OLEH:
DANIAL BULU
1805030121
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
PENDAHAHULUAN
Latar Belakang
Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan
global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal,
sehingga mampu bersaing dengan produk dari produk-produk unggas luar negeri. Produk
unggas, yakni daging ayam dan telur, dapat menjadi lebih murah sehingga dapat menjangkau
lebih luas masyarakat di Indonesia. Pembangunan industri perunggasan menghadapi
tantangan yang cukup berat baik secara global maupun lokal karena dinamika lingkungan
strategis di dalam negeri. Tantangan global ini mencakup kesiapan daya saing produk
perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku
pakan, yang merupakan 60-70 % dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat
tergantung dari impor.
Telur merupakan makanan yang disediakan unggas untuk pertumbuhan embrionya, dari
embrio awal ssampai terbentuk anak ayam yang siap menetas. Pada perkembangan akhir isi
telur akan semakin habis, yang tersisa hanya sedikit kuning telur yang akan dimanfaatkan
oleh anak ayam selama sekitar 2 hari. Itulah sebabnya telur pada mamalia berbeda dengan
telur pada unggas.
Menetaskan telur ayam berarti mengeramkan telur agar menetas dengan tanda kerabang telur
terbuka atau pecah sehingga anak ayam dapat keluar dan dapat hidup. Penetasan telur dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan telur pada induk dan mempergunakan mesin
penetas atau incubator. Oleh karena itu, penetasan telur bertujuan untuk mendorong industri
perunggasan dalan penyediaan bibit unggul dalam jumlah besar.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persiapan Penetasan
Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip kerja seperti pada induk
ayam pada saat mengerami telur. Mesin tetas diusahakan memenuhi berbagai syarat yang
sesuai untuk perkembangan struktural dan fisiologi dari embrio anak ayam. Dalam
pembuatan alat tetas perlu dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan parameter
biologi yang meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada alat penetasan
semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan kondisi yang diinginkan
dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan (Nesheim et al., 1979).
Sebelum digunakan peralatan penetasan disucihamakan dahulu. Semua alat dicuci bersih dan
disemprot dengan obat pembasmi hama. Juga bisa digunakan alkohol 70% untuk bahan
penyemprot. Selanjutnya alat dikeringkan dan dimasukkan dalam ruang penetasan (Chan dan
Zamrowi, 19943).
Alat pemanas dihidupkan dan diatur jarak penyetekan antara temperatur 99-102oF dengan
cara mengatur jarak dengan memutar gagang pelatuk pada switch diantara regulator
dengan switch. Setelah temperatur yang diinginkan tercapai (temperatur konstan), dibiarkan
sampai satu jam sambil dikontrol (Soedjarwo, 1999). Begitu juga untuk kelembaban udara.
Bak air diisi dengan air jangan sampai penuh dan dimasukkan ke dalam alat penetas. Diatur
kelembabannya antara 55-60%. Pengaturan dilakukan dengan menambah atau mengurangi air
dalam bak. Untuk lebih mudahnya biasanya bak diisi air 2/3 bagian dan dibiarkan sampai
kelembaban konstan (Nuryati et al., 1998).
Telur biasanya tidak bisa langsung dapat dimasukkan ke dalam alat penetasan, mengingat ada
periode tertentu untuk persiapan penetasan telur. Untuk itu diperlukan waktu penyimpanan
sebelum penetasan. Masa penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari 7 hari, karena
penyimpanan yang melebihi waktu tersebut akan menurunkan prosentase penetasan telur
tetas (Nesheim et al., 1979).
Kelembaban udara sangat penting mengingat untuk mempertahankan laju penguapan air di
dalam telur. Akibat penguapan udara ini akan membesar kantung udara. Kelembaban udara
dapat dilihat pada higrometer dan mengaturnya dengan cara menambah atau mengurangi air
di dalam bak air. Pada kerabang telur terdapat ribuan pori-pori mikro untuk pertukaran gas.
Oleh karena itu untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan perlu diatur
kelembaban pada 65-70%. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70%
(Shanawany, 1994).
B. Telur
Telur merupakan salah satu produk pangan hewani yang lengkap kandungan gizinya. Selain
itu telur merupakan bahan makanan yang mudah dicerna. Sebutir telur terdiri dari 11 % kulit
telur, 58% putih telur dan 31% kuning telur (Sudaryani, 2003). Telur mempunyai kandungan
air, protein, lemak, karbohidrat dan abu berturut-turut sebesar 66,5; 12,01; 10,5; 0,9; dan
10,9% (Hardini, 2000).
Telur tetas merupakan telur yang didapatkan dari induknya yang dipelihara bersama pejantan
dengan perbandingan tertentu. Telur tetas mempunyai struktur tertentu dan dan masing-
masing berperan penting untuk perkembangan embrio sehingga menetas. Agar dapat menetas
telur sangat tergantung pada keadaan telur tetas dan penanganannya (Nuryati, et al., 1998).
Telur unggas secara umum mempunyai struktur yang sama. Terdiri dari enam bagian yang
penting untuk diketahui, yaitu kerabang telur (egg shell), selaput kerabang telur (membrane
shell), putih telur (albumen), kuning telur (yolk), tali kuning telur (chalaza) dan sel benih
(germinal disk) (Nesheim et al., 1979).
Telur tetas yang normal berbentuk bulat telur atau oval. Telur dengan bentuk bulat atau
tgerlalu lonjong merupakan telur abnormal sehingga mempengaruhi posisi embrio menjadi
abnormal yang mengakibatkan telur banyak yang tidak menetas (Nuryati, et al., 1998). Letak
rongga udara harus normal yaitu pada bagian yang tumpul dan simetris berada di tengah-
tengah (Chan dan Zamrowi, 1993).
C. Proses penetasan
Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai telur pecah
menghasilkan anak ayam. Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk ayam atau
secara buatan (artifisial) menggunakan mesin tetas. Telur yang digunakan adalah telur tetas,
yang merupakan telur fertil atau telur yang telah dibuahi oleh sperma, dihasilkan dari
peternakan ayam pembibit, bukan dari peternakan ayam petelur komersil (Suprijatna et al.,
2005).
Pada prinsipnya penetasan telur dengan mesin tetas adalah mengkondisikan telur sama seperti
telur yang dierami oleh induknya. Baik itu suhu, kelembaban dan juga posisi telur. Dalam
proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas memiliki kelebihan di banding dengan
penetasan secara alami, yaitu : dapat dilakukan sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan
jumlah telur yang banyak, menghasilkan anak dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan,
dapat dilakukan pengawasan dan seleksi pada telur (Yuwanta, 1983).
Penetas ( pemanas dari listrik ) yang menggunakan tenaga listrik dilengkapi dengan lampu
pijar dan seperangkat alat yang disebut termostat (termoregulator). Alat ini dapat mengatur
suhu di dalam ruangan penetasan secara otomatis. Jika panasnya melebihi batas yang kita
tentukan, maka termoregulator akan bekerja memutus arus listrik, akibatnya lampu pijar
menjadi mati. Demikian suhu udara di dalam mesin tetas tetap stabil. Apabila dengan waktu
tertentu ruangan atau kotak itu suhunya rendah, maka termostat bekerja kembali untuk
menyambung arus dan lampu pijar menyala pula ( Marhiyanto, 2000 ).
Menurut Shanawany (1994), untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan
perlu diatur kelembaban pada 65 – 70 %. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi
lebih dari 70 %. Cara lain dengan melihat pada kaca ventilasi masin tetas. Bila pada kaca
terdapat butir-butir air berarti kelembaban terlalu tinggi. Dalam kondisi tersebut, kaca segera
dilap sampai kering, ventilasi dibuka dan bak air dikeluarkan.
D. Tahap Akhir Penetasan
Tahap akhir dari penetasan adalah evaluasi penetasan. Hal-hal yang dievaluasi meliputi
fertilitas, mortalitas dan daya tetas. Menurut Tri-Yuwanta (1983), fertilitas adalah
perbandingan antara telur fertil dengan telur yang ditetaskan dan dinyatakan dalam persen.
Mortalitas adalah jumlah embrio yang mati selama proses penetasan dan dinyatakan dalam
persen. Daya tetas adalah jumlah telur yang menetas dari sekelompok telur fertil yang
dinyatakan dalam persen.
Daya tetas menurut Shanaway (1994), dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
1. Berat telur
Berat telur yang terlalu besar atau terlalu kecil menyebabkan menurunya daya tetas. Berat
telur yang ditetaskan harus seragam dengan bangsa dan tipenya.
2. Penyimpanan telur
Penyimpan paling lama 1 minggu. Penyimpanan diatas 4 hari menyebabkan Daya tetas
menurun sebesar 25 % setiap hari. Untuk telur baru, penyimpanan pada temperatur 21-230C
menyebabkan physiological zero, artinya embrio dalam kondisi tidak mengalami
pertumbuhan. Temperatur optimum, untuk penyimpanan telur adalah sebesar 16-18 0C
dengan RH 75-80%.
3. Tempeteratur
Temperatur optimuim pada permukaan atas telur 39-39,5 0C.
4. Kelembaban
Kelembaban yang trepat membantu agar pertumbuhan embrio sempurna dan normal.
Kelembaban yang optimal adalah sebesaqr 65-70%.
5. Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk distribusi panas dan kelembaban mengeluarkan CO2 dan suplai O-
2. kelembaban minimal sebesar 18%.
MATERI METODE
Praktikum Teknologi Penetasan Unggas ini dilaksanakan pada tanggal 25 April 2011 sampai
tanggal 20 Mei 2011 berlokasi di Laboratorium Ilmu Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
A. Materi
1. Alat
a. Mesin tetas tipe semi otomatis
b. Semprotan (sprayer)
c. Desinfektan / antiseptik
2. Bahan
a. Telur tetas (berasal dari daerah Sukoharjo)
B. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum adalah :
1. Seleksi Telur
a. Memilih telur yang bersih kemudian membersihkan dengan akolhol.
b. Memberi nomor dan kode pada telur pada dua sisi.
c. Menimbang telur dan mencatat sesuai dengan nomor.
d. Mengukur panjang dan lebar telur untuk menghitung indeks telur.
e. Menempatkan telur dengan posisi bagian tumpul di atas pad rak telur.
2. Proses Penetasan
a. Mengatur suhu dan kelembaban dalam mesin tetas.
b. Memasukkan telur yang sudah dibersihkan apabila suhu sudah stabil.
c. Memakai antiseptik sebelum memutar telur.
d. Memutar telur setiap hari.
No Kualitatif Kuantitatif
Telu Kondi Kebersiha Bentu Warn Berat Panjan Leba Indek
r si n k a (gram g (mm) r s (%)
) (mm
)
1 Utuh Bersih Bulat Putih 40 4,92 3,82 77,64
telur
2 Utuh Agak Bulat Putih 46 5,19 4,05 78,03
kotor telur
3 Utuh Agak Bulat Krem 45 5,22 4,96 95,02
kotor telur
4 Utuh Bersih Bulat Krem 41 4,80 3,87 80,63
telur
5 Utuh Agak Bulat Putih 40 4,93 3,79 76,88
kotor telur
6 Utuh Bersih Bulat Putih 43 5,10 3,90 76,47
telur
7 Utuh Agak Bulat Putih 43 5,19 3,78 72,83
kotor telur
8 Utuh Kotor Bulat Putih 38 4,80 3,79 78,96
telur
9 Utuh Bersih Bulat Putih 41 5,15 3,82 74,17
telur
10 Utuh Bersih Bulat Putih 35 4,76 3,69 77,52
telur
11 Utuh Agak Bulat Putih 48 5,28 4,04 76,52
kotor telur
12 Utuh Agak Bulat Krem 45 5,20 3,95 75,96
kotor telur
13 Utuh Agak Bulat Putih 42 5,15 3,88 75,34
kotor telur
14 Utuh Kotor Bulat Putih 39 5,04 3,79 75,20
telur
15 Utuh Bersih Bulat Putih 37 4,77 3,77 79,04
telur
16 Utuh Agak Bulat Krem 36 4,19 3,74 89,26
kotor telur
17 Utuh Agak Bulat Putih 44 5,20 3,90 92,86
kotor telur
18 Utuh Agak Bulat Krem 37 4,82 3,79 78,63
kotor telur
19 Utuh Bersih Bulat Putih 44 5,13 3,95 77,00
telur
20 Utuh Bersih Bulat Krem 44 5,09 3,93 77,21
telur
21 Utuh Bersih Bulat Putih 35 4,69 3,76 78,25
telur
22 Utuh Agak Bulat Putih 39 4,94 3,81 77,13
kotor telur
23 Utuh Agak Bulat Putih 48 5,36 4,03 75,19
kotor telur
24 Utuh Agak Bulat Putih 40 5,01 3,81 76,05
kotor telur
25 Utuh Bersih Bulat Putih 50 5,41 4,10 75,79
telur
Sumber : Laporan Sementara
Telur yang digunakan dalam praktikum Teknologi Penetasan Unggas ini sebanyak 25 butir.
Telur tersebut berasal dari Sukoharjo dengan strain untuk jantan yaitu ayam Haylen dan
betina ayam Kate. Perbandingan rasio antara jantan dan betina adalah 1 : 4. tanggal bertelur
dari telur tetas ini yaitu pada tanggal 27 April 2011. Nama pemilik dari telur tetas yang
digunakan dalam praktikum ini adalah Bp. Putut.
Berdasarkan hasil pengamatan dari 25 telur tetas tersebut terdapat sebagian telur yang tidak
semuanya bersih. Telur yang kotor dan agak kotor dibersihkan dengan alkohol 70%, caranya
yaitu mengusap menggunakan tisu pada permukaan telur dengan searah. Bentuk dari telur
tetas semuanya normal atau bulat telur, tidak ditemukan telur dalam keadaan abnormal.
Warna dari telur tetas ini adalah putih dan krem. Dari pengamatan diatas juga diperoleh
panjang dan lebar telur yang nantinya dapat digunakan untuk menghitung dan mengetahui
indeks telur.
B. Proses Penetasan
Tabel Data Candling I
DAFTAR PUSTAKA
Chan, H. dan M. Zamrowi. 1993. Pemeliharaan dan Cara Pembibitan Ayam Petelur. Penerbit
Andes Utama. Jakarta.
Hardini, S. Y. P. K. 2000. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Konsumsi dan Telur
Biologis terhadap Kualitas Interior Telur Ayam Kampung. Laporan Hasil Penelitian.
Jayasamudera, Dede Juanda dan Cahyono Bambang. 2005. Pembibitan Itik. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Nesheim, M. C., R. E. Austic dan L. E. Card. 1979. Poultry Production. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Nuryati, T. N., Sutarto, M. Khamin dan P. S. Hardjosworo. 1998. Sukses Menetaskan Telur.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.
________., 2002. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rukmana Rahmat. 2003. Ayam Buras: Intensifikasi dan Kiat Penge