Anda di halaman 1dari 19

PENGOLAHAN KEJU DAN 5 JENIS KEJU

(Makalah Teknologi Hewani)

Oleh

Arfiathi
Dinda Kinasih Masendy
Sintia Ultari A P
Try Juspa
Ruri Mayang Nirwana
Nuria Anisa
Martua L Jaya Sagala

1414051011
14140510
14140510
14140510
14140510
14140510
12140510

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG

2016

I.

I.1.

PENDAHULUAN

Latar belakang

Berbagai produk olahan susu dapat dibuat dengan cara


fermentasi maupun tanpa fermentasi. Beberapa contoh
produk susu fermentasi diantaranya adalah yoghurt, kefir
dan keju, sedangkan beberapa produk olahan susu tanpa
fermentasi misalnya es krim, susu pasteurisasi, susu
sterilisasi, dan susu kental manis. Keju merupakan salah
satu produk susu olahan berbentuk padat yang memerlukan
fermentasi pada proses pembuatannya. Hingga saat ini,
meskipun keju masih dikonsumsi hanya pada kalangan
tingkat ekonomi tertentu, namun beberapa tahun terakhir,
permintaan terhadap produk susu ini cukup besar. Pada
tahun 1998, konsumsi keju mencapai 1.094.333 kg, yang
dari jumlah ini keju yang diproduksi di dalam negeri sekitar
34.976 kg, sedangkan sisanya dipenuhi dengan cara impor
dari luar negeri. Pada tahun 2000, konsumsi keju mengalami
penurunan yaitu menjadi sekitar 767.095 kg, dimana jumlah
tersebut sekitar 742.547 kg keju adalah hasil produksi
dalam negeri, beberapa diantaranya yaitu keju Cheddar,
Gouda, Cream cheese, Edam dan Mozzarella. Jenis keju
yang tidak dapat dibuat di dalam negeri dengan jumlah
sekitar 24.548 kg, dipenuhi dengan cara impor, yaitu keju

Brie (Perancis), Emmenthal (Swiss), Cammembert


(Perancis), Parmesan.
Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mempunyai
kandungan protein cukup tinggi. Produksi keju di Indonesia
dirasakan masih kurang, hal ini terlihat dari sebagian besar
keju di Indonesia yang ternyata masih kurang, hal ini terlihat
dari sebagian besar keju di Indonesia yang ternyata masih
kurang, hal ini terlihat dari sebagian besar keju di Indonesia
yang ternyata masih kurang, hal ini terlihat dari sebagian
besar keju di Indonesia yang ternyata merupakan produk
impor. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan
produk olahan susu ini, agar produk keju yang dihasilkan
dapat diterima konsumen(Kusumawati,Ardhana dan Radiati,
1995).
Keju olahan (processed cheese) adalah salah satu jenis keju
yang dibuat dengan mencampur dan menghancurkan keju
alami disertai dengan pemanasan, sehingga menghasilkan
suatu produk yang seragam dan lentur. Bahan-bahan
tambahan makanan yang biasa digunakan dalam
pembuatan keju olahan adalah garam-garam pengemulsi,
pewarna, air, dan flavor savori (Caric dan Kalab, 1996). Keju
olahan ditandai dengan badan yang kompak, tekstur yang
lembut dan bebas dari lubang-lubang gas. Keju olahan
dapat diiris tanpa meremas atau melekat, dan dengan
pemanasan akan mencair secara seragam dan lembut,
tanpa pemisahan antara fase lemak dan fase protein.
Bahan pengemulsi yang biasa digunakan dalam pembuatan
keju olahan adalah NaH2PO4, Na2HPO4, Na3PO4, NaPO3,
Na4P2O7, Na2H2P2O7, kalium, kalsium atau natrium sitrat
(Na3C6H5O7), natrium tartrat (Na2C4H4O6), atau natrium
kalium tartrat . Pembuatan keju olahan yang dibuat dengan

menggunakan keju matang dan penambahan flavor savori


cheddar akan menghasilkan keju dengan flavor yang lebih
kuat. (Caric dan Kalab, 1996).

I.2.

Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui cara pengolahan keju
2. Mengetahui beberapa jenis keju.

II.

