indikasi Kerusakan Dingin pada Mentimun Jepang (Cucumis sativus L.)
Berdasarkan Perubahan Ion Leakage dan pH. Jurnal Keteknikan Pertanian
Vol 26 No 1, April 2012.
Rickman, Joy C. Diane M Barrett and Christine M Bruhn. 2007. Nutritional
Comparison of Fresh, Frozen and Canned Fruits and Vegetables. Part 1.
Vitamins C and B and Phenolic Compounds. Journal of The Science of Food
and Agriculture 87 : 930-944 (2007)
Safaryani dkk. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Penurunan
Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L). Buletin Anatomi dan
Fisiologi Vol. XV, No.2, Oktober 2007.
Saltveit, Mikal E. 1999. Effect of Ethylene on Quality of Fresh Fruits and Vegetables.
Postharvest Biology and Technology 15 (1999) : 279-292
Silaban, Sulastri Diana., Erma Prihastanti dan Endang Saptiningsih. 2013. Pengaruh
Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Kandungan Total Asam dan Kadar
Gula serta Kematangan Buah Terung Belanda. Buletin Anatomi dan Fisiologi
Vol XXI, No 1, Maret 2013.
Syah, Dahrul. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. Bogor: IPB Press.
LAMPIRAN

Lampiran Perhitungan

Besar Kapasitas Pendinginan

1. Shift 1
Bahan : Semangka
Massa : 2,1 kg
Cp : 0,968 (J/kg°C)
T1 : 30°C
T2 : 4°C
Q = m . C . ΔT
= 2,3 . 0,968 . 26
= 57,886 Joule
2. Shift 2
Bahan : Semangka
Massa : 3 kg
Cp : 0,968 (J/kg°C)
T1 : 31°C
T2 : 3°C
Q = m . C . ΔT
= 3 . 0,968 . 28
= 81,312 Joule
Lampiran Dokumentasi

Gambar 2.1 Penimbangan Bayam Gambar 2.2 Penimbangan Pisang

Gambar 2.3 Penimbangan Gambar 2.4 Penimbangan Tomat


Mentimun
Gambar 2.6 Pengamatan
PenyimpananSayur Perlakuan Dikemas pada
Suhu Dingin Hari Ke-0

Gambar 2.5 Pengamatan Penyimpanan


Sayur Perlakuan Dikemas pada Suhu Dingin
Hari Ke-2

Anda mungkin juga menyukai