Anda di halaman 1dari 11

Tanggal Praktikum : 23 Maret 2017

Tanggal Pengumpulan : 30 Maret 2017


Asisten : Ika Winda Wati

ANALISIS KADAR GULA PEREDUKSI, GULA TOTAL, DAN PATI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

Bayu Airlangga (240210150077)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor


Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)
7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: bayu15005@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK
Gula dan pati merupakan bagian dari karbohidrat yang merupakan sumber
energi utama pada manusia. Keduanya banyak ditemukan sebagai kandungan
utama pada berbagai produk pangan maupun pada bahan pangan mentah, Analisis
kadar gula dan pati pada produk pangan dilakukan untuk mengetahui kadar
sebenarnya dari gula dan pati pada produk pangan tersebut dan mencocokkannya
dengan kadar yang tertera pada label dan kadar seharusnya sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI). Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode
Luff Schoorl dan metode DNS dengan sampel biskuit, puding, larutan cap kaki tiga
dan big cola untuk analisis gula pereduksi dan gula total, serta tepung pisang dan
tepung hunkue untuk analisis kadar pati. Hasil dari analisis ini dibandingkan dengan
kadar gula yang tertera pada masing-masing sampel dan Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Kata Kunci: gula pereduksi, gula total, pati, metode luff schoorl, metode DNS

ABSTRACT
Sugars and starches are part of a carbohydrate that is the main energy
source in humans. Both are found as the main content on a wide range of food
products and in food raw, Analysis of sugar and starch in food products was
conducted to determine the actual levels of sugar and starch in the food product
and match it to the levels indicated on the label and the content should be
appropriate Indonesian National standard (SNI). The method used in this analysis
is the method of Luff Schoorl and DNS method with biscuits, puddings, larutan cap
kaki tiga and bic cola samples for analysis of reducing sugars and total sugars, as
well as banana flour and flour hunkue for analysis of starch content. The results of
this analysis as compared to sugar contained in each sample and the Indonesian
National Standard (SNI)
Keywords: reducing sugar, total sugar, starch, luff schoorl methods, DNS method

