Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA PANGAN
“Penentuan Kadar Protein (Kjeldahl) ”

Dosen Pembimbing :
Dr. M. Alfid Kurnianto, S.TP, M.Sc

Nama : Sofia Rizky Amalia


NPM : 20033010046
Kelompok : A4/ M
Tanggal Praktikum : 15 Maret 2022

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
2022-2023
NAMA MAHASISWA: Sofia Rizky Amalia JUDUL MATERI PRAKTIKUM:
NPM : 20033010046 Penentuan Kadar Protein (Kjeldahl)

TANGGAL PRAKT.: PEMBIMBING PRAKTIKUM :


15/03/2022 Dr. M. Alfid Kurnianto, S.TP, M.Sc

PENDAHULUAN :

Protein merupakn zat makanan yang penting dalam tubuh sebagai bahan bakar dalam
tubuh untuk pembangunan dan pengatur jaringan tubuh. (Winarno, 2004). Protein tersusun
dari komponen-komponen asam amino sehingga memiliki rantai panjang dan ikatan peptida.
Ikatan peptida terjadi akibat adanya komponen C dan N dalam protein yang saling berikatan.
(Sugiyono, 2004). Fungsi protein secara biologis dalam jurnal Sawitri et al (2014),
diantaranya yaitu sebagai enzim, hormon, dan antibodi. Selain itu, Mustika, (2012)
menjelaskan bahwa protein dapat menjadi sumber energi bagi tubuh karena menghasilkan 4
kkal dalam satu gram. Protein sangat banyak terkandung dalam bahan pangan. kandungan
protein dapat dianalisis menggunakan beberapa metode, salah satunya yaitu metode Kjeldahl.
Analisis protein metode Kjeldahl melibatkan penentuan kadar nitrogen dan kemudian
kandungan N yang diperoleh akan dikonversi ke kandungan protein dengan suatu nilai
konversi tertentu. Analisis ini memerlukan tiga tahapan utama, yaitu destruksi/digesti,
destilasi, dan titrasi. (Astawan et al, 2020). Setelah proses selesai, perhitungan penentuan
kadar protein yaitu dengan penentuan kadar nitrogen yang dikalikan dengan faktor konversi
sesuai bahan yang digunakan (Supriyatno et al, 2021).

TUJUAN :

