Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BAHAN TAMBAHAN PANGAN


BISKUIT MARIE REGAL

DOSEN PENGAMPU
Dr. Fitry Tafzi, S.TP., M.Si
Ir. Surhaini, M.P
Dian Wulansari, S.TP., M.Si

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
Windari (J1A116018)
Fiska Botia Ulfa Yanti (J1A116039)
Putri Pebridayanti (J1A117059)
Ahmad Rifa’i Rambe (J1A117070)
Kemala Rizki (J1A116043)
Noviardi Nainggolan (J1A1140)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat
dan karunia Nya sehingga laporan pratikum ini sanggup tersusun hingga
selesai.Tidak lupa kami mengucapkan begitu banyak terimakasih atas uluran
tangan dan bantuan berasal dari pihak yang telah bersedia berkontribusi bersama
dengan mengimbuhkan sumbangan baik anggapan maupun materi yang telah
mereka kontribusikan.
Penulis berterima kasih kepada Ibu Dr. Fitry Tafzi, S.TP., Ir. Surhaini,
M.P , Dian Wulansari, S.TP., M.Si selaku dosen pengampu mata pelajaran Bahan
Tambahan Pangan yang telah membimbing kami dalam melakukan tugas laporan
ini.
Dan kami semua berharap semoga makalah ini mampu
menambah pengalaman serta ilmu bagi para pembaca.Sehingga untuk ke
depannya sanggup memperbaiki bentuk maupun tingkatan isikan makalah
sehingga menjadi makalah yang miliki wawasan yang luas dan lebih baik lagi.
Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman kami, Kami percaya masih
terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami
sangat berharap saran dan kritik yang membangun yang berasal dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 2 Desember 2019

. Penyusun

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biskuit dapat dinikmati dari bayi sampai lansia dengan komposisi biskuit
yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya. Biskuit mempunyai daya simpan lebih
lama dan praktis dibawa sebagai bekal makanan yang sehat dan bergizi. Sejak
tahun 2009, tepung terigu sebagai bahan baku biskuit diperoleh bukan dari dalam
negeri (impor), yang berarti membutuhkan biaya besar untuk memperoleh bahan
baku tersebut.
Pengembangan produksi biskuit semakin bervariasi yaitu dengan
mensubtitusi tepung terigu dengan tepung lainnya yang memiliki nilai gizi tinggi
dan mudah didapat dalam produksinya untuk meningkatkan nilai gizi biskuit.
Produksi biskuit juga dikembangkan dengan memanfaatkan sumber daya alam
yang menjadi potensi daerah lokal (UU No. 18 Tahun 2012).
Pembuatan biskuit dan memperpanjang umur simpan maka biskuit ini
ditambahkan bahan tambahan, maka dari itu makalah ini akan membahas tentang
bahan tambahan pangan pada roma marie gold biscuit

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja bahan tambahan pangan pada biskuit marie gold?
2. Bagaimana keamanan, batas penggunaan maksimum, nilai ADI nya, serta
pengaruh / efek dari jenis BTP yang digunakan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa saja bahan tambahan pangan pada biskuit marie
gold.
2. Untuk mengetahui bagaimana keamanan pangan mie instandan berapa
batas penggunaan maksimum, nilai ADI nya, serta pengaruh / efek dari
jenis BTP yang digunakan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahan Tambahan Pangan (BTP)


Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang
secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan,
antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat dan
pengental. Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga diartikan sebagai
bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk
meningkatkan mutu. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif
sengaja adalah aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan
tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan
lainnya. Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat dalam
makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila
dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin);
dan dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar
dengan bahan alamiah yang sejenis, baik dari susunan kimia maupun sifat
metabolismenya (misal asam askorbat).
Menurut PERMENKES RI No. 1168/MENKES/PER/X/1999 adalah bahan
yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan bukan merupakan ingredient
khas makanan; mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi; dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik)
pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan,
penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang
mempengaruhi sifat khas makanan.
Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya di bawah ambang batas
yang sudah ditentukan. Bahan tambahan pangan terdiri dari 2 jenis, yaitu GRAS
(Generally Recognized as Safe) dan ADI (Acceptable Daily Intake / batas

5
penggunaan harian). GRAS bersifat aman dan tidak toksik, misalnya adalah
glukosa.
ADI tidak dinyatakan atau ADI not specified/ADI not limited/ADI
acceptable/no ADI allocated/no ADI necessary adalah istilah yang digunakan
untuk bahan tambahan pangan yang mempunyai toksisitas sangat rendah,
berdasarkan data (kimia, biokimia, toksikologi dan data lainnya), jumlah asupan
bahan tambahan pangan tersebut jika digunakan dalam takaran yang diperlukan
untuk mencapai efek yang diinginkan serta pertimbangan lain, menurut pendapat
Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) tidak
menimbulkan bahaya terhadap kesehatan.

