Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH PENGGUNAAN BERBAGAI JENIS BAHAN

PENGENYAL TERHADAP KARAKTERISTIK


MIE BASAH LABU KUNING
(Cucurbita moschata)
PROPOSAL
TUGAS AKHIR

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md)
Di Program Studi Teknologi Industri Pangan
Jurusan Teknologi Pertanian
Politeknik Negeri Jember
Oleh:
Jihan Rosa Khairunnisa W
NIM. B32140841

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN


TINGGI
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2016

BAB 1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyebaran buah labu kuning telah merata di Indonesia, hampir, di semua
kepulauan Nusantara terdapat tanaman buah labu kuning, karena di samping cara
penanaman dan pemeliharannya mudah buah labu kuning memang dapat menjadi
sumber pangan yang dapat diandalkan. Buah labu kuning juga merupakan jenis
tanaman yang produktif sebab setiap 1 hektar lahan dapat menghasilkan 20-40 ton
buah buah labu kuning. Labu kuning merupakan suatu bahan pangan yang
mengandung betakaroten cukup tinggi yaitu sebesar 1569 g/100 g bahan
(Nurhidayati, 2011). Labu kuning mengandung gizi berupa karbohidrat, protein,
lemak, serat dan beberapa vitamin. Menurut Anam dan Handajani (2010).
Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A, B, dan
C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antiokisidan sebagai
penangkal berbagai jenis kanker. Sifat labu yang lunak dan mudah dicerna serta
mengandung karoten (pro vitamin A) cukup tinggi, serta dapat menambah warna
menarik dalam olahan pangan lainnya. Jadi dapat diketahui bahwa dari kandungan
gizi yang lengkap dan harga yang relatif murah dapat dibuat sebagai bahan makanan
yang memiliki sumber gizi yang baik seperti salah satunya sebagai bahan campuran
makanan dalam pembuatan mie. Mie merupakan produk pasta yang pertama kali
ditemukan oleh bangsa China yang berbahan baku beras dan tepung kacang-kacangan
(Puspasari, 2007).
Mie merupakan salah satu jenis makanan yang sangat populer di Asia, salah
satunya di Indonesia. Hal ini antara lain karena penyajiannya untuk siap dikonsumsi
sangat mudah dan cepat. Disamping itu, selalu dapat digunakan sebagai variasi dalam
lauk pauk juga dapat digunakan sebagai pengganti nasi (Nasution, 2005). Produk mie
umumnya digunakan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya yang
relatif tinggi. Ada beberapa tipe mie yang disebabkan perbedaan dalam bahan baku,

bentuk produk, dan metode pengolahan. Mie tersebut telah melalui berbagai
perubahan yang dilatarbelakangi perjalanan waktu, inovasi teknik, dan permintaan
konsumen (Nugrahani, 2005).
Namun penambahan konsentrasi labu kuning belum memperbaiki tekstur mie
dengan baik. Sehingga penelitian ini akan dilakukan pembuatan mie basah labu
kuning dengan penambahan berbagai jenis bahan pengenyal seperti Carboxy Methyl
Cellulose (CMC), Sodium Tripolipospat (STPP) dan Natrium karbonat (Na2CO3).
Diharapkan dengan penambahan berbagai jenis bahan pengenyal pada mie basah
dapat memperbaiki tekstur mie dan dapat mengetahui jenis bahan pengenyal yang
sesuai dengan karakteristik mie basah labu kuning.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diambil beberapa rumusan
masalah yaitu:
1. Bagaimana

pengaruh

berbagai

jenis

bahan

pengenyal

terhadap

karakteristik fisikokimia dan organoleptik mie basah labu kuning?


