Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terjadi di Indonesia
pada setiap kelompok umur. Studi nasional menunjukkan kejadian anemia
penduduk berusia 1 tahun ke atas yakni 21,7%, pada balita 12-59 bulan
adalah 28,1%, dan ibu hamil sebesar 37,1% (RISKESDAS, 2013).
Berdasarkan data Riskesdas 2018 yang dirilis di Jakarta, Jum’at (2/11/2018),
persentase ibu hamil yang mengalami anemia tersebut meningkat
dibandingkan hasil riskesdas tahun 2013. Dari data tahun 2018, jumlah ibu
hamil yang mengalami anemia paling banyak pada usia 15-24 tahun sebesar
84,6%, usia 25-34 tahun sebesar 33,7%, usia 35-44 tahun sebesar 33,6%, dan
usia 45-54 sebesar 24%.
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia
terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia
menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada
remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih cukup
tinggi, menurut World Health Organization (WHO,2013), prevalensi anemia
dunia berkisar 40-88%. Jumlah penduduk usia remaja (10-19 tahun) di
Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki dan 49,1%
perempuan (Kemenkes RI, 2013).
Anemia sering disebabkan karena defisiensi zat besi, kehilangan
darah, adanya peningkatan kebutuhan zat besi dan absorbsi zat besi yang
terganggu (Lang, 2000). Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan
penurunan perkembangan kognitif dari bayi hingga dewasa, dan menurunkan
sistem imun. Pada ibu hamil, anemia meningkatkan resiko perdarahan selama
hamil, kematian saat melahirkan, sepsis, dan bayi dengan BBLR (WHO,
2001).
Oleh karena itu anemia sangat penting untuk ditangani. Pemerintah
menganjurkan untuk mengonsumsi minimal 90 pil zat besi selama masa
kehamilan (Depkes, 2001). Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk

1
mengembangkan produk baru fortifikasi zat besi yang dapat menunjang
keberhasilan program suplementasi besi bagi masyarakat Indonesia. Banyak
penyebab yang mendasari kurang berhasilnya program suplementasi zat besi
pada ibu hamil dan WUS. Diantaranya keluhan efek samping dari
mengonsumsi tablet besi seperti mual, diare, atau konstipasi, serta warna
feses menjadi gelap (WHO, 2001).
Menurut WHO (2001), program fortifikasi makanan dalam jangka
panjang dapat 93% menanggulangi masalah anemia defisiensi besi. Makanan
pembawa (vehicle) yang dipilih adalah yang menjangkau seluruh lapisan
masyarakat termasuk masyarakat kelompok beresiko. Selain itu wajib
dipastikan produk memiliki nilai organoleptik, masa simpan, dan harga yang
stabil.
Untuk mendukung keberhasilan suplementasi Fe maka dilakukan
fortifikasi zat besi pada produk-produk makanan. Mie merupakan bahan
pangan yang cukup potensial, selain harganya relatif murah dan
pengolahannya yang praktis. Mie memiliki kandungan gizi yang cukup baik
terutama kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga mie disukai
masyarakat sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi yang mengenyangkan
dan mi juga merupakan makanan favorit mulai anak – anak hingga lanjut
usia. Saat ini berbagai jenis mi telah banyak dikonsumsi dan dijual di
pasaran. Mie basah adalah salah satu bentuk mie yang mudah diolah oleh
masyarakat umum dan bahan-bahan pembuatan ini pun mudah didapat,
dimana kemungkinan setiap orang dapat membuatnya sendiri (Muhajir,
2007). Bahan utama pembuatan mie adalah tepung terigu yang mana selama
ini mie yang biasa dikonsumsi mengandung zat gizi makro saja yaitu
karbohidrat, protein dan lemak, dan sangat sedikit atau bahkan tidak
mengandung zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral.
Kalakai (Stenochlaena palustris) adalah jenis pakis atau paku-pakuan
yag termasuk dalam kerajaanPlantae dan divisi Pteridophyta (paku-pakuan)
yang banyak ditemui di hutan Kalimantan, khususnya Kalimantan Tengah.
(Irawan et al.2003). Menurut Shinta dan Atyk dalam Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah (Jumat, 13 Mei 2011) Kalakai