2.2 Penggolongan BTP


Penggolongan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai
berikut :
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
pangan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada
pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba.
4. Atioksida, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses
oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya
(menggumpalnya) pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedapa rasa dan aroma, menguatkan rasa, yaitu BTP yang dapat
memberikan, menambah atau mempertegas rasa aroma.

2.3 Biskuit Roma Marie Gold


Biskuit merupakan salah satu produk pangan olahan yang berbahan dasar
tepung terigu. Menurut Wijaya (2010) biskuit adalah produk yang diperoleh

6
dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan bahan
makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang
diizinkan. Syarat mutu biskuit adalah air maksimum 5%; protein minimum 9%;
lemak minimum 9,5%; karbohidrat minimum 70%; abu maksimum 1,5%; logam
berbahaya negatif; serat kasar maksimum 0,5%; kalori minimum 400 kal/ 100
gram; jenis tepung adalah terigu; bau dan rasa normal, tidak tengik; dan warnanya
normal (SNI 01-2973-1992). Kandungan glukosa biskuit diet diabetes maksimal 1%
dan protein minimal 4% (SNI, 1995).

2.4 Bahan Tambahan Pangan Pada Biskuit Marie Gold


2.4.1 Pewarna
 Karamel I (Caramel I – plain)
Karamel, yaitu pewarna alami berwarna coklat yang dapat digunakan untuk
mewarnai bahan pangan. ADI dari karamel tidak dinyatakan (not specified) yang
artinya bahan tambahan pangan ini mempunyai toksisitas sangat rendah atau tidak
berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu. Nama lain atau sinonim dari
karamel I adalah Plain caramel; caustic caramel. Takaran karamel dalam 1 sendok
teh (sdt) peres sama dengan 3 g dan 1 sendok makan (sdm) peres sama dengan 7
g.

2.4.2 Pengembang
 Ammonium bikarbonat
Ammonium bikarbonat adalah senyawa anorganik dengan formula
(NH4)HCO3, disederhanakan menjadi NH5CO3. Senyawa ini memiliki banyak
nama adalah garam bikarbonat dari ion amonium. Ini adalah padatan tak berwarna
yang mudah terdegradasi menjadi karbon dioksida, air dan amonia. Nama IUPAC
dari ammonium bikarbonat adalah Amonium hidrogen karbonat, dan nama
lainnya adalah Bikarbonat amonia, amonium hidrogen karbonat, hartshorn,
AmBic, baking amonia bubuk, dan Baking soda.
Ammonium bikarbonat digunakan dalam industri makanan sebagai agen
pengangkat untuk makanan yang dipanggang rata, seperti kue dan biskuit.
Meskipun ada sedikit bau amonia selama memanggang, ini cepat hilang, tanpa

7
meninggalkan rasa. Dalam banyak kasus dapat diganti dengan baking soda atau
baking powder atau kombinasi keduanya, tergantung pada komposisi resep dan
persyaratan ragi. Dibandingkan dengan memanggang soda atau kalium, hartshorn
memiliki keunggulan menghasilkan lebih banyak gas untuk jumlah agen yang
sama, dan tidak meninggalkan rasa asin atau sabun pada produk akhir, karena
hartshorn sepenuhnya terurai menjadi air dan produk gas yang menguap selama
memanggang. Namun, ini tidak dapat digunakan untuk makanan yang basah dan
tebal, seperti roti atau kue biasa, karena beberapa amonia akan terperangkap di
dalamnya dan akan menyebabkan rasa yang tidak menyenangkan. ADI dari
ammonium bikarbonat ini tidak dinyatakan (not specified). Nama lain atau
sinonim dari ammonium bikarbonat adalah Ammonium carbamate, ammonium
carbonate and ammonium hydrogen carbonate in varying proportions. Fungsi lain
dari ammonium bikarbonat adalah sebagai pengatur keasaman dan penstabil.

2.4.3 Antikempal
 Kalsium Karbonat
ADI : Tidak dinyatakan (not limited)
Sinonim : Chalk
Fungsi lain : Pengatur keasaman, pengemulsi, penstabil

 Natrium metabisulfit (Sodium metabisulphite)


Bahan pengawet Natrium Metabisulfit merupakan salah satu jenis bahan
pengawet yang diperbolehkan untuk ditambahkan ke dalam makanan sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Natrium
Metabisulfit dipergunakan sebagai bahan pengawet dan antioksidan dalam
makanan. Natrium metabisulfit dikenal dengan istilah E223. Bentuk efektifnya
sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak terdisosiasi dan biasanya
terbentuk pada tingkat keasaman (pH) < 3. Dalam proses pengolahan bahan
pangan, natrium metabisulfit ditambahkan pada bahan pangan untuk mencegah
proses pencoklatan (browning) yang enzimatis pada buah sebelum diolah,
menghilangkan bau dan rasa getir pada ubi kayu, selain itu untuk
mempertahankan warna agar tetap menarik.