2. Manakah jenis bahan pengenyal yang sesuai terhadap karakteristik
fisikokimia mie basah labu kuning?
3. Mie basah dengan jenis bahan pengenyal manakah yang paling disukai
konsumen?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai jenis bahan pengenyal
terhadap karakteristik fisikokimie dan organoleptik mie basah labu
kuning.
2. Untuk mengetahui jenis bahan pengenyal apa yang sesuai dengan
karakteristik fisikokimia mie basah labu kuning.
3. Untuk mengetahui mie basah dengan jenis bahan pengenyal mana yang
disukai konsumen.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Dapat memberikan tambahan informasi tentang bahan pengenyal sesuai


pada pembuatan mie basah labu kuning
2. Mengetahui karakteristik fisikokimia mie basah labu kuning dengan
penambahan berbagai jenis bahan pengenyal.
1.5 Hipotesis Penelitian
Pengaruh penggunaan berbagai jenis bahan pengenyal terhadap karakteristik mie
basah labu kuning
Dari hal di atas dapat diambil hipotesis yaitu:
H0 : Penggunaan berbagai jenis bahan pengenyal tidak berpengaruh nyata
1.
2.

terhadap karakteristik fisikokimia dan organoleptik mie basah labu kuning.


H0 : Penggunaan berbagai jenis bahan pengenyal berpengaruh nyata terhadap
karakteristik fisikokimia dan organoleptik mie basah labu kuning

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Arie febriyanto mulyadi, dkk (2014) meneliti Karakteristik organoleptic produk
mie kering ubi jalar kuning (Ipomoea batatas) (Kajian penambahan telur dan CMC).

Hasil terbaik untuk kualitas organoleptik yaitu menggunakan penambahan CMC 1%


dan penambahan telur 20%. Mie kering ubijalar hasil perlakuan terbaik memiliki
kualitas fisik cooking loss 17,48%, swelling index 54,80%, hidrasi 66,42%, rasio
pengembangan 1,58, kadar air 8,06% dan rendemen 53%.
Karen puspasari (2007) meneliti Aplikasi teknologi dan bahan tambahan
pangan untuk meningkatkan umur simpan mie basah matang. Pembuatan mie basah
dengan Perlakuan terbaik, berdasarkan mutu fisik dan umur simpan secara subyektif,
dari masing-masing tahapan dikombinasikan menjadi mie kombinasi terbaik. Mie
kombinasi terbaik dibuat dengan penambahan

Na2CO3 0,6%, CMC 0,2%, dan

pengawet Na-asetat 0,004% + Ca-propionat 0,025% + K-sorbat 0,0125% (CPPB


25%), kemudian dimasak dengan cara direbus selama 2 menit, dikemas dengan
plastik LDPE, dan disimpan pada suhu ruang.
Nur Astina Harahap (2007) meneliti Pembuatan mie basah dengan
penambahan wortel. Pembuatan mie basah ini menggunakan bahan pengenyal
Sodium Tripolipospat diketahui bahwa semakin banyak jumlah sodium tripolipospat
yang ditambahkan maka akan meningkatkan tekstur mie basah. Semakin banyak
bubur wortel dan sodium tripolipospat yang ditambahkan maka akan meningkatkan
kadar air mie. Dan hasil yang paling baik untuk menghasilkan mie basah dengan
penambahan wortel dengan jumlah bubur wortel sebesar 30% dan jumlah sodium
tripolipospat sebesar 0,25%.
2.2 Labu Kuning
Labu kuning (Cucurbita maxima Duch) merupakan suatu jenis tanaman
sayuran menjalar dari famili Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman
semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Batang labu kuning menjalar
cukup kuat, bercabang banyak, berbulu agak tajam, dengan panjang batang yang
mencapai 5 - 10 m. Daun labu kuning berwarna hijau keabu - abuan, lebar dengan
garis tengah mencapai 20 cm, menyirip, ujung agak runcing, tulang daun tampak
jelas, berbulu agak halus dan agak lembek sehingga bila terkena sinar matahari akan

menjadi layu. Letak daun labu kuning ini berselang - seling antar batang dengan
panjang tangkai daun 15 - 20 cm (Krissetiana, 1995).
Pada bagian tengah buah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lender dan
serat. Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing. Buah labu
kuning sudah dapat dipanen pada umur 3 - 4 bulan, sementara dari jenis hibrida dapat
di panen pada umur 90 hari (Krissetiana, 1995).
Bunga labu kuning berbentuk lonceng dan berwarna kuning. Dalam satu
rumpun terdapat bunga jantan dan betina. Tanaman labu kuning mulai berbuah
setelah berumur 1 - 1,5 bulan. Buah labu kuning atau yang sering disebut dengan
waluh (Jawa Tengah), labu parang

