Anda di halaman 1dari 7

Ampas tahu merupakan hasil sampingan dalam pembuatan tahu yang meliputi perendaman

kedelai, penggilingan, pendidihan bubur kedelai dan pengepresan (Tim Fatemeta IPB, 1981).
Ampas tahu merupakan limbah dalam bentuk padatan dari bubur kedelai yang diperas dan
tidak berguna lagi dalam pembuatan tahu dan cukup potensial dipakai sebagai bahan
makanan karena ampas tahu masih mengandung gizi yang baik. Penggunaan ampas tahu
masih sangat terbatas bahkan sering sekali menjadi limbah yang tidak termanfaatkan sama
sekali (Winarno, 1992). Ampas tahu sebagai bahan sisa dari ekstraksi kedelai nilai gizinya
relatif tinggi. Penggunaan ampas tahu masih sangat terbatas, hal ini mungkin disebabkan
rasanya yang kurang enak yaitu pahit dan getir serta tidak terjamin kebersihannya, karena
sanitasi perusahaan pada umumnya tidak baik. Bila produksi berlebihan ampas tahu ini sering
dibuang begitu saja, sehingga akan dapat menambah beban pencemaran lingkungan.
Karakteristik ampas tahu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ampas Tahu


Ampas tahu memiliki kandungan protein yang tinggi, karena ampas tahu dihasilkan oleh sisa
pembuatan tahu yang berbahan dasar kedelai. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan ampas tahu masih cukup tinggi. Ampas tahu masih mengandung protein sebesar
5.00 g dan karbohidrat 8.10 g (Direktorat Gizi Depkes, 1990). Disamping itu, kandungan
serat kasar pada ampas tahu sangat tinggi 23,58 % (Sutardi, Sigit dan Tahormat 1983 dikutip
Tarmidi 2010). Prabowo dkk., (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai
nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan
ini berasal dari kedelai yang telah dimasak.
Kandungan senyawa pada ampas tahu yang cukup berpotensi adalah sebagai sumber
antioksidan alami. Antioksidan berfungsi sebagai pencegah beberapa penyakit degeneratif
seperti penyakit kardiovaskular, kanker dan aterosklerosis (Schmildz dan Labuza, 2000).
Jenis antioksidan yang terdapat dalam ampas tahu adalah senyawa isoflavon. Hasil penelitian
(Wahyu, 2004), menunjukkan bahwa ampas tahu masih mengandung 0,98% isoflavon
sedangkan pada kedelai yang merupakan bahan baku pembuatan tahu mengandung 5,5 %
isoflavon. Komposisi zat gizi ampas tahu dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Ampas Tahu per 100 gram Bahan Basah
Zat Gizi
Kandungan
Energi (kkal)
67.0
Protein (gr)
5.0
Lemak (gr)
2.1
Karbohidrat (gr)
8.1
Kalsium (mg)
460
Phospor (mg)
88
Besi (mg)
1.0
Sumber : Direktorat Gizi Depkes 1990
Kandungan zat gizi ampas tahu yang masih cukup tinggi dan terdapat dalam jumlah yang
banyak memberikan peluang yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai substituent
dalam pengolahan makanan. Pengolahan ampas tahu untuk bahan pangan (makanan) dapat
meningkatkan program pemerintah dalam membantu meningkatkan gizi masyarakat pada.
Ampas tahu yang berkadar air tinggi sisa pembuatan tahu menjadi sarang bakteri jika dibuang
ditempat lembab dan berair, disertai bau khas sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan
dan berpengaruh negatif pada kelestarian lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan tersebut
dapat dicegah dengan memanfaatkan limbah sebaik-baiknya.
Ampas tahu memiliki tekstur lembek dengan kadar air yang tinggi serta hanya mampu
bertahan selama 24 jam, setelah itu ampas tahu berangsur-angsur akan mengeluarkan bau
busuk atau membentuk unsur NH3. NH3 ini disebabkan oleh protein yang mengalami
degradasi. Suprapti (2005) mengatakan bahwa ampas tahu tidak berbau, tetapi bau busuk
akan datang berangsur sejak 24jam sesudah ampas tahu dihasilkan. Degradasi adalah
pemecahan molekul komplek yaitu pemecahan protein menjadi molekul yang lebih
sederhana. Degradasi membentuk gas NH3 yang berbau busuk. Selama proses pembusukan,
ampas tahu dapat memproduksi racun yang dikenal dengan mikotoksin. Mikotoksin
merupakan zat yang diproduksi oleh kapang selama bahan makanan akibat proses fermentasi
(Koswara, 1995).
Masyarakat mempunyai pola pikir yang rendah terhadap ampas tahu yang hanya
dimanfaatkan dalam pembuatan gembus karena memiliki bau langu. Timbulnya bau langu
disebabkan karena aktifitas enzim lipoksigenase yang dapat mengkatalisasi oksida asam
lemak tak jenuh menghasilkan senyawa yang menghasilkan bau langu (Sofiah dan Utami,
1999). Bau langu dapat dihilangkan dengan pemanasan yang menggunakan suhu tinggi
seperti pengukusan.
Pengukusan dilakukan dengan waktu 30 sampai 60 menit untuk mengurangi atau
menghilangkan bau langu pada ampas tahu. Hal tersebut dilaksanakan sebelum ampas tahu