Tujuan utama dari praktikum yaitu untuk mengetahui cara penentuan kadar protein kasar
dalam bahan dengan metode makro Kjeldahl.
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi protein, menurut Natsir & Latifa (2018), yaitu makromolekul utama yang
berlimpah dalam sel. Protein juga menyusun lebih dari setengah berat kering pada hampir
semua organisme. Adapun Prayoga et al (2018) menyatakan protein merupakan polimer yang
tersusun dari monomer-monomer asam amino yang telah dihubungkan satu sama lain dengan
ikatan peptida sehingga menjadi komponen penting bagi tubuh. Winarno (2004) menjelaskan
bahwa unsur molekul penyusun protein itu ada C, H, O, N, P, S dan terkadang mengandung
unsur logam seperti besi dan tembaga. Dalam buku Sugiyono (2004), terbentuknya ikatan
peptida yaitu antara gugus-karboksil yang berikatan dengan gugus nitrogen dari komponen
protein. Letak antara atom C dan N ini berada dalam bidang yang sama atau koplonar, juga
termasuk atom O dan H. Fungsi protein secara biologis dalam jurnal Sawitri et al (2014),
diantaranya yaitu sebagai enzim, hormon, dan antibodi. Selain itu, Mustika, (2012)
menjelaskan bahwa protein dapat menjadi sumber energi bagi tubuh karena menghasilkan 4
kkal dalam satu gram.
Salah satu metode pengukuran kadar protein yaitu metode Kjeldahl. Metode ini termasuk
dalam penentuan kadar protein kasar karena hanya senyawa N yang terkandung saja. Prinsip
metode Kjeldahl yaitu pengubahan senyawa organik menjadi anorganik. Prinsip kerja metode
ini yaitu senyawa-senyawa yang mengandung komponen nitrogen akan mengalami oksidasi.
Kemudian, nitrogen akan dikonversi menjadi amonia dan bereaksi dengan asam sulfat pekat
sehingga akan terbentuk garam amonium. Adapun, penambahan basa yang berfungsi sebagai
penetral suasana pada reaksi. Setelah itu, destilasi menggunakan asam dan dititrasi dengan
tujuan mengetahui jumlah komponen Nitrogen yang terkonveksi. (Suprayitno et al, 2021).
Metode ini merupakan metode ketidakpastian dalam penentuan kadar protein (Rohman,
2014). Menurut Putri (2016), metode kjeldahl yaitu metode yang bertujuan untuk penetapan
kadar protein total yang terdapat dalam sampel dengan menghitung unsur nitrogennya (N%).
Metode ini memiliki tiga tahapan dalam prosesnya, yaitu tahap destruksi, destilasi, dan titrasi.
Berdasarkan Suprayitno et al (2021), tahap destruksi merupakan tahap dimana sampel
dipanaskan dalam asam sulfat pekat. Hal ini bertujuan untuk mendestruksi atau memecah
protein menjadi unsur-unsur penyusunnya. Komponen karbon dan hidrogen akan teroksidasi
menjadi CO, CO2, dan H2O, sedangkan pada komponen nitrogen akan berubah menjadi
(NH4)SO4. Proses destruksi dapat dipercepat dengan penambahan katalisator yang berupa
campuran Na2SO4 dan HgO atau tablet kjeldahl dan diimbangi dengan penambahan suhu
terhadap titik didih asam sulfat sehingga akan membentuk ammonium sulfat. Selain itu,
Astawan et al (2020) juga menambahkan bahwa katalis seperti K2SO4, CuSO4, TiO dan
selenium dapat membantuk proses penghancuran berjalan lebih cepat dan sempurna.
Selanjutnya, Supriyatno et al (2021) menjelaskan bahwa terbentuknya ammonium sulfat akan
bereaksi dengan merkuri oksida dan membentuk senyawa kompleks. Untuk menghindari
pembentukan senyawa kompleks, proses pengendapan akan dilakukan antara Hg dengan K2S
atau tiosulfat sehingga senyawa kompleks merkuri-ammonia mengalami pemecahan menjadi
ammonium sulfat. Penghentian tahap destruksi ini dapat dilakukan ketika larutan berubah
warna menjadi jernih kehijauan.
Supriyatno et al, 2021 menyatakan proses selanjutnya yaitu tahap destilasi. Hasil dari
destruksi akan didinginkan dan kemudian dilakukan pengenceran dengan aquades. Setelah
itu, dipipet dan dimasukkan terhadap labu destilasi serta penambahan larutan NaOH. Tahapan
tersebut membuat ammonium sulfat akan dipecah menjadi amonia (NH3) dengan adanya
penambahan basa kuat NaOH sampai alkalis. Proses ini dilakukan dalam keadaan panas
(pemanasan). Labu destilat ini dipasang dan dihubungkan dengan konsendor. Menurut
(Tuankotta, 2015) fungsi NaOH yaitu pengubahan amonia menjadi gas amonia. Selain itu,
Afkar et al (2020), penambahan NaOH yaitu memberikan suasana basa karena reaksi tidak
bisa berlangsung pada suasana asam. Supriyatno et al (2021) menyatakan uap dari cair yang
mendidih akan dialirkan menuju erlenmeyer penampung. Erlenmeyer penampung berisi
larutan asam klorida (HCl) yang telah ditetesi oleh indikator metil merah atau BCG-MR. Hal
ini membuat amonia yang dibebaskan akan ditangkap oleh larutan asam standar yang dipakai
dalam jumlah berlebihan. Pengecekan hasil destilasi dapat dilakukan menggunakan kertas
lakmus. Proses destilasi dapat dihentikan ketika larutan telah bersifat asam. Menurut
Normilawati et al (2019), fungsi indikator pp yaitu memudahkan untuk pengamat dalam
melihat jelas perubahan warna indikator dan mengetahui akhir titrasi.
Tahap terakhir yaitu tahap titrasi. Dalam penampung destilat, larutan asam yang dapat
digunakan yaitu larutan standar asam kuat seperti asam sulfat atau asam borat. Penggunaan
jenis asam akan mempengaruhi titrasi. Jika asam standar asam sulfat yang digunakan, titrasi
kembali akan dilakukan. Namun, jika asam borat yang digunakan, jenis titrasi tidak langsung
akan dilakukan. Prinsip kerja metode titrasi kembali yaitu larutan asam yang berlebihan
setelah bereaksi dengan amonia akan dititrasi dengan larutan standar NaOH (Supriyatno et al,
2021). Supriyatno et al (2021) menyatakan penyebutan titrasi ini karena jumlah asam yang
berekasi dengan amonia tersedia dalam keadaan berlebihan sehingga melewati titik ekuivalen
dari reaksi. Hal ini membuat analis harus mengembalikan titik ekuivalen dengan mentitrasi
menggunakan NaOH. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna merah muda
menjadi kuning. Setelah proses selesai, perhitungan penentuan kadar protein yaitu dengan
penentuan kadar nitrogen yang dikalikan dengan faktor konversi sesuai bahan yang
digunakan. Menurut Astawan et al (2020), dalam protein murni, unsur N yang akan
terkandung rata-rata 16%.
Menurut Supriyatno et al (2021), rumus kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung
dengan:

% Kadar N =

Kadar Protein = %Kadar N Faktor Konversi


Selain itu, Rohman (2014) menyatakan bahwa rumus kandungan nitrogen dapat diperoleh
dengan:
( )
Kadar N (%) =
( )

Keterangan : Vc = ml HCl untuk titrasi sampel


Vb = ml HCl titrasi blanko
N = normalitas HCl
Metode Kjeldahl dinilai cukup akurat dan spesifik dalam menentukan jumlah protein
dengan menentukan kandungan nitrogen yang ada dalam sampel. (Putri, 2016). Metode
Kjeldahl ini memiliki keuntungan dalam penganalisisan kadar protein, yaitu penggunaannya
yang meluas di seluruh dunia. Metode ini juga termasuk murah, presisi dan
reproduksibilitasnya yang baik sehingga menjadi metode standar dalam penentu protein.
Selain itu, penganalisisan dapat dilakukan terhadap semua jenis sampel makanan. Namun,
metode ini juga memiliki kerugian dalam penganalisisan kadar protein dalam bahan pangan,
yaitu hanya menjadi estimasi kadar protein karena hanya mengukur total N pada sampel.
Waktu yang dibutuhkan untuk metode ini relatif lama sekitar 2 jam. Tidak hanya itu, reagen-
reagen yang digunakan dalam metode juga bersifat korosif, seperti H2SO4, HCl, NaOH pekat
(Astawan et al, 2020). Menurut Rohman (2014), sumber ketidakpastian dalam metode ini
ditentukan oleh presisi metode, normalitas HCl, berat (massa) sampel, volume titran HCl
untuk titrasi sampel, dan volume titran HCl untuk blanko.
Tepung terigu merupakan bubuk halus berasal dari gandum dan digunakan sebagai bahan
pembuatan kue, mi, dan roti. Kandungan komposisi mutu terigu memiliki kadar air
14%,kadar protein 8-12%, dan kadar abu 0,25-060%, dan gluten basah 24-36%. (Astawan,
2008). Faktor konversi dari tepung terigu sebesar 5,7 dengan kadar nitrogen 2,4% dan protein
13,7%. (PanReac, 2018)
CARA KERJA

Alat :

1. Timbangan analitik
2. Alat kjeldahl
3. Pipet Mohr
4. Tabung reaksi
5. Alat destruksi
6. Kondensor

Bahan :

1. Tablet kjeldahl
2. H2SO4 Pekat
3. Indikator BCG-MR
4. Asam Borat 4%
5. Aquades
6. NaOH 30%
7. HCl 0,02N
Penimbangan sebanyak 0,5 gram sampel pada timbangan analitik

Pemasukkan sampel kedalam tabung kjeldahl dan kemudian penambahan 10ml H2SO4
pekat serta tablet kjeldahl sebagai katalis

Pendestruksian sampai warna menjadi jernih kehijauan

Penyiapan tabung erlenmeyer 250ml sebagai penampung destilat. Kemudian, penambahan


30ml asam borat 4% dan 3 tetes indikator BCG-MR

Hasil destruksi ditambahkan 70ml aquades dan 50ml NaOH 30%


Pendestilatan dalam erlenmeyer dengan titrasi menggunakan larutan HCl 0,02N hingga
warna menjadi bening. Kemudian pencatatan hasil titrasi.