2
memiliki beberapa manfaat, yaitu Kalakai yang berwarna merah sangat
potensial untuk mengatasi anemia (kekurangan zat besi). Menurut Irawan et
al. (2003) dari analisis gizi diketahui bahwa kalakai merah mengandung Fe
yang tinggi (41,53 ppm), Cu (4,52 ppm),vitamin C (15,41 mg/100g), protein
(2,36%), beta karoten (66,99 ppm), dan asam folat(11,30 ppm).
Secara turun temurun, masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah
memanfaatkan tanaman kalakai untuk tujuan merangsang produksi ASI bagi
ibu-ibu yang baru melahirkan. Hal ini mungkin disebabkan nilai gizi kalakai
yang banyak mengandung Fe (Irawan et al., 2003). Unsur Fe diketahui
bermanfaat dalam mengatasi masalah anemia, sehinggamengkonsumsi
kalakai dapat menambah volume darah, sehingga merangsang produksi ASI.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan pengembangan resep terhadap mie basah yang
dimodifikasi dengan penambahan sayur kalakai dalam membuat mie
sayur kalakai menjadi lebih enak dan berkarakter.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan analisa pada menu yang ada (nilai gizi, teknik pengolahan)
b. Melakukan modifikasi menu berdasarkan hasil analisa
c. Melakukan analisa pada menu hasil modifikasi
d. Melakukan uji daya terima (meliputi rasa, warna, aroma, tekstur)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah


merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer,
2002 : 935). Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel
darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells
(hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256). Dengan demikian anemia
bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan
perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis
yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium. Anemia ,
dalam bahasa yunani tanpa darah adalah penyakit kurang darah yang ditandai
dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah
dibandingkan normal.Jika kadar hemoglobin kurang dari 14g/dl dan eritrosit
kurang dari 41% pada pria , maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian
pula pada wanita , wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12
g/dl dan eritrosit kurang dari 37% , maka wanita itu dikatakan anemia.Berikut
ini katagori tingkat keparahan pada anemia.
 Kadar Hb 10 gram- 8 gram disebut anemia ringan.
 Kadar Hb 8 gram -5 gram disebut anemia saedang.
 Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat.

4
Karena hemoglobin terdapat dalam sel darah merah , setiap ganguan
pembentukan sel darah merah, baik ukuran maupun jumlahnya, dapat
menyebabkan terjadinya anemia. Ganguan tersebut dapat terjadi ‘’pabrik’’
pembentukan sel (sumsum tulang) maupun ganguan karena kekurangan
komponen penting seperti zat besi , asam folat maupun vitamin B 12.
Anemia dapat dikenali dari gejala-gejala berikut ini:
• Badan terasa lemas dan cepat lelah.
• Kulit terlihat pucat atau kekuningan.
• Detak jantung tidak beraturan.
• Napas pendek.
• Pusing dan berkunang-kunang.
• Nyeri dada.
• Tangan dan kaki terasa dingin.
• Sakit kepala.
• Sulit Berkonsentrasi.
• Insomnia.
• Kaki kram.
(Soebroto Ikhsan,Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia,Cetakan 1,
Yogyakarta 2009)

2.2 Kelakai

Kelakai merupakan tanaman jenis paku-pakuan yang biasa ditemukan di


daerah rawa. Tumbuhan paku dalam hidupnya dapat bereproduksi secara
aseksual dengan pembentukan gemmae dan reproduksi seksual
dengan peleburan gamet jantan dan gamet betina. Dalam siklus hidup
(metagenesis) terdapat fase sporofit, yaitu tumbuhan paku sendiri. Fase sporofit

5
pada metagenesis tumbuhan paku memiliki sifat lebih dominan daripada fase
gametofitnya. Memiliki klorofil sehingga cara hidupnya hidupnya fotoautotrof.
Kelakai merupakan paku tanah, yang memiliki panjang 5-10 m dengan
akar rimpang yang memanjat tinggi, kuat, pipih, persegi, telanjang atau
bersisik kerapkali dengan tubas yang merayap, tumbuhnya secara perlahan
atau epifit dengan akar utama berada di tanah. Daun kelakai menyirip tunggal,
dan dimorph. Tangkai daun tumbuhan kelakai berukuran 10-20 cm, yang
cukup kuat. Daunnya steril, 30-200 x 20-50 cm, kuat, mengkilat, gundul, yang
muda kerap kali berwarna keungu-unguan; anak daunnya banyak, bertangkai
pendek, berbentuk lanset, dengan lebar 1,5-4 cm, meruncing denan kaki lacip
baji atau membulat, kedua sisi tidak sama, diatas kaki begerigi tajam dan
halus, yrat daun berjarak lebar, anak daun fertil lebarnya 2-5 mm (Hessler et
al., 2000). (Sutomo dkk, 2010)
Manfaat pengelolahan :
Dalam kehidupan sehari-hari, tumbuhan paku juga berperan dalam kehidupan,
antara lain:
a. Sebagai tanaman hias,.
b. Sebagai tanaman obat,
c. Sebagai bingkai dalam karangan bunga.
d. Sebagai pupuk hijau.
e. Sebagai sayuran,

Kandungan Kelakai
Kandungan metabolit sekunder tanaman kelakai yakni hasil
pengukuran sampel daun dan batang yaitu untuk kadar air 8,56% dan 7,28%,
kadar abu 10,37% dan 9,19%, kadar serat kasar 1,93% dan 3,19%, kadar
protein 11,48% dan 1,89%, kadar lemak 2,63% dan 1,37%. Hasil analisis
mineral Ca lebih tinggi di daun dibandingkan batang yaitu 182,07 mg per 100
g, demikian pula dengan Fe tertinggi 291,32 mg per100 g. Hasil analisis
vitamin C tertinggi terdapat di batang 264 mg per 10 g dan vitamin A tertinggi
terdapat di daun 26976,29 ppm. Kandungan fitokimia flavonoid, alkaloid dan
steroid tertinggi terdapat pada batang ,sebesar 3,010%, 3,817% dan 2,583%.

