Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md)
Di Program Studi Teknologi Industri Pangan
Jurusan Teknologi Pertanian
Politeknik Negeri Jember
Oleh:
Jihan Rosa Khairunnisa W
NIM. B32140841
BAB 1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyebaran buah labu kuning telah merata di Indonesia, hampir, di semua
kepulauan Nusantara terdapat tanaman buah labu kuning, karena di samping cara
penanaman dan pemeliharannya mudah buah labu kuning memang dapat menjadi
sumber pangan yang dapat diandalkan. Buah labu kuning juga merupakan jenis
tanaman yang produktif sebab setiap 1 hektar lahan dapat menghasilkan 20-40 ton
buah buah labu kuning. Labu kuning merupakan suatu bahan pangan yang
mengandung betakaroten cukup tinggi yaitu sebesar 1569 g/100 g bahan
(Nurhidayati, 2011). Labu kuning mengandung gizi berupa karbohidrat, protein,
lemak, serat dan beberapa vitamin. Menurut Anam dan Handajani (2010).
Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A, B, dan
C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antiokisidan sebagai
penangkal berbagai jenis kanker. Sifat labu yang lunak dan mudah dicerna serta
mengandung karoten (pro vitamin A) cukup tinggi, serta dapat menambah warna
menarik dalam olahan pangan lainnya. Jadi dapat diketahui bahwa dari kandungan
gizi yang lengkap dan harga yang relatif murah dapat dibuat sebagai bahan makanan
yang memiliki sumber gizi yang baik seperti salah satunya sebagai bahan campuran
makanan dalam pembuatan mie. Mie merupakan produk pasta yang pertama kali
ditemukan oleh bangsa China yang berbahan baku beras dan tepung kacang-kacangan
(Puspasari, 2007).
Mie merupakan salah satu jenis makanan yang sangat populer di Asia, salah
satunya di Indonesia. Hal ini antara lain karena penyajiannya untuk siap dikonsumsi
sangat mudah dan cepat. Disamping itu, selalu dapat digunakan sebagai variasi dalam
lauk pauk juga dapat digunakan sebagai pengganti nasi (Nasution, 2005). Produk mie
umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang
relatif tinggi. Ada beberapa tipe mie yang disebabkan perbedaan dalam bahan baku,
bentuk produk, dan metode pengolahan. Mie tersebut telah melalui berbagai
perubahan yang dilatarbelakangi perjalanan waktu, inovasi teknik, dan permintaan
konsumen (Nugrahani, 2005).
Namun penambahan konsentrasi labu kuning belum memperbaiki tekstur mie
dengan baik. Sehingga penelitian ini akan dilakukan pembuatan mie basah labu
kuning dengan penambahan berbagai jenis bahan pengenyal seperti Carboxy Methyl
Cellulose (CMC), Sodium Tripolipospat (STPP) dan Natrium karbonat (Na2CO3).
Diharapkan dengan penambahan berbagai jenis bahan pengenyal pada mie basah
dapat memperbaiki tekstur mie dan dapat mengetahui jenis bahan pengenyal yang
sesuai dengan karakteristik mie basah labu kuning.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diambil beberapa rumusan
masalah yaitu:
1. Bagaimana
pengaruh
berbagai
jenis
bahan
pengenyal
terhadap
menjadi layu. Letak daun labu kuning ini berselang - seling antar batang dengan
panjang tangkai daun 15 - 20 cm (Krissetiana, 1995).
Pada bagian tengah buah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lender dan
serat. Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing. Buah labu
kuning sudah dapat dipanen pada umur 3 - 4 bulan, sementara dari jenis hibrida dapat
di panen pada umur 90 hari (Krissetiana, 1995).
Bunga labu kuning berbentuk lonceng dan berwarna kuning. Dalam satu
rumpun terdapat bunga jantan dan betina. Tanaman labu kuning mulai berbuah
setelah berumur 1 - 1,5 bulan. Buah labu kuning atau yang sering disebut dengan
waluh (Jawa Tengah), labu parang
merupakan salah satu sayuran yang mempunyai bentuk bulat sampai lonjong dan
berwarna kuning kemerahan (Krissetiana, 1995).