HASIL PENGAMATAN
Tabel 1
Sampel :Tepung Terigu
Ulangan Berat HCl 0,02 N %N %N rata-rata % Protein
Sampel
1 0,5121 36,6 ml 1,942%

2 0,5104 36,5 ml 1,943% 1,9425% 11,07225%

Blanko - 1,1 ml -
PEMBAHASAN
Protein merupakan makronutrien yang penting dalam tubuh. jumlah protein dalam tubuh
yang sangat berlimpah yaitu lebih dari setengah berat kering pada semua organisme. Hal ini
dijelaskan oleh Natsir & Latifa (2018) bahwa protein yaitu makromolekul utama yang
berlimpah dalam sel yang menyusun lebih dari setengah berat kering pada hampir semua
organisme. Komponen penyusun protein terdiri dari monomer-monomer asam amino,
sebagaimana dijelaskan oleh Prayoga et al (2018) bahwa protein merupakan polimer yang
tersusun dari monomer-monomer asam amino yang telah dihubungkan satu sama lain dengan
ikatan peptida sehingga menjadi komponen penting bagi tubuh. Adapun komponen unsur
molekul penyusun protein yang utama yaitu C, N, H, O. Namun, ada banyak protein yang
mengandung gugus logam seperti besi dan tembaga. Pernyataan ini didukung oleh Winarno
(2004) mbahwa unsur molekul penyusun protein itu ada C, H, O, N, P, S dan terkadang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.
Secara biologis, jumlah protein yang sangat melimpah pada tubuh memiliki fungsi sebagai
pembentukan enzim, hormon,d an juga antibodi, sebagaimana dalam jurnal Sawitri et al
(2014) bahwa fungsi protein diantaranya yaitu sebagai enzim, hormon, dan antibodi.
Disamping itu, protein dapat menyumbangkan 4 kkal dalam satu gramnya sehingga dapat
menjadi sumber energi bagi tubuh. Pernyataan ini sejalan dengan Mustika (2012) bahwa
protein dapat menjadi sumber energi bagi tubuh karena menghasilkan 4 kkal dalam satu
gram. Hampir pada setiap bahan pangan terkandung komponen protein di dalamnya.
Keberadaan komponen ini mendasari dilakukannya penganalisisan kadar proteindalam bahan
pangan. Salah satu metode yang universal untuk menentukan kadar protein dalam bahan
yaitu metode Kjeldahl.
Metode Kjeldahl adalah metode yang umum digunakan dalam proses analisa protein,
sebagaimana dijelaskan oleh Astawan et al (2020) bahwa penggunaannya metode yang
meluas di seluruh dunia. Hal ini juga merupakan salah satu keuntungan dari metode kjeldahl.
Prinsip analisis ini yaitu memprediksi jumlah protein dengan mengetahui kandungan
komponen nitrogen pada sampel yang akan mengalami oksidasi dan pengkonversian nitrogen
tersebut ke dalam protein sehingga kadar protein bahan akan diketahui. Hal ini sejalan
dengan Suprayitno et al (2021) bahwa prinsip kerja metode ini yaitu senyawa-senyawa yang
mengandung komponen nitrogen akan mengalami oksidasi dan kemudian nitrogen akan
dikonversi. Hal ini juga sejalan dengan Putri (2016) bahwa metode kjeldahl ini bertujuan
sebagai penetapan kadar protein dengan menghitung unsur nitrogen (%N). Namun, berbeda
dengan Rohman (2014) yang meyatakan bahwa metode ini merupakan metode
ketidakpastian dalam penentuan kadar protein.
Prinsip kerja analisis dengan metode kjeldahl memiliki tiga tahapan dalam penetuan kadar
protein, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi, sebagaimana dijelaskna Putri (2016) bahwa
metode kjeldahl memiliki tiga tahapan dalam prosesnya, yaitu tahap destruksi, destilasi, dan
titrasi. Tahap pertama yaitu tahap destruksi. Prinsip tahap ini yaitu penghancuran sampel
dengan penambahan asam kuat seperti asam sulfat dengan disertai pemanasan tinggi. Fungsi
tahap ini yaitu mendestruksi protein sehingga komponen nitrogen akan terpecah dan