6
Senyawa bioaktif yang paling dominan adalah alkaloid. Berdasarkan hasil
analisis, Kalakai dapat dijadikan pangan fungsional (Maulidya dkk., 2006).

Fungsi Kelakai
Kalakai memiliki beberapa manfaat, yaitu Kalakai yang berwarna
merah sangat potensial untuk mengatasi anemia (kekurangan zat besi).
Menurut Irawan et al. (2003) dari analisis gizi diketahui bahwa kalakai merah
mengandung Fe yang tinggi (41,53 ppm), Cu (4,52 ppm), vitamin C (15,41
mg/100g), protein (2,36%), beta karoten (66,99 ppm), dan asam folat (11,30
ppm). Secara turun temurun, masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah
memanfaatkan tanaman kalakai untuk tujuan merangsang produksi ASI bagi
ibu-ibu yang baru melahirkan. Hal ini mungkin disebabkan nilai gizi kalakai
yang banyak mengandung Fe (Irawan et al., 2003). Unsur Fe diketahui
bermanfaat dalam mengatasi masalah anemia, sehingga mengkonsumsi
kalakai dapat menambah volume darah, sehingga merangsang produksi ASI.
Tanaman ini memiliki banyak khasiat, seperti antidiare. Selain itu, juga
dipercayai oleh masyarakat Dayak sebagai obat penambah darah serta obat
awet muda. Tidak lupa juga, pucuk muda kelakai ini adalah bahan masakan
yang cukup lezat. Menariknya, tumbuhan yang kerap dijadikan sayur itu
memiliki manfaat unik. Kalakai ternyata dapat menunda proses penuaan
manusia. Berdasarkan studi empirik, diketahui bahwa kalakai dipergunakan
oleh masyarakat suku Dayak Kenyah untuk mengobati anemia, pereda
demam, mengobati sakit kulit, serta sebagai obat awet muda (Anonim,2016)

Manfaat Kelakai
Kalakai/Kelakai adalah termasuk sayur paku-pakuan yang banyak
hidup di Kalimantan Tengah. Sayur Kalakai/Kelakai tumbuh di lahan gabut
yang ada di Kalimantan Tengah, dan mungkin saja sayur kalakai ini tumbuh
di wilayah Kalimantan lainnya. Sayur kalakai bagi masyarakat dayak adalah
sayur yang dijadikan menu makanan sehari-hari yang alami, mudah didapat
dan kaya manfaat bagi kesehatan. Mengapa tidak sayur kalakai/kelakai ini
alami karena tumbuh dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia untuk

7
memupuk bahkan memberi pestisida seperti sayuran yang dibudidaya oleh
para petani. (Anonim,2016)
Sayur kalakai/kelakai ini mempunyai manfaat bagi kesehatan yaitu
bagi ibu yang melahirkan, sayur kalakai/kelakai ini mampu memperbanyak
atau memperlancar air susu ibu. Oleh sebab itu orang dayak biasanya
mengkonsumsi sayur kalakai/kelakai setelah melahirkan atau bagi ibu yang
sedang menyusui agar air susunya banyak. Selain bagi ibu yang melahirkan
atau ibu menyusui, sayur kalakai juga mempunyai manfaat bagi kesehatan
bagi yang kekurangan darah. Nah sayur kalakai atau kelakai bisa di konsumsi
sebagai penambah darah. (Anonim,2016)

2.3 Mie Basah

Mie merupakan makanan yang paling populer di Asia. Sekitar 40%


dari konsumsi tepung terigu di Asia digunakan untuk pembuatan mie. Di
Indonesia pada tahun 1990, penggunaan tepung terigu untuk pembuatan mie
mencapai 60-70% (Kruger dan Matsuo, 1996). Hal ini menunjukkan bahwa
mie merupakan makanan yang paling populer di Asia khususnya Indonesia
hingga saat ini. Mie pertama kali dibuat dari bahan baku beras dan tepung
kacang-kacangan. Menurut Chamdani (2005) mie basah memiliki ketahanan
masa simpan selama 36 jam.
Di Indonesia produk mie merupakan makanan yang banyak digunakan
sebagai pengganti nasi. Produk mie ini berbahan dasar tepung terigu yang
berasal dari tanaman gandum. Menurut Irviani dan nisa (2014), pada tahun
2012 impor gandum telah menembus angka 6.3 juta ton. Upaya pelaksanaan