II.1.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Keju

Keju mengandung komposisi nilai gizi yang hampir sama


dengan sumber bahan baku utamanya yaitu susu. Beberapa
kandungan nutrisi yang terdapat pada keju diantaranya
yaitu protein, vitamin, mineral, kalsium, fosfor, lemak dan
kolesterol, sehingga dapat mengakibatkan permasahalan
apabila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan.
Kandungan lemak yang terdapat pada keju sangat
tergantung pada jenis susu yang serta bahan lainnya yang
dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan keju
tersebut. Keju yang dibuat dari susu murni atau yang sudah

ditambah dengan krim memiliki kandungan lemak,


kolesterol serta kalori yang tinggi.
Untuk pertumbuhan anak-anak, keju memiliki nilai
fungsional yang tinggi karena memiliki kandungan protein
yang cukup tinggi serta penting untuk membantu
pertumbuhan. Keju memiliki citarasa yang beraneka ragam
dan sangat tergantung pada bahan baku susu, jenis bakteri
atau kapang yang dipergunakan selama proses fermentasi,
lama proses pemeraman.

II.2.

Faktor yang Dapat Membedakan Keju

a. Asal susu
Sebagian besar keju dibuat dari susu sapi.Tapi banyak
juga yang dibuat dari susu domba (misalnya Feta dari
Yunani), kambing, kerbau (misalnya Mozzarella dari
Italia), bahkan susu unta.Jenis-jenis keju tertentu
mensyaratkan susu dari hewan yang diperah pada
pagi/sore hari, atau hanya makan makanan tertentu,
atau berasa dari daerah tertentu saja.
b. Kadar lemak
Untuk mendapatkan kadar lemak yang diinginkan, susu
dicampur dengan susu rendah lemak (skimmed)
sehingga kadar lemaknya turun, atau dicampur dengan
kepala susu (cream) agar kadar lemaknya naik.
c. Metoda penggumpalan atau koagulasi
Ada yang dibuat dengan menggunakan rennet, ada juga
yang menggunakan bakteri yang memiliki sifat

mengasamkan susu, ada juga yang menggunakan


keduanya.
d. Jenis jamur
Ada yang menggunakan jamur putih, kemerahan, dan
biru.
e. Proses pematangan
Untuk mendapatkan rasa, aroma dan penampilan yang
khas, setiap jenis keju mengalami proses pematangan
yang berbeda-beda, baik dari sisi lamanya proses
(bervariasi antara 2 minggu sampai 7 tahun), suhu di
mana bakal keju dimatangkan, dan bahan-bahan lain
yang ditambahkan ke dalam keju.Misalnya keju
Appenzell dari Swiss direndam dalam campuran bumbu
dan anggur putih selama beberapa saat, keju Leiden dari
Belanda ditambahkan sejenis jintan (cumin), atau
beberapa jenis keju segar yang dibubuhi daun bawang
atau biji lada hijau.Ada jenis keju yang selama proses
pematangan diolesi air garam setiap waktu tertentu, ini
membuat kulit keju menjadi keras.Ada juga keju yang
dimatangkan sambil dibungkus kain, kayu, lilin, dan
sebagainya, baik hanya selama beberapa hari maupun
sepanjang masa pematangan.Keju Cheddar yang banyak
kita kenal dimatangkan dengan dibungkus kain katun
selama beberapa hari di awal masa pematangan,
sementara keju Edamer bahan pembuat kue
kaasstengels dibungkus lilin yang biasanya berwarna
merah.Proses pematangan tertentu juga membuat keju
menjadi berlubang-lubang.
f. Pemrosesan lebih lanjut

Beberapa jenis keju diproses lebih lanjut setelah


matang, misalnya diasap, dibuat menjadi keju lembaran
seperti Kraft sliced yang kita kenal di Indonesia.

II.3.

Pengelompokkan keju berdasarkan konsistensinya

1. Keju segar (fresh/unripened) yang tidak mengalami proses


pematangan. Rasanya biasanya netral dan tidak begitu
asin, berbentuk seperti krim karena mengandung lebih dari
70% air, serta tidak begitu awet. Contohnya Cottage,
Philadelphia dari Amerika Serikat, Ricotta, Mascarpone dari
Italia adalah Mozzarella yang biasa ditaburkan di atas pizza

pun ternyata termasuk keju fresh, karena walaupun


bentuknya semikeras, ia tidak mengalami proses
pematangan.