terbebas. Pernyataan ini didukung oleh Suprayitno et al (2021) bahwa tahap ini bertujuan
untuk mendestruksi atau memecah protein menjadi unsur-unsur penyusunnya. Hal ini juga
sejalan dengan Astawan et al (2020) bahwa tahap ini dilakukan untuk membebaskan
senyawa nitrogen dari sampel. Komponen N akan berikatan dengan asam sulfat sehingga
membentuk (NH4)SO4. Hal ini sejalan dengan Suprayitno et al (2021) bahwa komponen
karbon dan hidrogen akan teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O, sedangkan pada
komponen nitrogen akan berubah menjadi (NH4)SO4.
Pada tahap destrusi, terdapat penambahan katalis berupa tablet kjeldahl. Tujuan
penambahan bahan tersebut yaitu agar proses destruksi dapat berlangsung secara cepat. Hal
ini sejalan dengan Suprayitno et al (2021) bahwa proses destruksi dapat dipercepat dengan
penambahan katalisator yang berupa campuran Na2SO4 dan HgO atau tablet kjeldahl dan
Astawan et al (2020) bahwa penambahan katalis katalis seperti K2SO4, CuSO4, TiO dan
selenium dapat membantuk proses penghancuran berjalan lebih cepat dan sempurna. Selain
itu, penambahan suhu dapat dilakukan untuk mempercepat reaksi. Peningkatan suhu dapat
berpengaruh terhadap titik didih asam sulfat. Jika titik didih berlangsung dalam waktu cepat,
pembentukan ammonium sulfat akan cepat pula, sebagaimana dijelaskan oleh Suprayitno et
al (2021) bahwa penambahan suhu terhadap titik didih asam sulfat sehingga akan
membentuk ammonium sulfat. Tahap destruksi akan berlangsung sebelum terjadinya
perubahan warna larutan menjadi jernih kehijauan. Pernyataan tersebut didukung Suprayitno
et al (2021) bahwa penghentian tahap destruksi ini dapat dilakukan ketika larutan berubah
warna menjadi jernih kehijauan.
Tahap kedua yaitu tahap destilasi. Prinsip kerja tahap ini yaitu penambahan NaOH pekat
sehingga terbentuknya gas amoniak. Gas tersebut akan ditangkap oleh asam borat menjadi
NH4H2BO3, sebagaimana yang dijelaskan Astawan et al (2020). Berdasarkan prinsip kerja
praktikum, penyiapan tabung erlenmeyer sebagai penampung destilat dan ditambahkan 30ml
asam borat 4% serta indikator BCG-MR. Prinsip kerja ini sejalan dengan Suprayitno et al
(2021) yaitu erlenmeyer penampung berisi larutan asam klorida (HCl) yang telah ditetesi
oleh indikator metil merah atau BCG-MR. Hal ini membuat amonia yang dibebaskan akan
ditangkap oleh larutan asam standar yang dipakai dalam jumlah berlebihan. Larutan yang
dimaksudkan yaitu asam borat 4%. Adapun tujuan penambahan indikator pp atau BCG-MR
yaitu untuk mempermudah pengamat dalam melihat perubahan warna pada saat proses
berlangsung. Hal ini didukung oleh Normilawati et al (2019) bahwa indikator pp yaitu
memudahkan untuk pengamat dalam melihat jelas perubahan warna indikator dan
mengetahui akhir titrasi. Pengecekan proses ini telah selesai dapat digunakan kertas lakmus.
Jika kertas lakmus menunjukkan indikator asam, proses destilasi dapat dihentikan. Adapun
proses penambahan NaOH 30% ini dilakukan hingga larutan bersifat alkalis akrena reaksi
tidak dapat berjalan jika pada suasana asam. Hal ini didukung oleh Afkar et al (2020) bahwa
penambahan NaOH yaitu memberikan suasana basa karena reaksi tidak bisa berlangsung
pada suasana asam. Selain itu, NaOH juga berperan sebagai pengubah amonia menjadi gas
amonia, sebagimana dijelaskan Tuankotta (2015).
Tahap terakhir yaitu titrasi. Prinsip kerja tahap ini yaitu pentitrasian larutan dengan HCl
sehinnga asam borat akan terlepas dan terbentuk amonium klorida (NH4Cl). Larutan HCl