8
diversifikasi pangan agar tidak tergantung kepada tepung terigu. Menurut SNI
01-2987 (1992), mie basah adalah produk pangan yang terbuat dari terigu
dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan
pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan.
Tabel 1. Komposisi Gizi Mie Basah per 100 g Bahan

Zat Gizi Mie Zat Gizi Mie


Basah Basah
Energy 86 Besi 0,8
(kal)
Protein 0,6 Vitamin A -
(g)
Lemak 3,3 Vitamin B1 -
(g) (mg)
Karbohidr 14 Vitamin C -
at (g) (mg)
Kalsium 13 Air (mg) 80
(mg)
Sumber : Astawan, (1999)
Menurut Astawan, (1999), mie basah yang baik adalah mie yang secara

kimiawi mempunyai nilai kimia yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan

oleh Departemen Perindustrian melalui SII 2046-90. Persyaratan tersebut data dilihat

pada Tabel 2.

Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1. Keadaan :
a) Bau Normal Normal
b) Warna Normal
c) Rasa
2. Kadar air %, b/b 20 – 35
3. Abu %, b/b Maksimum 3
4. Protein %, b/b Maksimum 8
5. Bahan tambahan
makanan: Tidak boleh Yang
a) Boraks dan diizinkan Tidak boleh
asam borat
b) Pewarna
c) Formalin

9
6. Pencemaran logam:
a) Timbale (Pb) mg/kg Maksimum 1,0
b) Tembaga (Cu) mg/kg Maksimum 10,0
c) Seng (Zn) mg/kg Maksimum 40,0
d) Raksa (Hg0 mg/kg Maksimum 0,05

7. Pencemaran
mikrobia:
a) Angka Koloni/g Maksimum 1,0 x 106
lempeng total
b) E.coli APM/g Maksimum 10
c) Kapang Koloni/g Maksimum 1,0 x 104

Sumber : Astawan, (1999)

2.4 Bahan Pembuatan Mie


Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan dasar dalam pembuatan mie. Tepung terigu
diperoleh dari tepung gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan
terigu dari serelia lain ialah kemampuannya membentuk gluten pada saat
dibasahi air. Sifat elastis gluten pada adonan ini menyebabkan mie yang
dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan
(Astawan,1999). Tepung terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum
berupa endosperm yang terpisah dari lembaga. Terigu mengandung karotenoid
yaitu xanthofil yang tidak mempunyai aktivitas vitamin A (Meyer, 1973). Terigu
mempunyai kedudukan istimewa dibandingkan tepung-tepung
lainnya. Keistimewaan tepung terigu terletak pada protein yang dikandungnya.
Kandungan protein total pada tepung terigu bervariasi antara 7% – 18%, tetapi
pada umumnya 8% – 14%. Sekitar 80% dari protein tersebut merupakan gluten
(Matz, 1972). Gluten merupakan kompleks protein yang tidak larut dalam air,
berfungsi sebagai pembentuk struktur kerangka. Gluten terdiri atas komponen
gliadin dan glutenin yang menghasilkan sifat viskoelastis. Kandungan tersebut
membuat adonan mampu dibuat lembaran, digiling, ataupun dibuat
mengembang (Pomeranz dan Meloan, 1971). Sunaryo (1985) dalam Ratnawati
(2003), menambah bahwa gliadin akan menyebabkan gluten bersifat elastis
sedangkan glutein menyebabkan adonan menjadi kuat menahan gas dan
menentukan sturuktur pada produk yang dibakar. Berdasarkan kandungan

10
gluten, tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam
yaitu: (a) Hard flour, tepung ini berkualitas paling baik, kandungan proteinnya
12% – 13%. Tepung ini biasa digunakan untuk pembuatan roti dan mie yang
berkualitas tinggi, contohnya: tepung terigu cakra kembar (b) Medium hard,
terigu jenis ini mengandung protein 9,5% – 11%. Tepung ini banyak digunakan
untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue, serta biscuit, contohnya
tepung segitiga biru (c) Soft flour, terigu ini mengandung protein 7% – 8,5%.
Penggunaanya cocok sebagai bahan pembuat kue dan biscuit, contohnya terigu
kunci biru (Astawan, 1999).
Berikut adalah kandungan kimia tepung terigu pada 100 gram bahan:

Tabel 2. Kandungan kimia tepung terigu pada 100 gram bahan

Komponen Jumlah
Energy (kal) 86
Protein (g) 0,6
Lemak (g) 3,3
Karbohidrat (g) 14,0
Kalsium (mg) 14
Besi 0,8
Vitamin A (SI) -
Vitamin B1 (mg) -
Vitamin C (mg) 0
Air 80,0
Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996)

Protein gandum atau terigu memiliki sifat istimewa karena dapat


menghasilkan adonan yang dapat menahan gas, dan dapat mengembang secara
elastis ketika gas memuai pada waktu proses pembakaran. Sifat itu disebabkan
sifat glutein yang terhidrasi dan mengembang bila tepung terigudicampur
dengan air. Proses tersebut berlangsung ketika adonan diaduk dan akhirnya
terbentuk massa tiga dimensi dari protein glutein yang memiliki viskositas yang
elastis. Suatu sifat yang dikehendaki dalam pembuatan kue atau roti (Winarno,
1993).