2. Keju lunak, baik yang berkulit seperti Brie, Camembert


dari Perancis maupun yang tanpa kulit seperti Limburger si
super bau dari Belgia dan Feta dari Yunani.Ciri utamanya
adalah memiliki konsistensi yang empuk dan lembut,
walaupun agak sulit dioleskan.Dalam proses
pembuatannya, gumpalan (curd) dipotong-potong kira-kira
sebesar bola pingpong dan keju dimatangkan sekitar 2-4
minggu.

3. Keju iris semikeras, walaupun agak empuk, jika diiris


memiliki bentuk yang tetap. Contohnya Bel Paese dari
Italia. Sebagian besar blue cheese termasuk golongan ini,
misalnya Stilton dari Inggris, Gorgonzola dari Italia,
Roquefort dari Perancis, dll.

4. Keju iris.Jenis yang terkenal misalnya Edamer dan Gouda


dari Belanda, serta Cheddar dari Inggris. Keju Kraft yang
kita kenal di Indonesia adalah juga jenis Cheddar. Dalam

pembuatannya, gumpalan dipotong-potong sebesar kacang


polong dan keju dimatangkan antara 4-12 minggu

5. Keju keras.Dalam proses pembuatannya, gumpalan


dipotong menjadi bagian yang sangat halus, kira-kira
sebesar butiran gandum. Masa pematangannya minimal 3

bulan.Keju yang sangat keras kadang dimatangkan sampai


3 tahun, dan biasa dinikmati dengan cara diparut, misalnya

Parmesan dari Italia. Contoh lain dari keju keras adalah

6. Emmentaler dari Swiss.Keju jenis ini biasanya sangat tahan


lama.

III.

PEMBAHASAN

Berdasarkan tahapan proses pengolahannya, keju dapat


diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok tergantung pada
jenis, tahapan proses maupun kualitas produk yang dihasilkan.
Berdasarkan tahapan proses terdapat keju peram dan keju non
peram, maupun keju diperam dengan bakteri ataupun keju
yang diperam dengan mempergunakan kapang. Keju
berdasarkan tingkat kekerasannya dapat diklasifikasikan
menjadi: keju sangat keras, keras, semi keras dan lunak. Jenis
keju alami yang paling banyak digunakan dalam pembuatan
keju olahan di Indonesia adalah keju cheddar, sehingga sering
disebut keju Cheddar olahan. Bentuknya pun bermacam-macam
mulai dari kotak (block), irisan (slice), celupan (dip/sauce)
hingga olesan (spreadable) (ANONYMOUS, 2008).
Salah satu pengelompokan keju berdasarkan kadar air dalam
bahan sebagaimana yang dikemukakan oleh SCOTT (1986)

pada Tabel.

Klasifikasikan keju ke dalam empat kelas yaitu keju sangat


keras, keju keras, dan keju lunak. Keju sangat keras memiliki
kadar air 30 35%, serta diperam dengan mempergunakan
bakteri. Beberapa keju sangat keras diantaranya yaitu: Romano
cheese, Parmesan cheese dan Asiago Cheese. Keju keras
memiliki kadar air 35 40%, serta diperam dengan
mempergunakan bakteri. Yangtermasuk keju keras dan memiliki
tekstur tertutup diantaranya yaitu: Cheddar cheese, Edam
Cheese, Gouda Cheese, Colby Cheese dan Provolone Cheese.
Sedangkan keju keras yang memiliki tekstur terbuka yaitu
memiliki lubanglubang pada permukaannya diantaranya yaitu
Swiss Cheese, Elmentarec-cheese dan Gruyere cheese. Keju
keras memiliki kadar air 40 45%, yang diperam dengan
mempergunakan bakteri dikenal dengan Brick cheese dan yang
diperam dengan mempergunakan kapang yaitu Roquefort
cheese. Keju lunak peram memiliki kadar air 45 52%,
sedangkan keju lunak tanpa peram memiliki kadar air 52 80%.

1.