yang digunakan mewakili juumlah NH3 yang dibebaskan pada proses destilasi. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Astawan et al (2020) bahwa hasil NH4H2BO# pad proses
destilasi akan dititrasi menggunakan larutan HCl encer yang bertujuan agar asam borat
terlepas kembali dan terbentuknya amonium klorida. Titrasi yang digunakan yaitu jenis
titrasi tidak langsung. Hal ini karena larutan standar asamyang digunakan pada proses
destilasi yaitu asam borat sehingga mempengaruhi jenis titrasi yang dilakukan. Pernyataan
ini sejalan dengan Suprayitno et al (2021) bahwa jika asam borat yang digunakan, jenis
titrasi tidak langsung akan dilakukan. Proses titrasi dapat dihentikan pada saat titik ekuivalen
telah dicapai. Hal ini ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi kuning, sebagaimana
penjelasan Suprayitno et al (2021) dalam buku terbitannya.
Jika proses dan tahapan telah selesai, perhitungan penentuan kadar nitrogen dapat
dilakukan dengan mengacu terhadap rumus Rohman (2014) dimana volume HCl pada
sampel dikurangi dengan volume HCl pada blanko yang kemudian dikalikan dengan
normalitas HCl dan koefisien 14,01 kemudian selanjutnya dibagi dengan berat sampel dalam
satuan miligram. Hasil perhitungan tersebut akan dikalikan dengan 100% sehingga
menghasilkan persentase kadar nitrogen. Untuk perhitungan konversi nitrogen terhadap
protein, rumus yang digunakan mengacu pada Suprayitno et al (2021) yaitu persentase kadar
nitrogen yang dikali dengan faktor konversi dari sampel yang digunakan.
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel yang digunakan yaitu tepung terigu. Tepung terigu
memiliki faktor konversi sebesar 5,7 dengan kadar nitrogen 2,4% sebagaimana dalam
PanReac (2018) bahwa faktor konversi dari tepung terigu sebesar 5,7 dengan kadar nitrogen
2,4% dan protein 13,7%. Percobaan praktikum penetuan kadar protein metode kjeldahl
dilakukan sebanyak dua kali pengulangan. Berdasarkan hasil perhitungan, sampel pada
ulangan pertama memiliki berat 0,5121 gram dan volume titrasi HCl sebesar 36,6ml dengan
menggunakan blanko sebesar 1,1ml sehingga menghasilkan kadar nitrogen sebesar 1,942%.
Sedangkan pada ulangan kedua, sampel yang digunakan memiliki berat sebesar 0,5204 gram
dan membutuhkan volume titrasi HCl sebanyak 36,5ml dengan mmenggunakan blanko 1,1ml
sehingga didapatkan kadar nitrogen sebesar 1,943%. Dari data perhitungan, rata-rata kadar
nitrogen tepung terigu pada sampel sebesar 1,9425%. Jika ditinjau dari PanReac (2018),
kadar nitrogen sampel lebih rendah daripada kadar nitrogen tepung terigu yaitu sebesar 2,4%.
Perhitungan selanjutnya yaitu pengonversian kadar nitrogen terhadap protein.
Berdasarkan hasil pengamatan, kadar protein yang dihasilkan setelah dikalikan dengan faktor
konversi tepung terigu didapatkan sebesar 11,07225%. Jika ditinjau dari standar protein
murni, kadar protein sampel lebih rendah dibandingkan kadar protein murni, yaitu sebesar
16%. Hal ini sejalan dengan Astawan et al (2020) bahwa protein murni banyaknya unsur N
rata-rata 16%. Adapun sebagai pembanding, hasil penelitian Astawan et al (2008) yang
menyatakan bahwa kadar protein dalam tetung terigu sebesar 8% hingga 12%. Dari hasil
penelitian tersebut, kadar protein pada sampel memiliki nilai lebih rendah. Hal ini terjadi
karena adanya faktor penduga dari perlakuan dan pengunaan bahan-bahan kimia dalam
metode kjeldahl. Hal ini didukung oleh Rohman (2014) bahwa sumber ketidakpastian dalam
metode ditentukan oleh presisi metode, normalitas HCl, berat (massa) sampel, volume titran
HCl untuk titrasi sampel, dan volume titran HCl untuk blanko.
KESIMPULAN

