Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

LAPORAN PRAKTIKUM
PENGETAHUAN BAHAN PANGAN

“PENGOLAHAN UMBI-UMBIAN”

Dosen : Raden Siti Nurlaela, A.Md.A.K, S.TP., M.Si.

Disusun oleh :
Asri Rubiyanti (B. 1810321)

LABORATORIUM PENGETAHUAN BAHAN PANGAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA
BOGOR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Dasar Teori

1.1.1. Tepung Singkong


Singkong (Manihot utilisimaatau Manihot esculentacrantz) merupakan salah satu
tanaman yang tersebar luas di Indonesia dan sudah banyak dibudidayakan di berbagai
negara di dunia.Di benua Asia, singkong tersebar di Thailand, Vietnam, India, dan RR
Cina dandi benua Afrika tersebar di Nigeria, Kongo, Ghana, Mozambik, Angola, dan
Uganda, sedangkan di benua Amerika produksi singkong terbesar ada di Brasil. Beberapa
ahli botani menyatakan bahwa tanaman singkongberasal dari Amerika yang beriklim
tropis dan seorang ahli botani Rusia, Nikolai Ivanovick Vavilov, memastikan bahwa
tanaman singkong berasal dari Brasil (Benua Amerika bagian selatan) (Gardjitodkk,
2013).
Tanaman singkong mempunyai peran ekonomis yang sangat besar dalam
pemberdayaan perekonomian di Indonesia. Seluruh tanaman singkong(dari akar sampai
daun) memberikan manfaat yang sangat tinggi bagi kehidupan. Produk yang berbahan
baku dari singkong antara lain: tepung singkong, tepung tapioka, mokaf, cip, gaplek, gula
cair, beras komposit, lem, bahan kertas, bioetanol (Anonim, 2013A).
Tepung singkong adalah tepung yang terbuat dari singkong dengan adanya perbaikan
dalam ketentuan keamanan pangan. Tepung ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993.
Proses pembuatan tepung ini merupakan perbaikan dari cara pembuatan tepung gaplek.
Keunggulan proses ini hasilnyalebih tinggi dibanding tepung gaplek yaitu dari 20 sampai
22% menjadi 25 sampai 30%, awet, gizi lebih baik, dan dapat mensubstitusi terigu, baik
parsial atau seluruhnya. Tepung singkong mengandung air 12%, lemak 0,32%, protein
1,19%, karbohidrat 81,75%, serat 3,34% (Widowati, 2011).

Dalam pembuatan tepung singkong terdiri dari beberapa tahap yaitu (Widowati, 2011)

1. Tahap persiapan
Varietas singkong yang digunakan dalam pembuatan tepung singkong dapat berasal
dari berbagai varietas. Singkong merupakan jenis umbi-umbian yang tidak tahan
disimpan, sehingga perlu diperhatikan penanganan pada saat panen, pengangkutan,
dan pengolahan. Dalam waktu 24 jam setelah singkongdipanen, langsung diproses
menjadi sawut kering. Apabila terlambat makaakan terjadi kerusakan, umbi
singkongakan berwarna kecoklatan, dan dapat menurunkan kualitas tepung singkong.
Kualitas tepung singkong sangat ditentukan oleh mutu singkong segar. Agar diperoleh
tepung yang berwarna putih, harus digunakan singkongputih dan segar.
2. Tahap pengupasan
Pengupasan kulit singkongsecara manual menghasilkan umbi singkongyang tinggi,
tetapi memerlukan waktu yang relatif lama dan tenaga kerja yang banyak. Cara
tersebut umumnya menggunakan pisau dapur atau pisau khusus. Sedangkan dengan

1
menggunakan mesin pengupas kulit singkong, umbi singkongyang dihasilkan kurang
maksimal, walaupun dapat mempercepat waktu pengupasan.
3. Tahap pencucian dan perendaman
Singkong yang telah dikupas secepatnya dicuci dengan air mengalir atau di dalam
bakagar kotoran,Lendir, dan kadar HCN dapat hilang.Untuk menjaga agar umbi tetap
bersih dan putih sewaktu proses penyawutan, maka dilakukan perendaman dengan air
yang cukup banyak(seluruh umbi tercelup).Tepung yang dihasilkan mengandung HCN
40 ppm (ambang batas HCN dalam produk. Dep Kes, RI).
4. Tahap penyawutan
Penyawutan dilakukan dengan alat penyawut yang digerakkan secara manual atau
dengan tenaga mesin. Sawut yang dihasilkan berupa irisan singkongdengan lebar
0,2sampai 0,5 cm, panjang 1sampai 5 cm, dan tebal 0,1sampai 0,4 cm. Sawut basah
ditampung dalam bak plastik atau wadah lain yang tidak korosif.
5. Tahap pengepresan
Sawut basah dimasukkan dalam alat pengepres dan ditekan sampaiairnya keluar.
Tujuan pengepresan yaitu agar pengeringan sawut lebih cepat, dan untuk mengurangi
kadar HCN, terutama pada singkong jenis pahit. Sawut hasil pengepresan memerlukan
waktu pengeringan (penjemuran) 10 sampai 16 jam, sedangkan sawut tanpa pres harus
dijemur selama 30sampai 40 jam.
6. Tahap pengeringan
Sawut pres harus segera dijemur, apabila cuaca buruk dapat digunakan alat pengering.
Pengeringan sawut perlu mendapat perhatian khusus, karena akan menentukan mutu
tepung yang dihasilkan. Kadar air maksimum yang direkomendasikan maksimum
14%. Apabila kadar air sawut masih tinggi, tepung singkong yang dihasilkan tidak
tahan lama untuk disimpan, sehingga menurunkan mutu tepung singkong. Penjemuran
dilakukan di atas rak, menggunakan alas dari bahan yang tidak korosif (misal:
anyaman bambu, sasak nampan aluminium).
7. Tahap pengemasan
Sawut kering langsung dikemas dengan kantong plastik tebal kedap udara, lalu
dimasukkan dalam karung plastik. Gudang atau ruang penyimpanan harus bersih, dan
kering serta diberi alas kayu agar karung tidak langsung bersentuhan dengan lantai.
8. Tahap penepungan
Penggilingan sawut kering menjadi tepung singkong dapat menggunakan alat
penepung beras yang banyak beredar di pasaran.Agar lebih efisien, penepungan
dilakukan dalam dua tahap, yaitu penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran
kecil (lolos 20 mesh), dan penggilingan/penepungan dengan saringan lebih halus (80
mesh).

2
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar dengan Perendaman Air

1.1.2. Tepung Tapioka

Pada singkong terdapat pati yang merupakan komponen utama karbohidrat.


Singkong yang telah dijadikan bubur diambil patinya dengan penambahan air yang
cukup banyak. Pengolahan pati yang dilakukan oleh industri kecil umumnya berada di
dekat sungai dan biasanya membuang limbah cairnya langsung ke sungai tersebut,
sehingga dapat menyebabkan sungai tersebut tercium bau yang tidak sedap. Pada
industri besar pengolahan pati harus dilengkapi dengan pengolahan limbah yang dapat
dimanfaatkan untuk pengairan dan pemupukan lahan pertanian disekitarnya
(Widowati, 2011).

Kualitas tepung tapioka yang diharapkan adalah tepung tapioka yang berwarna
putih dengan kadar air yang rendah serta memiliki daya rekat yang tinggi, makaumur

3
singkong yang digunakan harus kurang dari 1 tahun dan patinya masih banyak,
sehingga daya rekat tapioka tetap tinggi dan menghindari penggunaan air yang
berlebihan selama proses produksi (Estidan Prihatman, 2000). Proses pembuatan
tepung tapioka adalah dengan cara singkong segar dikupas kulitnya, kemudian dicuci
untuk dibersihkan dari kotoran. Singkong yang sudah bersih tersebut diparut menjadi
bubur kemudian ditambahkan air, diperas dan disaring dengan kain saring. Hasil dari
saringan tersebut disimpan satu malam untuk mengendapkan patinya. Endapandiambil
untuk dijemur dibawah sinar matahari sampai kering, kemudian dilakukan proses
penepungan dan pengemasan (Estidan Prihatman, 2000).
Diagram alir proses pengolahan tepung tapioka tersaji pada Gambar1.

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tepung tapioca

Proses pembuatan tepung tapioka tersebut merupakan proses yang sederhana,


sedangkan pati singkong dapat dimodifikasi untuk meningkatkan sifat-sifat positif dan
menghilangkan kekurangan dari pati asli.Industri terus berkembang dan membutuhkan
pati dengan sifat-sifat yang baru dari hasil modifikasi pati sesuai permintaan industri.
Modifikasi pati meliputi empat cara yaitu dengan cara modifikasi kimia, modifikasi
fisik, modifikasi enzimatik dan modifikasi genetik/bioteknologi (Kauret al, 2011).
Modifikasi kimia pati singkong dapat dilakukan dengan metode cross-linking dengan
menggunakan amonium fosfat, natrium asetat, natrium asetat dengan asam adipat,
dannatrium asetat dengan asam fumarat. Dari metode tersebut menghasilkan
karakteristik yang berbeda dari pati singkong tanpa modifikasi, ada perbaikan pada
kadar abu, temperatur gelatinisasi, swelling power, solubility, dan viskositas
(AkpaandDagde, 2012).

1.2. Tujuan
Untuk mengetahui pengolahan umbi-umbian

1.3. Waktu Pengamatan


Rabu, 18 Desember 2019.

BAB II
METODOLOGI

4
2.1. Pengeringan Dan Penepungan
2.1.1. Bahan Dan Alat
 Bahan : -singkong
 Alat : -pisau
-ember
-garam dapur
-rak penjemuran
-oven
-alu
-saringan tepung
-parutan
2.1.2. Cara Kerja
a. Cara Kering
1) Dikupas dan cuci umbi yang akan dikeringkan
2) Dicuci sekali lagi setelah umbi dikupas
3) Diiris atau Rajang dengan ketebalan 2-5 mm
4) Direndam dalam larutan garam dapur 3% selama 5 menit
5) Dijemur di atas rak penjemuran sampai kering. Pengeringn dilakukan dengan
menggunakan oven dan jemur di bawah sinar matahari
6) Ditumbuk umbi yang sudah kering menggunakan alu atau giling menggunakan
penggiling mekanik. Disaring tepungnya untuk memperoleh ukuran partikel yang
seragam

b. Cara Basah
1) Dibersihkan dan kupas umbi segar, cuci sekali lagi.
2) Diparut secara mekanik atau manual.
3) Diperas hasil-hasil parutan sehingga sebagian air keluar.
4) Dijemur hasil parutan sampai kering.
5) Ditumbuk dengan alu atau giling menggunakan penggiling mekanik.
6) Disaring tepung yang diperoleh agar ukuran partikelnya seragam.

2.2. Ekstraksi Pati


2.2.1. Bahan Dan Alat
 Bahan : -singkong
 Alat : -pisau -kain saring
-ember -alat tumbuk
-parutan
2.2.2. Cara Kerja
1) Dibersihkan dan kupas umbi
2) Dicuci sekali lagi hasil kupasan
3) Direndam dalam larutan garam 3% selama 3 jam
4) Dicuci dengan air
5) Diparut umbi yang sudah dikupas secara manual atau mekanik

5
6) Ditambahkan air pada hasil parutan sebanyak 9 kali berat bahan
7) Diperas menggunakan kain saring
8) Dibiarkan filtrate mengendap sampai supernatanya jernih
9) Dibuang supernatanya, cuci endapannya dengan cara menambahkan air sebanyak
9 kali berat bahan yang diaduk
10) Dibiarkan supernatanya jernih
11) Dibuang supernatanya dan cuci lagi sampai 3 kali
12) Endapan pati dijemur sampai kering, giling, dan saring

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengamatan


3.1.1. Pengeringan Dan Penepungan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Singkong (Perendaman dengan air)


Keterangan Hasil

6
Basis 500 gram (Wawal = 142,2 gram)
Bahan Utama Singkong
Bahan Tambahan Air
W bahan kering = 29,9 gram
Wtepung halus = 29,7 gram
Berat Produk
Wtepung kasar = 0,2 gram
Wlost product = 0 gram
% tepung halus = 20,89 %
% Produk % tepung kasar = 0,14 %
% lost product = 0 %
Organoleptik Tepung halus Tepung kasar
1. Warna Putih Putih
2. Rasa
Hambar Hambar
3. Aroma
4. Tekstur Khas Singkong Khas Singkong
5. Kenampakan
Sangat halus Kasar
Menarik Tidak menarik
Gambar Produk

3.1.2. Ekstraksi Pati

7
3.2. Pembahasan
3.2.1. Pengeringan dan Penepungan
Berdasarkan hasil pengamatan penepungan dengan metode perendaman dengan air
didapatkan berat awal 142,2 gram, berat bahan kering 29,2 gram, berat tepung halus 29,7
gram, berat tepung kasar 0,2 gram, berat lost product 0 gram sehingga didapatkan persen
tepung kasar 0,14, persen tepung halus 20,89 dan persen lost product 0. Dilihat dari
organoleptik tepung halus dan tepung kasar berwarna putih, aroma khas singkong, rasa
hambar, tekstur tepung halus sangat halus dan tepung kasar sedikit kasar, serta kenampakan
tepung halus menarik dan kenampakan tepung kasar tidak menarik.
Pada saat percobaan pengeringan dan penepungan meliputi beberapa tahapan yang
memiliki peran yang berbeda-beda diantaranya yaitu yaitu sortasi, trimming, pencucian,

8
penimbangan, reduksi ukuran/pengirisan, blanching, pencucian, penirisan, pengeringan,
penggilingan, pengayakan, penimbangan, pengemasan dan dilakukan pengamatan.
Sortasi merupakan kegiatan dalam penanganan pasca panen yang bertujuan untuk
memisahkan bahan utama(produk utama) dengan bahan pengotor (losses) atau yang sering
disebut dengan kegiatan operasi pemisahan. Pemilihan atau sortasi adalah pemisahan bahan
baku ke dalam kategori-kategori yang berbeda karakteristik fisiknya seperti ukuran, bentuk,
dan warna. Proses sortasi adalah metode pemisahan berdasarakan densitas atau daya apung
antara bagian yang dihubungkan dengan bagian yang tidak diinginkan dari bahan pangan
yang dibersihkan (wirakartakusumah, 1992).

Sortasi dilakukan untuk memilih singkong yang benar-benar bagus fisiknya dan mulus
(tidak cacat). Jika cacat atau busuk maka tepung yang dihasilkan tidak akan berkualitas baik.
Penimbangan pertama dilakukan bertujuan untuk mengetahui basis bahan. Trimming adalah
suatu proses/kegiatan/pemotongan/penghilangan bagian-bagian yang tidak dikehendaki pada
bahan. Pada proses praktikum dilakukan proses peeling yaitu penghilangan kulit dari ubi jalar
sehingga diperoleh bagian bahan yang akan diolah lebih lanjut (Sandi, 2012).

Pencucian dilakukan dengan menggunakan air agar bahan terbebas dari kontaminan.
Setelah dilakuakan pencucian, dilakukan penimbangan yang kedua yang bertujuan untuk
mengetahui berat awal bahan. Lalu dilakukan pengirisan atau reduksi ukuran. Menurut
Brennan (1974), reduksi ukuran adalah pemecahan bahan menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil, dimana proses pengecilan ukuran merupakan suatu proses yang penting dalam
industri pangan. Tujuan pengecilan ukuran ini adalah untuk memperbesar luas permukaan
bahan yang membantu dan memperlancar proses, dalam hal ini mempercepat waktu
pengeringan bahan dan mempercepat proses blanching.

Perendaman dengan menggunakan air. Hal ini dilakukan bertujuan untuk menghambat
proses browning enzimatis sehingga bahan terhidar dari kontak dengan udara. Browning
enzimatis dapat terjadi karena adanya enzim fenol oksidase, polifenol oksidase dan fenolase
yang kontak dengan udara sehingga menyebabkan terjadinya browning.
Blanshing dengan menggunakan uap panas dilakukan untuk menghilangkan kotoran
yang melekat pada bahan, melunakan jaringan bahan, mengeluarkan udara pada bahan,
menonaktifkan enzim, mencegah terjadinya browning, menurunkan jumlah mikroorganisme
dan mencegah terjadinya oksidasi, sehingga proses blanshing hanya dilakuakan untuk
perlakuan awal sebelum prose pengirisan dan pengeringan, sehingga dapat menghemat energi.
Pada sampel ubi jalar, proses blanshing dilakuakan penambahan asam sitrat dengan
konsentrasi 500 ppm yang berfungsi mencegah terjadinya browning, mempertegas warna,
menutupi after taste yang tidak enak serta untuk menurunkan pH pada perlakuan sebelum
blanshing, diaman pH yang diinginkan yaitu sekitar 6-7.
Penirisan dilakuakan untuk menghilanhgkan air sisa dari perendaman sehingga
mempercepat waktu pengeringan. Pengeringan dilakuakan untuk menurunkan kadar air pada
sampel sampai batas tertentu sehingga sampel memiliki kadar air yang rendah yang akan
memudahkan proses penggilingan atau penepungan. Hal yang harus diperhatikan pada proses
pengeringan adalah suhu dan tekanan yang harus benar-benar diatur dan disesuaikan dengan

9
karakteristik bahan, sepeti ketebalan dan luas permukaan bahan. Suhu yang digunakan harus
sesuai karena dikhawatirkan jika melebihi suhu optimum pengeringan akan mengakibatkan
terjadinya case hardening.
Suhu yang digunakan pada saat pengeringan yaitu 70 oC yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya case hardening. Case hardening merupakan keadaan yang terjadi pada bahan
pangan dimana pada permukaan berada dalam keadaan kering sedangkan pada bagian dalam
masih berada dalam keadaan basah. Hal ini disebabkan karena terjadinya perbedaan
kecepatan difusi dari dalam bahan dan penguapan air dari permukaan bahan. Sedangkan
permukaan bahan sudah tidak seluruhnya jenuh oleh air, bahan makin berkurang terus
sehingga pada permukaan terjadi penguapan sampai menjadi tidak jenuh dan merupakan
tahapan dari keceptan menurun yang kedua (second falling rate periode) dimana kecepatan
aliran atau gerakan air didalam bahan menentukan kecepatan laju pengeringan (Afrianti,
2008)
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan tunnel dryer bekerja berdasarkan prinsip
gerakan udara searah, berlawanan atau kombinasi. Menurut Desrosier (1988), gerakan udara
yang searah dengan produk memberikan keuntungan, karena udara yang terpanas dapat
menandakan kontak dengan produk yang terbasah, dengan demikian dapat digunakan
digunakan udara yang lebih panas. Pengering terowongan dengan menggunakan gerakan
udara berlawanan akan menghasilkan produk yang cepat kering, dan pengering dengan udara
kombinasi menghasilkan produk yang lebih cepat kering dari pengering dengan gerakan udara
berlawanan.
Penimbangan setelah pengeringan dilakukan untuk mengetahui berat bahan kering.
Penggilingan dilakukan untuk mereduksi ukuran sehingga bisa dilakukan proses pengayakan
pada tepung ubi jalar. Pengayakan dilakuakan bertujuan untuk memperoleh partikel bahan
dengan ukuran yang seragam. Ayakan yang digunakan yaitu 100 mesh. Standar ukuran
partikel bahan yang berbentuk tepung yaitu 100 mesh, sedangkan untuk ukuran partikel bahan
yang berbentuk serbuk atau bubuk yaitu berkisar antara 60-80 mesh. Kadar air yang masih
tinggi pada produk tepung adalah merupakan penyebab utama terjadinya proses kerusakan
pada tepung. Hal ini dapat diketahui dengan bersatunya partikel antara butiran tepung yang
ditandai dengan terjadinya poses penggumpalan. Kadar air yang sesuai untuk tepung yaitu
berkisar antara 4 – 11 % (Dep.Kes.RI., 1989).
Penimbangan yang terakhir dilakukan untuk mengetahui berat tepung kasar, berat
tepung halus dan berat lost product pada tepung ubi jalar. Setelah diperoleh tepung halus dan
tepung kasar, maka dilakukan pengamatan baik secara kualitatif yang meliputi perhitungan %
tepung halus, % tepung kasar, dan % lost product serta pengamatan secara organoleptik yang
meliputi penilaian sampel terhadap warna, rasa, aroma, serta kenampakan.

3.2.2. Ekstraksi Pati


Neraca Massa Proses Ekstraksi Ubi Kayu

10
Neraca massa digunakan untuk melihat jumlah bahan yang masuk dengan bahan yang
keluar dari suatu proses berdasarkan hukum kekekalan massa, yaitu jumlah alliran masuk
sama dengan jumlah aliran keluar. prinsip dasar yang digunakan apabila dalam suatu proses
tidak ada akumulasi dalam peralatan prosessing, maka jumlah bahan yang masuk akan sama
dengan jumlah bahan keluaran. hal ini berarti bahwa tidak ada bahan yang hilang dan tidak
ada penambahan bahan dari luar. Suatu sistem apapun, jumlah materi akan tetap walaupun
terjadi perubahan bentuk ataupun keadaan fisik. oleh sebab itu dalam suatu proses pengolahan
akan terjadi jumlah bahan yang masuk akan sama dengan jumlah bahan yang keluar sebagai
produk yang dikehendaki ditambah dengan jumlah yang hilang atau produk samping
(wirakartakusumah, 1989).
Rendemen yang dihasilkan dari 2,007 kg ubi kayu pada pembuatan tepung tapioka
adalah 18, 744 %. Tinggi atau rendahnya rendemen pada suatu produk juga ditentukan oleh
bahan baku yang digunakan, menurut Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian (2012), bahwa
Varietas ubi kayu yang digunakan dalam pembuatan pati tapioka dapat berasal dari semua
varietas. Umbi tidak tahan disimpan sehingga perlu diperhatikan pada saat panen,
pengangkutan, dan penanganan segar. Dalam waktu 24 jam setelah pemanenan ubi kayu harus
segera diproses. Apabila terlambat memproses akan terjadi ”kepoyoan”, yaitu ubi berwarna
kecoklatan, sehingga menurunkan mutu tapioka. Mutu tapioka sangat ditentukan oleh mutu
ubi kayu segar. Faktor pengolahan juga sangat berpengaruh pada rendemen yang dihasilkan,
misalnya pada saat pemerasaan yang dilakukan kurang optimal sehingga sel pati tidak
terekstraksi dengan sempurna. Demikan pula pada proses penggilingan, biasanya pada proses
ini apabila tidak ditangani dengan baik maka banyak tepung yang terbuang karena ukuran
butiran yang kecil dan halus sehingga mudah keluar akibat tiupan udara melalui celah-celah
yang terdapat pada sepanjang aliran tepung sampai pada kemasan.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa penepungan dengan metode
perendaman dengan air didapatkan berat awal 142,2 gram, berat bahan kering 29,2 gram,
berat tepung halus 29,7 gram, berat tepung kasar 0,2 gram, berat lost product 0 gram sehingga
didapatkan persen tepung kasar 0,14, persen tepung halus 20,89 dan persen lost product 0.

11
Dilihat dari organoleptik tepung halus dan tepung kasar berwarna putih, aroma khas singkong,
rasa hambar, tekstur tepung halus sangat halus dan tepung kasar sedikit kasar, serta
kenampakan tepung halus menarik dan kenampakan tepung kasar tidak menarik.
Pada ekstraksi pati, Rendemen yang dihasilkan dari 2,007 kg ubi kayu pada
pembuatan tepung tapioka adalah 18, 744 %. Tinggi atau rendahnya rendemen pada suatu
produk juga ditentukan oleh bahan baku yang digunakan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2016.Tinjauan Pustaka.Tersedia pada :


http://digilib.unila.ac.id/20297/11/11.%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf
Ayu, R, S,. 2015. Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan Teknologi Pengolahan
Pengeringan Dan Penepungan Tepung Singkong (Ipomea batatas L.). tersedia pada :
https://www.academia.edu/11857999/Laporan_Pengeringan_Dan_Penepungan

12
Mustafa, Arnida. 2015. ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA)
BERBASIS NERACA MASSA. Tersedia pada : https://journal.trunojoyo.ac.id

13

Anda mungkin juga menyukai