8
Risiko penggunaan Natrium Metabisulfit: penggunaan Natrium metabisulfit
akan sangat berisiko bagi kesehatan konsumen yang mempunyai sensitifitas sulfit.
Gejala ringan yang mungkin timbul adalah sakit kepala, anafilaksis (reaksi yang
berpotensi mengancam nyawa yang dapat terjadi dalam hitungan detik atau menit
paparan), iritasi pernapasan, sedangkan gejala yang parah dapat berupa
penyempitan saluran pernapasan. Orang yang memliki sensitifitas terhadap sulfit,
apabila mengonsumsi makanan yang telah ditambahkan natrium metabisulfit,
maka akan gejala-gejala akan timbul setelah 15 – 30 menit setelah konsumsi. Pada
sebuah penelitian tahun 1995 dalam “Jurnal of American College of Nutition”
menyatakan bahwa reaksi sulfit umumnya terjadi pada orang yang mempunyai
asma. Para pekerja juga berisiko terkena iritasi kulit melalui kontak dengan bahan
kimia terkonsentrasi. Selain itu terdapat beberapa gejala dari reaksi alergi terhadap
natrium metabisulfit diantaranya munculnya ruam kulit disekitar mulut dan leher
serta pembengkakan wajah, kedua tangan dan kaki, gatal-gatal, kesemutan di leher
dan anggota badan.
Sulfit akan menghancurkan vitamin B1 dalam makanan dan menghancurkan
risiko kesehatan pada individu yang sensitif terhadap pengawet.
 ADI : 0–0,7 mg/kg berat badan
 Sinonim : Sodium disulfite; disodium pentaoxodisulfate; disodium pyrosulfite

2.4.5. Pengemulsi
1. Mono dan digliserida asam lemak (Mono- and di-glycerides of fatty acids)
ADI : Tidak dinyatakan (not limited )
Sinonim : Glyceryl monostearate, glyceryl monopalmitate, glyceryl
monooleate, etc;
monostearin, monopalmitin, monoolein, etc.; GMS (for glyceryl
monostearate)
Fungsi lain : Pengemulsi, pengental, penstabil, peningkat volume

2. Natrium stearoil-2-laktilat (Sodium stearoyl-2-lactylate)


ADI : 0-20 mg/kg berat badan
Sinonim : Sodium stearoyl lactylate; sodium stearoyl lactate

9
Fungsi lain : Pengemulsi

2.4.6 Pemanis

1. Gula Invert
Gula invert adalah campuran glukosa dan fruktosa dalam konsentrasi
ekimolar yang sama dan merupakan hasil hidrolisis sukrosa.

2.4.7 Fortifikasi
1. Niacinamide (vit B3)
Vitamin B3 atau niacin adalah nutrisi yang sangat penting bagi sistem
saraf, saluran pencernaan, dan kulit. Vitamin B3 bersifat larut air sehingga tidak
bisa disimpan di dalam tubuh. Nutrisi ini bisa diperoleh dari jenis-jenis makanan,
seperti produk susu, nasi, telur, roti gandum, ikan, daging tanpa lemak, kacang-
kacangan, ragi, dan sayuran hijau.

2. Kalsium pantottehenate (vit B5)


Vitamin B5 atau asam pantotenat adalah nutrisi yang penting bagi
metabolisme tubuh untuk proses pemecahan karbohidrat, protein, dan lemak.
Vitamin B5 bersifat larut air sehingga tidak mampu disimpan oleh tubuh. Nutrisi
ini bisa diperoleh dari beberapa jenis makanan, seperti golongan protein hewani,
jeroan, gandum utuh, produk susu, ragi, telur, ubi, brokoli, dan kacang-kacangan.
3. Vitamin b12
Vitamin B12 adalah jenis vitamin yang larut dalam air. Vitamin B12 bisa
ditemukan pada berbagai jenis makanan seperti ikan, kerang-kerangan, daging,
telur, dan produk olahan dari susu. Vitamin ini terikat pada protein dalam
makanan. Asam dalam perut melepaskan B12 dari protein pada saat pencernaan.
Lalu vitamin B12 bergabung dengan faktor intrinsik agar bisa diserap oleh usus ke
aliran darah.