diolah menjadi suatu makanan. Selain menghilangkan bau langu, proses pengukusan
dilakukan untuk menunda terjadinya proses degradasi protein pada ampas tahu yang
menimbulkan bau busuk.
Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan
perasa sepereti ikan atau udang. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong
tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang
banyak. Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk berbagai makanan
Indonesia seperti nasi goreng dan gado-gado (Bank Indonesia, 2008). Jenis kerupuk yang
beredar dipasaran cukup banyak dan masing-masing memiliki pangsa pasar sendiri, berikut
ini jenis kerupuk yang sering ditemui yaitu kerupuk udang/ikan/kemplang, kerupuk bawang,
kerupuk kulit, krupuk mlarat, kerupuk gendar, dan masih banyak jenis-jebnis kerupuk
lainnya,karena jenis makanan ini sangat mudah dicampur dan dimodifikasi rasanya sesuai
dengan keinginan dan selera rasa. Menurut Muliawan (1991) bahwa kerupuk merupakan jenis
makanan ringan yang mengalami pengembangan volume, membentuk produk yang berongga
dan mempunyai densitas rendah.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tahun 1999, Kerupuk adalah produk makanan ringan
yang dibuat dari adonan tepung tapioka dengan atau penambah bahan makanan lain yang
diizinkan. Kerupuk merupakan makanan tradisional Indonesia yang disukai masyarakat.
Kerupuk sudah dikenal secara luas, memiliki cita rasa yang khas dan dapat diterima oleh
semua orang. Kerupuk umumnya dimakan sebagai cemilan atau sebagai pelengkap saat
makan. Pembuatan kerupuk dapat dijadikan salah satu alternatif pengolahan bahan pangan
sehingga umur simpan bahan pangan relatif lebih lama. Kerupuk tergolong produk olahan
yang awet. Untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan kerupuk biasanya dikemas
dalam kantong plastik dan ditutup rapat. Kerupuk yang baik yaitu harus sesuai dengan syarat
mutu kerupuk ikan dari SNI 01-2713-1992.
Kriteria mutu kerupuk ditinjau dari aspek sifat fisik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur.
Kerupuk yang baik memiliki warna yang baik adalah kuning kecokelatan.Warna kerupuk
dipengaruhi oleh warna tepung yang digunakan. Aroma kerupuk didapat dari bahan yang
digunakan, yang memberikan aroma tersendiri. Untuk kerupuk ikan aroma yang baik
memiliki aroma khas kerupuk ikan. Rasa kerupuk yang baik adalah gurih dan sesuai dengan
bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk. Untuk rasa kerupuk ikan yang baik
memiliki rasa khas kerupuk ikan. Tekstur kerupuk yang baik adalah kerenyahan yang baik,

volume mengembang yang baik dan penampakan menarik. Berikut syarat mutu kerupuk ikan
yang baik berdasarkan SNI 01-2713-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat Mutu Kerupuk
No

Uraian

Persyaratan kerupuk bersumber protein

.
1.
2.

Rasa dan aroma


Serangga dalam

3.
4.
5.
6.
7.
8.

potongan serta benda-benda asing


Kapang
Air
Abu tanpa garam (%)
Protein (%)
Serat kasar (%)
Bahan tambahan makanan

sesuai

dengan

9.

peraturan yang berlaku.


