Anda di halaman 1dari 31

Isu-isu Mutakhir

dan Seminar Gizi


Nurwahyu Utami
Helvetia
2017
Potensi Pangan Nusantara
sebagai Pangan Pembawa
Fortifikan
Sejarah Fortifikasi

Keberhasilan fortifikasi dalam mengatasi masalah gizi seperti
kekurangan vit. A, vit. D, beberapa vit. B (thiamin, riboflavin,
dan niasin), zat besi, dan yodium telah dilaporkan oleh
beberapa negara industri.
Program yodisasi 1920-an di Switzerland dan Amerika
Serikat.
Fortifikasi produk serealia dengan thiamin, riboflavin, dan niasin
1940.
Vitamin A pada margarin di Denmark, vitamin D pada susu di
Amerika Serikat, makanan anak-anak difortifikasi dengan zat
besi, gandum dengan asam folat.
Pengertian Fortifikasi

Beberapa istilah terkait fortifikasi yang sering disalah artikan sebagai
fortifikasi diantaranya:
Restorasi penggantian zat gizi yang hilang selama proses
pengolahan makanan, misalnya pada pembuatan tepung yang
mengakibatkan hilangnya vitamin dan mineral.
Enrichment atau pengayaan penambahan satu atau lebih zat
gizi pada makanan yang diolah untuk memenuhi standar
internasional.
Fortifikasi makanan (FAO/WHO) penambahan zat gizi makro
atau mikro pada makanan yang biasa dikonsumsi untuk
mempertahankan atau meningkatkan kualitas gizi makanan pada
total diet kelompok, komunitas, atau populasi.
Fortifikasi

Fortifikasi mikronutrien biasanya dilakukan pada
makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
secara luas.
Pemilihan jenis makanan (food vehicle) yang akan
difortifikasi dengan benar oleh mikronutrien
tertentu (fotifikan) harus dilakukan untuk
menghindari penolakan individu maupun
pengubahan kebiasaan makannya.
Kriteria Pemilihan food vehicle


Kriteria Fortifikan


Penelitian mengenai Fortifikasi untuk
Mengatasi Masalah Anemia Gizi Besi
Berbasis Pangan Lokal

Pengembangan biskuit singkong yang difortifikasi
zat besi
Pengembangan produk keripik singkong jagung
yang difortifikasi zat besi
Pengembangan produk tempe yang difortifikasi zat
besi
Pengembang produk susu fermentasi dengan
probiotik lokal plantarum Dad 13 yang difortifikasi
zat besi
Pengembangan biskuit singkong
yang difortifikasi zat besi

Menteri Kesehatan mengeluarkan SK Menteri
Kesehatan No. 632/MENKES/SK/VI/1998 tentang
Fotifikasi Tepung Terigu, sedangkan SNI nya diatur
dalam SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No. 323/MPP/MPP/Kep/11/2001 guna menangani
masalah anemia gizi besi di Indonesia.
Namun, permasalahannya tepung terugu yang
diproduksi berasal dari gandum yang diperoleh
melalui impor.
Lanjutan (1) ..........


Singkong dipilih menjadi bahan pembuatan biskuit dalam
penelitian ini karena produksi singkong sekitar 13.312.119
ton/tahun dan menjadi makanan pokok ketiga setelah nasi
dan jagung.
Beberapa bentuk pengolahan singkong sebagai makanan
pokok diberbagai daerah misalnya: rasi (Jabar), tiwul
(Gunung Kidul, DIY), nasi oyek (Banyumas, Jateng), aruk
butiran (Babel), mie lethek (Bantul, DIY), dan ilul
(Nunukan, Kaltim).
Namun, singkong merupakan pangan sumber kalori, kaya
akan karbohidrat, tetapi minim akan zat besi.
Lanjutan (2) ..........
Perbandingan Komposisi Singkong, Tepung
Singkong, dan Tepung Terigu (Per 100 gram)

Lanjutan (3) ..........


Singkong diolah menjadi biskuit berbahan dasar tepung
singkong untuk menyesuaikan makanan yang disukai anak-
anak.
Subjek penelitian ini adalah anak SD (kelas 4 dan 5) di
Bantul dengan kadar Hb <12 gr/dL
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi
pemberian fortifikan (FeSO4 dan NaFeEDTA) pada
biskuit berbahan dasar tepung singkong dibandingkan
dengan biskuit berbahan dasar tepung terigu yang
difortifikasi zat besi di pasaran.
Lanjutan (4) ..........
Kadar Hb pada Masing-masing Kelompok
Intervensi

FES (kelompok yang diberikan biskuit singkong fortifikasi FeSO4)


NA (kelompok yang diberikan biskuit singkong fortifikasi NaFeEDTA)
KO (kelompok yang diberikan biskuit fortifikasi pasaran).
* (ada perbedaan signifikan (p<0,05) antara Hb awal dan setelah intervensi (paired
T test))
Lanjutan (5) ..........