11
Garam Alkali

Garam alkali, biasanya disebut dengan kansui, merupakan suatu zat tambahan
pangan yang biasa digunakan dalam pembuatan mie basah. Keberadaan sangat
penting dalam pembuatan mie basah. Garam alkali memberi flavor yang khas
dan mempengaruhi kualitas mie serta bertanggungjawab terhadap warna pada
mie (Supriyanto, 1992).
Komponen utama dari dari kansui adalah Natrium Karbonat (Na2CO3) dan
Kalium Karbonat (K2CO3). Penggunaan senyawa ini mengakibatkan pH lebih
tinggi (7,0 – 7,5), warna sedikit kuning dan menghasilkan flavor yang lebih
disukai konsumen. Natrium karbonat dan kalium karbonat telah sejak dulu
dipakai sebagai alkali pembuat mie. Komponen ini berfungsi untuk
mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas, fleksibilitas, dan
meningkatkan kehalusan tekstur mie. Natrium karbonat dan kalium karbonat
juga dapat meningkatkan pengikatan air, karena reaksi senyawa tersebut dengan
pati dan air akan menghasilkan gas CO2. Dengan adanya gas CO2 berarti
terbentuk rongga antar ruang granula pati. Hasilnya ketika perebusan mie, air
yang terserap akan lebih banyak (Ratnawati, 2003).
Penambahan garam yang terlalu berlebih akan menyebabkan kemampuan
gluten dalam menahan gas tidak optimal, namun sebaliknya penggunaan garam
yang terlalu sedikit maka akan mengurangi volume adonan karena gluten tidak
mempunyai daya regang yang cukup. Penambahan konsentrasi garam yang ideal
pada pembuatan mie adalah 3% dari berat tepung yang digunakan. (Nurzane,
2010).

Air

Air dalam proses pembuatan mie berfungsi sebagai media reaksi antara
gluten, karbohidrat dan larutan garam serta membentuk sifat kenyal gluten. Air
juga digunakan untuk merebus mie mentah dalam pembuatan mie basah. Pada
proses perebusan akan terjadi glatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga
dapat meningkatkan kekenyalan mie (Sunaryo, 1985 dalam Ratnawati, 2003).

12
Telur

Penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan


menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus. Putih telur
berfungsi untuk mencegah kekeruhan mie pada proses pemasakan. Kuning telur
digunakan sebagai pengemulsi, lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada
tepung dan mengembangkan adonan (Astawan, 1999).

2.5 Pengertian Uji Organoleptik

Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan


berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk mempegunakan suatu produk. Uji
Organoleptik atau uji indera atau uji sensori sendiri merupakan cara
pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik
mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik
dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan
lainnya dari produk.

Adapun syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik adalah


adanya contoh (sampel), adanya panelis, dan pernyataan respon yang jujur.
Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak
suatu produk adalah sifat indrawinya.Penilaian indrawi ini ada enam tahap
yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi
sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan
menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut.

Dalam Uji organoleptik harus dilakukan dengan cermat karena


memiliki kelebihan dan kelemahan. Uji organoleptik memiliki relevansi yang
tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera
konsumen.Selain itu, metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan,
hasil pengukuran dan pengamatannya juga cepat diperoleh.Dengan demikian,
uji organoleptik dapat membantu analisis usaha untuk meningkatkan produksi
atau pemasarannya. Uji organoleptik juga memiliki kelemahan dan

13
keterbatasan akibat beberapa sifat indrawi tidak dapat
dideskripsikan.Manusia merupakan panelis yang terkadang dapat dipengaruhi
oleh kondisi fisik dan mental, sehingga panelis dapat menjadi jenuh dan
menurun kepekaannya.Selain itu dapat terjadi pula salah komunikasi antara
manajer dan panelis.