Logam-logam berbahaya (Pb, Cu, Hg) dan Tidak nyata atau sesuai

dengan

bentuk

stadia

Khas kerupuk
dan Tidak nyata
Tidak nyata
Maksimal 12
Maksimal 1
Minimal 5
Maksimal 1
Tidak nyata

atau

As
peraturan yang berlaku.
Sumber: SNI.01-2713-1992 Departemen Perindustrian Republik Indonesia
Kualitas kerupuk menurut (Lies Suprarti,2005:16) dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain : bahan baku, jumlah penggunaan bumbu, lama pengukusan, pengirisan, lama
pengeringan penggorengan dan pengemasan kerupuk. Bahan baku yang digunakan adalah
tepung tapioka dengan air. Tapioka yang digunakan harus berkualitas baik , misalnya
berwarna putih, kering dan tidak berbau apek. Apabila terlalu sedikit dalam penggunaan
bawang putih maka rasa kerupuk juga akan kurang sedap. Garam dapur yang digunakan
harus berkualitas yaitu berwarna putih, tidak kotor, dan kering. Penggunaan garam harus
sesuai dengan resep. Apabila penggunaan terlalu banyak maka rasa kerupuk akan terlalu asin
dan apabila penggunaan terlalu sedikit rasa kerupuk kurang gurih. Ketumbar yang digunakan
harus berkualitas yaitu tidak kotor, kering dan butir utuh. Penggunaan ketumbar harus sesuai
dengan resep. Apabila penggunaan terlalu banyak maka rasa kerupuk terlalu menyengat dan
apabila penggunaan terlalu sedikit rasa kerupuk kurang gurih. Suhu yang digunakan dalam
pengukusan yaitu 1000C selama 30 menit. Apabila pengukusan terlalu lama atau terlalu
cepat maka kualitas yang dihasilkan tidak maksimal, misalnya bila pengukusan terlalu cepat
maka pada tengah adonan akan kelihatan putih karena belum matang, sehingga pada waktu
digoreng kerupuk tidak mengembang. Apabila pengukusan terlalu lama adonan akan lembek
sehingga akan mempengaruhi proses pengirisan. Pengirisan dilakukan setelah adonan dingin,
adonan diiris dengan ketebalan 2-3 mm. apabila ketebalan pengirisan tidak sama maka akan
mempengaruhi proses pengeringan dan penggorengan. Adonan yang diiris terlalu tebal akan

membutuhkan waktu pengeringan yang lama selain itu pada waktu digoreng kerupuk tidak
akan mengembang secara maksimal sedangkan adonan yang diiris terlalu tipis ketika kondisi
kerupuk sudah kering akan mudah patah.
Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka
mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.
Komposisi zat gizi tepung tapioka lebih baik bila dibandingkan dengan tepung jagung,
kentang, dan gandum atau terigu, tapioka juga dapat digunakan sebagai bahan bantu pewarna
putih (Tri dan Agusto, 1990).
Standar mutu tepung tapioka di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI
01-3729-1995. Klasifikasi dan standar mutu tepung tapioka disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi dan standar mutu tepung tapioka
KLASIFIKASI
A. Keadaan
1. Bau
2. Warna
3. Rasa
B. Benda Asing
C. Serangga (bentuk stadia dan potongannya)
D. Jenis pati lain
E. Air (%)
F. Abu(%)
G. Serat kasar(%)
H. Derajat asam (MI NaOH 1N/100 gram)
I. SO2 (Mg/Kg)
J. Bahan tambahan makanan (bahan pemutih)
K. Kehalusan,lolos ayakan 100 mesh (%)
L. Cemaran logam
1. Timbal (Pb) Mg/Kg
2. Tembaga (Cu) Mg/Kg
3. Seng (Zn) Mg/Kg
4. Raksa (Hg) Mg/Kg
M. Cemaran Arsen (As) Mg/Kg
N. Cemaran mikroba
1. Angka lempengan total koloni/gram
2. E. Coli APM/gram
3. Kapang koloni
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2011

KETERANGAN
Normal
Normal
Normal
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
Maksimum 13
Maksimum 0,5
Maksimum 0,1
Maksimum 4
Maksimum 30
Sesuai SNI 01-0222-1995
Minimum 95
Maksimum 1,0
Maksimum 10,0
Maksimum 40,0
Maksimum 0,05
Maksimum 0,5
Maksimum 106
Maksimum 10
Maksimum 104

Tepung tapioka merupakan salah satu tanaman sumber karbohidrat .dimana tepung tapioka
digunakan untuk bahan baku makanan. Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan
pengisi, dan bahan pengikat dalam industri pangan, seperti dalam pembuatan puding, bakso,
sup, pengolahan sosis dan kerupuk. Pemanfaatan tepung tapioka dalam pembuatan kerupuk
adalah sebagai bahan dasar. Keunggulan dari tepung tapioka dalam pembuatan kerupuk yaitu

akan mempengaruhi dari kerenyahan kerupuk. Karakteristik dari kerupuk yang disukai oleh
konsumen memiliki volume pengembangan yang baik, kerenyahan yang baik dan
penampakan

menarik.