PENDAHULUAN
Peran karbohidrat dalam pangan sangat banyak sekali seperti halnya sebagai
pemberi rasa manis. Karbohidrat juga berperan besar dalam tubuh manusia yakni
sebagai sumber energi sehingga karbohidrat sangat penting bagi kehidupan
manusia. Pentingnya karbohidrat dalam kehidupan manusia melandasi analisis
kadar karbohidrat ini dilakukan. Analisis karbohidrat yang dilakukan pun terbagi
menjadi 3 (tiga) sub analisis yakni gula reduksi, gula total dan pati. Ketiga sub
analisis tersebut memberi pengaruh besar dalam pengolahan bahan pangan
sehingga memperkuat landasan dilakukannya analisis ini.
Terdapat 2 (dua) kelas karbohidrat yakni karbohidrat sederhana dan
karbohidrat kompleks (Fennema, 1996). Dimana karbohidrat sederhana terdiri dari
monosakarida dan disakarida sedangkan karbohidrat kompleks terdiri dari
karbohidrat berantai panjang seperti polisakarida (Nelson dan Michael, 1982).
Peran tiap karbohidrat dalam pengolahan pangan berbeda-beda seperti beberapa
golongan karbohidrat yang menghasilkan serat-serat (dietary fiber) dan berguna
bagi pencernaan (Winarno, 2004). Sehingga terdapat tiga jenis analisa yang
dilakukan yakni analisa gula reduksi, gula total dan pati.
Menurut Nelson dan Michael (1982), gula pereduksi merupakan gula yang
dapat mengalami oksidasi atau mampu mereduksi ion Fe dan Cu. Kemudian gula
total merupakan total seluruh gula yang ada dalam pangan baik itu gula pereduksi
dan gula non-pereduksi. Dan pati atau amilum merupakan polisakarida yang terdiri
dari amilosa dan amilopektin. Pati banyak terdapat dalam tepung-tepungan dan pati
merupakan karbohidrat rantai panjang yang sukar larut dalam air serta tak mudah
untuk dicerna.
Metode yang digunakan dalam analisis karbohidrat ini ialah metode Luff-
Schoorl dan metode DNS dimana kedua metode ini cukup teliti dan tidak rumit
meskipun membutuhkan waktu lama dan membutuhkan banyak reagen kimia.
Prinsip dari metode ini ialah selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel yang
ekuivalen dengan jumlah gula yang ada dalam sampel.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain, labu ukur 100 ml
dan 250 ml, erlenmeyer 250 ml dan erlenmeyer asah, corong dan kertas saring,
volume pipet 25 ml, gelas ukur 25 ml, beaker glass, buret 50 ml untuk titrasi, alat
refluks, alat pemanas, dan spatula.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain, Coca cola, Teh Botol Sosro, dan
sirup Marjan sebagai sampel untuk analisis kadar gula perduksi dan gula total,
tepung pisang dan tepung ketan sebagai sampel analisis kadar pati, serta berbagai
reagen yaitu, Pb-asetat 5%, Na-phosphat 5%, HCl 4N, NaOH 4N, larutan Luff
Schoorl, KI 30%, H2SO4 6N, Na-tiosulfat 0,1 N, indikator metil orange, PP 1%,
dan amilum 1%, serta akuades.
Prosedur
1. Pembuatan Larutan A (Gula Pereduksi)
Sebanyak 2,5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu ukur
250 ml, lalu ditambahkan 50 ml akuades, kemudian ditambahkan 5 ml Pb-asetat
5% dan kocok kuat selama 1 menit, ditambahkan 5 ml Na-phosphat 5% dan kocok
kuat selama 1 menit, kemudian ditepatkan dengan akuades. Sampel kemudian
dikocok dan disaring dengan kertas saring ke dalam erlenmeyer. Selesai disaring,
sebanyak 50 ml sampel diambil dan dimasukkan ke beaker glass, lalu dievaporasi
sampai setengah (25 ml), kemudian dipindahkan ke labu ukur 100 ml dan
ditepatkan dengan akuades. Hasilnya disebut sebagai larutan A.
2. Pembuatan Larutan B (Gula Total)
Sebanyak 50 ml larutan A dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml, lalu
ditambahkan 5 tetes indikator metil orange dan 20 ml larutan HCl 4N, kemudian
panaskan selama 30 menit di hot plate. Setelah dipanaskan, kemudian didinginkan
sampai 20C dan dipindahkan ke labu ukur 100 ml. Selanjutnya dinetralkan dengan
NaOH 4N sampai berwarna kuning muda, lalu ditepatkan dengan akuades.
Hasilnya disebut sebagai larutan B.
3. Pembuatan Larutan Pati
Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan 30 ml akuades, lalu didiamkan
selama 1 jam sambil diaduk dengan interval setiap 10 menit sebanyak 6x, kemudian