2.6 Pengertian Uji Fisik

Uji Fisik adalah uji dimana kualitas produk diukur secara objektif
berdasarkan hal-hal fisik yang nampak dari suatu produk. Prinsip uji fisik
yaitu Pengujian dilakukan dengan cara kasat mata, penciuman, perabaan dan
pengecapan dan alat-alat tertentu yang sudah di akui secara akademis. Ada
dua cara yang bisa dilakukan untuk menguji sifat fisik bahan pangan.
Pertama, menggunakan indera manusia, dengan cara menyentuh, memijit,
menggigit, mengunyah, dan sebagainya, selanjutnya kita sampaikan apa yang
kita rasakan. Ini yang disebut dengan analisa sensori. Karena reaksi kita
sebagai manusia yang menguji berbeda-beda, maka diperlukan analisa
statistik untuk menyimpulkan skala perbedaan ataupun tingkat kesukaan
penguji terhadap produk tersebut. Cara uji kedua dengan pendekatan fisik,
menggunakan instrument atau peralatan tertentu, hasilnya dinyatakan dengan
unit satuan meter (m), kilogram (kg) dan detik (dt). Pendekatan fisik untuk
mempelajari sifat mekanis bahan disebut rheology.

2.7 Pengertian Uji Kimia

Kimia analisis adalah studi pemisahan, identifikasi, dan kuantifikasi


komponen kimia dalam bahan alam maupun buatan. Analisis kualitatif
memberikan indikasi identitas spesies kimia di dalam sampel. Sedangkan
analisis kuantitatif menentukan jumlah komponen tertentu dalam suatu zat.
Pemisahan komponen seringkali dilakukan sebelum melakukan analisis.

Metode analisis dapat dibagi menjadi klasik dan instrumental. Metode


klasik (dikenal juga sebagai metode kimia basah) menggunakan pemisahan
seperti pengendapan, ekstraksi, dan distilasi serta analisis kualitatif

14
berdasarkan warna, bau, atau titik leleh (organoleptis). Analisis kuantitatif
klasik dilakukan dengan menentukan berat atau volum. Metode instrumental
menggunakan suatu peralatan untuk menentukan kuantitas fisik suatu analit
seperti serapan cahaya, fluoresensi, atau konduktivitas. Pemisahan dilakukan
menggunakan metode kromatografi, elektroforesis atau fraksinasi aliran
medan.

Kimia analisis juga fokus pada peningkatan rancangan percobaan,


kemometri, dan pembuatan alat ukur baru agar dapat menyediakan informasi
kimia yang lebih baik. Kimia analisis telah diaplikasikan di bidang forensik,
bioanalisis, analisis klinik, analisis lingkungan, dan analisis bahan.

15
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1 Mie Nabati (Sayur Kelakai)
Alat yang Digunakan Untuk Praktikum
 Mixer
 Roll pass
 Mesin pemotong mie
 Timbangan
 Panci
 Kompor
 Tirisan
 Penggaris
 Baskom

Bahan yang Digunakan Untuk Praktikum


 300 gr tempe
 100 gr tepung terigu
 3 butir telur
 150 gr mentega yang dicairkan
 150 gr gula pasir
 200 gr dark coklat yang dicairkan
 ½ sendok baking powder
 50 gr kacang almond

Prosedur Kerja
 Kukus tempe hingga empuk, haluskan.
 Kocok telur dan gula pasir sampai merata dan mengembang
(sampai berwarna putih) dengan menggunakan mixer.

16
 Lalu, masukkan tepung terigu, tempe kukus yang sudah
dihaluskan, dark coklat leleh, mentega cair, dan baking
powder kedalam adonan telur dan gula pasir tadi. Kocok
semua bahan tersebut sampai benar-benar tercampur rata.
 Kemudian, panaskan air kedalam panci sampai mendidih.
Olesi loyang (bundar/persegi panjang) dengan mentega.
Tuangkan adonan kedalam loyang lalu kukus kedalam panci
yang tadi dipanaskan.
 Setelah setengah matang beri kacang almond diatas adonan
brownies. Tunggu sampai matang. Brownies siap
dihidangkan.

3.2. Mie Basah


Alat dan Bahan
1. Alat
 Mixer
 Roll pass
 Mesin pemotong mie
 Timbangan
 Panci
 Kompor
 Tirisan
 Penggaris
 Baskom

2. Bahan
Bahan % Gram

Tepung Terigu cakra kembar/ kereta kencana 100 1000

Garam dapur 1 10

17
Garam alkali (natrium karbonat) 0,6 6

Kalium karbonat 0,4 4

Air 25 250

Telur 10 100

Total Formula 137,5 1375


Bahan tambahan :

Minyak sayur secukupnya

Cara Kerja
1. Larutkan garam dapur dan garam alkali (larutkan kansui), kemudian
masukkan telur; aduk hingga rata
2. Aduk bahan kering (tepung terigu)
3. Masukkan larutan kansui sedikit demi sedikit selama 1 menit
4. Matikan mixer, aduk dengan kecepatan 3 selama 5 menit
5. Masukkan adonan dalam roll prass sedikit demi sedikit, lakukan relaksasi
15 menit untuk mempermudah memotong/mencetak
6. Buat lembaran hingga ketebalan kurang lebih 1,75 mm
7. Masukkan ujung lembaran dalam mesin pemotong
8. Masak mie dengan air mendidih hingga setengah matang
9. Cuci dengan air mengalir hingga licin
10. Tiriskan hingga kering
11. Tambahkan minyak sayur, campur hingga rata