Hasil penelitian membuktikan bahwa biskuit berbahan dasa
tepung singkong yang difortifikasi dengan NaFeEDTA
paling efektif dalam meningkatkan kadar Hb
Pengembangan produk keripik
singkong jagung yang difortifikasi
zat besi dan zink

Keripik dipilih dalam penelitian ini sebagai bentuk olahan
singkong dan jagung karena anak-anak menyukai keripik.
Fortifikan yang digunakan adalah NaFeEDTA dan ZnSO4.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui daya terima
keripik ini (keripik tepung singkong-jagung fortifikasi
NaFeEDTA dan ZnSO4 dengan 2 variasi, yaitu 30 ppm dan
50 ppm) dibandingkan dengan keripik berbahan dasar
tepung terigu dan keripik tepung singkong-jagung tanpa
fortifikan.
Lanjutan (1) ..........

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan tekstur,



keempat produk (keripik) sama-sama memiliki tekstur
yang renyah, meskipun pada proses pembuatannya keripik
tepung singkong-jagung ditambahkan tepung maizena
sebagai perenyah.
Dari segi warna, setelah keripik tepung terigu, yang paling
disukai selanjutnya adalah keripik tepung singkong-jagung
dengan konsentrasi 50 ppm.
Secara keseluruhan, keripik yang paling disukai adalah
keripik tepung terigu karena memilki warna yang paling
cerah, bertekstur renyah, dan tidak memiliki aroma gaplek
seperti halnya keripik tepung singkong-jagung.
Pengembangan produk tempe yang
difortifikasi zat besi

Tempe merupakan makanan tradisional bangsa Indonesia
dan dikonsumsi secara luas di seluruh Indonesia.
Hasil penelitian pada hewan coba menghasilkan bahwa
tempe yang difortifikasi NaFeEDTA dengan kadar 24 ppm
menghasilkan kenaikan kadar Hb yang tertinggi, yaitu 5,68
g/dL.
Pengembangan produk susu fermentasi
dengan probiotik lokal plantarum Dad
13 yang difortifikasi zat besi

Perkembangan ilmu pengetahun terkini menunjukkan
bahwa keseimbangan mikroflora usus erat kaitannya
dengan kesehatan inangnya, yaitu manusia itu sendiri.
OKI, dikembangkanlah susu fermentasi dengan probiotik
Lactobacillus Plantarum Dad 13 yang berasal dari dadih
(produk susu fermentasi susu kerbau).
Tujuan pengembangan produk dihasilkannya produk
pangan fungsional dengan kandungan gizi terutama zat besi
yang optimal untuk mengatasi anemia dan menjaga
keseimbangan mikroflora usus.
Lanjutan (1) ..........

Produk yang dihasilkan adalah susu fermentasi sinbiotik



dengan fortifikasi NaFeEDTA, susu fermentasi sinbiotik
dengan fortifikasi FeSO4 dengan kontrol berupa susu
fermentasi sinbiotik tanpa fortifikasi.
Berdasarkan hasil uji organoleptik, ditemukan bahwa susu
fermentasi sinbiotik yang paling disukai (dari segi aroma,
rasa, warna, dan tekstur) adalah susu fermentasi sinbiotik
dengan fortifikasi NaFeEDTA, disusul kontrol dan
kemudian susu fermentasi sinbiotik dengan fortifikasi
FeSO4.
Status Gizi Berdasarkan
berbagai Faktor Sosio-
Demografi
Prevalensi Masalah Gizi
Menurut Pendidikan Kepala Keluarga

BurKur Pendek Kurus Gemuk

<=SD SLTP SLTA D1-PT


Prevalensi Masalah Gizi
Menurut Status Ekonomi Keluarga

BurKur Pendek Kurus Gemuk

Kuintil 1-2 Kuintil 3 Kuintil 4-5


Prevalensi Masalah Gizi
Menurut Pekerjaan Kepala Keluarga

BurKur Pendek Kurus Gemuk

Tani/Nlyn/Brh Pek lain Wiraswasta/Pegawai


Prev Balita Pendek:
Hubungannya Dengan
Tinggi Badan Ayah dan Ibu
Serta Karakteristik
Sosial-Ekonomi Responden
Prevalensi Balita Pendek
Menurut Tinggi Badan Ayah dan Ibu

Ket: Ay=Ayah, Ib=ibu, P=Pendek, N=Normal, Ayah Pendek< 160 cm, Ibu Pendek<150 cm
Prevalensi Balita Pendek
Menurut TB Ayah & StatEkon RT

TB Ayah Pendek TB Ayah Normal


Prevalensi Balita Pendek
Menurut TB Ibu & StatEkon RT

TB Ibu Pendek TB Ibu Normal


Prevalensi Balita Pendek
Menurut TB Ibu & StatEkon RT

Ayah & Ibu Ayah Pendek Ayah Normal Ayah & Ibu
Pendek Ibu Normal Ibu Pendek Normal
Hubungan Pendidikan KK
dengan Status Ekonomi RT
Hubungan Pendidikan KK
dengan Pekerjaan Utama KK
Hubungan Pekerjaan Utama KK
dengan Status Ekonomi RT

Anda mungkin juga menyukai