disaring. Endapan dicuci dengan 125 ml akuades dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer asah 250 ml. Selanjutnya ditambahkan HCl 25% sebanyak 100 ml dan
kemudian direfluks selama 2,5 jam. Setelah direfluks, kemudian didinginkan, lalu
ditambahkan indikator PP 1% sebanyak 3-4 tetes, kemudian ditambahkan NaOH
4N sampai netral. Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditepatkan
dengan akuades. Hasilnya disebut sebagai larutan pati.
4. Penentuan Kadar dengan Metode Luff Schrool
Sebanyak 25 ml sampel (larutan B, atau pati) dimasukkan ke dalam
erlenmeyer asah, lalu dtambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl. Larutan kemudian
direfluks selama 15 menit dihitung ketika larutan mulai menghasilkan gelembung.
Setelah itu, didinginkan dan ditambahkan 10 ml KI 30% dan 25 ml H2SO4 6N.
Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na-tiosulfat 0,1 N sampai berwarna kuning
jerami, indikator amilum 1% ditambahkan sebanyak 2 ml, kemudian titrasi
dilanjutkan sampai larutan berwarna putih susu, lalu perhatikan volume Na-
tiosulfat hasil titrasi. Setelah mendapatkan volume Na-tiosulfat yang dibutuhkan,
maka dilakukan penentuan kadar gula reduksi dan gula total.
(Volume blanko Volume titrasi)x N Na2 S2 O3
a=
0,1
Nilai a tersebut diinterpolasi ke b dengan melihat tabel Luff Schoorl. Setelah
didapatkan nilai b kadar gula reduksi maupun gula total dapat dihitung
menggunakan rumus:
b x Faktor pengenceran
% Gula = x 100%
berat sampel(mg)
Faktor pengenceran dapat dilihat dari penambahan akuades hingga tanda
batas dalam labu ukur yang volumenya berbeda dari tiap proses.
5. Persiapan Pereaksi DNS
Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 gram asam 3,5 dinitrosalisilat
dan 19,8 NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu ditambahkan 306gram Na-K
Tartat 7,6 gram fenol yang dicairkan pada suhu 50C dan 8,3 gram Na-metabisulfit.
Larutan ini diaduk rata, kemudian 3 ml larutan dititrasi dengan HCl 0,1N dengan
indikator PP, banyak titran berkisar 5-6 ml. jika memang kurang dari itu harus
ditambahkan 2 gram NaOH untuk setiap ml kekurangan HCl 0,1 N.
6. Penentuan Kurva Standar
Kurva standar dibuat dengan mengukur untuk mengetahui nilai gula
pereduksi pada glukosa pada selang 0,2-0,5 mg/l. Kemudian nilai gula pereduksi
dicari dengan metode DNS. Hasil yang didapatkan diplotkan dalam grafik secara
linier. Sampel yang digunakan adalah glukosa monohidrat sebagai standar.
7. Preparasi sampel
Timbang 0,5 gram sampel dari larutan A, dimasukkan ke dalam tabung
sentrifuse, ditambahkan 10 ml akuades, kemudian vortex selama 30 detik.
Dipanaskan dalam air mendidih dengan suhu 900C selama 15 menit. Selanjutnya
sentrifugasi selama 5 menit 3500 rpm. Pisahkan gel dengan supernatant, bagian
yang selanjutnya dipakai adalah supernatant.
8. Penetapan Gula Pereduksi dengan Metode DNS
Pengujian gua pereduksi menggunakan kurva standar DNS adalah dipipet
0,2 ml puding, 0,1 ml biskuit, 0,1 ml big cola yang telah dipreparasi dimasukkan ke
dalam tabung sentrifuse, kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan
tersebut ditempatkan dalam waterbath selama 5 menit dan ditutup dengan kelereng
yang tujuannya untuk mengurangi penguapan dan menghindari tabung pecah saat
pemanasan. Setelah selesai dibiarkan sampai dingin pada suhu ruang. Setelah
dingin ditambahkan akuades sampai 10 ml dan divortex kembali. Diukur absorbansi
pada panjang gelombang 540 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya
berdasarkan pada kemampuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Metode
penentuan komposisi gula reduksi dalam sampel yang mengandung karbohidrat
yang digunakan adalah menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat / 3,5-
dinitrosalicylic acid. Metode ini adalah metode kimiawi. DNS merupakan senyawa
aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi maupun komponen pereduksi
lainnya untuk membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid, suatu senyawa yang