Labu kuning merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang mempunyai
kandungan gizi yang cukup tinggi dan lengkap. Secara lengkap labu kuning
mempunyai kandungan gizi seperti yang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100g Bahan
No
Kandungan Gizi
1
Kalori
2
Protein
3
Lemak
4
Hidrat arang
5
Kalsium
6
Fosfor
7
Zat besi
8
Vitamin A
9
Vitamin B1
10
Vitamin C
11
Air
Sumber : Anonim, 1972
2.3 Bahan Pengenyal
2.3.1 Natrium Karbonat (Na2CO3)
Kadar/satuan
29,00 kal
1,10 g
0,30 g
6,60 g
45,00 mg
64,00 m
1,40 mg
180,00 SI
0,08 mg
52,00 g
91,20 g
mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air.
Tepung terigu mengandung protein dalam bentuk gluten yangberperan dalam
menentukan keknenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Rina,
2006).Tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung gluten 8-12%.
Terigu ini tergolong medium hard flour. Gluten adalah protein yang terdapat pada
terigu. Gluten bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan
tekstur mie yang dihasilkan (Widyaningsih dan martini, 2006).
2.4.2 Telur
Dalam pembuatan mie ada penambahan telur. Telur berfungsi untuk
mempercepat penyerapan air pada terigu, mengembangkan adonan dan mencegah
penyerapan minyak sewaktu digoreng bila menggunakan pengembang (Merdeka,
2006). Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putusputus. Penggunaan putih telur secukupnya saja, karena pemakaian berlebihan akan
menurunkan kemampuan mie menyerap air ketika direbus. Kuning telur dipakai
sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lechitin. Selain sebagai
emulsifier (pengemulsi), lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung
untuk mengembangkan adonan (Astawan, 2006).
2.4.3 Garam
Garam yang digunakan adalah garam dapur atau Nacl. Fungsi garam antara
lain untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, membantu reaksi antara gluten
dengan karbohidrat sehingga meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie dan
mengikat air (Merdeka, 2006). Penggunaan garam 1-2% akan meningkatkan kekuatan
lembaran adonan dan mengurangi kelengketan. Di Jepang, dalam pembuatan mie
pada umumnya ditambahkan 2-3% garam kedalam adonan mie. Jumlah ini
merupakan control terhadap - amilase jika aktifitas rendah (Widyaningsih dan
Murtini, 2006).
2.5 Mie Basah
Mie ialah makanan khas dari Cina. Rasanya yang hambar membuat bahan
makanan ini dapat diolah dengan bumbu yang sesuai selera si pembuatnya. Mie basah
disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang mengalami perebusan dengan kadar
air mencapai 52% sehingga daya tahan atau keawetannya cukup singkat. Pada suhu
kamar hanya bertahan 10-12 jam. Setelah itu mie akan berbau asam dan berlendir
atau basi (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Mie basah merupakan makanan yang
populer dalam diet masyarakat Indonesia. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI),
mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan
bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie
(Badan Standarisasi Nasional, 1992). Standart mutu mie basah dapat dilihat pada
table 2.
Tabel 2. Syarat mutu mie basah
No
1.
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan
a. Bau
Normal
b. Warna
Normal
c. Rasa
Normal
2.
Kadar Air
%bb
20-35
3.
Abu
%bb
Maksimum 3
4.
Protein
%bb
Minimum 8
5.
Bahan tambahan makanan
a. boraks dan asam borat
Tidak boleh ada
b. pewarna
Yang diizinkan
c. formalin
Tidak boleh ada
6.
Pencemaran logam :
a. Timbal (Pb)
Mg/kg
Maksimum 1,0
b. Tembaga (Cu)
Mg/kg
Maksimum 10,0
c. Seng (Zn)
Mg/kg
Maksimum 40,0
d. Raksa (Hg)
Mg/kg
Maksimum 0,05
7.
Arsen
Maksimum 0,5
8.
Pencemaran mikroba:
a. Angka lempeng total
Koloni/g
Maksimum 1,0 x 106
b. E. coli
APM/g
Maksimum 10
c. Kapang
Koloni/g
Maksimum 1,0 x 104
Sumber: Departemen Perindustrian RI (1990) di dadalam Astawan, (2006).
10
Mie basah
86
0,6
3,3
14
13
Zat Gizi
Besi
Vitamin A
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (mg)
Mie basah
0,8
80
11
sedangkan bila lebih dari 25 menit adonan menjadi keras, rapuh, dan kering. Suhu
adonan yang terbaik adalah 25 sampai 400C. Apabila suhunya kurang dari 250C
adonan menjadi keras, rapuh, dan kasar, sedangkan bila suhunya lebih dari 40 0C
adonan menjadi lengket dan mie kurang elastis. Campuran yang diharapkan adalah
lunak, lembut, tidak lengket, halus, elastis, dan mengembang dengan normal. Setelah
pengadukan, dilakukan pembentukan lembaran (sheeting). Proses pembentukan
lembaran bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan
menjadi lembaran. Hal ini dilakukan dengan jalan melewatkan adonan berulangulang di antara dua roll logam. Suhu yang baik adalah sekitar 37 0C, jika kurang 370C
maka adonan akan menjadi kasar dan pecah-pecah, sehingga mie mudah patah.