18
3.1.3 Diagram Alir
Brownies Tempe Kukus

Kukus tempe sampai empuk ⇒ haluskan

Kocok telur dan gula pasir ⇒ mengembang

Masukkan tepung terigu, dark coklat leleh,

mentega cair, dan baking powder ⇒ tercampur

Panaskan air kedalam panci rangsang sampai


mendidih

Olesi loyang (bundar/persegi panjang) dengan


mentega

Tuangkan adonan kedalam loyang ⇒ kukus

Beri kacang almond, tunggu sampai matang

Brownies Tempe Kukus

19
3.1 Diagram Alir

Tepung Terigu

Telur Pengadukan hingga rata Menggunakan


Mixer

Adonan

Memasukkan dalam Roll Pass Relaksasi 15


demi sedikit menit

Membuat lembaran dengan


ketebalan ≤1,75 mm

Memasukkan dalam mesin potong

Mie

Merebus dengan air mendidih Meniriskan

Minyak sayur Mie setengah matang

Mie Basah

20
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat : Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan (ITP)
Waktu penelitian : Rabu, 5 Desember 2018
3.3 Prosedur Analisa
Pengamatan yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Uji Kimia Makanan
a. Analisa Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1997)
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan
petri yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105˚C selama 3-5
jam. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 3-5 menit lalu ditimbang.
Dipanaskan kembali ke dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan
dalam desikator lalu ditimbang. Hal ini dilakukan sampai diperoleh berat
yang konstan. Perbedaan berat sebelum dan setelah pengeringan dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.

Keterangan rumus :
Berat awal : berat sampel sebelum pengeringan (gram)
Berat akhir : berat sampel setelah pengeringan (gram)
b. Analisis Kadar Abu
Untuk menganalisis masing-masing jenis mineral dapat dilakukan
dengan alat Atomic Absoption Spectrophotometer (ASS). Menggunakan ASS
kandungan beberapa jenis mineral didalam bahan pangan dapat ditentukan.

Cara perhitungan kadar abu dengan cara pengabuan kering (AOAC, 1995):

21
Diketahui :

c. Analisis Larutan Glukosa Murni


 Memipet 5 ml reagen fehling A dan juga memipet 5 ml reagen
fehling B dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
 Campuran tersebut dipanaskan sampai mendidih kemudian
dititrasi dengan larutan glukosa murni yang sudah diencerkan dan
dinetralkan sebanyak 100 ml tersebut.(titrasi dilakukan diatas
kompor pemanas).(duplo)
 Kemudian diamati larutan dalam erlenmeyer, apabila warna biru
hampir hilang dan terbentuk endapan merah bata, kedalam
erlenmeyer ditambahkan 5 tetes indikator metilen blue.Titrasi
larutan dalam keadan mendidih sampai warna biru hilang.
 Pada keadaan ekivalen tercapai cairan terlihat jernih (tidak
nampak warna biru pada beningan) dan pada dasar erlenmeyer
terdapat endapan.
 Mencatat volume larutan glukosa murni yang diperlukan dalam
proses titrasi.

d. Analisi kadar lemak

22
23
 Lakukan pemanasan kembali kedalam oven selama 1 jam, apabila
selisih penimbangan hasil ekstraksi terakhir dengan penimbangan
sebelumnya belum mencapai 0,0002 gram
 % kadar lemak dihitung dengan rumus:

Keterangan :

W1 = Bobot sampel (g)

W2 = Bobot labu lemak kosong (g)

W3 = Bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

Sampel yang digunakan adalah sampel yang sudah melalui proses


kadar air (sampel kering). Penghalusan sampel dilakukan menggunakan
mortar. Penghalusan sampel bertujuan untuk memperluas permukaan sampel
agar pelarut mudah berpenetrasi kedalam sampel. Kemudian sampel
ditimbang dan dimasukkan kedalam selongsong yang dibungkus dari kertas
saring menjadi bentuk selongsong dengan penyumbat kapas di kedua ujung
selongsong tersebut.

Pelarut yang digunakan mencukupi 1½- 2 siklus. Pemanasan


sebaiknya menggunakan penangas air untuk menghindari bahaya kebakaran
atau bila terpaksa menggunakan kompor listrik harus dilengkapi dengan
pembungkus labu dari asbes. Lemak akan terekstraksi dan melalui sifon
terkumpul ke dalam labu lemak. Labu lemak yang sudah diekstraksi selama ±
5 jam, kemudian dipisahkan oleh alat rotary evaporator dengan cara
diuapkan antara heksan dan lemak yang berada dalam labu lemak tersebut
hingga heksan tidak menetes lagi pada labu heksan.

