Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGOLAHAN SOSIS

OLEH:
DANIAL BULU
1805030121

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
PENDAHAHULUAN

Latar Belakang

Manusia memerlukan makanan untuk melangsungkan kehidupannya. Makanan


tersebut ada yang berasal dari nabati maupun hewani. Makanan yang berasal dari hewani
merupakan makanan yang mengandung nilai gizi yang lebih tinggi dari pada nilai gizi yang
terkandung didalam makanan berasal dari nabati. Makanan yang berasal dari produk hewani
mempunyai berbagai aneka macam seperti daging, telur, dan susu. Daging sendiri berasal
dari berbagai aneka hewan ternak seperti ternak unggas yaitu ayam, itik dll, ternak
ruminansia besar seperti sapi, kerbau dll, ternak ruminansia kecil seperti kambing, domba dll,
dan pseudoruminan yaitu kelinci. Dari berbagai daging hewan ternak tersebut didapatkan
berbagai produk makanan yang mempunyai cita rasa dan flavor yang unik dan beraneka
ragam. Contohnya seperti bakso,sosis,kornet dll yang merupakan produk olahan dari daging
sapi. Produk-produk seperti itu tentunya telah diterima oleh masyarakat sebagai konsumsi
sehari-hari.

Sosis merupakan produk olahan daging yang berasal dari negeri China dan populer
dan berkembang di daratan Eropa. Olahan daging ini merupakan makanan yang mendunia
hampir disetiap negara pasti mengonsumsi sosis. sosis menjadi makanan yang digemari oleh
masyarakat karena cita rasa sosis yang enak dan pengolahannya relatif mudah. Sosis menjadi
makanan sehari-hari bagi masyarakat eropa dan masyarakat Amerika dimakan dengan cara
menyelipkan diantara dua roti atau makanan ini biasa disebut dengan hotdog Selain rasanya
yang enak sosis juga mengandunmg nilai gizi yang baik seperti mengandung makro nutrient
yaitu protein berasal dari daging, lemak berasal dari daging dan karbohidrat yang berasal dari
tepung tapioka. Selain itu sosis juga dapat dinikmati oleh kalangan semua umur mulai dari
anak-anak sampai dewasa. Dari latar belakang tersebut maka pada praktikum ini akan
dilaksanakan cara pengolahan daging menjadi sosis.
Tujuan

Untuk mengetahui cara pembuatan sosis yang sesuai dengan standar pembuatan sosis
dan berinovasi dalam pembuatan sosis
TINJAUN PUSTAKA

Daging

daging adalah urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging
bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat waktu dipotong. Daging
juga didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan produk olahannya yang tidak
menimbulkan penyakit bagi manusia (Soeparno, 1994). Daging terdiri dari tiga komponen
utama yakni otot, jaringan ikat, jaringan lemak yang terdapat pada daging dibedakan menurut
lokasinya yaitu lemak bawah kulit (subkutan), lemak antar otot (intermuskular), lemak dalam
otot (intramuskular) dan lemak dalam sel (intraseluler) (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Protein daging sendiri dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kelarutannya, yaitu protein
sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Ockerman, 1983). Secara fisik daging
dikelompokkan menjadi enam kelompok, yaitu (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa
pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan dan didinginkan, (3) daging segar yang dilayukan,
didinginkan kemudian dibekukan, (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan
(Soeparno, 1994).

Sosis

Kata sosis berasal dari bahasa latin salsus yang berart garam. Sosis merupakan salah
satu produk daging giling atau daging cincang yang diberi bumbu dan dimasukan kedalam
selongsong atau casing menjadi bentuk silindris. Casing yang digunakan dapat berupa dari
usus hewan atau bahan sintetis. Kedalam adonan sosis biasanya ditambahkan tepung, susu
skim, lemak es atau air dan protein nabati (Pearson dan Tauber,1984). Forest et al.,(1975)
menyebutkan bhawa sosis adalah daging giling yang diberi bumbu dan juga mengalami
proses curing, pemanasan dan pengasapan. Curing adalah proses pengolahan daging dengan
menambhakan garam NaCl, Natrium nitrit dan atau natrium nitrat serta bumbu-bumbu
(soeparno,1998). Bumbu-bumbu yang biasa dipakai seperti lada, pala, bunga pala, kepulage,
cengkeh ketumbar, bawang putih, paprika dan jahe. Penambahan nitrit pada proses curing
terutama berguna sebagai pembangkit warna khas curing (merah cerah dan stabil) dan
pemberi citarasa yang khas. Fosfat juga sering ditambahkan untuk menurunkan pH dan
memperbaiki warna (schmidt,1988). Komponen daging yang sangat penting dalam
pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging
selama pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang
lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi
lemak (Kramlich ,1971). Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang
diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan
tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan
makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.

Emulsi Sosis

Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan atau
senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang
berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat
terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang
terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua
permukaan partikel yang terdispersi (Soeparno,1994). Kandungan protein yang tinggi akan
meningkatkan kapasitas emulsi daging. Kapasitas emulsi dari berbagai daging trimming
menurun dengan menurunnya kandungan lean. Garam mampu melarutkan lebih banyak
protein sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi. Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa
diemulsi dengan protein ynag lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi. Kapasitas
emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas emulsi protein
larut dalam garam (Wilson et al., 1981).
Menurut Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase
terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini
biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu. Pada makanan, zat
ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan
terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam
cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas
untuk kedua cairan diatas. Zat ini dinamakan pengemulsi

Tahap-tahap pembuatan sosis


Tahap-tahap pembuatan sosis meliputi grinding (penggilingan), mixing,
(pencampuran), choping (penghalusan dan pencampuran semua bahan-bahan), emulsifying
(pengemulsian), stuffing (pengisian), linking dan tying (pengikatan), smoking dan cooking
(pengasapan dan pemasakan) kecuali sosis segar, chilling (pendinginan ) dan pengepakan
(pearson dan tauber,1984).

Bahan baku pembuatan sosis

Bahan baku pembuatan sosis umumnya terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan.
Bahan utama terdiri dari daging, lemak atau minyak, es dan garam. Bahan tambahan terdiri
dari bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu-bumbu dan bahan makanan lain yang diizinkan
(Ridwanto, 2003).

Daging

Daging yang umumnya digunakan untuk pembuatan sosis adalah daging yang nilai
ekonomisnya kurang, namun harus daging yang masih segar dan tidak banyak mengandung
mikroba misalnya daging skeletal, daging leher, daging rusuk, daging dada dan daging tetelan
(Soeparno, 1994). Daging yang digunakan untuk pembuatan sosis sebaiknya daging pre
rigor, yaitu daging dengan pH sekitar 6,2-6,8 karena pH tersebut protein daging masih belum
terlalu banyak yang terdenaturasi sehingga daya mengikat airnya masih bagus (Xiong dan
Mikel, 2001).

Lemak atau minyak

Lemak atau minyak dalam pembuatan sosis berfungsi untuk memberikan rasa lezat,
mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari produk yang dihasilkan (Pearson dan
Tauber, 1973). Penggunaan lemak cair akan menghasilkan emulsi yang kurang stabil bila
dibandingkan dengan lemak hewan. Hal ini karena lemak cair mudah membentuk
coalescence yaitu bergabungnya butiran-butiran lemak kecil menjadi butiran besar atau
globula. Bentuk globula akan lebih sulit terselubungi dalam pembentukan emulsi sehingga
emulsi yang terbentuk mudah pecah yang berakibat pada keluarnya minyak selama proses
pemasakan sosis (Smith, 2001).
Es Batu

Es atau air es merupakan salah satu bahan yang sangat diperlukan pada pembuatan
sosis. Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20%-30% dari
berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es (Aberle et al., 2001).
Menurut Kramlich (1971), penambahan air dalam bentuk es bertujuan untuk dapat
melarutkan garam serta mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian massa daging,
memudahkan ekstraksi protein daging, membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan
suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembentukan adonan. Menurut
Mujiono (1995), tujuan penambahan air es adalah untuk melarutkan garam dan
mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi
protein otot, membantu pembentukkan emulsi, dan mempertahankan suhu adonan akibat
pemanasan mekanis dari mesin.
Garam

Garam merupakan bahan tambahan bukan daging yang paling penting dalam proses
pembuatan sosis, garam mempunyai peranan sebagai pemberi rasa, pengawet dan melarutkan
protein myofibril, garam akan menyelimuti lemak dan mengikat air sehingga akan terbentuk
emulsi yang stabil. Konsentrasi garam yang digunakan dalam berbagai produk sosis
bervariasi tergantung asal pembuatan sosis tersebut, biasanya untuk sosis segar 1,5 -2%
(Rust, 1987). Menurut Savic (1985), jumlah garam yang ditambahkan tergantung pada jenis
sosis terutama kadar lemaknya, biasanya berkisar antara 1,8-2,2%. ). Menurut Soeparno
(1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet,
penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada
konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981)
menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya
mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.

Selongsong

Selongsong atau casing sosis terdapat dalam dua macam, yaitu selongsong alami dan buatan.
Selongsong alami berasal dari saluran pencernaan ternak seperti sapi, domba, dan babi.
Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga perlu
dilakukan penggaraman yang diikuti dengan pembilasan (Hui et al.,2001). Menurut Kramlich
(1971), ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu: 1)
selongsong yang terbuat dari usus hewan, 2) selongsong yang terbuat dari kolagen, 3)
selongsong yang terbuat dari selulosa,4) selongsong yang terbuat dari plastik, 5) selongsong
yang terbuat dari logam. Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran
sosis. Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus
selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama diperdagangkan.
Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan Tauber,1984)

Filler

Tujuan penambahan dari bahan-bahan ini adalah untuk meningkatkan stabilitas


emulsi, meningkatkan daya mengikat air produk daging, meningkatkan citarasa, mengurangi
pengerutan produk selama pemasakan, menigkatkan karakteristik irisan produk dan
mengurangi biaya formulasi bahan (Soeparno, 1994). Manurut Kramlich (1971), bahan
pengikat dan bahan pengisi dapat dibedakan berdasarkan kandungan protein dan
karbohidratnya. Bahan pengikat mengandung protein yang lebih tinggi sehingga dapat
membantu meningkatkan emulsifikasi lemak, sedangkan bahan pengisi umumnya hanya
terdiri dari karbohidrat dan hanya sedikit mempengaruhi emulsifikasi lemak. Pemilihan
bahan pengikat dan bahan pengisi yang akan digunakan harus memiliki daya serap air yang
baik, memiliki rasa yang enak, memberikan warna yang menarik, dan harganya murah. Susu
skim dapat digunakan sebagai bahan menambah nilai gizi sosis (Wilson et al., 1981).
Menurut Ockerman (1983), komposisi susu skim terdiri dari kadar air 3,0%, protein 38,0%,
lemak 1,0%, abu 7,0% dan karbohidrat 51%.
Tepung tapioka (kanji) dibuat dengan cara mengekstrak ketela
segar,mengeringkan,dan menghaluskannya hingga menjadi tepung pati.(soetanto edy,2005).
Menurut Pandisurya et al. (1983), Penggunaan tepung pati dalam pembuatan bakso untuk
konsumsi rumah tangga biasanya 4-5 persen dari berat daging. Sedangkan adapembuatan
komersial, penambahan tepung berkisar antara 50-100 persen dari berat daging

Pala

Pala (Imyrtistica fragans houtt) sebagai bumbu dihasilkan dari biji pala yang
mengandung fixed oil yang terdiri atas trimyristin, gliceril ester dari asam-asam palmitat,
oleat dan linoleat dari fraksi yang tidak tersaponifikasi seperti mysristicin. Komposisi kimia
pala bubuk per 100 g erdiri dari 8,2 g air, protein 6,7 g, lemak 32,4 g, abu 2,2 g, dan
karbohidrat 50,5 g (Farell, 1990).

Lada

Lada memproduksi beberapa komponen antara lain terpen, hidrat a-felandren,


dipenten, dan beta-kariofilin. Lada pada konsentrasi lebih dari 3% dapat menghambat
pertumbuhan Listeria monocytogenes (Ting dan Diebel, 1992). Komposisi kimia pada lada
putih per 100 g terdiri dari 11,4 g air, protein 10,4 g, lemak 2,1 g, abu 1,6 g, dan karbohidrat
68,6 g ( Farell, 1990).

Bawang putih

Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan kedalam bahan makanan
sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera. Bawang putih dapat dipakai
sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh adanya zat aktif allicin
yang sangat efektif terhadap bakteri. Minyak atsiri bawang putih bersifat antibakteri dan
antiseptik. Selain itu, dalam bawang putih terdapat scordinin, yaitu senyawa komplek
thioglisidin yang bersifat antioksidan (Palungkun dan Budhiarti, 1995). Komposisi kimia
bawang putih bubuk per 100 g terdiri dari 6,5 g air, protein 16,8 g, lemak 0,4 g, abu 3,3 g dan
karbohidrat 77,6 g (Farell, 1990).

Bumbu-bumbu

Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan organik yang telah dikeringkan dan biasanya sudah
dalam bentuk serbuk (Rust, 1987). Bumbu merupakan senyawa nabati yang dapat dimakan.
Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk menambah atau
meningkatkan cita rasa (Soeparno, 1994). Menurut Aberle et al. (2001), fungsi bumbu yaitu
sebagai pemberi cita rasa, penambah karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen
antioksidan. Savic (1985) menyatakan jumlah bumbu yang ditambahkan dalam campuran
sosis bervariasi dari 0,7-2% atau lebih.

STTP
Fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging,
mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam
curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5
% (Soeparno,1994). Menurut Wilson et al. (1981), penambahan polifosfat pada produk
olahan daging dalam bentuk kering rata- rata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu
untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau
penggorengan. Fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi
kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam.
Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air,
emulsifikasi dan memperlambat oksidasi
fungsi sodium tripolyphosphate (STPP) yang dapat mengikat air, mempertahankan
flavor dan fungsi lainnya.(sitindaon jivento,2007). STPP antara lain berfungsi untuk
meningkatkan keasaman (pH) daging,mengurangi penyusutan selama pemasakan,
meningkatkan keempukan, dan menstabilkan warna. Penggunaan STPP maksimal adalah
0,5% pada daging yang telah disimpan dalam freezer atau pendingin lainnya (bukan daging
segar) (litbang,2009).

Nilai pH Sosis Sapi

Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa
amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack et al.,1995) dan asam laktat (Rostini, 2007).
Nilai pH adalah nilai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen [H+]. Ion hidrogen [H+]
bertanggungjawab untuk kondisi asam sedangkan ion hidroksil [OH-] bertanggungjawab
untuk kondisi basa (Winarno, 1997).

Daya serap air pada sosis

Daya serap air pada sosis dipengaruhi oleh nilai pH sosis. Pada pH lebih tinggi atau
lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging, daya serap air akan meningkat dan menurun
pada titik pH isoelektrik. Pada kisaran pH isoelektrik ini protein daging tidak bermuatan dan
solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih tinggi dari pH isoelektrik protein daging yaitu 5 -
5,1, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang
mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul
air. Demikian juga pada kondisi pH rendah (Soeparno, 1998).

Kekenyalan sosis

Menurut Srinivasan dan Xiong (1997), protein memiliki fungsi yang sangat penting
pada kandungan myosin, karena memiliki keseimbangan yang baik terhadap hydrophilik dan
hydrophobik, memiliki struktur serat yang panjang, miosin memiliki kemampuan membentuk
gel yang tinggi dan elastis serta bersifat kohesif, dan mengikat erat membran globula lemak
pada produk daging emulsi dan kominusi. Daging yang digunakan untuk setiap perlakuan dan
ulangan adalah daging dengan sumber dan bagian yang sama, diperkirakan memiliki
kandungan protein yang sama, sehingga akan membentuk gel dengan tingkat kekenyalan
yang sama.

Keju

Keju adalah salah satu produk olahan susu yang mempunyai kandungan protein
cukup tinggi. Produksi keju di Indonesia dirasakan masih kurang, hal ini terlihat dari
sebagian besar keju di Indonesia yang ternyata merupakan produk impor. Oleh karena
itu perlu dilakukan pengembangan produk olahan susu ini, agar produk keju yang dihasilkan
dapat diterima konsumen (Kusumawati, Ardhana dan Radiati, 1995). Bahan pengemulsi
yang biasa digunakan dalam pembuatan keju olahan adalah NaH2PO4, Na2HPO4,
Na3PO4, NaPO3, Na4P2O7, Na2H2P2O7, kalium, kalsium atau natrium sitrat
(Na3C6H5O7), natrium tartrat (Na2C4H4O6), atau natrium kalium tartrat (Caric dan
Kalab, 1996).

Organoleptik

Penilaian dengan indra juga disebut Penilaian Organoleptik atau Penilaian Sensorik
merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indra menjadi bidang
ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan, dihubungkan dengan penilaian
secara obyektif, analisa data mejadi lebih sistematis, demikian pula metoda statistik
digunakan dalam analisa serta pengambilan keputusan. (susiwi,2009). Meilgaard et al. (1999)
menyatakan bahwa rangsangan terhadap suatu bahan pangan bisa berupa penampakan,
aroma, tekstur, dan flavor. Mekanisme pengambilan rangsangan dapat dilakukan dengan cara
mencium, menyentuh, melihat, dan mendengar dengan menggunakan panca indera
MATERI METODE

Materi
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis antara lain daging segar, tepung
tapioca, sodium tripolipospat, Na-nitrat (sendawa), skim, minyak, jahe, pala, merica, bawang
putih dan es batu. Adapun bahan tambahan yang digunakan adalah keju dann jamur merang.
Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah food processor, stuffer, selongsong, serta
perlengkapan memasak lainnya.

Metode
Daging segar dipotong dadu sebelum digiling untuk memudahkan penggilingan
menggunakan food processor. Penggilingan pertama daging digiling bersama dengan premix
I yaitu garam, sodium tripolipospat, sendawa, dan 1/3 bagian es batu hingga tercampur
merata. Penggilingan kedua dilakukan dengan memasukkan premix II yaitu skim, minyak,
pala, merica, jahe, bawang putih, dan 1/3 bagian es batu. Pada proses penggilingan terakhir,
premix III yang terdiri dari tepung tapioca, 1/3 bagian es batu dan bahan tambahan
dimasukkan hingga terbentuk adonan sosis yang merata. Bahan tambahan sebelumnya
dicacah terlebih dahulu untuk memudahkan adonan dimasukkan ke dalam stuffer. Setelah
adonan halus kemudian dimasukkan ke dalam stuffer yang pada ujungnya telah disiapkan
selonsong sosisnya. Selongsong yang telah terisi adonan diikat dengan benang dan
selanjutnya dikukus selama 15 menit. Sosis ditiriskan dan siap disajikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Pengujian mutu hedonic pertama dilakukan pada sosis hasil olahan sendiri dengan
parameter penilaian yaituwarna, rasa, tekstur, penampilan, dan kekenyalan. Berikut data yang
diperoleh pada Table 2.
Tabel 2. Uji Mutu Hedonic (Panelis Kelompok 8)
Panelis
Parameter
1 2 3 4 5 6
Warna 4 5 4 4 4 4
Rasa 4 5 5 5 5 4
Tekstur 5 5 5 5 5 5
Penampilan 5 4 4 5 5 5
Kekenyalan 5 5 5 5 5 5
Keterangan :
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Netral
4. Suka
5. Sangat suka

Uji mutu hedonic juga dilakukan pada olahan sosis kelompok 8 dengan panelis yang
berasal dari kelompok 7. Berikut hasil yang diperoleh pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Mutu Hedonic (Panelis Kelompok 7)
Panelis
Parameter
1 2 3 4 5 6 7
Warna 3 3 4 4 4 3 4
Rasa 3 4 3 3 4 4 3
Tekstur 3 3 5 4 4 3 3
Penampilan 4 3 4 3 5 4 4
Kekenyalan 3 4 4 3 4 3 3
Keterangan :
1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Netral
4. Suka
5. Sangat suka

Pembahasan

Sosis adalah makanan yang berasal dari china dan berkembang pesat di daratan eropa.
Di indonesia sendiri makanan olahan daging ini sangat populer dan digemari oleh masyarakat
luas karena mempunyai cita rasa yang lezat dan mempunyai kandungan gizi yang lengkap
karena dibuat dari bahan dasar daging sebagai sumber protein, tepung tapioka sebagai sumber
energi dan bumbu-bumbu lain yang memberikan cita rasa pada sosis. Menurut Pearson dan
Tauber (1984). Kata sosis berasal dari bahasa latin salsus yang berarti garam. Sosis
merupakan salah satu produk daging giling atau daging cincang yang diberi bumbu dan
dimasukan kedalam selongsong atau casing menjadi bentuk silindris. Casing yang digunakan
dapat berupa dari usus hewan atau bahan sintetis. Kedalam adonan sosis biasanya
ditambahkan tepung, susu skim, lemak es atau air dan protein nabati.

Pembuatan sosis dari bahan dasar daging segar yang dicampur dengan berbagai
bahan-bahan lain seperti filler, Es, sendawa, STTP, garam dapur, minyak atau lemak dan
rempah-rempah yang diperlukan dalam pembuatan sosis untuk memberi cita rasa. Dalam
pembuatan sosis penambahan lemak atau minyak sangat berpengaruh terhadap cita rasa yang
dihasilkan menurut Pearson dan Tauber (1973) Lemak atau minyak dalam pembuatan sosis
berfungsi untuk memberikan rasa lezat, mempengaruhi keempukan dan juiceness daging dari
produk yang dihasilkan. Pada pembuatan sosis di tambahkannya bahan tambahan makanan
yaitu sendawa atau nitrit. Dalam penngunaan nitrit dalam pembuatan sosis berfungsi untuk
mempertahankan warna daging agar tetap menjadi warna daging yaitu warna merah.
Penggunaan semdawa atau nirit ini dalam makanan perlu dibatasi karena apabila
penggunannya melebihi takaran maka dapat menimbulkan kanker bagi konsumen yang
mengonsumsinya dalam waktu yang lama. Maka perlu adanya pengaturan takaran
penggunaan nitrit dalam makanan agar konsumen tidak menjadi korban.

Bahan-bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan sosis salah satunya adalah
penambahan atau penggunaan es batu saat pembuatan adonan. Maksud dalam penambahan
atau penggunaan es batu dalam pembuatan dan atau pencampuran Menurut Kramlich (1971),
adalah penambahan air dalam bentuk es bertujuan untuk dapat melarutkan garam serta
mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi
protein daging, membantu pembentukan emulsi dan mempertahankan suhu daging agar tetap
rendah selama penggilingan dan pembentukan adonan. Menurut Mujiono (1995), tujuan
penambahan air es adalah untuk melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata
keseluruh bagian massa daging, memudahkan ekstraksi protein otot, membantu
pembentukkan emulsi, dan mempertahankan suhu adonan akibat pemanasan mekanis dari
mesin.

Es atau air es merupakan salah satu bahan yang sangat diperlukan pada pembuatan
sosis. Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20%-30% dari
berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es (Aberle et al., 2001).
Penambahan es batu pada adonan dengan jumlah 1/3 bagian sebanyak tiga kali dengan
maksud adalah agar pencampuran bahn-bahan pada semua bahan yang dicampurkan merata
karena bahan-bahan yang dicampurkan dilakukan sebanyak tiga tahapan yang meliputi
pencampuran premix 1, premix 2 dan premix 3.

Pembuatan sosis pada praktikum kali ini menggunakan inovasi pencampuran keju
kedalam adonan. Inovasi ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan flavor yang unik
terhadap sosis karena keju sendiri mempunyai rasa dan aroma yang lezat. Keju yang
digunakan sendiri adalah jenis keju cheddar dengan pemberian keju sebanyak 25 gram.
Selain sebagai pemberi flavor yang unik keju juga kaya akan zat gizi sehingga apabila
ditambahkan pada adonan sosis dapat meningkatkan nilai gizi dari sosis tersebut. Keju adalah
salah satu produk olahan susu yang mempunyai kandungan protein cukup tinggi. Produksi
keju di Indonesia dirasakan masih kurang, hal ini terlihat dari sebagian besar keju di
Indonesia yang ternyata merupakan produk impor. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengembangan produk olahan susu ini, agar produk keju yang dihasilkan dapat diterima
konsumen (Kusumawati, Ardhana dan Radiati, 1995).

Untuk mengetahui tingkat rasa kesukaan dan bisa diterimanya produk ini di
masyarakat maka perlu dilakukannya uji organoleptik. Uji organoleptk pada produk ini
dengan mengukur parameter warna, rasa, tekstur, penampilan dan kekenyalan dari sosis
tersebut. Pada uji organoleptik ini kelompok 8 dan kelompok 7 bertindak sebagai panelis
dengan pemberian penilaian dari selang nilai 1 (tidak suka) sampai dengan selang nilai 5
(sangat suka)

Warna sosis sapi. Pada penilaian organoleptik penilaian terhadap warna sosis
berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan nilai rata-rata
sebesar 4,167 sedangkan penilaian dari kelompok 7 didapatkan nilai rata-rata sebesar 3,57.
Dari data ini dapat diartikan bahwa para panelis hanya mempunyai rasa suka terhadap warna
sosis. Hasil ini mungkin disebabkan karena penggaraman terhadap daging dengan nitrit
kurang sempurna sehingga warna yang dihasilkan menjadi pucat karena proses pengolahan.

Rasa sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap rasa sosis berdasarkan tabel
pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil rata-rata sebesar 4,66
sedangkan pada penelian dari kelompok 7 didapatkan hasil rata-rata sebesar 3,42. Dari data
ini dapat dilihat perbedaan yang cukup signifikan antara penilaian dari kelompok 8 dan
kelompok 7. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena perbedaan dari kesukaan masing-
masing individu.

Tekstur sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap tekstur sosis berdasarkan
tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil rata-rata sebesar 5
yang artinya panelis merasa sangat suka dengan tekstur yang dihasilkan dari sosis tersebut
yang artinya tekstur tersebut sempurna. Sedangkan pada penilaian dari kelompok 7
didapatkan hasil uji organoleptik dengan nilai rata-rata sebesar 3,57. Hasil ini mempunyai
perbedaan yang jauh dari hasil penilaian kelompok 8.

Penampilan sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap penampilan sosis sapi
berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil rata-
rata sebesar 4,66. Sedangkan penilaian dari kelompok 7 didapatkan nilai rata-rata sebesar
3,85. Hasil ini tidak berbeda nyata dengan penilaian dari kelompok 8 yang artinya kelompok
7 dan kelompok 8 mempunyai selera yang sama dalam segi peniliaian penampilan dari sosis
tersebut.

Kekenyalan sosis sapi. Pada penilaian organoleptik terhadap kekenyalan sosis


berdasarkan tabel pengamatan uji mutu hedonik panelis kelompok 8 didapatkan hasil rata-
rata sebesar 5 yang artinya kekenyalan sosis tersebut sangat disukai oleh panelis sehingga
dapat dinyatakan sosis tersebut mempunyai kekenyalan yang sempurna. Sedangkan dari
penilaian kelompok 7 didapatkan hasl rata-rata sebesar 3,42. Hasil ini berbeda nyata dengan
hasil penilaian dari kelompok 8 mungkin disebabkan perbedaan selera dari masing-masing
individu.

Berdasarkan dari penilaian organoleptik yang telah dilaksanakan maka dapat di


katakan bahwa produk sosis dari kelompok 8 dapat bersaing dengan sosis komersial yang
sudah beredar dimasyarakat dari aspek rasa. Karena berdasarkan hasil organoleptik hasilyang
didapatkan tidak ada penilaian yang mengatakan jelek semua penilaian diatas rata-rata.
Sedangkan berdasarkan dari harga sosis dari kelompok 8 sosis kelompok 8 dapat bersaing
dengan produk sosis kmersial karena harganya yang termasuk terjangkau dengan harga
satuan Rp 1.650.

KESIMPULAN

Sosis merupakan salah satu produk daging giling atau daging cincang yang diberi
bumbu dan dimasukan kedalam selongsong atau casing menjadi bentuk silindris.
Penambahan lemak atau minyak sangat berpengaruh terhadap cita rasa yang dihasilkan. Nitrit
dalam pembuatan sosis berfungsi untuk mempertahankan warna daging agar tetap menjadi
warna daging yaitu warna merah. adalah penambahan air dalam bentuk es bertujuan untuk
dapat melarutkan garam serta mendistribusikannya secara merata keseluruh bagian massa
daging, memudahkan ekstraksi protein daging, membantu pembentukan emulsi dan
mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembentukan
adonan. produk sosis dari kelompok 8 dapat bersaing dengan sosis komersial yang sudah
beredar dimasyarakat dari aspek rasa
DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E. D., J. C. Forrest, D. E. Gerrard, E. W. Mills, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R. A.


Markel. 2001. Pronciples of Meat Science. 4thEdition. Kendall/Hutt Publishing Co,
Iowa,
Anonim.2009.bakso sehat.balai besar penelitian dan pengembangan pascapanen.warta
penelitian dan pengembangan vol.31 no 6 .Bogor

Charley, H.1982. Food Science. 2 nd edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada.

Caric, M. and M. Kalab. 1996. Processed cheese products. In Fox, P. F. Cheese:

Chemistry, Physics amd Microbiology. 2 Edn. Vol. 2. Chapman & Hall. London.

Farell,K. T. 1990. Spices, Condiments dan Seasonings. 2nd Edit. Van Vostrdan Reinhold,
New York

Forrest, J. C., Aberle, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975. Principle of Meat
Science. W. H. Freeman dan Co., San Fransisco,
Hui, Y. H.,W. k. Nip, R. W. Rogers, dan O. A. Young. 2001. Meat Science and Applications.
Marcel Dekker Inc., USA,
Jack, R. W., J. R. Tagg dan B. Ray. 1995. Bacteriocins of Gram-positive bacteria. Microbiol.
Rev., 59:171-200,
Kramlich, D. M., A. W. Kotula dan B. C. Breidnstein. 1994. Muscle Food. Champman dan
Hall Inc., New York

Kusumawati, D. Ardhana, M.M dan Radiati, L.E. 1995. Pengaruh penggunaan starter

yakult komersial dan enzim renin Mucor meihei terhadap mutu keju Cottage. J Ilmu-
ilmu Peternakan. No. (10): 24-28.

Mujiono, R. 1995. Kandungan Gizi dan Palatabilitas Bakso Sapi dan Domba Bagian Paha
dan Lemusir. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fapet, IPB, Bogor.

Muchtadi, T.R dan Sugiono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Dekdikbud. Dirjen Dikti. PAU. Pngan dan Gizi, IPB,
Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue 10 th edit. Departemen of Animal Science
the Ohio State University dan The Agricultural Research and Development Center,
Pandisurya, C. 1983. Pengaruh Jenis Daging dan Penambahan Tepung terhadap Mutu Bakso.
Skripsi, Fateta, IPB, Bogor

Pearson, A.M dan F.W. Tauber. 1973. Processed Meats. 2nd Edit. AVI Publishing Company.
Inc.,Connecticut
Pearson, A.M dan F.W. Tauber. 1984. Processed Meats. 2nd Edit. AVI Publishing Company.
Inc.,Connecticut
Rostini, I. 2007. Peranan bakteri asam laktat (Lactobacillus plantarum) terhadap masa
simpan filet nila merah pada suhu rendah. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Univeristas Padjadjaran, Jatinangor,
Rust, R.E. 1987. Sausage product. Dalam:J.F. Price dan B.S Schweigert (Editor). The
Science of Meat and Meat Product. 3rd Edit. Food and Nitritional Press, Westport,
Connecticut,
Savic, I.V. 1985. Smal-Scale Sausage Production. Food and Agriculture Organization of
United Nations, Roma
Smith, D.M. 2001. Fuctional properties of muscle proteins in processed poultry products.
Dalam:A.R. Sams (Editor). Poultry Meat Processing. CRC Press. Washington,
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,

Soetanto,edy.2005.teknologi tepat guna tepung kasava dan olahannya.kanisius.yogyakarta

Sitindaon,jivento.2007. sifat fisik dan organoleptik sosis frankfurtersdaging kerbau (bubalus


bubalis) dengan penambahan khitosan sebagai pengganti sodium tripolyphosphate
(stpp).skripsi. fakultas peternakan. Institut pertanian bogor

Srinivasan, S dan Y.L. Xiong. 1997. Sulfhydryls in antioxidant-washed beef heart surimi.
Journal of Muscle Foods 8:251,

Susiwi,2009.penilaian organoleptik.handout matakuliah organoleptik.pendidikan


kimia.FMIPA,universitas pendidikan Indonesia

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

Wilson, N. R. P., E. J. Dyett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat
Products, San Fransisco
Xiong, YL., D.C. Nole, dan W.G. Moody. 1999. Effect of pH and salt level on textural and
sensory characteristics of low-fat beef sausages with added water dan polysaccharides.
Journal of Food Science (In press),
LAMPIRAN

“Cheese Sausage With Mushroom”

Bahan Takaran Harga

1. Daging segar 300 gram Rp. 24.000


2. Premix I
garam 6 gram Rp. 15
STTP 1,5 gram Rp. 75
Sendawa 0,75 gram Rp. 35
3. Premix II
Skim 30 gram Rp. 900
minyak 45 gram Rp. 495
merica 1,5 gram Rp. 30
Pala 1,5 gram Rp. 25
Bawang putih 4,5 gram Rp. 90
jahe 1,5 gram Rp. 3
4. Premix III
tapioka 45 gram Rp. 158
5. Es batu 120 gram Rp. 250
6. Inovasi
keju 35 gram Rp.4000
jamur 20 gram Rp. 2000
7. casing Rp.2000

TOTAL Untuk 21 bungkus Rp. 34.076

Harga satuan Rp. 1.622,67

Anda mungkin juga menyukai