(Jawa Barat), ataupun pumpkin (Inggris),

merupakan salah satu sayuran yang mempunyai bentuk bulat sampai lonjong dan
berwarna kuning kemerahan (Krissetiana, 1995).
Labu kuning merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang mempunyai
kandungan gizi yang cukup tinggi dan lengkap. Secara lengkap labu kuning
mempunyai kandungan gizi seperti yang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100g Bahan
No
Kandungan Gizi
1
Kalori
2
Protein
3
Lemak
4
Hidrat arang
5
Kalsium
6
Fosfor
7
Zat besi
8
Vitamin A
9
Vitamin B1
10
Vitamin C
11
Air
Sumber : Anonim, 1972
2.3 Bahan Pengenyal
2.3.1 Natrium Karbonat (Na2CO3)

Kadar/satuan
29,00 kal
1,10 g
0,30 g
6,60 g
45,00 mg
64,00 m
1,40 mg
180,00 SI
0,08 mg
52,00 g
91,20 g

Natrium karbonat termasuk golongan garam alkali. Garam alkali yang


digunakan merupakan campuran natrium/sodium karbonat (Na 2CO3) yang lebih
dikenal dengan nama soda abu, dan kalium/potasium karbonat (K2CO3). Fungsi
penambahan garam alkali pada pembuatan mie adalah menguatkan struktur gluten
sehingga menjadi mie yang lentur, mengubah sifat mie pati tepung terigu sehingga
mie menjadi lebih kenyal dan mengubah sifat zat warna (pigmen) dalam terigu
sehingga lebih cerah (Suyanti, 2010).
2.3.2 Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang
mudah larut dalam air. Oleh karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gulagula
sederhana oleh enzim selulase dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh
bakteri (Masfufatun, 2010). CMC berfungsi sebagai stabilizer yang mengendalikan
berpindahnya air dalam adonan mie pada saat dimasak, sehingga adonan mie menjadi
kompak dan tidak mudah hancur. CMC juga berfungsi untuk mencegah terjadinya
sinerisis, yakni pecahnya gel akibat perubahan suhu.
2.3.3

Sodium Tripolipospat (STPP)


Penggunaan STPP pada mie basah dimungkinkan karena sifat STPP dapat
berperan pada proses gelatinase pati-protein sehingga mempengaruhi tekstur mie
menjadi lebih liat dan kenyal.

Selain itu STPP dapat mengikat air sehingga

menurunkan aktivitas air (Aw) akibatnya kerusakan mikrobiologis dapat dicegah.


Penggunaan STPP 0,25% dari berat adonan mie ternyata dapat meningkatkan
keawetan mie basah sampai hari ke dua dari masa penyimpanan. Dosis yang aman
diijinkan adalah 3 gram/kg berat adonanatau 0,3%. Penggunaan melebihi dosis 0,5%
akan menurunkan penampilan produk, yaitu terlalu kenyal seperti karet dan terasa
pahit (Widyaningsih dan Murtini, 2006).
2.4 Bahan Baku Mie
2.4.1 Tepung terigu
Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari biji gandum
dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mie, kue dan roti. Tepung terigu

mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air.
Tepung terigu mengandung protein dalam bentuk gluten yangberperan dalam
menentukan keknenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Rina,
2006).Tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung gluten 8-12%.
Terigu ini tergolong medium hard flour. Gluten adalah protein yang terdapat pada
terigu. Gluten bersifat elastis sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan
tekstur mie yang dihasilkan (Widyaningsih dan martini, 2006).
2.4.2 Telur
Dalam pembuatan mie ada penambahan telur. Telur berfungsi untuk
mempercepat penyerapan air pada terigu, mengembangkan adonan dan mencegah
penyerapan minyak sewaktu digoreng bila menggunakan pengembang (Merdeka,
2006). Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putusputus. Penggunaan putih telur secukupnya saja, karena pemakaian berlebihan akan
menurunkan kemampuan mie menyerap air ketika direbus. Kuning telur dipakai
sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur terdapat lechitin. Selain sebagai
emulsifier (pengemulsi), lechitin juga dapat mempercepat hidrasi air pada tepung
untuk mengembangkan adonan (Astawan, 2006).
2.4.3 Garam
Garam yang digunakan adalah garam dapur atau Nacl. Fungsi garam antara
lain untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, membantu reaksi antara gluten
dengan karbohidrat sehingga meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie dan
mengikat air (Merdeka, 2006). Penggunaan garam 1-2% akan meningkatkan kekuatan
lembaran adonan dan mengurangi kelengketan. Di Jepang, dalam pembuatan mie
pada umumnya ditambahkan 2-3% garam kedalam adonan mie. Jumlah ini
merupakan control terhadap - amilase jika aktifitas rendah (Widyaningsih dan
Murtini, 2006).
2.5 Mie Basah