mampu menyerap dengan kuat radiasi gelombang elektromagnetik pada 540 nm.
Semakin banyak komponen pereduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan
semakin banyak pula molekul 3-amino-5-nitrosalicylic acid yang terbentuk dan
mengakibatkan serapan semakin tinggi.
Reaksi dengan DNS yang terjadi merupakan reaksi redoks pada gugus
aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu DNS sebagai
oksidator akan tereduksi membentuk 3-amino dan 5-nitrosalicylic acid. Reaksi ini
berjalan dalam suasana basa. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan
DNS yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga
menimbulkan warna jingga kemerahan.
Dalam pembuatan reagen DNS, perlu ditambahkan NaOH ke dalam larutan
yang bertujuan untuk memberikan suasana basa. Karena nantinya reaksi dari reagen
DNS ini bekerja pada suasana basa. Selain menambahkan NaOH, juga ditambahkan
kalium natrium tartrat 40% (Rochelle Salt). Fungsi dari penambahan ini adalah
untuk menstabilkan warna yang terbentuk pada saat reaksi terjadi yaitu merah
bata/kecoklatan. Di samping itu, kadang juga diperlukan pemanasan untuk
membantu mempercepat jalannya reaksi. Karena nantinya yang akan diukur adalah
absorbansi dari warna yang terbentuk tersebut dengan spektrofotometri pada
panjang gelombang 540 nm.
Penentuan kadar gula total dan pati ini menggunakan cara Luff Schoorl,
dimana metode ini merupakan salah satu penentuan kadar karbohidrat dengan cara
kimiawi dengan oksidator kupri. Pada penentuan gula cara Luff Schoorl, yang
ditentukan bukan kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan
kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko)
dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya
dengan titrasi menggunakan Na2S2O3. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel
ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan.
Berdasarkan prosedur Pb Asetat ditambahkan untuk mereduksi kandungan
lain selain karbohidrat yang terdapat dalam sampel. Hal ini dikarenakan kandungan
sampel tidak hanya karbohidrat, banyak juga kandungan lain seperti protein, lemak,
mineral, dan lain-lain. Selain itu fungsi Pb Asetat adalah mengedapkan asam-asam
organik dan protein yang terdapat pada sampel.. Sementara itu, penambahan larutan
Na Phospat 5% berfungsi menghilangkan timbal berlebih ketika proses
sebelumnya. Timbal berlebih harus dihilangkan karena akan bereaksi dengan I2
membentuk endapan dan mempengaruhi titik akhir titrasi, sehingga akan
mempengaruhi dalam perhitungan kadar gula tersebut.
Sementara itu, larutan yang diuji untuk menentukan kadar gula total
diperoleh dengan memipet larutan A sebanyak 50 ml kemudian dimasukkan ke
dalam beaker glass. Larutan tersebut ditambahkan 5 tetes indikator metil orange
dan 20 ml HCl 4 N. Tujuan dari penambahan HCl ini adalah untuk memberikan
suasana asam dalam sampel dan diharapkan dapat melarutkan protein yang terdapat
dalam sampel yang dikhawatirkan bila protein tidak terpisahkan dalam metode ini
dapat dianggap sebagai komponen gula pereduksi, sehingga analisa yang kita
lakukan akan mengalami kesalahan. Penambahan HCl juga berfungsi untuk
menghidrolisis semua gula sehingga semua gula berubah menjadi gula yang bersifat
pereduksi.
Selanjutnya, untuk prosedur pembuatan larutan pati adanya penambahan
akuades terhadap sampel yang berfungsi untuk menghilangkan kadar karbohidrat
yang terlarut. Pati bersifat tidak larut air, jika larutan berwarna keruh maka
kandungan amilosa lebih dominan dari amilopektin dan bersifat tidak lengket
begitupun sebaliknya. Selain itu, penambahan HCl sesaat sebelum direfluks
berfungsi untuk menghidrolisa pati menjadi gula reduksi. Tiga perlakuan yang
dapat memotong rantai amilosa dan amilopektin dalam pati adalah pemanasan,
pemotongan dengan enzim, dan asam.
Larutan B dan larutan pati yang telah selesai dibuat dapat diuji kadar gula
total dan kadar patinya. Berdasarkan prosedur penentuan kadar, sebelum larutan
direfluks harus ditambahkan larutan Luff Schoorl sebanyak 25 ml terlebih dahulu.