Pembuatan kultur kerja


Kultur kerja adalah kultur Streptococcus lactis dan Rhizopus
oryzae yang siap digunakan untuk pembuatan starter. Kultur
kerja didapatkan dengan meremajakan kultur Rhizopus
oryzae yaitu dengan menginokulasikan 1 ose kultur murni
Rhizopus oryzae kedalam PDA miring kemudian diinkubasi
pada suhu 37 C selam 3-4 hari, sedangkan sisanya
disimpan pada suhu 4 C sebagai kultur stok dan
diremajakan setiap 6 bulan ( dimodifikasi dari Wijaya, 2002
dan Suharyanto dkk, 2006). Sedangkan untuk kultur kerja
Streptococcus lactis didapatkan dengan meremajakan kultur
Streptococcus lactis yaitu dengan menginokulasikan 2 ose
kultur murni Streptococcus lactis kedalam MRS agar miring

kemudian diinkubasi pada suhu 37 C selama 48 jam.


Inokulasi dilakukan secara aseptis dengan terlebih dahulu
membakar ujung ose sampai membara dan cepat
didinginkan. Proses inokulasi juga dilakukan di dekat bunsen
burner (Dimodifikasi dari Widowati dan Misgiyarti, 2002).
Pembuatan Starter Starter dibuat dengan cara susu skim
cair sebanyak 1000 ml dibagi menjadi 2 bagian pada gelas
beker masing-masing 500 ml dan diberi label S dan R, gelas
beker S diinokulasi dengan Streptococcus lactis sedangkan
gelas beker R diinokulasi dengan Rhizopus oryzae (Radriyo,
2006).
Pembuatan keju terdiri dari beberapa tahap yaitu
pasteurisasi, pengukuran pH, fermentasi dan inkubasi,
koagulasi susu terfermentasi, pembuangan whey,
pengepresan curd dan penimbangan berat curd,
penggaraman.
a. Pasteurisasi Susu sapi segar 3000 ml dan dibagi menjadi
15 bagian pada botol, masing-masing 200 ml dan diberi
tabel (K, A, B, C, D). Susu masing-masing gelas beker
dipasteurisasi dengan cara dipanaskan pada suhu 65 C
selama 16 detik, kemudian didinginkan hingga 37 C
(Wardhani, 1996). Setelah dingin masing-masing gelas
beker yang berisi susu dimasukkan dengan starter
campuran Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae
sebanyak 10% atau 20 ml. Gelas beker K sebagai kontrol
ditambahkan Streptococcus lactis murni, sedangkan gelas
beker A, B, C ditambahkan starter campuran
Streptococcus lactis dan Rhizopus oryzae dengan
perbandingan masing-masing 1:3; 1:1; 3:1. Gelas beker D
ditambahkan Rhizopus oryzae murni. Kemudian dilakukan
pengukuran pH susu sebelum dan sesudah inkubasi.

b. Fermentasi dan Inkubasi Botol kaca yang berisi susu yang


telah diinokulasi kemudian diinkubasi dalam inkubator
pada suhu 37 C sampai nilai pH mencapai 5,5 (selama 8
jam). Selama inkubasi botol ditutup dengan aluminium foil
( Wardhani, 1996).
c. Koagulasi Susu Terfermentasi Masing-masing susu
terfermentasi ditambah 1 mg rennet (enzim koagulansi).
Kemudian diaduk selama 5 menit dan dibiarkan sampai
menjendal menjadi keju mentah (sekitar 10 jam) Bagian
yang menjedal disebut curd sedangkan bagian cairan
disebut whey ( Wardhani, 1996).
2.

Pembuangan whey Proses pembuangan whey


dilakukan dengan pemanasan pada selama 30 menit pada
suhu 40 C (Buckle, 1987). Setelah proses pemanasan
selesai dikerjakan, lalu didinginkan selama 1 jam sambil
diaduk tiap 5 menit sekali (Hadiwiyoto, 1983). Kemudian
dilakukan penyaringan dengan kain kasa yang bersih.
Penyaringan dilakukan agar curd dan whey terpisah. Yang
diambil hanya curd-nya sedangkan whey-nya dibuang
(Legowo, 2003).

3.