Mie ialah makanan khas dari Cina. Rasanya yang hambar membuat bahan
makanan ini dapat diolah dengan bumbu yang sesuai selera si pembuatnya. Mie basah
disebut juga mie kuning adalah jenis mie yang mengalami perebusan dengan kadar
air mencapai 52% sehingga daya tahan atau keawetannya cukup singkat. Pada suhu
kamar hanya bertahan 10-12 jam. Setelah itu mie akan berbau asam dan berlendir
atau basi (Widyaningsih dan Murtini, 2006). Mie basah merupakan makanan yang
populer dalam diet masyarakat Indonesia. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI),
mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan
bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie
(Badan Standarisasi Nasional, 1992). Standart mutu mie basah dapat dilihat pada
table 2.
Tabel 2. Syarat mutu mie basah
No
1.

Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan
a. Bau
Normal
b. Warna
Normal
c. Rasa
Normal
2.
Kadar Air
%bb
20-35
3.
Abu
%bb
Maksimum 3
4.
Protein
%bb
Minimum 8
5.
Bahan tambahan makanan
a. boraks dan asam borat
Tidak boleh ada
b. pewarna
Yang diizinkan
c. formalin
Tidak boleh ada
6.
Pencemaran logam :
a. Timbal (Pb)
Mg/kg
Maksimum 1,0
b. Tembaga (Cu)
Mg/kg
Maksimum 10,0
c. Seng (Zn)
Mg/kg
Maksimum 40,0
d. Raksa (Hg)
Mg/kg
Maksimum 0,05
7.
Arsen
Maksimum 0,5
8.
Pencemaran mikroba:
a. Angka lempeng total
Koloni/g
Maksimum 1,0 x 106
b. E. coli
APM/g
Maksimum 10
c. Kapang
Koloni/g
Maksimum 1,0 x 104
Sumber: Departemen Perindustrian RI (1990) di dadalam Astawan, (2006).

10

Table 3. komposisi gizi mie basah per 100 gr bahan


No
Zat Gizi
1.
Energy (kal)
2.
Protein (g)
3.
Lemak (g)
4.
Karbohidrat (g)
5.
Kalsium (mg)
Sumber: Astawan, (1999)

Mie basah
86
0,6
3,3
14
13

Zat Gizi
Besi
Vitamin A
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (mg)

Mie basah
0,8
80

2.5.2 Proses pembuatan mie basah


Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu
diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu
diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu
dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang
dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Pembuatan
mie basah secara garis besar meliputi pencampuran bahan, pengulenan adonan,
pembentukan lembaran, pembentukan mie, perebusan dan pendinginan. Selain tepung
terigu, dalam pembuatan mie basah ini juga digunakan bahan pengenyal.
Tahap pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen,
menghidrasi tepung dengan air, dan membentuk adonan dari jaringan gluten,
sehingga adonan menjadi elastis dan halus. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
proses pencampuran adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan, dan waktu
pengadukan. Air yang ditambahkan sekitar 28-38% dari bobot tepung. Jika air yang
ditambahkan kurang dari 28%, adonan menjadi keras, rapuh dan sulit dibentuk
menjadi lembaran. Jika air yang ditambahkan lebih dari 38%, adonan menjadi basah
dan lengket (Badrudin, 1994) menyatakan bahwa waktu pengadukan terbaik adalah
15 sampai 25 menit. Apabila kurang dari 15 menit adonan menjadi lunak dan lengket,