Tujuan dari penambahan pereaksi Luff Schoorl lalu di refluks ialah untuk
mereduksi gula sehingga Cu2O teroksidasi menjadi CuO. Refluks berfungsi untuk
mempercepat reaksi. Prinsip kerja dari refluks adalah menguapkan zat volatil tanpa
mengurangi volume larutan. Selanjutnya di pertengahan proses titrasi dilakukan
penambahan indikator amilum 1% ketika warna larutan sudah berubah menjadi
kuning jerami. Indikator amilum ditambahkan saat pertengahan titrasi (bukan saat
awal titrasi) karena penambahan amilum di awal dapat mengakibatkan menutupi
permukaan senyawa CuI sehingga hasil yang diperoleh menjadi bias. Amilum juga
dapat menyekap semua I2 hasil reaksi sehingga nanti akan mempengaruhi volume
titrasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI CuI2 + K2SO4
2CuI2 Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI
Gula Pereduksi
Kadar gula pereduksi tertinggi terdapat pada sampel larutan cap kaki dan
kadar gula pereduksi terendah terdapat dalam sampel big cola. Nilai kadar gula total
selalu lebih besar daripada gula reduksi karena pada prinsipnya jumlah gula total
adalah gabungan dari gula pereduksi dan gula non pereduksi.
Berdasarkan hasil pengamatan dalam lampiran tabel 2 untuk sampel biskuit
mengandung rata-rata gula reduksi sebanyak 3,488%. Rata-rata gula reduksi sampel
puding sebesar 1,498%. Rata-rata gula reduksi sampel larutan sebesar 5,668%.
Sampel big cola memiliki kadar gula reduksi sebesar 1,411%. Kurva standar dalam
gambar 1 menunjukkan bahwa nilai absorbansi dari keempat sampel mendekati
kurva standar sehingga data yang diperoleh sudah benar.
Kadar Gula Total
Prinsip penentuan kadar gula total ini sama dengan penentuan kadar pati
yaitu dengan hidrolisis dengan asam berupa HCl sehingga terbentuk gula-gula
sederhana. Degradasi gula-gula sederhana menjadi senyawa-senyawa inhibitor
sangat dipengaruhi oleh suhu, waktu dan konsentrasi asam (Adrados dkk., 2005;
Palmqvist dan Hahn-Hagerdal 2000).
Choi dan Mathews (1996) menyatakan konsentrasi asam yang tinggi
memberikan hasil yang lebih tinggi dengan waktu hidrolisis lebih pendek
dibandingkan dengan konsentrasi asam yang lebih rendah. Konsentrasi asam yang
rendah menghasilkan konversi gula lebih rendah meskipun waktu hidrolisisnya
lebih lama dari waktu hidrolisis dengan konsentrasi asam tinggi.
Berdasarkan hasil praktikum, nilai rata-rata kadar gula total biskuit, puding,
larutan, dan big cola masing-masing adalah 23,74%, 19,66%, 5,84%, 4,03%.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992) mengenai biskuit,
standar karbohidrat yang terkandung didalamnya sebesar 70%. Hal ini
menunjukkan sampel biskuit tidak memenuhi standar. Kadar karbohidrat dalam
kemasan big cola sebesar 9%, sedangkan dalam praktikum kadar gula total rata-rata
big cola sebesar 4,03%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar gula pada praktikum
sampel big cola telah sesuai dengan kadar gula yang tercantum pada label kemasan.
Kadar karbohidrat dalam kemasan puding dan larutan cap kaki
menunjukkan bahwa kadar gula sampel pada praktikum telah sesuai dengan kadar
gula yang tercantum pada label kemasan.
Perbedaan antara hasil praktikum dan kadar yang tertera pada label kemasan
ini dapat diakibatkan penggunaan konsentrasi yang kurang sesuai, ketidakakuratan
pembacaan hasil titrasi, maupun selasa proses penyimpanan sampel yang kurang
benar sehingga mengakibatkan rusaknya beberapa jenis gula menjadi tidak
terhitung saat penetapan.
Ketidaksesuaian hasil dimana sampel big cola menunjukkan hasil kadar
gula total lebih rendah daripada kadar pada label kemasan diduga disebabkan oleh
pH larutan yang terlalu tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Harjadi (1994),
apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah
daripada sebenarnya, karena pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan yaitu
terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). Oleh karena itu hasil
analisis kadar gula total menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan kdar gula
total yang tercantum pada label kemasan.