Volume

pengembangan

kerupuk

dipengaruhi

oleh

kadar

amilopektinnya, dimana tapioka memiliki amilopektin yang tinggi. Sedangkan kelemahan


dari tepung tapioca yaitu memiliki kandungan protein yang rendah serta kurang dapat
menyerap rasa ikan pada kerupuk.
4. Penyedap Rasa

Salah satu jenis penyedap rasa yaitu monosodium glutamate. Monosodium glutamat (MSG)
adalah penyedap rasa yang berfungsi sebagai bahan tambahan makanan, yang dapat membuat
rasa menjadi lebih gurih dan nikmat walau pun dalam kandungan MSG membahayakan tubuh
(Jenie, 2001). Menurut SNI 01-35561-1999 bahwa dalam penggunaan monosodium
glutamate (MSG) dibatasi dengan takaran batas setiap penggunaan yaitu 9% - 12 % dengan
satuan berat per berat, artinya penggunaan MSG diperbolehkan dengan batas 9% - 12% dari
berat bahan atau produk. Menurut Cahyadi (2006), tujuan penggunaan penyedap rasa dalam
pengolahan pangan adalah sebagai berikut: a) Mengubah aroma hasil olahan dengan
penambahan aroma tertentu selama pengolahan. b) Modifikasi, pelengkap atau penguat
aroma. c) Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak disukai. d)
Membentuk aroma baru atau menetralisir bila bergabung dengan komponen dalam bahan
pangan. Penyedap rasa digunakan untuk menambah rasa nikmat pada masakan yang diolah.
Bahan ini juga bisa menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Penyedap
rasa dan aroma serta penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Penyedap rasa dan aroma digolongkan sebagai
bahan alam dan sintetik (Winarno, 1994). Menurut majalah UMAMI Indonesia edisi 1 vol 1
(2012) umami adalah rasa dasar kelima selain rasa manis, asam, asin dan pahit. Selain itu
juga umami juga mengidentifikasikan bahwa bahan tersebut mengandung protein.
Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan alat pengering dengan suhu 60C. Pengeringan dapat berlangsung
selama 3-5 hari. Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya
dengan menggunakan energi panas (Winarno et al., 1994). Prinsip pengeringan
yaitu mengurangi kadar air bahan sehingga aktivitas mikroorganisme menurun.
Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume menjadi
lebih kecil, berat bahan berkurang. Kerugian yang terjadi yaitu perubahan sifat
fisik dan kimia dari suatu produk. Pengeringan juga berperan dalam menciptakan
tekstur dan kekenyalan yang khas pada dendeng.
Proses pengeringannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan
alami/penjemuran (dibawah sinar matahari) dan pengeringan buatan (misalnya

menggunakan alat pengering seperti oven). Penjemuran adalah pengeringan dengan


menggunakan sinar matahari langsung sebagai energi panas. Penjemuran
memerlukan tempat pengeringan yang luas, waktu pengeringan dan lamanya
pengeringan tergantung dari keadaan cuaca.
Menurut Buckle et al. (1987), ada beberapa keuntungan dan kerugian
menggunakan metode pengeringan dibawah sinar matahari langsung, diantarnya
adalah sebagai berikut :
1. Bobot yang ringan, kadar air makanan pada umumnya sekitar 60 % atau lebih
dari 90 % , kecuali biji-bijian, dan hampir sama semua bagian air ini
dikeluarkan dengan dehidrasi.
2. Kemantapan, kebanyakan produk yang dikeringkan membutuhkan lebih sedikit
dari pada aslinya, makanan beku atau dikalengkan terutama kalau ditekan dalam
bentuk balok.
3. Kestabilan dalam suhu penyimpanan pada suhu kamar tidak diperlukan alat
pendingin, tetapi ada batasan pada suhu penyimpanan maksimum untuk masa
simpan yang cukup baik.
Sedangkan kerugiannya adalah :
1. Kepekaan produk terhadap panas matahari dapat menyebabkan bau gosong
(Burn flavour) pada kondisi pengeringan yang tidak terkendali.
2. Hilangnya flavour yang mudah menguap (volatile flavour) dan memucatnya
pigmen.
3. Perubahan struktur, termasuk case hardening, sebagai akibat dari pengerutan
selama air dikeluarkan.

Anda mungkin juga menyukai