11

sedangkan bila lebih dari 25 menit adonan menjadi keras, rapuh, dan kering. Suhu
adonan yang terbaik adalah 25 sampai 400C. Apabila suhunya kurang dari 250C
adonan menjadi keras, rapuh, dan kasar, sedangkan bila suhunya lebih dari 40 0C
adonan menjadi lengket dan mie kurang elastis. Campuran yang diharapkan adalah
lunak, lembut, tidak lengket, halus, elastis, dan mengembang dengan normal. Setelah
pengadukan, dilakukan pembentukan lembaran (sheeting). Proses pembentukan
lembaran bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan
menjadi lembaran. Hal ini dilakukan dengan jalan melewatkan adonan berulangulang di antara dua roll logam. Suhu yang baik adalah sekitar 37 0C, jika kurang 370C
maka adonan akan menjadi kasar dan pecah-pecah, sehingga mie mudah patah.
Setelah dibentuk lembaran, dilanjutkan dengan proses pemotongan. Proses
pemotongan lembaran bertujuan untuk membentuk pita-pita mie dengan ukuran lebar
1 sampai 3 mm, kemudian dilakukan pemasakan mie. Pemasakan pita-pita mie
dengan cara perebusan atau pengukusan (steaming) dengan uap air bertujuan untuk
menggelatinisasi pati dan mengkoagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal.

12

BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada 1 Januari 2017 sampai dengan 1 Maret
2017 di Laboratorium Analisis pangan dan laboratorium pengolahan pangan Jurusan
Teknologi Pertanian Program Studi Teknologi Industri Pangan Politeknik Negeri
Jember.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam pembuatan mie basah labu kuning adalah, mesin
pencampur, mesin penggiling mie, sendok stainless, piring plastik, baskom plastik,
pisau stainless,panic stainless, timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator,
gegep ,talenan, spatula, tanur pengabuan, alumunium foil, erlenmeyer, hotplate,
corong, spatula, beaker glass, oven, dan pipet tetes.
3.2.2 Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam pembuatan mie basah labu kuning adalah labu
kuning dari pasar tanjung Jember, air, tepung terigu segitiga biru, garam, telur, STPP,
CMC,

dan

Natrium

Karbonat

yang

trunojoyo, Jember, Jawa Timur, Indonesia.

diperoleh

dari

toko

HMS

Jl

13

3.3 Metodologi Penelitian


Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3
ulangan. Perlakuannya adalah:
A0: Tanpa pengenyal
A1: STPP (Sodium Tripoliphospat) 0,2% dari berat bahan
A2: Natrium Karbonat (Na2CO3) 0,6% dari berat bahan
A3: CMC (Carboxy Metylle Cellulosa) 0,5%
Model Rancangan Percobaan
Adapun model matematis yang digunakan menurut Gasperz, (1991) adalah sebagai
berikut :
Yij = + i + ij
Keterangan:
Yij = Variabel yang diukur
i = 1 (banyak perlakuan)
j = 1, 2, 3 (banyak ulangan)
= Nilai tengah umum (rata-rata)
i = Pengaruh perlakuan ke-i
ij = Pengaruh galat ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Formulasi Bahan
Formulasi bahan yang digunakan pada pembuatan mie basah labu kuning
terdapat pada table 4.
Tabel 4. Formulasi bahan baku mie basah labu kuning
perlakuan (berat bahan)
Bahan