Pada dasarnya kadar gula total biasanya lebih besar daripada gula pereduksi
karena pada gula total bukan hanya gula pereduksi saja yang terhitung tetapi gula
non-pereduksi seperti sukrosa. Sukoyo dkk (2014) menyatakan bahwa besar
kecilnya kadar gula pereduksi sangat ditentukan oleh besar kecilnya kadar gula
pereduksi dalam bahan dan tingkat inversi selama proses pemasakan, selain itu
semakin rendah pH dan semakin tinggi suhu penguapan, laju inversi semakin tinggi.
Konsentrasi HCl optimum yang digunakan untuk menghidrolisis substrat pun ikut
mempengaruhi. Selain itu, kandungan karbohidrat lain seperti disakarida, pati dan
lain sebagainya dapat ikut dihidrolisis dan dapat mempengaruhi kandungan gula
sederhana.
Kadar Pati
Sampel yang digunakan dalam analisis kadar pati ini yaitu tepung pisang
dan tepung hunkue. Sampel yang akan dianalisis kadar patinya harus dihidrolisis
pati dalam sampel tersebut terlebih dahulu. Reaksi hidrolisis pati dengan air yaitu
air akan menyerang pati pada ikatan 1-4 glukosida menjadi rantai yang lebih
pendek seperti glukosa (Dlouhy dan Kott, 1948). Reaksi ini berlangsung sangat
lambat, sehingga perlu bantuan katalisator yaitu enzim dan asam yang pada
praktikum ini digunakan HCl. Hidrolisis tepung untuk mendapatkan sirup atau gula
cair dibuat pada kondisi suhu 140-150oC (Groggins, 1958). Hasil hidrolisis pati
tersebut kemudian dianalisis dengan metode luff schoorl untuk dapat diketahui
kadar patinya.
Berdasarkan hasil analisis, rata-rata kadar pati dari sampel tepung pisang
yaitu 83,10%, sedangkan rata-rata kadar pati dari sampel tepung hunkue yaitu
75,99%. Hasil rata-rata tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Jenie dkk
(2012) yang menyebutkan bahwa kadar pati tepung pisang ialah 65,98 70,29%.
Hal ini bisa disebabkan karena tingkat kematangan pisang pada saat penepungan
belum sepenuhnya matang. Semakin berwarna kuning maka kadar pati tepung
pisang semakin rendah (Zhang dkk, 2005 dikutip Restiana, 2015). Sedangkan
Kadar pati dalam tepung hunkue bila dibandingkan dengan SNI 01-3726-1995 yaitu
83,5%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar pati tepung hunkue pada saat praktikum
lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh SNI 01-3726-1995.
Perbedaan kadar pati dapat diakibatkan oleh pengisolasian pati yang kurang
sempurna pada saat persiapan sampel sehingga tidak semua pati terisolasi dan
teranalisis. Pemanasan dalam proses penepungan juga dapat menjadi faktor
berkurangnya kadar pati. Semakin tinggi suhu pengeringan, maka kadar pati
semakin menurun. Hal ini diduga karena perlakuan suhu yang tinggi akan
mengakibatkan rusaknya sebagian molekul pati pada saat pengeringan (Lidiasari,
et al., 2006). Selain itu, perbedaan kadar pati diduga juga dapat terjadi karena proses
pengolahan, seperti halnya proses penggilingan saat pembuatan pati dapat
menghilangkan kadar pati mencapai 13-20%. Proses penyaringan juga bisa
mengurangi kadar pati karena adanya partikel-partikel pati yang lebih besar yang
tidak melewati saringan, sehingga jumlah pati menjadi lebih sedikit (Martunis,
2012).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan sampel biskuit, puding, larutan dan big cola
masing-masing mengandung rata-rata gula reduksi sebanyak 3,488%, 1,498%,
5,668% dan 1,411%. Berdasarkan hasil praktikum, nilai rata-rata kadar gula total
biskuit, puding, larutan, dan big cola masing-masing adalah 23,74%, 19,66%,
5,84%, 4,03%. Berdasarkan hasil analisis, rata-rata kadar pati dari sampel tepung
pisang yaitu 83,10%, sedangkan rata-rata kadar pati dari sampel tepung hunkue
yaitu 75,99%.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada kang Adi selaku laboran kimia
pangan dan para asisten laboratorium analisis pangan yang turut membantu
mengumpulkan data dan juga telah memfasilitasi praktikum ini hingga akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Andrados, B.P., Choteborska, P., Galbe, M. Dan Zacchi, G. 2005. Ethanol
Production from Non-Starch Carbohydrtes of Wheat Bran. Journal of
