Anda di halaman 1dari 16

PRAKTIKUM BIOKIMIA

P 11 dan P 12
UJI KUANTITATIF PROTEIN
METODE LOWRY & METODE BRADFORD
KP B

NAMA : 1. Agnes Amandha Febryna / 170115043


2. Adrianus Endry Tan / 170115052

ASISTEN : 1. Maria Fidelia Susanto


2.Albert Adiputra

DOSEN : 1.Ida Bagus Made Artadana, S.si, M.Sc.


2.Ruth Chrisnasari , S.TP, M.P.

FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
UNIVERSITAS SURABAYA

2017
I. TUJUAN
Menentukan kadar protein dalam sample dengan metode Lowry
dan metode Bradford
II. DASAR TEORI
Protein tersusun atas asam amino yang dihubungkan melalui ikatan
peptida (Garreth & Grisham, 2013). Asam amino merupakan asam
karboksilat yang mengandung gugus amino. Dialam, dapat ditemukan 20-
21 macam asam amino yang membangun protein (Girindra, 1986).
Terdapat berbagai metode yang digunakan untuk menganalisis
suatu kandungan protein. Prinsip dasar metode tersebut adalah
mendeterminasi kandungan nitrogen, ikatan peptida, asam amino aromatis,
dye-binding capacity, absorbansi dengan UV. Adapun beberapa metode
yang sering digunakan untuk menentukan kandungan protein adalah
metode Kjeldahl, Dumas (pembakaran Nitrogen), Spektroskopi Infrared,
Lowry, Dye-binding, Bicinchoninic Acid (BCA), dan absorbsi dengan UV
pada panjang gelombang 280 nm (Nielsen, 2010). Namun pada praktikum
kali ini akan dilakukan metode pengukuran sampel protein dengan metode
Lowry dan metode Bradford
Metode Lowry mengkombinasikan reaksi Biuret dengan reduksi
reagen Folin-Ciocalteau phenol (phosphomolybdic-phosphotungtic acid)
oleh residu asam amino tirosin dan triptofan. Metode ini didasarkan atas
interaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida pada kondisi basa, dan diikuti
dengan reduksi reagen Folin-Ciocalteau oleh oksidasi asam aromatis yang
menghasilkan kompleks berwarna biru. Berikut merupakan mekanisme
reaksi metode Lowry (Nielsen, 2010).

Sedangkan reaksi yang terjadi pada metode Lowry adalah sebagai


berikut :
Cu2+ + Protein Kompleks Cu2+-Protein
Cu2+ + (Asam amino Tyr, Trp)red Cu+ + (Asam amino)oks
Cu+ + (F-C)oks Cu2+ + (F-C)red
Kompleks biru yang dihasilkan dapat diamati secara optimum pada
panjang gelombang 750 nm (sensitifitas tinggi untuk konsentrasi protein
yang rendah) (Nielsen, 2010).
Adapun kelebihan dari metode Lowry adalah sangat sensitif (50-
100 kali lebih sensitif dari metode Biuret, 10-20 kali lebih sensitif daripada
metode absorbansi UV), tidak dipengaruhi oleh kekeruhan sampel,
prosesnya simpel (dapat dilakukan selama 1-1,5 jam). Namun metode
Lowry juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya reaksi yang terjadi
mungkin terganggu oleh keberadaan sikrosa, lipid, buffer fosfat,
monosakarida, dan heksoamin; mengandung cukup banyak senyawa
penginterferensi (gula pereduksi, amonium sulfat, komponen sulfidril);
warna yang terjadi tidak sepenuhnya sebanding dengan konsentrasi protein
(Nielsen, 2010).
Pada metode Bradford, prinsip utamanya adalah sebagai
berikut. Ketika Coomassie Brilliant Blue G-250 (CBBG) berikatan
dengan protein, maka dye akan mengalami perubahan warna dari
kemerahan menjadi kebiruan, dan absorbansi maksimum dye bervariasi
diantara 465 nm-595 nm. Namun perubahan pada absorbansi 595 nm
adalah proporsional dengan konsentrasi protein pada sampel. Seperti pada
metode dye-binding yang lain, metode Bradford bergantung pada sifat
amfoter alamiah protein. Ketika larutan/sampel yang mengandung protein
diasamkan menjadi pada pH kurang dari titik isoelektrik protein, maka dye
yang ditambahkan akan mengikat protein secara elektrostatik. Efisiensi
pengikatan molekul pewarna diperkuat oleh interaksi hidrofobik antara
molekul dye dengan backbone polipeptida pada residu protein yang
bermuatan positif. Pewarna CBBG berikatan terutama pada residu asam
amino arginin, triptofan, tirosin, histidin, dan fenilalanin (Nielsen, 2010).
Pada penggunaan metode Bradford terdapat beberapa keuntungan,
diantaranya: cepat; dapat diulang; sensitif; tidak ada senyawa
penginterferensi dari amonium sulfat, polifenol, sukrosa, atau kation; serta
kompatibel dengan agen pereduksi. Namun metode Bradford juga
memiliki kelemahan, diantaranya: dapat terganggu oleh deterjen baik ionik
maupun non-ionik misalnya SDS, Triton X-100; kompleks protein-dye
yang terbentuk dapat berikatan dengan kuvet kuarsa yang digunakan,
sehingga harus digunakan kuvet gelas atau kaca; warna yang dihasilkan
bervariasi terhadap tipe protein yang dipilih, sehingga harus dipilih
standard protein yang benar (Nielsen, 2010).
Kelarutan suatu protein bergantung pada konsentrasi garam
terlarut, polaritas larutan, pH, dan temperatur. Pada praktikum kali ini
dilakukan isolasi protein dengan menggunakan metode salting in.
Penambahan larutan garam dengan konsentrasi rendah menyebabkan
protein menjadi bermuatan dan larut dalam larutan garamnya. Garam akan
melindungi muatan ionik dari protein sehingga interaksi antar molekul
protein menjadi lebih lemah. Sedangkan proses salting out dapat
mengendapkan protein sehingga menjadi tidak larut pada larutan garam
(Matthew,1999). Berikut merupakan skema proses salting in dan salting
out pada protein.
Pada prosedur percobaan, dibuat suatu kurva kalibrasi (kurva
standard). Fungsi kurva standard adalah untuk mengetahui hubungan
antara konsentrasi analit dengan absorbansi. Larutan standard akan lebih
baik jika disiapkan/dibuat dengan reagen yang sama, dan pada waktu yang
sama seperti pada analit. Konsentrasi (atau absorbansi) senyawa yang diuji
harus masuk pada range konsentrasi (atau absorbansi) yang dihasilkan
pada kurva standard (Nielsen, 2010).
Pengukuran kadar sampel dilakukan dengan mengukur absorbansi
pada panjang gelombang tertentu yang disebut sebagai spektrofotometri.
Metode pengukuran dengan spektrofotometri adalah berdasarkan absorbsi
cahaya pada panjang glombang tertentu dengan atom atau suatu senyawa.
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu
pada suatu objek kaca atau kuarsa, yang disebut sebagai kuvet. sebagian
cahaya diserap, namun sebagian akan dilewatkan. Nilai absorbansi cahaya
yang dilewatkan sebanding dengan konsentrasi larutan dalam kuvet.
berikut merupakan struktur alat spektrofotometer (Breysse & Lees, 2003).
Prinsip kerja spektrofotometer adalah berdasarkan hukum Lambert-
Beer yang menghubungkan antara absrbansi cahaya dengan konsentrasi
pada suatu bahan yang mengabsorbsi (Breysse & Lees, 2003).
III. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
1. Mortar 1.Sampel protein (biskuit)
2. Labu ukur 50ml 2.NaCl
3. Sentrifuge 3.Standart protein
4. Beaker glass 50ml,100ml 4. 2% 2 3
5. Waterbath 5. 0,1 N NaOH
6. Tabung reaksi 6. 4 2%
7. Batang pengaduk 7. C4H4KNaO6 4 H2O
8. Mikropipet 100-1000 8. Reagen folin-ciocalteau
9. Pipet ukur 1 ,10 ml 9. Aquades
10. Bola hisap 10. Buffer asetat pH 5
11. Kuvet 11. Ammonium sulfat
12. Spektrofotometer 12. Etanol 95 %
13. Tabung reaksi + rak 13, comassie brilliant blue
14. Sendok besi 14. Asam fosfat
15. Penjepit kayu
IV. MSD

1. NaCl
Tampak fisik : padatan kristal berwarna putih
Bau : tidak berbau
Titik didih : 1413oC
Titik leleh : 801oC
Berat molekul : 58,44 gr/mol
2. Na2CO3
Tampak fisik : padatan berwarna putih
Bau : tidak berbau
Titik didih : 851oC
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air panas
3. NaOH
Tampak fisik : cairan tak berwarna atau keruh
Titik didih : 145oC
4. CuSO4
Tampak fisik : cairan berwarna biru
Bau : tidak berbau
Titik didih : 650oC
Titik leleh : 590oC
5. Sodium Potassium Tartrat
Tampak fisik : padatan berwarna putih
Titik didih : 70oC
Berat molekul : 282,22 gr/mol
6. Reagen Folin-ciocalteau
Tampak fisik : cairan berwarna putih
Bau : tidak berbau
Titik didih : 100oC
Berat molekul : 260,2 gr/mol
7. Amonium Sulfat
Tampak fisik : padatan kristal berwarna kecoklatan atau kelabu
Bau : tak berbau
Berat molekul : 132,14 gr/mol
Titik leleh : 280oC.

8. Aquades
Tampak fisik : cairan tak berwarna
Bau : tidak berbau
Titik didih : 100 oC
Titik leleh : 0oC

9. Etanol 95%
Tampak fisik : cairan bening
Bau : seperti alcohol
Titik didih : 78,5oC
Titik leleh : -90oC
Berat molekul : 46,06 gr/mol
10. Comassie Brilliant Blue (CBBG)
Tampak fisik : bubuk kristalin berwarna merah hingga biru
Bau : tidak berbau
11. Asam Fosfat
Tampak fisik : cairan seperti sirup
Bau : tidak berbau
Rasa : asam
Warna : bening tak berwarna
Titik didih : 158oC
Titik leleh : 21 oC
12. Bovine Serum Albumin (BSA)
Tampak fisik : cairan bening
Bau : tidak berbau
Berat molekul : 66 gr/mol
V. CARA KERJA
a. Prosedur Isolasi Protein dari Biskuit atau Susu
10 gr sampel biskuit

Dihaluskan dengan mortar

50 mL NaCl 10%
Dicampur secara merata

Disentrifugasi 2000-3000 rpm (15 menit)

Super Dididihkan dalam waterbath 15 menit

Didinginkan

Disentrifugasi 3000 rpm (10 menit)

Supernatan diambil
50 mL NaCl 10%
Digenapkan volume-nya hingga 50 mL

Ekstrak Protein
b. Penyimpana kurva standart larutan protein

Larutan induk protein 300 g/m

Masing-masing tabung dibuat

0 ; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6 ; 0,7 ; 0,8 ;10


Ditambahkan 1 ml 2
Ditambahkan 8 mL Reagen Lowry B ke masing-masing tabung

Dibiarkan 10 menit
1 mL Reagen Lowry A

Dikocok dan dibiarkan 20 menit

Spektrofotometer pada = 600 nm


c. Penyimpanan sampel

Sampel Protein

4-5 gram amonium sulfat per


10 ml

Disentrifuge 11000 rpm (10 menit)

Endapan

Dilarutkan kembali dalam buffer asetat pH 5


8 mL Reagen Lowry B
Dibiarkan 10 menit
1 mL Reagen Lowry A

Dikocok dan dibiarkan 20 menit

Spektrofotometer pada = 600 nm

Dihitung kadar protein dalam sampel


d. Pembuatan reagen Bradford

10 mg CBBG

10 mL asam fosfat 85%


Dilarutkan
Volume larutan digenapkan 100 mL

Disaring

e. Penyiapan kurva standart

2 mg/ml BSA

Diencerkan dengan konsentrasi tertentu


(100, 200, 400, 600, 1000 g/ml)

50 L masing-masing pengenceran
2,5 mL reagen Bradford
Divortex, dibiarkan 10 menit

Spektrofotometer pada = 595 nm

Dibuat kurva standar


f. Pengukuran sampel

50 L sampel

2,5 mL reagen Bradford

Divortex, dibiarkan 10 menit

Spektrofotometer pada = 595 nm


VI. DAFTAR PUSTAKA
Breysse, P.N dan Lees, P.S.J. 2003. Analysis of Gases and

Vapors 2nd Edition. New York : American Industrial Hygiene

Association (AIHA) Press.


Garreth, R. H. and Grisham, C. M. 2013. Biochemistry
Fifth Edition. USA :Brooks/Cole Cegage Learning.
Girindra, A. 1986. Biokimia 1. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Mathews, Van Holde, and Ahern. 1999. Biochemistry.
San Fransisco : Benjamin Cummings
Nielsen, S. S. 2010. Food Analysis Fourth Edition. New York :
Springer.
VII. HASIL DAN PERHITUNGAN
1. Metode Lowry

Kurva standart larutan protein

Konsentrasi protein
(g/ml)
30 0,038
90 0,060
150 0,089
210 0,132
300 0,181
Persamaan regresi linier
y = A + Bx
y = 0,01507377049 + 5,443989071.104x
2 = 0,9949139814
Protein Sampel
a. 600 = 0,125
Konsentrasi protein sampel
y = 0,01507377049 + 5,443989071.104 x
0,125 = 0,01507377049 + 5,443989071.104 x
x =201,9222089 g/ml
Berat protein sampel
V= 20 ml
Berat =201,9222089 g/ml x 20 ml
=4038,444266 g
4038,444266
b. Kadar (%b/b) = 100% = 0,4038444166%
1.000.000
2. Metode Bradfort
Kurva standart larutan protein

Konsentrasi protein
(g/ml)
100 0,092
200 0,118
400 0,320
600 0,442
1000 0,690
Persamaan regresi linier
y = A+Bx
y = 0,0166171875 + 6,86484375.104x
r2 = 0,994823275
Protein sampel
a. = 0,510
Konsentrasi protein sampel
y = 0,0166171875 + 6,86484375.104 x
0,510=0,0166171875 + 6,86484375.104 x
x = 718,7094572 g/ml
Berat protein sampel
Vol. = 50 l = 0,05 ml
Vol.total = 2,5+ 0,05 = 2,55 ml
Berat = 718,7094572 g/ml x 2,55 ml = 1832,709116 g
1832,709116
b. Kadar (% b/b ) = 100% = 0,1832709116%
1000000

VIII. PEMBAHASAN

Hasil kadar protein yang didapat pada metode Lowry 0,4038444166%


sedangkan pada medote Bradford 0,1832709116%. Dari hasil dapat diketahui
jika hasil tersebut tidak sesuai terhadap teori yang mengatakan metode
Bradford lebih sensitif dari pada metode Lowry (Watson,2009). Kesalahan
dari hasil yang didapat mungkin karena ketidak telitian praktikan ,
menggerusan biskuit bayi yang kurang halus karena semakin halus sampel
yang digunakan maka akan memudahkan dalam hal reaksi terhadap reagen
dari setiap metode dan kurang sterilnya alat yang digunakan.
Terdapat ketidak sesuian informasi nilai gizi protein yang ada di
kemasan biskuit bayi dengan hasil berat protein yang di uji. Pada kemasan
biskuit bayi 2 keping biskuit bayi bernilai 2 gram (2.000.000 g) protein
,sehingga setiap 1 keping biskuit bernilai 1 gram(1000.000 g) protein.
Sedangkan pada metode Lowry di dapatkan berat protein 4038,444266 g dan
pada metode Bradford berat protein 1832,709116 g. kesalahan tersebut
dikarenakan pada metode yang digunakan pada uji protein memiliki
kelemahan dan setiap metode memiliki senyawa penggangu.Pada metode
Bradford dapat terganggu oleh deterjen baik ionik maupun non-ionik misalnya
SDS, Triton X-100; kompleks protein-dye yang terbentuk dapat berikatan
dengan kuvet kuarsa yang digunakan, sehingga harus digunakan kuvet gelas
atau kaca; warna yang dihasilkan bervariasi terhadap tipe protein yang dipilih,
sehingga harus dipilih standard protein yang benar (Nielsen, 2010).
Seharusnya pada uji ini menghasilkan berat protein yang sesuai pada kemasan
biskuit karena pada metode ini akan terganggu jika ada deterjen,sedangkan
pada biskuit bayi tidak mengandung deterjen. Kesalah ini dimungkinkan
karena kesalahan pada melakukan uji atau kompleks protein-dye yang
terbentuk dapat berikatan dengan kuvet kuarsa yang digunakan, sehingga
harus digunakan kuvet gelas atau kaca. Sedangkan metode Lowry terganggu
jika terdapat asam nukleat,gula atau karbohidrat,
deterjen,gliserol,trisin,EDTA,dan kalsium.(Nielsen, 2010). Ketidak sesuaian
berat protein pada metode ini karena pada kemasan biskuit bayi terdapat gula
dan kalsium.
Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, terlebih dahulu
dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dan
optical dencity (OD). (Kusnawidjaja, 2007). Pada prosedur percobaan, dibuat
suatu kurva kalibrasi (kurva standard). Fungsi kurva standard adalah untuk
mengetahui hubungan antara konsentrasi analit dengan absorbansi. Larutan
standard akan lebih baik jika disiapkan/dibuat dengan reagen yang sama, dan
pada waktu yang sama seperti pada analit. Konsentrasi (atau absorbansi)
senyawa yang diuji harus masuk pada range konsentrasi (atau absorbansi)
yang dihasilkan pada kurva standard (Nielsen, 2010). Sebelum menggunakan
kurva standar, praktikan harus yakin bahwa absorbansi adalah fungsi linear
dari konsentrasi larutan, seperti yang disebutkan pada Hukum Beer-
Lambert. Hukum Beer-Lambert yang diterapkan pada metode
spektrofotometri ini tidak memiliki konsentrasi tinggi karena menipisnya salah
satu reagen yang diperlukan untuk produksi warna. Absorbansi tinggi berarti
sedikit cahaya yang dapat tembus melalui sampel. Pembacaan kurva standar
selalu harus diambil di wilayah di mana semua reagen melewati batas kurva
hubungan absorbansi dan konsentrasi larutan. (Nielsen,2010) Persamaan garis
yang diperoleh pada metode Lowry yaitu sebesar y = 0,01507377049 +
5,443989071.104 dan 2 = 0,9949139814 ,sedangkan pada metode Bradford
y=0,0166171875+ 6,86484375.104x dan r2 = 0,994823275 . Menurut
Bradford (1976), pereaksi pewarna yang digunakan dalam percobaan ini
adalah Coomassie Brilliant Blue G-250. Coomassie Brilliant Blue G-250
(CBBG) akan mengikat asam amino spesifik yang terdapat pada bagian
permukaan protein. Molekul pewarna ini memiliki 6 gugus fenil dan 2 gugus
sulfonat yang menyebabkan interaksi yang nonkovalen dan lemah terhadap
asam amino hidrofob dan asam amino elektrostatik. CBBG mengikat asam
amino dalam bentuk anionik dengan absoransi maksimal pada 595 nm.
Pewarna bebasnya (tidak mengikat molekul lain) berada dalam bentuk
kationik yang memiliki absorbansi maksimal 465 nm. Oleh karena itu, perlu
ditentukan larutan standar protein, panjang gelombang yang digunakan adalah
pada saat CBBG berbentuk anionik yaitu sebesar 595 nm.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Bradford, M. 1976. Rapid and sensitive method for the quantitation of


microgram quantities of protein utilizing the principle dye binding.
Analytical of Biochemistry

Breysse, P.N dan Lees, P.S.J. 2003. Analysis of Gases and Vapors

2nd Edition. New York : American Industrial Hygiene

Association (AIHA) Press.


Garreth, R. H. and Grisham, C. M. 2013. Biochemistry Fifth Edition.
USA :Brooks/Cole Cegage Learning.
Girindra, A. 1986. Biokimia 1. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Kusnawidjaja, K. 2007. Petunjuk Praktikum Biokimia. Universitas Negeri
Yogyakarta: Yograkarta.
Mathews, Van Holde, and Ahern. 1999. Biochemistry.
San Fransisco : Benjamin Cummings
Nielsen, S. S. 2010. Food Analysis Fourth Edition. New York :
Springer.
Watson David G, 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar Untuk Mahasiswa
Farmasi dan Praktisi Kimia Farmasi Edisi ke 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

X. LAMPIRAN
Gambar 1. Informasi nilai gizi biskuit bayi

Gambar 2.2 blanko dan


Gambar2.1hasil absorbansi
sampel
metode lowry pada OD600
Gambar 3. Pengukuran
larutan standart protein pada metode Bradford

Anda mungkin juga menyukai