tanpa pengenyal

STPP
200

Na2CO3

CMC
200

tepung terigu

200 gr

gr

200 gr

gr

14

labu kuning
pengenyal

10 gr
-

10 gr
0,46

10 gr

10 gr
1,05

gr

1,26 gr

gr

garam

2,1 gr

2,1 gr

2,1 gr

2,1 gr

Telur

4,2 gr

4,2 gr

4,2 gr

4,2 gr

Keterangan:
Labu kuning menggunakan konsentrasi 10% dari berat tepung terigu
Garam menggunakan konsentrasi 1% dari berat bahan
Telur menggunakan konsentrasi 2% dari berat bahan
3.4.2 Pembuatan Mie
Pembuatan mie diawali dengan labu kuning yang telah dihancurkan dicampur
ke dalam tepung terigu dengan berat total 210 gr. Selanjutnya campuran tepung
tersebut ditambah dengan 2,1 gr garam dapur, tanpa bahan pengenyal dan dengan
bahan pengenyal sesuai perlakuan (STPP 0,2%, CMC 0,2%, dan Na2CO3 0,6%), dan
4,2 gr telur dan diberi air sedikit demi sedikit sampai kurang lebih 28ml, sambil
diuleni kira-kira 20 menit sampai terbentuk adonan yang kalis. Adonan didiamkan
selama 10 menit, kemudian dicetak dengan cetakan mie, mula-mula menjadi
lembaran-lembaran tipis, lalu dicetak membentuk mie dan direbus selama kurang
lebih 1 menit dalam air yang telah ditambah 5 ml minyak goring, lalu mie diangkat
dan ditiriskan (Harahap, 2007). Diagram alir pembuatan mie labu kuning dapat
dilihat pada gambar 1.

15

Labu Kuning

Dikupas dan dicuci

Dipotong menjadi bagian


yang lebih kecil

Tepung Terigu

Diblancing 5 menit

Konsentrasi
Pengenyal:
STPP 0,2%
(Na2CO3) 0,6%

CMC0,5%

Dicampur dengan labu


kuning

Dihancurkan

16

Campuran tepung terigu


dan labu kuning + bumbu

Garam 1%
Telur 2%
Pengenyal
Air es

Adonan

Diulen selama 20 menit

Dibentuk lembaran

Dicetak

Direbus Selama 1 menit

Dilumuri minyak goreng

17

Mie Basah

Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie labu kuning


3.5 Parameter Penelitian
Parameter penelitian yang dilakukan terhadap mie basah labu kuning
meliputi,Elongasi (elastisitas), Kadar Air, Kadar Protein, Kadar abu dan Uji sensoris.

3.5.1

Tekstur (kekenyalan)
Pengujian tekstur mie basah labu kuning menggunakan Texture Analyzer merk

Steven LFRA. Sampel mie diletakkan pada bagian tengah objek penelitian.
Sejajarkan sampel pada ujung pisau pemotong secara melintang. Kemudian tekan
tombol start pada remote control, hasil analisa tekstur ditampilkan dalam bentuk
angka dengan satuan force pada monitor remote control.
3.5.2 Elongasi (elastisitas)
Pemanjangan mi adalah perpanjangan mi sampai pada titik tertentu mi putus
atau patah (Indraryani, 2003). Cara untuk mengukur seberapa panjang mi dapat
ditarik hingga akhirnya putus adalah sebagai berikut:
a. Mi dipotong dengan panjang 10 cm dan diletakkan di atas penggaris.
b. Kemudian mi ditarik secara perlahan sampai akhirnya mi terputus dan catat angka
yang tertera di atas penggaris.
c. Perpanjangan mi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

18

% perpanjangan (elongasi) =

ba
a

X 100%

Keterangan :
a = panjang awal mi (cm)
b = panjang akhir mi (cm)
3.5.3 Kadar Air
Kadar air diukur dengan menggunakan metode AOAC (1995), dengan cara
kerja sebagai berikut :
a. Cawan porselin dikeringkan dalam oven selama 30 menit dan didinginkan dalam
desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.
b. Sampel mi basah dihaluskan hingga homogen lalu ditimbang sebanyak kurang
lebih 2 g.
c. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya.
d. Kemudian dipanaskan dengan oven pada suhu 105 oC selama 12 jam, lalu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. e. Kadar air mi basah ditentukan dari
berat air yang menguap.
f. Perhitungan % kadar air menggunakan basis basah dengan rumus sebagai berikut:
Kadar air basis basah (%) = Kadar air basis basah (%) =

BC
BA

X 100%

Keterangan :
A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan berisi sampel mi basah (g)
C = Berta cawan dan sampel setelah dikeringkan (g)
3.5.3 Kadar Protein
Prinsip analisa kadar protein adalah proses pembebasan nitrogen dari protein
dalam bahan menggunakan asam sulfat dengan pemanasan. Penentuan total nitrogen
dengan kadar protein menggunakan metode Makro-Kjedhal sesuai dengan AOAC
1995. Prosedur analisa kadar protein adalah sebagai berikut :

19

a. Sampel 2 g dimasukkan dalam tabung Kjedhal 30 ml, ditambahkan 1,9 g K2SO4,


0,3g HgO dan 2,5 ml H2SO4
b. Sampel dididihkan selama 1 jam sampai cairan menjadi jernih kemudian
didinginkan. Isi dalam labu dituangkan ke dalam alat destilat, labu dibilas dengan
aquades (20 ml). Air bilasan juga dimasukan ke dalam labu destilat dan ditambahkan
larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.
c. Cairan didalam ujung tabung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 250 ml
berisi larutan 5 ml H2BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran metil merah 0,2%
dalam alkohol dan metil biru 0,2% dalam alkohol 2:1) yang ada dibawah kondensor.
d. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur
dengan H2BO3 dan indikator dalam labu erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan HCl
0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah.
e. Kadar protein di hitung berdasarkan kadar N dalam bahan dengan dikalikan faktor
konversi.
f. Perhitungan % N : % N =

ml HCl

x(N HCl)x (14,008)


Bobot sampel (g)

X 100%

x 100% % protein = % N x Faktor konversi (6,25)


3.5.4 Kadar Abu
Pengukuran kadar abu berdasarkan AOAC (1995), menggunakan Muffle
Furnace dengan cara kerja sebagai berikut :
a. Sampel mi basah dihaluskan dengan menggunakan mortal hingga homogen lalu
ditimbang 2 gram.
b. Sampel tersebut dimasukan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui
beratnya, kemudian dibakar hingga tidak menimbulkan asap lalu diabukan di dalam
Muffle Furnace sampai sampel berwarna putih pada suhu 550 oC selama 10 jam.
c. Setelah sampel berwarna putih, cawan porselen ditutup dan diambil dengan
penjepit lalu dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit.

20

d. Sampel yang didapat didinginkan di dalam desikator selama kurang lebih 30 menit
kemudian timbang.
e. Kadar abu pada sampel mi basah ditentukan dari berat senyawa organik yang
menguap.
f. Perhitungan % kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Kadar abu (%) =

C A
B A

X 100%

A = Cawan kosong (g) B = Cawan dengan sampel (g) C = Cawan dan sampel
setelah diabukan (g)
3.5.5 Uji Sensoris
Uji sensoris menggunakan uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik.
Parameter yang diamati meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa. Cara kerja pada uji
hedonik berdasarkan Sudjono (1985), adalah sebagai berikut : sampel dimasukkan ke
dalam wadah dan diberi kode 3 digit secara acak, dan sebanyak 25 panelis diminta
untuk memberikan penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa dari
produk yang disajikan. Dalam pengujian kesukaan ini digunakan carier yaitu kuah
bakso yang dibeli, penilaian kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa adalah
dengan memberikan skor dalam 4 skala hedonik yaitu : 1 (sangat tidak suka), 3 (tidak
suka), 5 (suka), dan 7 (sangat suka).
Berbeda dengan uji kesukaan uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau
tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik buruk
ini disebut kesan mutu hedonik. Karena itu beberapa ahli memasukkan uji mutu
hedonik kedalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar
kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum. Rentangan skala
hedonik berkisar dari extrim baik sampai ke extrim jelek. Skala hedonik pada uji
mutu hedonik sesuai dengan tingkat mutu hedonik. Jumlah tingkat skala juga
bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang diinginkan dan sensitivitas antar
skala. Skala hedonik untuk uji mutu hedonik dapat berarah satu dan berarah dua.