24
Tahapan selanjutnya dilakukan pemanasan dalam oven selama 1 jam
pada suhu 105°C agar sisa heksan teruapkan. Labu yang berisi ekstrak
ditimbang menggunakan neraca analitik. Lakukan pemanasan kembali
kedalam oven selama 1 jam, apabila selisih penimbangan hasil ekstraksi
terakhir dengan penimbangan sebelumnya belum mencapai 0,0002 gram.

2. Uji Fisik Makanan


Cara kerja dalam analisa rendemen adalah sebagai berikut:
a. Adonan dalam satu loyang sebelum dimasak ditimbang terlebih dahulu

b. Setelah brownies matang, ditimbang kembali.

c. Kemudian hitung dengan rumus :

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙
𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
3. Uji Organoleptik Makanan
Pada penelitian ini dilakukan juga uji organoleptik yang meliputi warna,
aroma, rasa, dan tekstur terhadap kue bingka dengen yang dihasilkan dengan
menggunakan metode hedonik berdasarkan tingkat kesukaan dan ketidaksukaan
panelis. Skor yang digunakan adalah 1 (sangat tidak suka), 2 (agak tidak suka), 3
(biasa), 4 (suka), 5 (sangat suka)

25
BAB IV
Penutup

5.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Data Riskesdas 2013

Riskesdas, 2018. Diambil dari: https://www.cendananews.com/2018/11/riskesdas-


2018-hampir-separuh-bumil-indonesia-alami-anemia.html. Diakses tanggal 25
Oktober 2019

WHO, 2013. Universitas Muhamadiyyah Surakarta. Diambil dari:


file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/BAB%20%20I%20endar.pdf. Diakses
tanggal 25 Oktober 2019

Kemenkes RI, 2013. Universitas Muhamadiyyah Surakarta.


file:///C:/Users/USER/Downloads/Documents/BAB%20%20I%20endar.pdf. Diakses
tanggal 25 Oktober 2019

26
Irawan et al.2003. Kalakai Sayur Lokal Kaya Manfaat. Diambil dari:
https://www.kompasiana.com/johanarifin/5529961d6ea834ce14552d10/kalakai-
sayur-lokal-kaya-manfaat . Diakses tanggal 25 Oktober 2019

Shinta dan Atyk dalam Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan


Tengah.2011.
https://www.kompasiana.com/johanarifin/5529961d6ea834ce14552d10/kalakai-
sayur-lokal-kaya-manfaat . Diakses tanggal 25 Oktober 2019

Soebroto Ikhsan,Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia,Cetakan 1, Yogyakarta


2009. Anemia. Diambil dari: https://www.academia.edu/7191273/makalah_anemia.
Diakses tanggal 25 Oktober 2019

Smeltzer, 2002 : 935. Anemia. Diambil dari:


https://www.academia.edu/7191273/makalah_anemia. Diakses tanggal 25 Oktober
2019

Price, 2006 : 256. Anemia. Diambil dari:


https://www.academia.edu/7191273/makalah_anemia. Diakses tanggal 25 Oktober
2019

Hessler et al., 2000. Sutomo dkk, 2010. KELAKAI (Stenochlaena palustris). Diambil
dari: http://biologitumbuhanlahanbasah.blogspot.com/2012/10/kelakai-stenochlaena-
palustris.html. Diakses tanggal 25 Oktober 2019

Maulidya dkk., 2006. KELAKAI (Stenochlaena palustris). Diambil dari:


http://biologitumbuhanlahanbasah.blogspot.com/2012/10/kelakai-stenochlaena-
palustris.html. Diakses tanggal 25 Oktober 2019

Irawan et al., 2003. KELAKAI (Stenochlaena palustris). Diambil dari:


http://biologitumbuhanlahanbasah.blogspot.com/2012/10/kelakai-stenochlaena-
palustris.html. Diakses tanggal 25 Oktober 2019

Anonim,2016. KELAKAI (Stenochlaena palustris). Diambil dari:


http://biologitumbuhanlahanbasah.blogspot.com/2012/10/kelakai-stenochlaena-
palustris.html. Diakses tanggal 25 Oktober 2019

27
Fatma, Luneta Aurelia. 2015. Laporan Praktikum Rekayasa dan Proses Pangan : Mie
Basah. http://lunetaaureliafatma.blogspot.co.id/2015/11/laporan-praktikum-rekayasa-
dan-proses_13.html. Diakses tanggal 25 Oktober 2019

Fitriyani, Rizkina. Sabtu, 10 Desember 2011. Pembuatan Mie Basah. http://berkarya-


prestasi.blogspot.co.id/2011/12/acara-iii-pembuatan-mie-basah.html. Diakses tanggal
25 Oktober 2019

28

Anda mungkin juga menyukai