Pengepresan Curd dan Penimbangan berat Curd


Kemudian curd dibungkus dengan kain kasa bersih
dilanjutkan pengepresan. Maksud pengepresan adalah
memberikan kekompakan dan bentuk pada keju. Disamping
itu sisa-sisa whey atau air dapat dikeluarkan/dipisahkan
seluruhnya. Kemudian dilanjutkan dengan penimbangan
curd (Hadiwiyoto, 1983).

4.

Penggaraman Curd yang telah ditimbang kemudian


diberi garam sebanyak 3%. Garam yang diberikan dalam
bentuk kristal yang telah dihaluskan dan ditaburkan

kemudian diaduk sampai betul-betul rata (Hadiwiyoto,


1983). Penggaraman ini menambah cita rasa keju menjadi
agak asin dan menambah ketahanan keju (Legowo, 2003).
Analisis Nilai Rendemen Rendemen merupakan rasio antara
keju yang terbentuk dengan susu yang digunakan sebagai
bahan dasar ( Daulay, 1991). Ditambahkan Sariyanto (2005)
besarnya nilai rendemen dadih ditentukan dengan
perbandingan antara berat produk dadih yang dihasilkan
dan berat bahan awal berupa susu segar.

Keju Gouda merupakan salah satu jenis keju semi keras yang
berasal dari negeri Belanda (Netherland) yang dibuat dengan
bahan baku utama dari susu segar atau dari susu skim (Scott,
1981). Proses penggumpalan kasein susu pada keju ini
menggunakan rennet. Kultur bakteri yang digunakan untuk
memproduksi asam laktat berasal dari mesophilik seperti
Streptococcus cremoris, Streptococcus diacetylactis, dan atau
Leuconostoc citrovorum, selain itu Streptococcus lactis,
treptococcus lactis hollandicus dan Lactococcu cremoris juga
umum digunakan sebagai starter pada proses pembuatan keju
Gouda. Codex General Standar for Cheese (1999)
mengklasifikasikan keju berdasarkan kepada kondisi dan
keadaan keju, antara lain kadar air pada bahan tanpa lemak
(Moisture on Fat-free Basis (MFFB)), yang akan menentukan
tekstur, kadar lemak pada bahan kering (Fat in Dry Basis/FDB)
sebagai komponen pembentuk tekstur dan cita rasa dan proses
pemeraman (ripening) sebagai tahap penyempurnaan
pematangannya.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, keju Gouda merupakan jenis
keju semi keras dengan kadar air pada bahan kering tanpa
lemak (MFFB) rata-rata 57% dan kadar lemak pada bahan

kering (FDB) rata-rata 48%. Karakteristik khas pada keju Gouda


antara lain memiliki tekstur kuat namun lunak, berlubang
(dengan bentuk oval atau bulat) yang tersebar disekitar curd,
kulit tipis berwarna abuabu cerah hingga abu-abu kehijauan
yang dibungkus oleh lapisan lilin (wax) yang berwarna
kekuningan. Interior keju berwarna putih gading hingga kuning
pudar dan tidak mengkilat. Cita rasa lembut, tidak masam dan
gurih sedikit asin dengan bentuk bulat atau persegi.
Berat keju umumnya rata-rata 2,5-30 kg untuk jenis bulat
(silinder) dan 2,5 5 untuk jenis persegi (Codex Stan, 1999).
`Keju Gouda, semenjak tahun 1999 sudah dapat diproduksi di
dalam negeri. Perusahaan yang memproduksi keju ini yaitu
CV.Bukit Baros Cempaka yang berlokasi di Sukabumi, Jawa
Barat. Produksi rata-rata perbulan mencapai 1.200 kg yang
berasal dari bahan baku susu segar sekitar 12 ton dengan
standar mutu tertentu. Dari jumlah produksi tersebut, keju ini
terbagi menjadi beberapa jenis dengan umur pemeraman yang
berbeda-beda yaitu keju yang berumur 2-3 bulan (young
cheese), 4-5 bulan (midlle cheese) dan 6 hingga lebih dari 7
bulan (old cheese). Dari ketiga jenis keju tersebut, masingmasing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan
karakteristik ini terjadi sebagai akibat adanya perubahan
biokimia pada komponen-komponen keju hasil aktivitas kerja
dari mikroba dan enzim selama proses pemeraman.
Pemeraman selain dapat menyebabkan penurunan kandungan
air keju, juga enzim akan menghidrolisis protein, lemak dan
laktosa, yang pada gilirannya menghasilkan cita rasa yang khas
pada keju Gouda.