10
4. Pyredoxine Hidroklorida (vit. B6)
Pyridoxine a tau piridoksina adalah nama lain dari vitamin B6, salah satu
jenis vitamin B-compleks. Piridoksin dalam bentuk Piridoksal fosfat (PLP) adalah
bentuk aktif dari vitamin B6 dan merupakan kofaktor dalam berbagai reaksi
metabolisme asam amino, termasuk diantaranya proses transaminasi, deaminasi,
dan dekarboksilasi. PLP juga diperlukan dalam reaksi enzimatis yang mengatur
proses pelepasan glukosa dari glikogen.
Pyridoxine jarang menimbulkan efek samping jika digunakan dalam dosis
yang dianjurkan. Sebaliknya, pemberian pyridoxine dalam dosis besar dan jangka
waktu cukup panjang dapat menyebabkan rusaknya sistem saraf (neuropati).
Beberapa gejala yang menandakan adanya gangguan pada sistem saraf adalah
kesemutan, berkurangnya kemampuan merasakan sakit atau perubahan suhu
badan, mati rasa, dan rasa sakit yang menusuk.

5. Tiamin mononitrat (vit B1)


Vitamin B1 atau tiamin adalah salah satu vitamin yang berguna dalam
merubah karbohidrat menjadi energi untuk tubuh, terutama otak dan sistem saraf.
Vitamin B1 dapat dijumpai dalam berbagai makanan, seperti sereal, daging sapi,
kacang-kacangan, dan telur.
 Kekurangan
Kekurangan vitamin B1 bisa menyebabkan penyakit beriberi atau
sindrom Wernicke-Korsakoff. Kekurangan vitamin B1 sendiri seringkali
dialami oleh orang-orang yang kecanduan alkohol, rutin mengonsumsi
obat furosemide, penderita HIV/AIDS, dan orang-orang yang menjalani
operasi bariatrik, yaitu operasi pengecilan ukuran lambung untuk
menurunkan berat badan.
 Manfaat
Mengatasi dan mencegah kekurangan vitamin B1.
 Resiko
menimbulkan reaksi seperti hangat, gatal, kesemutan, dan mual.

11
6. Riboflavin (vit B2)
Riboflavin adalah vitamin B2 yang dibutuhkan tubuh untuk membantu
proses penguraian karbohidrat, protein, dan lemak menjadi energi. Selain
penyerapan, riboflavin juga membantu proses penyerapan oksigen di dalam tubuh.
Riboflavin terdapat pada sayuran, daging, atau produk makanan lain.
 Manfaat
Mengatasi dan mencegah defisit (kekurangan) riboflavin
 Resiko mengkonsumsi riboflavin berlebihan
Efek samping berupa diare, frekuensi buang air meningkat, dan urine
berwarna lebih kekuningan, berpotensi timbul jika riboflavin dikonsumsi
berlebihan.

7. Asam folat
Asam folat merupakan senyawa induk dari sekumpulan senyawa yang secara
umum disebut folat. Senyawa ini mempunyai berat molekul (BM) 441. Molekul
asam folat terdiri dari tiga gugus yaitu pteridin, suatu cincin yang mengandung
atom nitrogen, cincin psoriasis aminobenzoic acid (PABA) dan asam glutamat.
Tubuh manusia tidak dapat mensintesis struktur folat, sehingga membutuhkan
asupan dari makanan. Walaupun banyak bahan makanan yang mengandung folat,
tetapi karena sifatnya termolabil dan larut dalam air, sering kali folat dari bahan-
bahan makanan tersebut rusak karena proses memasak (Pediarti, 2002).
 Metabolisme Asam Folat
Sebagian besar asam folat dari makanan masuk dalam bentuk poliglutamat.
Absorpsi terjadi sepanjang usus halus, terutama di duodenum dan jejunum
proksimal dan 50-80% di antaranya dibawa ke hati dan sumsum tulang. Folat
diekskresi melalui empedu dan urin. Di mukosa usus halus, poliglutamat dari
makanan akan dihidrolisis oleh enzim pteroil poliglutamathidrolase menjadi
monoglutamat yang kemudian mengalami reduksi/metilasi sempurna menjadi 5
metil tetrahidrofolat (5-metil THF). Metil THF masuk ke dalam sel dan
mengalami demetilasi dan konjugasi. Dengan bantuan enzim metil transferase, 5-
metil THF akan melepaskan gugus metilnya menjadi tetrahidrofolat (THF).

12
Metilkobalamin akan memberikan gugus metil tersebut kepada homosistein untuk
membentuk asam amino metionin (Pediarti, 2002).

8. Potasium iodat/ kalsium iodat (asupan iodin)


Nama lain : asam iodat, garam kalium (KlO3)
Fortifikasi iodium dalam garam adalah penambahan iodium dalam jumlah
tertentu ke dalam garam sehingga garam tersebut berfungsi sebagaj sumber
penyedia iodium untuk masyarakat yang mengalami kekurangan iodium. Proses
fortifikasi KIO3 pada garam harus mengacu standar SNI 3556-2010. Garam
konsumsi beryodium mempersyaratkan kandungan KIO3 minimal 30 ppm.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai