Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

KIMIA PANGAN

NAMA : Siti Ni’matul Rodhiah


NIM : 2041910006
KELOMPOK :V

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA
GRESIK
2019
Nama Siti Ni’matul Rodhiah

NIM 2041910006

Tgl Praktikum 23 Desember 2019

Modul Sifat Fungsional Karbohidrat, Protein dan Lemak

Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud gula pereduksi, gambarkan strukturnya dan sebutkan
contohnya
Gula pereduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk mereduksi
dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Gula pereduksi biasanya
menghasilkan berhubungan erat dengan aktivitas enzim, dimana semakin tinggi
aktivitas enzim, maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan dan
gula pereduksi golongan karbohidrat yang dapat mereduksi senyawa penerima
elektron.
Contoh dari gula pereduksi: glukosa, fruktosa.

2. Gambarkan struktur sukrosa, glukosa, sukralosa dan steviol?


3. Jelaskan proses pembentukan matriks gel pada protein!
4. Jelaskan apa yang dimaksud buih dan sebutkan aplikasi produk pangan berbasis
protein yang memanfaatkan pembentukan buih!
Busa adalah dispersi koloid dari gelembung gas yang terperangkap dalam
cairan. Untuk menghasilkan busa yang stabil diperlukan beberapa sifat tertentu
dari cairannya. Saat pembuatan roti atau kue. Pada saat pembuatan pengocokan
putih telur. Albumin dari putih telur adalah larutan protein yang akan langsung
berbusa jika dikocok. Hasil penelitian menyebutkan bahwa protein ovomusin,
ovoglobulin, dan konalbuminlah yang bertanggung jawab terhadap
pembentukan busa. Protein akan berada pada permukaan udara-air dari
gelembung udara dan mengalami denaturasi (unfold) untuk mendukung struktur
busa. Denaturasi lebih lanjut terjadi ketika pemanasan (pemanggangan)
menyebabkan koagulasi protein sehingga menghasilkan struktur yang lebih
stabil. Proses pembentukan buih adalah saat pengocokan putih telur dan
pembuatan crem.
5. Gambarkan struktur heksana, toluene, klorofom, alcohol (etanol), petroleum
eter!

6. Gambarkan struktur asam stearate, asam oleat, asam linolet, asam linolenat,
asam palmitat, dan eukaliptol, !
Paraf Asisten

Nama:
LAPORAN PRAKTIKUM

Hasil
A. Uji Identifikasi Gula Pereduksi
1. Jelaskan hasil pengamatan pada tabung reaksi
No Sampel Endapan merah Perubahan lain (sertakan foto)
bata (ada/tidak)

1. Tropicana slim Tidak ada

2. Glukosa cair Ada

3. Sukrosa Tidak ada

4. Dancow Ada

5. Stevia Tidak ada

2. Bahas data yang Anda dapatkan, tuliskan dan jelaskan reaksi kimia yang terjadi!

Dari data yang diperoleh diatas praktikum ini dapat diketahui bahwa adanya
perubahan warna yang terjadi pada tabung reaksi yang telah diisi 2.5 mL fehling A dan 2.5
mL fehling B ketika dimasukkan 1 gram sampel uji. Dalam uji fehling aldehid mereduksi
larutan fehling menghasilkan endapan Cu2O yang berwarna kuning atau merah. Dalam
mengetahui adanya endapan yang terjadi bahan dicampurkan dengan larutan fehling lalu
dipanaskan dengan penangas air. Kemudian diamati endapan yang terjadi. Dari hasil
praktikum yang telah dilakukan hanya sampel glukosa cair dan susu bubuk yang terdapat
endapan. Hal yang menyebabkan dihasilkannya endapan merah bata ini karena ini berasal
dari fehling yang memiliki ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa
akan diendapkan berwarna merah bata (Cu2O). Sedangkan pada sampel Tropicana slim,
stevia, dan sukrosa yang diuji dengan pereaksi Fehling (Fehling A + Fehling B) dan
kemudian dipanaskan ternyata larutan berwarna biru dengan sedikit endapan merah bata.
Hal ini disebabkan karena sampel tersebut memiliki amilum dan selulosa, dimana amilum
merupakan polisakarida yang tidak dapat bereaksi positif dengan Fehling. Amilum bukan
gula pereduksi yang tidak mempunyai gugus aldehid dan keton bebas, sehingga tidak terjadi
oksidasi antara amilum + larutan Fehling, maka tidak terbentuk endapan dan larutan tetap
berwarna biru setelah dipanaskan. Begitupula dengan Selulosa yang merupakan polisakarida
yang tidak dapat bereaksi positif dengan fehling (Sinaga, 2012).
B. Uji Kekuatan Gel Protein
1. Amati gel yang dihasilkan di tiap tabung dan tentukan nilai kekuatan gelnya!
Kel. Bahan Konsentrasi Kekuatan Gel

1 Krimer 2g 1

5g 0

2 Susu dancow 2g 0

5g 0

3. Isolate protein kedelai 2g 1

5g 3

4. Tepung putih telur 2g 4

5g 4

5. Tepung terigu protein tinggi 2g 1

5g 1

2. Bahas data yang Anda dapatkan, tuliskan dan jelaskan manfaat gel ini pada matriks
produk pangan!
Dari uji sifat fungsional protein praktikum ini dilakukan agar mahasiswa dapat
menjelaskan dan mempraktekkan pengujian sifat fungsional karbohidrat (gula pereduksi dan
non-pereduksi), bentuk dan ukuran granula pati secara mikroskopik, dan identifikasi amilosa
dan amilopektin. pertama bahanya adalah krimerdan setelah melakukan percobaan dan hasil
yang didapatkan adalah ketika 2 gram gelnya sangat lemah, karena ketika tabung reaksi
dimiringkan dan gelnya terjatuh. Kemudian pada 5 gram gelnya 0 atau tidak berbentuk gel.
Hal ini karena creamer adalah lemak nabati yg diproses menjadi mirip susu. creamer untuk
industri makanan dan minuman. Sehingga ketika krimer dipanaskan tidak membenuk gel.
Kedua adalah susu dancow kemudian hasil yang dapatkan ketika 2 gram dan 5 gram hasil
kekuatan gelnya adalah 0 atau tidak berbentuk gel hal ini karena Susu bubuk mempunyai
daya tahan yang lebih lama daripada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena
kandungan uap airnya sangat rendah. Sehingga mnyebabkan susu dancau tidak bisa berbentuk
gel.
Yang ketiga adalah bahannya isolate protein kedelai dan hasil yang didapatkan pada 2 gram
kekuatan gelnya adalah 1 atau kekuatan gelnya lemah dan ketika 5 gram dan kekuatan gelnya
3 atau kuat. Hal ini terjadi karena isolate protein kedelai memiliki kandungan protein yang
tinggi (95%), sehingga berfungsi dalam olahan daging seperti penyerapan dan pengikat
lemak, pengikatan flavor, pembentuk dan menstabilkan emulsi lemak dan membuat ikatan
disulfida (Pabita, 2011).
Keempat adalah menguji kekuatan gel protein pada tepung putih telur. saat percobaan
2gram dan hasil yang didapatkan dalam melakukan uji kekuatan gel adalah 4 atau gel sangat
kuat karena ketika tabung reaksi dihentakkan lebih dari satu kali pada posisi terbalik dan gel
tidak terjatuh ini menandakan gelnya sangat kuat. Kemudian pada tepung putih telur dengan
berat 5gram dan hasilnya sama dengan 2gram gelnya sangat kuat. Hal ini karena pH tepung
putih telur (8,64) dan tirisan buih (3,23%) yang paling rendah dengan daya buih yang
dihasilkan paling tinggi (511,10%). Nilai L (kecerahan) tepung putih telur dengan lama
desugarisasi selama 1 jam tidak berbeda dengan desugarisasi 2,5 dan 4 jam
(puspitasarii, 2006).
Kelima adalah menguji tepung terigu ptotein tinggi dan hasil yang didapat ketika 2 gram
dan 5 gram kekuatan gelnya adalah 1 atau gel sangat lemah karena ketika tabung reaksi
dimiringkan dan gelnya jatuh kebawah. Karena jenis tepung terigu dengan kandungan
protein 13-14%. Kandungan glutennya paling tinggi. Jadi, tepung jenis ini paling cocok
digunakan untuk membuat makanan yang membutuhkan tekstur kenyal dan elastis, seperti
mie dan roti.

C. Uji Kapasitas dan Stabilitas Buih


1. Amati (foto) pembentukan buih yang diahsilkan dan stabilitasnya!
Kel. Bahan Volume buih Volume Kapsitas buih Stabilitas buih
30 detik buih 1 jam

1 Krimer 120 96 24 12

2 Susu 128 100 28 14

3. ISP 180 120 60 30


4. Tepung 210 190 20 10
putih
telur

3. Bahas data yang Anda dapatkan, bagaimana pengaruh perbedaan bahan terhadap buih
yang dihasilkan. Jelaskan perebdaan komposisi bahan dan jenis protein pada
masingmasing bahan!
Pada parktikum uji kapasitas dan stabilitas buih ini dilakukan agar dapat menjelaskan
tenteng praktek pengujian kapasitas dan stabilitas buih (krimer,susu,ISP) pada percobaan
buhi menggunakan isolat protein sebanyak 2 gram yang ditimbang menggunakan nerca
analitik karena neraca analitik memiliki tingkat ketelitian yang tinggi hingga 0,0001g
selanjutnya masukkan ke dalam larutan aquades kemudian menggaduknya menggunakan
alat mixer kecil, selama proses pengadukan ini akan terbentuk buih yang volumenya dapat
diukur dengan menggunakan gelas ukur, semakin besar volume buhi yang terukur
menunjukan semakin besar kapasitas isolat protein tersbut membentuk buhi. pada percobaan
buhi menggunakan susu sebanyak 2 gram yang ditimbang menggunakan nerca analitik
karena neraca analitik memiliki tingkat ketelitian yang tinggi hingga 0,0001g selanjutnya
masukkan ke dalam larutan aquades kemudian menggaduknya menggunakan alat mixer
kecil, selama proses pengadukan ini akan terbentuk buih yang volumenya dapat diukur
dengan menggunakan gelas ukur, semakin besar volume buhi yang terukur menunjukan
semakin besar kapasitas susu tersbut membentuk buhi. pada percobaan buhi menggunakan
krimer sebanyak 2 gram yang ditimbang menggunakan nerca analitik karena neraca analitik
memiliki tingkat ketelitian yang tinggi hingga 0,0001g selanjutnya masukkan ke dalam
larutan aquades kemudian menggaduknya menggunakan alat mixer kecil, selama proses
pengadukan ini akan terbentuk buih yang volumenya dapat diukur dengan menggunakan
gelas ukur, semakin besar volume buhi yang terukur menunjukan semakin besar kapasitas
krimer tersbut membentuk buhi. Pada percobaan buhi menggunakan tepung putih telur
sebanyak 2 gram yang ditimbang menggunakan nerca analitik karena neraca analitik
memiliki tingkat ketelitian yang tinggi hingga 0,0001g selanjutnya masukkan ke dalam
larutan aquades kemudian menggaduknya menggunakan alat mixer kecil, selama proses
pengadukan ini akan terbentuk buih yang volumenya dapat diukur dengan menggunakan
gelas ukur, semakin besar volume buhi yang terukur menunjukan semakin besar kapasitas
tepung putih telur tersbut membentuk buhi. Diantara krimer, susu, tepung putih telur dan
isolat protein yang berbuhi paling banyak adalah tepung putih telur karena kandungan
protein, dalam Pengocokan tepung putih telur akan membentuk busa yang diakibatkan oleh
terperangkapnya udara di dalam lapisan film cairan telur. Walaupun kuning telur bisa
membentuk busa, tetapi daya busanya jauh dibawah putih telur. Koagulasi protein oleh panas
akan menstabilkan struktur busa, sehingga daya busa ini biasanya dimanfaatkan untuk
membentuk tekstur produk (sebagai pengembang). Putih telur yang memiliki kemampuan
untuk mengikat udara (membentuk dan menstabilkan busa) biasanya digunakan pada produk
cake yang memiliki tekstur ‘mengembang’. Sebagai pembentuk busa, putih telur membantu
meningkatkan volume, membentuk struktur porous halus di dalam produk, membentuk
flavor dan mempertahankan tekstur (mencegah kolaps).
Dalam pemilihan ingridien telur untuk pemanfaatan daya busanya, ada dua hal yang harus
diperhatikan: keberadaan garam dan gula. Garam yang berlebihan akan menurunkan
stabilitas busa karena memperlemah ikatan protein. Sementara itu, gula dapat meningkatkan
stabilitas busa. Tetapi, jika penambahan gula terlalu banyak dan terlalu cepat (beberapa
ingredien sudah mengandung gula didalamnya) akan menghambat proses pembentuk busa
(Kasanah,2013).

D. Uji Klearutan Lemak


1. Amati (foto) kelarutan lemak dalam berbagai pelarut!
Kel. Bahan Kelarutan

Akuades Klorofom Heksana Toluen Alkohol

1 Minyak Tidak Larut Larut Larut Tidak larut


sawit larut

2. Mintak Tidak Larut Larut Larut Tidak Larut


goreng larut
3. Tidak Tidak larut Larut Larut Larut
Jelantah larut
4. Kayu Tidak larut larut larut Tidak larut
putih larut

4. Bahas data yang Anda dapatkan, kelarutannya di setiap bahan pelarut Jelasakan
dengan mencocokkan struktur bahan dan pelarut!
Pada pengujian kelarutan didapatkan data kelarutan pada minyak sawit, minyak
goreng, jelantah, dan minyak kayu putih. Pengujian ini di uji menggunakan larutan aduades,
klorofom, heksana, toluene dan alkohol. Pada pengujian minyak sawit indikator yang tidak
dapat membuat minyak sawit larut yaitu aquades dan alkohol, hal ini dikarenakan massa
jenis dari kedua cairan tersebut berbeda yang mana massa jenis dari aquades 1000 kg/m 3
sedangkan massa jenis dari minyak adalah 800 kg/m3 dan untuk massa jenis alkohol lebih
rendah dari massa jenis minyak yaitu sebesar 700 kg/m3 sehingga larutan terpisah yangmana
alkohol berada di permukaan dan minyak berada di dasar. Dan untuk pelarut organik non
polar seperti klorofrom, heksana dan toluene membuat minyak sawit larut, dikarenakan
minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut organic non polar (Yusnita, 1999).

Pada pengujian minyak goreng indikator yang tidak dapat membuat minyak goreng
larut yaitu aquades dan alkohol, hal ini dikarenakan massa jenis dari kedua cairan tersebut
berbeda yang mana massa jenis dari aquades 1000 kg/m3 sedangkan massa jenis dari minyak
adalah 800 kg/m3 dan untuk massa jenis alkohol lebih rendah dari massa jenis minyak yaitu
sebesar 700 kg/m3 sehingga larutan terpisah yangmana alkohol berada di permukaan dan
minyak berada di dasar. Dan untuk pelarut organik non polar seperti klorofrom, heksana
dan toluene membuat minyak sawit larut, dikarenakan minyak mempunyai polaritas yang
sama dengan pelarut organik non polar (Yusnita, 1999).

Pada pengujian minyak jelantah indikator yang tidak dapat membuat minyak jelantah
larut yaitu aquades dan klorofom, hal ini dikarenakan massa jenis dari kedua cairan tersebut
berbeda yang mana massa jenis dari aquades 1000 kg/m3 sedangkan massa jenis dari minyak
adalah 800 kg/m3 dan untuk massa jenis klorofom lebih besar dari massa jenis minyak yaitu
sebesar 1.490 kg/m3 sehingga larutan terpisah yang mana klorofom berada di dasar dan
minyak jelantah berada di permukaan. Dan untuk pelarut organik non polar seperti heksana
dan toluene membuat minyak sawit larut, dikarenakan minyak mempunyai polaritas yang
sama dengan pelarut organik non polar. Dan pada alkohol minyak jelantah larut, karena
minyak termasuk non polar, sehingga dapat larut pada alkohol (Yusnita, 1999).

Pada pengujian minyak kayu putih indikator yang tidak dapat membuat minyak goreng
larut yaitu aquades dan alkohol, hal ini dikarenakan massa jenis dari kedua cairan tersebut
berbeda yang mana massa jenis dari aquades 1000 kg/m3 sedangkan massa jenis dari minyak
adalah 800 kg/m3 dan untuk massa jenis alkohol lebih rendah dari massa jenis minyak yaitu
sebesar 700 kg/m3 sehingga larutan terpisah yangmana alkohol berada di permukaan dan
minyak berada di dasar. Dan untuk pelarut organik non polar seperti klorofrom, heksana
dan toluene membuat minyak sawit larut, dikarenakan minyak mempunyai polaritas yang
sama dengan pelarut organik non polar (Yusnita, 1999).

D. Uji Klearutan Lemak


1. Ukur indeks refraksi masing-masing minyak
No Bahan Indeks bias (refractometer)

1 Minyak sawit 66 %

2. Minyak Kelapa 70 %

3. Minyak Jelantah 69, 6 %

4. Minyak Kayu Putih 62 %

2. Bahas data yang Anda dapatkan, bandingkan warna minyak berdasrkan data refrakto
dan juga pengamatan dengan mata! Apakah ada korelasi?
Pada percobaan uji refraksi, pada minyak kelapa mempunyai warna kuning kemerah-
merahan dengan indeks 70 %. Karena adanya hubungan yang erat antara proses absorpsi dan
timbulnya warna kuning tersebut dalam lemak atau minyak tidak jenuh. Pada minyak kelapa
mempunyai warna (Rizka, 2017). Pada minyak sawit warna kuning dengan indeks 65 %
Karena adanya hubungan yang erat antara proses absorpsi dan timbulnya warna kuning
tersebut dalam lemak atau minyak tidak jenuh. Pada minyak Jelantah mempunyai warna
gelap/kecoklatan dengan indeks 69.6 %, karena adanya proses oksidasi terhadap tokaferol
dan adanya reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus
amin dari molekul protein dan disebabkan karena aktivitas enzim. Pada minyak kayu putih
mempunyai warna bening dengan indeks 62 %, karena pada minyak kayu putih tidak
mengandung lemak jenuh (Rizka, 2017). Dari data tersebut korelasi lebih besar seharusnya
diperoleh oleh minyak jelantah karena warna dari minyak jelantah gelap. Namun, dalam
percobaan ini yang didaptkan paling tinggi adalah minyak kelapa, karena adanya kesalahan
saat menguji.

Pembahasan secara menyeluruh/komprehensif


Dari data yang diperoleh diatas praktikum ini dapat diketahui bahwa adanya perubahan
warna yang terjadi pada tabung reaksi yang telah diisi 2.5 mL fehling A dan 2.5 mL fehling B
ketika dimasukkan 1 gram sampel uji. Dalam uji fehling aldehid mereduksi larutan fehling
menghasilkan endapan Cu2O yang berwarna kuning atau merah. Dalam mengetahui adanya
endapan yang terjadi bahan dicampurkan dengan larutan fehling lalu dipanaskan dengan
penangas air. Kemudian diamati endapan yang terjadi. Dari hasil praktikum yang telah
dilakukan hanya sampel glukosa cair dan susu bubuk yang terdapat endapan. Hal yang
menyebabkan dihasilkannya endapan merah bata ini karena ini berasal dari fehling yang
memiliki ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan diendapkan
berwarna merah bata (Cu2O). Sedangkan pada sampel Tropicana slim, stevia, dan sukrosa
yang diuji dengan pereaksi Fehling (Fehling A + Fehling B) dan kemudian dipanaskan ternyata
larutan berwarna biru dengan sedikit endapan merah bata. Hal ini disebabkan karena sampel
tersebut memiliki amilum dan selulosa, dimana amilum merupakan polisakarida yang tidak
dapat bereaksi positif dengan Fehling. Amilum bukan gula pereduksi yang tidak mempunyai
gugus aldehid dan keton bebas, sehingga tidak terjadi oksidasi antara amilum + larutan
Fehling, maka tidak terbentuk endapan dan larutan tetap berwarna biru setelah dipanaskan.
Begitupula dengan Selulosa yang merupakan polisakarida yang tidak dapat bereaksi positif
dengan fehling (Sinaga, 2012).
Dari uji sifat fungsional protein praktikum ini dilakukan agar mahasiswa dapat menjelaskan
dan mempraktekkan pengujian sifat fungsional karbohidrat (gula pereduksi dan non-
pereduksi), bentuk dan ukuran granula pati secara mikroskopik, dan identifikasi amilosa dan
amilopektin. pertama bahanya adalah krimerdan setelah melakukan percobaan dan hasil yang
didapatkan adalah ketika 2 gram gelnya sangat lemah, karena ketika tabung reaksi dimiringkan
dan gelnya terjatuh. Kemudian pada 5 gram gelnya 0 atau tidak berbentuk gel. Hal ini karena
creamer adalah lemak nabati yg diproses menjadi mirip susu. creamer untuk industri makanan
dan minuman. Sehingga ketika krimer dipanaskan tidak membenuk gel.
Kedua adalah susu dancow kemudian hasil yang dapatkan ketika 2 gram dan 5 gram hasil
kekuatan gelnya adalah 0 atau tidak berbentuk gel hal ini karena Susu bubuk mempunyai daya
tahan yang lebih lama daripada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena
kandungan uap airnya sangat rendah. Sehingga mnyebabkan susu dancau tidak bisa berbentuk
gel.
Yang ketiga adalah bahannya isolate protein kedelai dan hasil yang didapatkan pada 2 gram
kekuatan gelnya adalah 1 atau kekuatan gelnya lemah dan ketika 5 gram dan kekuatan gelnya
3 atau kuat. Hal ini terjadi karena isolate protein kedelai memiliki kandungan protein yang
tinggi (95%), sehingga berfungsi dalam olahan daging seperti penyerapan dan pengikat lemak,
pengikatan flavor, pembentuk dan menstabilkan emulsi lemak dan membuat ikatan disulfida
(Pabita, 2011).
Keempat adalah menguji kekuatan gel protein pada tepung putih telur. saat percobaan
2gram dan hasil yang didapatkan dalam melakukan uji kekuatan gel adalah 4 atau gel sangat
kuat karena ketika tabung reaksi dihentakkan lebih dari satu kali pada posisi terbalik dan gel
tidak terjatuh ini menandakan gelnya sangat kuat. Kemudian pada tepung putih telur dengan
berat 5gram dan hasilnya sama dengan 2gram gelnya sangat kuat. Hal ini karena pH tepung
putih telur (8,64) dan tirisan buih (3,23%) yang paling rendah dengan daya buih yang
dihasilkan paling tinggi (511,10%). Nilai L (kecerahan) tepung putih telur dengan lama
desugarisasi selama 1 jam tidak berbeda dengan desugarisasi 2,5 dan 4 jam
(puspitasarii, 2006).
Kelima adalah menguji tepung terigu ptotein tinggi dan hasil yang didapat ketika 2 gram
dan 5 gram kekuatan gelnya adalah 1 atau gel sangat lemah karena ketika tabung reaksi
dimiringkan dan gelnya jatuh kebawah. Karena jenis tepung terigu dengan kandungan protein
13-14%. Kandungan glutennya paling tinggi. Jadi, tepung jenis ini paling cocok digunakan
untuk membuat makanan yang membutuhkan tekstur kenyal dan elastis, seperti mie dan roti.
Pada parktikum uji kapasitas dan stabilitas buih ini dilakukan agar dapat menjelaskan
tenteng praktek pengujian kapasitas dan stabilitas buih (krimer,susu,ISP) pada percobaan buhi
menggunakan isolat protein sebanyak 2 gram yang ditimbang menggunakan nerca analitik
karena neraca analitik memiliki tingkat ketelitian yang tinggi hingga 0,0001g selanjutnya
masukkan ke dalam larutan aquades kemudian menggaduknya menggunakan alat mixer kecil,
selama proses pengadukan ini akan terbentuk buih yang volumenya dapat diukur dengan
menggunakan gelas ukur, semakin besar volume buhi yang terukur menunjukan semakin besar
kapasitas isolat protein tersbut membentuk buhi. pada percobaan buhi menggunakan susu
sebanyak 2 gram yang ditimbang menggunakan nerca analitik karena neraca analitik memiliki
tingkat ketelitian yang tinggi hingga 0,0001g selanjutnya masukkan ke dalam larutan aquades
kemudian menggaduknya menggunakan alat mixer kecil, selama proses pengadukan ini akan
terbentuk buih yang volumenya dapat diukur dengan menggunakan gelas ukur, semakin besar
volume buhi yang terukur menunjukan semakin besar kapasitas susu tersbut membentuk buhi.
pada percobaan buhi menggunakan krimer sebanyak 2 gram yang ditimbang menggunakan
nerca analitik karena neraca analitik memiliki tingkat ketelitian yang tinggi hingga 0,0001g
selanjutnya masukkan ke dalam larutan aquades kemudian menggaduknya menggunakan alat
mixer kecil, selama proses pengadukan ini akan terbentuk buih yang volumenya dapat diukur
dengan menggunakan gelas ukur, semakin besar volume buhi yang terukur menunjukan
semakin besar kapasitas krimer tersbut membentuk buhi. Pada percobaan buhi menggunakan
tepung putih telur sebanyak 2 gram yang ditimbang menggunakan nerca analitik karena neraca
analitik memiliki tingkat ketelitian yang tinggi hingga 0,0001g selanjutnya masukkan ke
dalam larutan aquades kemudian menggaduknya menggunakan alat mixer kecil, selama proses
pengadukan ini akan terbentuk buih yang volumenya dapat diukur dengan menggunakan gelas
ukur, semakin besar volume buhi yang terukur menunjukan semakin besar kapasitas tepung
putih telur tersbut membentuk buhi. Diantara krimer, susu, tepung putih telur dan isolat protein
yang berbuhi paling banyak adalah tepung putih telur karena kandungan protein, dalam
Pengocokan tepung putih telur akan membentuk busa yang diakibatkan oleh terperangkapnya
udara di dalam lapisan film cairan telur. Walaupun kuning telur bisa membentuk busa, tetapi
daya busanya jauh dibawah putih telur. Koagulasi protein oleh panas akan menstabilkan
struktur busa, sehingga daya busa ini biasanya dimanfaatkan untuk membentuk tekstur produk
(sebagai pengembang). Putih telur yang memiliki kemampuan untuk mengikat udara
(membentuk dan menstabilkan busa) biasanya digunakan pada produk cake yang memiliki
tekstur ‘mengembang’. Sebagai pembentuk busa, putih telur membantu meningkatkan
volume, membentuk struktur porous halus di dalam produk, membentuk flavor dan
mempertahankan tekstur (mencegah kolaps).
Dalam pemilihan ingridien telur untuk pemanfaatan daya busanya, ada dua hal yang harus
diperhatikan: keberadaan garam dan gula. Garam yang berlebihan akan menurunkan stabilitas
busa karena memperlemah ikatan protein. Sementara itu, gula dapat meningkatkan stabilitas
busa. Tetapi, jika penambahan gula terlalu banyak dan terlalu cepat (beberapa ingredien sudah
mengandung gula didalamnya) akan menghambat proses pembentuk busa (Kasanah,2013).

Pada pengujian kelarutan didapatkan data kelarutan pada minyak sawit, minyak goreng,
jelantah, dan minyak kayu putih. Pengujian ini di uji menggunakan larutan aduades, klorofom,
heksana, toluene dan alkohol. Pada pengujian minyak sawit indikator yang tidak dapat
membuat minyak sawit larut yaitu aquades dan alkohol, hal ini dikarenakan massa jenis dari
kedua cairan tersebut berbeda yang mana massa jenis dari aquades 1000 kg/m 3 sedangkan
massa jenis dari minyak adalah 800 kg/m3 dan untuk massa jenis alkohol lebih rendah dari
massa jenis minyak yaitu sebesar 700 kg/m3 sehingga larutan terpisah yangmana alkohol
berada di permukaan dan minyak berada di dasar. Dan untuk pelarut organik non polar seperti
klorofrom, heksana dan toluene membuat minyak sawit larut, dikarenakan minyak mempunyai
polaritas yang sama dengan pelarut organic non polar (Yusnita, 1999).

Pada pengujian minyak goreng indikator yang tidak dapat membuat minyak goreng larut
yaitu aquades dan alkohol, hal ini dikarenakan massa jenis dari kedua cairan tersebut berbeda
yang mana massa jenis dari aquades 1000 kg/m3 sedangkan massa jenis dari minyak adalah
800 kg/m3 dan untuk massa jenis alkohol lebih rendah dari massa jenis minyak yaitu sebesar
700 kg/m3 sehingga larutan terpisah yangmana alkohol berada di permukaan dan minyak
berada di dasar. Dan untuk pelarut organik non polar seperti klorofrom, heksana dan toluene
membuat minyak sawit larut, dikarenakan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan
pelarut organik non polar (Yusnita, 1999).

Pada pengujian minyak jelantah indikator yang tidak dapat membuat minyak jelantah
larut yaitu aquades dan klorofom, hal ini dikarenakan massa jenis dari kedua cairan tersebut
berbeda yang mana massa jenis dari aquades 1000 kg/m3 sedangkan massa jenis dari minyak
adalah 800 kg/m3 dan untuk massa jenis klorofom lebih besar dari massa jenis minyak yaitu
sebesar 1.490 kg/m3 sehingga larutan terpisah yang mana klorofom berada di dasar dan minyak
jelantah berada di permukaan. Dan untuk pelarut organik non polar seperti heksana dan
toluene membuat minyak sawit larut, dikarenakan minyak mempunyai polaritas yang sama
dengan pelarut organik non polar. Dan pada alkohol minyak jelantah larut, karena minyak
termasuk non polar, sehingga dapat larut pada alkohol (Yusnita, 1999).

Pada pengujian minyak kayu putih indikator yang tidak dapat membuat minyak goreng
larut yaitu aquades dan alkohol, hal ini dikarenakan massa jenis dari kedua cairan tersebut
berbeda yang mana massa jenis dari aquades 1000 kg/m3 sedangkan massa jenis dari minyak
adalah 800 kg/m3 dan untuk massa jenis alkohol lebih rendah dari massa jenis minyak yaitu
sebesar 700 kg/m3 sehingga larutan terpisah yangmana alkohol berada di permukaan dan
minyak berada di dasar. Dan untuk pelarut organik non polar seperti klorofrom, heksana dan
toluene membuat minyak sawit larut, dikarenakan minyak mempunyai polaritas yang sama
dengan pelarut organik non polar (Yusnita, 1999).
Pada percobaan uji refraksi, pada minyak kelapa mempunyai warna kuning kemerah-merahan
dengan indeks 70 %. Karena adanya hubungan yang erat antara proses absorpsi dan timbulnya
warna kuning tersebut dalam lemak atau minyak tidak jenuh. Pada minyak kelapa mempunyai
warna (Rizka, 2017). Pada minyak sawit warna kuning dengan indeks 65 % Karena adanya
hubungan yang erat antara proses absorpsi dan timbulnya warna kuning tersebut dalam lemak
atau minyak tidak jenuh. Pada minyak Jelantah mempunyai warna gelap/kecoklatan dengan
indeks 69.6 %, karena adanya proses oksidasi terhadap tokaferol dan adanya reaksi molekul
karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein dan
disebabkan karena aktivitas enzim. Pada minyak kayu putih mempunyai warna bening dengan
indeks 62 %, karena pada minyak kayu putih tidak mengandung lemak jenuh (Rizka, 2017).
Dari data tersebut korelasi lebih besar seharusnya diperoleh oleh minyak jelantah karena warna
dari minyak jelantah gelap. Namun, dalam percobaan ini yang didaptkan paling tinggi adalah
minyak kelapa, karena adanya kesalahan saat menguji.

Simpulan
Semua gula sederhana (monosakarida dan disakarida) merupakan gula pereduksi.
Sedangkan polisakarida bukan merupakan gula pereduksi. Kandungan gula pereduksi dapat
ditunjukkan dengan pereaksi Fehling. Monosakarida dapat mereduksi pereaksi Fehling karena
pada monosakarida terdapat gugus aldehid, yang akan dioksidasi oleh pereaksi Fehling
menjadi karboksilat. Pereaksi Fehling dapat dipakai untuk identifikasi adanya gula reduksi
(seperti glukosa) dalam air kemih pada penderita penyakit diabetes.
Dan untuk uji gelatin pada protein menunjukkan bahwa gel yang memiliki kekuatan
gel paling besar adalah tepung putih telur karena memiliki kandungan protein yang besar
sehingga daya tarik gel nya sangat kuat protein ovomusin, ovoglobulin, dan konalbuminlah
yang bertanggung jawab terhadap pembentukan busa.
Protein akan berada pada permukaan udara-air dari gelembung udara dan mengalami
denaturasi (unfold) untuk mendukung struktur busa. Denaturasi lebih lanjut terjadi ketika
pemanasan (pemanggangan) menyebabkan koagulasi protein sehingga menghasilkan struktur
yang lebih stabil.
Kelarutan leman dan minyak dipengarui oleh densitas masing- masing larutan dan jenis
senyawa antara polar dan non polar. Yang mana senyawa polar akan larut dalam indikator
polar dan sebaliknya senyawa non polar akan larut dalam indikator non polar
Uji refraksi menggunakan alat bernama refraktometer Refraktometer merupakan alat
untukmengukur indeks bias dari suatu zatcair yang punya indeks bias yang mana memiliki
prinsip kerja alat ini berdasarkan sudut kritis, dimana sudut kritis diantara dua medium adalah
sudut datang sinar dari medium lebih rapat ke .medium yang lebih renggang.

Saran
Seharusnya pratikum satu modul hanya satu kelompok saja, agar tidak bingun. Karena
pratikum banyak yang belum memahami modul dan alat yang di pinjam kurang jika digunakan
untuk semua modul, jadi harus butuh waktu yang lama. Dan seharusnya ada asistensi tentang
laangkah kerja setiap modul.
Daftar Pustaka
Emil Slowinski, Wayne Wolsey, William Masterton. 2004. Chemical Principles in the
Laboratory Brooks/Cole laboratory series for general chemistry.USA: Cengage
Learning
Herlina, Netti. 2002. Lemak Dan Minyak. Universitas Sumatera Utara
Kusnandar, Feri. 2010. Mengenal Sifat Fungsional Protein. Institut Pertanian Bogor

M. Abduh Bani S. 2015. REFRAKTOMETER ABBE. Bandung : universitas Padjajaran


Press
Mamuaja, Christine F. 2017. LIPIDA. Universitas Sam Ratulangi Manado
Sinaga, A. R. 2012. Identifikasi Karbohidrat. Bengkulu: Universitas Bengkulu
Sari, Nurhamida . 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Purtaka Utama. Jakarta
Probosari, Enny. 2019. Pengaruh Protein Diet Terhadap Indeks Glikemik. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro
Wulandari, Devyana Dyah. 2017. Kualitas Madu (Keasaman, Kadar Air, Dan Kadar Gula
Pereduksi) Berdasarkan Perbedaan Suhu Penyimpanan. Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya
Yusnita Erra.1999. Pengaruh Suhu dan Waktu Pemasakan Biji Kemiri Terhadap Sifat
Minyaknya diakses pada 25 desember 2019

Anda mungkin juga menyukai