Berdasaarkan hasil analisis kadar protein dengan metode Kjeldahl, dapat disimpulkan bahwa:

1. Penentuan kadar protein dapat dilakukan dengan metode kjeldahl, dimana memiliki tiga
proses tahapan, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
2. Prinsip metode kjeldahl yaitu perhitungan kadar nitrogen dalam sampel yang kemudian
nitrogen akan dikonversi terhadap protein sehingga dihasilkan kadar protein pada
sampel.
3. Persentase kadar nitrogen pada sampel memiliki rata-rata sebesar 1,9425% sehingga
mengahsilkan kadar protein sebesar 11, 07225%.

DAFTAR PUSTAKA

Afkar, M., Nisah, K., Sa’diah, H. (2020). Analisis Kadar Protein pada Tepung Jagung,
Tepung Ubi Kayu, dan Tepung Labu Kuning dengan Metode Kjendahl. AMINA,1(3):
108-113.
Astawan. (2008). Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.
Astawan, M., Prayudani, A.P.G., Rachmawati, N.A. (2020). Isolat Protein : Teknik Produksi,
Sifat-Sifat Fungsional, dan Aplikasinya di Industri Pangan. Bogor : PT Penerbit IPB
Press.
Mustika, D. C. (2012). Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan. Bandung : Alfabeta
Natsir, N.A., Latifa, S. (2018). Analisis Kandungan Protein Total Ikan Kakap Merah dan Ikan
Kerapu Bebek. Jurnal Biology Science & Education, 7(1): 49–55
Normilawati., Fadliturrahmah., Hadi, S., Normaidah. (2019). Penetapan Kadar Air dan Kadar
Protein pada Biskuit yang Beredar di Pasar Banjarbaru. CERATA Jurnal Ilmu Farmasi,
10(2): 51-55.
Panreac Applichem. (2018). Nitrogen Determination by Kjendahl Method. ITW Reagents.
Putri, E. (2016). Kualitas Protein Susu Sapi Segar Berdasarkan Waktu Penyimpanan.
Chempublish Journal, 1(2).
Sawitri, K.N., Sumaryada, T., Ambarsari, L. (2014). Analisa Pasangan Jembatan Garam
Residu Glu15-Lys4 pada Kestabilan Termal Protein 1GB1. Jurnal Biofisika, 10(1): 68-
74
Sugiyono. (2004). Kimia Pangan. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta
Suprayitno, E., Sulistiyati, T.D., Panjaitan, M.A.P., Tambunan, J.E., Djamaludin, H., Islamy,
R.A. (2021). Biokimia Produk Perikanan. Malang : Universitas Brawijaya Press.
Tuankotta, A., Kurniaty, N., Arumsari, A. (2015). Perbandingan Kadar Protein pada Tepung
Beras Putih (Oryza Sativa L.), Tepung Beras Ketan Hitam (Oryza Sativa L. Glutinosa),
dan Tepung Sagu (Metroxylon Sagu Rottb.) dengan Menggunakan Metode Kjendahl.
Prosiding Peneilitan SPeSIA. Bandung : Universitas Islam Bandung.
Winarno, F. G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
APPENDIX

( )
%N = x 14,008 x 100%

% protein = %N x factor konversi

Factor konversi tepung terigu = 5,7

Ulangan I

( )
%N = x 14,008 x 100%

= x 14,008 x 100%

= 1,942%

Ulangan II

( )
%N = x 14,008 x 100%

= x 14,008 x 100%

= 1,943%

Rata rata %N =

= 1,9425%

% Protein = %N x FK

= 1,9425% x 5,7

= 11,07225%

Anda mungkin juga menyukai