21

Seperti halnya pada uji kesukaan pada uji mutu hedonik, data penilaiaan dapat
ditransformasi dalam skalan umerik dan selanjutnya dapat dianalisis statistik untuk
interprestasinya

DAFTAR PUSTAKA
Agusandi, Supriadi, A., & Lestari, S. D. (2013). Pengaruh Penambahan Tinta Cumicumi (Loligo sp.) terhadap Kualitas Nutrisi dan Penerimaan Sensoris Mi Basah.
Fishtech, 2(1), 2237.
Anam, C., Handajani, S., Mie, A., & Lengkap, R. A. (n.d.). DAN PEWARNA
ALAMI DRY NOODLE PUMPKIN ( Cucurbita Moschata ) WITH
ANTIOXIDANT AND NATURAL DYE.
Bitin, M. M. (2009). Pengaruh substitusi tepung sagu.
Fallis, A. . (2013). No Title No Title. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 16891699. http://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Gum, X., Karagenan, D. A. N., Karakteristik, T., Widyaningtyas, M., & Susanto, W.

22

H. (2015). MIE KERING BERBASIS PASTA UBI JALAR VARIETAS ASE


KUNING Effect of Type and Concentration of Hydrocolloids ( Carboxy Methyl
Celullose , Xanthan Gum , and Carrageenan ) on Carracteristic Dried Noodle
Based Sweet Potato Variety Yellow Ase Paste, 3(2), 417423.
Harahap, N. U. R. A. (2009). ( Daucus carota L .) PEMBUATAN MIE BASAH
DENGAN PENAMBAHAN WORTEL ( Daucus carota L .).
Herzberg, G. (1955). 1 2 2, 369384.
Igfar, A. (2012). KUNING ( Cucurbita moschata ) DAN TEPUNG Oleh.
Jambi, U., Masak, K. P., Darat, M., Fakultas, P., Universitas, P., Darat, M., & Jambi,
K. M. (2011). Jurusan Agroekoteknologi Fak. Pertanian, Universitas Jambi
Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361, 13, 3942.
Lestario, L. N., Susilowati, M., Martono, Y., Kimia, P. S., Sains, F., Kristen, U.,
Salatiga, D. (2010). PEMANFAATAN TEPUNG LABU KUNING ( Cucurbita
moschata Durch ) SEBAGAI BAHAN FORTIFIKASI MIE BASAH.
Lisadayana, N., Zeni, N. ., Purwandari, U., Supriyanto, & Cahyo. (2013). ANALISIS
SENSORIS DAN SIFAT TEKSTURAL MI LABU KUNING BEBAS GLUTEN
Nurmalisa. Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian Dan
Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura Juni, (Husodo
2004), 729741.
Meity, B. P. (2012). Kualitas Mie Basah dengan Penambahan Ekstrak Wortel (Daucus
carota L.) dan Substitusi Tepung Bekatul. Kualitas Mie Basah Dengan
Penambahan Ekstrak Wortel (Daucus Carota) Dan Substitusi Tepung Bekatul,
618.
Mulyadi, A. F., Wijana, S., Dewi, I. A., & Putri, W. I. (2014). KARAKTERISTIK
ORGANOLEPTIK PRODUK MIE KERING UBI JALAR KUNING ( Ipomoea
batatas ) ( KAJIAN PENAMBAHAN TELUR DAN CMC ) Organoleptic
Characteristics of Dry Noodle Products from Yellow Sweet Potato ( Ipomoea
batatas ) ( Study on Adding Eggs and CMC ), 15(1), 2536.
Oauth, P. (2010). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan, (April 2009).
Populer, T. P. (2009). Teknologi pengolahan mie, 113.
Program, M., Ilmu, S., Pangan, T., Pertanian, F., Program, D., Ilmu, S., Pertanian,
F. (n.d.). PHYSICOCHEMICAL CHARACTERISTICS AND SENSORY OF
FRESH, 46.
Purnamasari, F. A. (2014). Substitusi tepung labu kuning terhadap elongasi dan daya

23

terima mie basah.


Studi, P., Pangan, T., & Semarang, U. M. (2013). [ pengujian organoleptik ].
Teknologi, J., Pertanian, H., Pertanian, F. T., & Jember, U. (2008). Variasi jumlah
penambahan cmc dan subtitusi tepung terigu dengan bekatul pada pembuatan
mie kering.
Zaitun. (2000). Pemanfaatan buah labu kuning sebagai bahan dasar dalam pengolahan
makanan dan untuk mencegah berbagai jenis penyakit.

Anda mungkin juga menyukai