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:


1.

DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, D. Ardhana, M.M dan Radiati,


L.E. 1995. Pengaruh penggunaan starter
yakult komersial dan enzim renin Mucor meihei terhadap mutu keju Cottage. J
Ilmu-ilmu Peternakan. No. (10): 24-28.
Scott, E.M. 1981. Cheesemaking Practice.
Applied Science Publ. Ltd., London.
Radiati, L.E. 1992a. Produksi renin Mucor
pusillus pada substrat sisa industri
minyak jagung. J. Universitas Brawijaya
Vol 4 (1): 34-44
Radiati, L.E. 1992b. Pembuatan keju dengan
renin Mucor pusillus. J. Unv. Brawijaya
Vol. (3): 35-39
Caric, M. and M. Kalab. 1996. Processed
cheese products. In Fox, P. F. Cheese:
Chemistry, Physics amd Microbiology. 2
Edn. Vol. 2. Chapman & Hall. London
Daulay, Djundjung. 1991. Fermentasi keju. IPB. Bogor.
Hadiwiyoto, Soewedo. 1983. Hasil Olahan Susu, Ikan , Daging, dan
Telur. Liberty. Yogyakarta.
Legowo, M.A., Nurwantoro., Albaarri, A.N., Chairani, Reni., dan
Purbasari Connida. 2003. Kadar Protein, Lemak, Nilai pH Dan Mutu
Hedonik Keju Cottage Dengan Bahan Dasar Susu kambing Dan
Susu Sapi Krim. Prosiding Seminar Nasional. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal : 272-277.
Suharyanto, T. Panji, Abdullah dan K. Syamsu. 2006. Biokonversi
CPO dengan Denaturase Amobil Sistem Kontinu pada Skala

Semipilot untuk Produksi Minyak Mengandung GLA. Menara


Perkebunan. 74(2) : 97-108.
Sariyanto. 2005. Sifat Fisik dan Organoleptik Dadih Susu Sapi Hasil
Fermentasi Bakteri Prebiotik Yang Disimpan Pada Suhu Berbeda.
Skripsi. IPB. Bogor
Widowati, S dan Migiyarta. 2002. Efektivitas Bakteri Asam Laktat
( BAL) pada Pembuatan Produksi Fermentasi Berbasis Protein/ Susu
Nabati. Prosiding Seminar Hasil Rintisan dan Bioteknologi
tanaman. 360-373. Bogor.
Wijaya, S. 2002. Isolasi Kitinase dari Scleroderma columnare dan
Trichoderma harzianum. Jurnal Ilmu dasar. 3(1):30-35.
Wardhani, B. 1996. Mempelajari Penggunaan Beberapa Jenis Renet
Dalam Pembuatan Keju Cottage. Skripsi. IPB. Bogor.
Randriyo, R.P. 2006. Pengaruh Kombinasi Starter (Steptococcus
lactis Dan Rhizopus oryzae) Terhadap Kadar Lemak, Kadar Total
Asam Dan kesukaan Keju Berbahan Dasar Susu Sapi. Skripsi.
Fakultas Peternakan UNDIP. Semarang

Hadiwiyoto S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil
Olahannya. Yogyakarta: Penerbit Liberty
[Codex Alimentarius Commission]. 1966. Codex Standard 266-1966: Codex
Standard for Gouda. Rome: Codex Alimentarius Commission.
[Codex Alimentarius Commission]. 1978. Codex Standard 283-1978: Codex
General Standard for Cheese. Rome: Codex Alimentarius Commission.
[Codex Alimentarius Commission]. 2007. Codex Standard 262-2007: Codex
Standard for Mozarella. Rome: Codex Alimentarius Commission.
Anonymous. 2008. Kefir, Susu Asam Berkhasiat.
http://www.indomedia.com/intisari/1997/november/kefir.htm Tanggal Akses

Anda mungkin juga menyukai