Bioresource Technology 96: 843-850.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1992. SNI 01-2973-1992 mengenai Biskuit.
BSN. Jakarta
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1995. SNI 01-3726-1995 mengenai Tepung
Hunkue. BSN. Jakarta
Choi, C.H. dan Mathews, A.P. (1996). Two-step acid hydrolysis process kinetics in
the saccharication oflow-grade biomassa : 1. experimental studies on the
formation and degradation of sugars. Journal of Bioresource
Technology 58: 101-106.
Dlouhy, J.E., dan Kott. 1948. Continuous Hidrolysis of Corn Starch. Chemistry Eng
Progress 44: 899.
Fennema, Owen R. 1996. Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker, Inc., New
York.
Groggins, P.H. 1958. Unit Processes in Organic Synthesis, Second Edition.
McGraw Hill Kogakusha, Tokyo.
Harjadi, W. 1994. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia, Jakarta.
Jenie, Betty Sri Laksmi; Reski Praja Putra; dan Feri Kusnandar. 2012. Fermentasi
Kultur Campuran Bakteri Asam Laktat dan Pemanasan Otoklaf dalam
Meningkatkan Kadar Pati Resisten dan Sifat Fungsional Tepung Pisang
Tanduk (Musa paradisiaca formatypica). Jurnal Pascapanen Volume 9 No.
1 Hal 18 26
Lidiasari, E., et al. Pengaruh Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu terhadap
Mutu Fisik dan Kimia Yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi Pertanian.
Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan.
Martunis. 2012. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan terhadap Kuantitas dan
Kualitas Pati Kentang Varietas Granola. Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia Vol. 4, No. 3, 2012.
Nelson, David L dan Michael M Cox. 1982. Lehninger Principles of Biochemistry
Fourth Edition. Worth Publishing Inc., New York.
Restiana, Resti. 2015. Skripsi : Indeks Glikemik dan Karakteristik Organoleptik
Cookies Tepung Pisang Tanduk (Musa paradisiaca formatypica)
Teretrogradasi. Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Sukoyo, A., B. D. Argo, dan R. Yulianingsih. 2014. Analisis Pengaruh Suhu
Pengolahan dan Derajat Brix terhadap Karakteristik Fisikokimia dan
Sensoris Gula Kelapa Cair dengan Metode Pengolahan Vakum. Jurnal
Bioproses Komoditas Tropis Vol. 2[2]. Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya, Malang.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka. Jakarta
LAMPIRAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kadar Gula Total dan Pati
Jenis Sampel W sampel FP V Titrasi Nilai a (ml) Nilai b (mg % Gula atau Rata-rata % Gula
(g) (ml) gula) % Pati dan % Pati
Biskuit 1 2,5009 16,7 8,0325 19,8845 31,80
23,74
Biskuit 2 2,5019 20,5 4,0425 9,8063 15,68
Puding 1 2,5014 18,2 6,4575 15,8438 25,34
19,66
Gula Puding 2 2,5053 20,9 3,6225 8,7564 13,98
40
Total Larutan 1 2,5064 22,9 1,5225 3,6540 5,83
5,84
Larutan 2 2,5010 22,9 1,5225 3,6540 5,84
Big Cola 1 2,5036 23,8 0,5775 1,3860 2,21
4,03
Big Cola 2 2,5044 22,9 1,5225 3,6540 5,84
Tp Pisang 1 2,5007 15,3 9,5025 22,1995 79,90
83,10
Tp Pisang 2 2,5005 15,2 9,6075 23,9794 86,31
Pati 100
Tp Hunkue 1 2,5004 16,2 8,5575 21,2491 76,48
75,99
Tp Hunkue 2 2,5008 16,3 8,4525 20,9765 75,49
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
Tabel 2. Hasil Pengamatan Gula Pereduksi
Sampel W Sampel (g) V sampel (ml) FP Absorbansi (y) ppm (x) KGR Rata-rata KGR
Biskuit 1 0,5006 0,10 0,313 19,94 3.983
100 3.488
Biskuit 2 0,5012 0,10 0,241 15,00 2.993
Puding 1 0,5076 0,20 0,245 15,28 1.505
50 1.498
Puding 2 0,5028 0,20 0,241 15,00 1.492
Larutan 1 0,5022 0,10 0,402 26,03 5.183
100 5.668
Larutan 2 0,5066 0,10 0,477 31,17 6.153
Big Cola 1 0,5076 0,05 0,08 3,98 1.568
200 1.411
Big Cola 2 0,5028 0,05 0,068 3,15 1.253
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017
ml Na-Tio mg Gula X Y
0 0,0 0 0,000
1 2,4 16 0,258
2 4,8 32 0,514
3 7,2 48 0,733
4 9,7 64 0,972
5 12,2 80 1,167
6 14,7
7 17,2
8 19,8
9 22,4
10 25,0

Kurva Standar Glukosa


1,200
y = 0,0146x + 0,0219
1,000
R = 0,998
0,800 kurva standar
absorbansi

0,600 Biskuit

0,400 Puding
Larutan
0,200
BigCola
0,000
0 20 40 60 80 100
ppm

Anda mungkin juga menyukai