Setelah dibentuk lembaran, dilanjutkan dengan proses pemotongan. Proses
pemotongan lembaran bertujuan untuk membentuk pita-pita mie dengan ukuran lebar
1 sampai 3 mm, kemudian dilakukan pemasakan mie. Pemasakan pita-pita mie
dengan cara perebusan atau pengukusan (steaming) dengan uap air bertujuan untuk
menggelatinisasi pati dan mengkoagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal.
12
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada 1 Januari 2017 sampai dengan 1 Maret
2017 di Laboratorium Analisis pangan dan laboratorium pengolahan pangan Jurusan
Teknologi Pertanian Program Studi Teknologi Industri Pangan Politeknik Negeri
Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam pembuatan mie basah labu kuning adalah, mesin
pencampur, mesin penggiling mie, sendok stainless, piring plastik, baskom plastik,
pisau stainless,panic stainless, timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator,
gegep ,talenan, spatula, tanur pengabuan, alumunium foil, erlenmeyer, hotplate,
corong, spatula, beaker glass, oven, dan pipet tetes.
3.2.2 Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam pembuatan mie basah labu kuning adalah labu
kuning dari pasar tanjung Jember, air, tepung terigu segitiga biru, garam, telur, STPP,
CMC,
dan
Natrium
Karbonat
yang
diperoleh
dari
toko
HMS
Jl
13
tanpa pengenyal
STPP
200
Na2CO3
CMC
200
tepung terigu
200 gr
gr
200 gr
gr
14
labu kuning
pengenyal
10 gr
-
10 gr
0,46
10 gr
10 gr
1,05
gr
1,26 gr
gr
garam
2,1 gr
2,1 gr
2,1 gr
2,1 gr
Telur
4,2 gr
4,2 gr
4,2 gr
4,2 gr
Keterangan:
Labu kuning menggunakan konsentrasi 10% dari berat tepung terigu
Garam menggunakan konsentrasi 1% dari berat bahan
Telur menggunakan konsentrasi 2% dari berat bahan
3.4.2 Pembuatan Mie
Pembuatan mie diawali dengan labu kuning yang telah dihancurkan dicampur
ke dalam tepung terigu dengan berat total 210 gr. Selanjutnya campuran tepung
tersebut ditambah dengan 2,1 gr garam dapur, tanpa bahan pengenyal dan dengan
bahan pengenyal sesuai perlakuan (STPP 0,2%, CMC 0,2%, dan Na2CO3 0,6%), dan
4,2 gr telur dan diberi air sedikit demi sedikit sampai kurang lebih 28ml, sambil
diuleni kira-kira 20 menit sampai terbentuk adonan yang kalis. Adonan didiamkan
selama 10 menit, kemudian dicetak dengan cetakan mie, mula-mula menjadi
lembaran-lembaran tipis, lalu dicetak membentuk mie dan direbus selama kurang
lebih 1 menit dalam air yang telah ditambah 5 ml minyak goring, lalu mie diangkat
dan ditiriskan (Harahap, 2007). Diagram alir pembuatan mie labu kuning dapat
dilihat pada gambar 1.
15
Labu Kuning
Tepung Terigu
Diblancing 5 menit
Konsentrasi
Pengenyal:
STPP 0,2%
(Na2CO3) 0,6%
CMC0,5%
Dihancurkan
16
Garam 1%
Telur 2%
Pengenyal
Air es
Adonan
Dibentuk lembaran
Dicetak
17
Mie Basah
3.5.1
Tekstur (kekenyalan)
Pengujian tekstur mie basah labu kuning menggunakan Texture Analyzer merk
Steven LFRA. Sampel mie diletakkan pada bagian tengah objek penelitian.
Sejajarkan sampel pada ujung pisau pemotong secara melintang. Kemudian tekan
tombol start pada remote control, hasil analisa tekstur ditampilkan dalam bentuk
angka dengan satuan force pada monitor remote control.
3.5.2 Elongasi (elastisitas)
Pemanjangan mi adalah perpanjangan mi sampai pada titik tertentu mi putus
atau patah (Indraryani, 2003). Cara untuk mengukur seberapa panjang mi dapat
ditarik hingga akhirnya putus adalah sebagai berikut:
a. Mi dipotong dengan panjang 10 cm dan diletakkan di atas penggaris.
b. Kemudian mi ditarik secara perlahan sampai akhirnya mi terputus dan catat angka
yang tertera di atas penggaris.
c. Perpanjangan mi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
18
% perpanjangan (elongasi) =
ba
a
X 100%
Keterangan :
a = panjang awal mi (cm)
b = panjang akhir mi (cm)
3.5.3 Kadar Air
Kadar air diukur dengan menggunakan metode AOAC (1995), dengan cara
kerja sebagai berikut :
a. Cawan porselin dikeringkan dalam oven selama 30 menit dan didinginkan dalam
desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.
b. Sampel mi basah dihaluskan hingga homogen lalu ditimbang sebanyak kurang
lebih 2 g.
c. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya.
d. Kemudian dipanaskan dengan oven pada suhu 105 oC selama 12 jam, lalu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. e. Kadar air mi basah ditentukan dari
berat air yang menguap.
f. Perhitungan % kadar air menggunakan basis basah dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air basis basah (%) = Kadar air basis basah (%) =
BC
BA
X 100%
Keterangan :
A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan berisi sampel mi basah (g)
C = Berta cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
3.5.3 Kadar Protein
Prinsip analisa kadar protein adalah proses pembebasan nitrogen dari protein
dalam bahan menggunakan asam sulfat dengan pemanasan. Penentuan total nitrogen
dengan kadar protein menggunakan metode Makro-Kjedhal sesuai dengan AOAC
1995. Prosedur analisa kadar protein adalah sebagai berikut :
19
ml HCl
X 100%
20
d. Sampel yang didapat didinginkan di dalam desikator selama kurang lebih 30 menit
kemudian timbang.
e. Kadar abu pada sampel mi basah ditentukan dari berat senyawa organik yang
menguap.
f. Perhitungan % kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Kadar abu (%) =
C A
B A
X 100%
A = Cawan kosong (g) B = Cawan dengan sampel (g) C = Cawan dan sampel
setelah diabukan (g)
3.5.5 Uji Sensoris
Uji sensoris menggunakan uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik.
Parameter yang diamati meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa. Cara kerja pada uji
hedonik berdasarkan Sudjono (1985), adalah sebagai berikut : sampel dimasukkan ke
dalam wadah dan diberi kode 3 digit secara acak, dan sebanyak 25 panelis diminta
untuk memberikan penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa dari
produk yang disajikan. Dalam pengujian kesukaan ini digunakan carier yaitu kuah
bakso yang dibeli, penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa adalah
dengan memberikan skor dalam 4 skala hedonik yaitu : 1 (sangat tidak suka), 3 (tidak
suka), 5 (suka), dan 7 (sangat suka).
Berbeda dengan uji kesukaan uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau
tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik buruk
ini disebut kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa ahli memasukkan uji mutu
hedonik kedalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar
kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum. Rentangan skala
hedonik berkisar dari extrim baik sampai ke extrim jelek. Skala hedonik pada uji
mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik. Jumlah tingkat skala juga
bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan dan sensitivitas antar
skala. Skala hedonik untuk uji mutu hedonik dapat berarah satu dan berarah dua.
21
Seperti halnya pada uji kesukaan pada uji mutu hedonik, data penilaiaan dapat
ditransformasi dalam skalan umerik dan selanjutnya dapat dianalisis statistik untuk
interprestasinya
DAFTAR PUSTAKA
Agusandi, Supriadi, A., & Lestari, S. D. (2013). Pengaruh Penambahan Tinta Cumicumi (Loligo sp.) terhadap Kualitas Nutrisi dan Penerimaan Sensoris Mi Basah.
Fishtech, 2(1), 2237.
Anam, C., Handajani, S., Mie, A., & Lengkap, R. A. (n.d.). DAN PEWARNA
ALAMI DRY NOODLE PUMPKIN ( Cucurbita Moschata ) WITH
ANTIOXIDANT AND NATURAL DYE.
Bitin, M. M. (2009). Pengaruh substitusi tepung sagu.
Fallis, A. . (2013). No Title No Title. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 16891699. http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Gum, X., Karagenan, D. A. N., Karakteristik, T., Widyaningtyas, M., & Susanto, W.
22
23