Anda di halaman 1dari 17

MAKALA SELEKSI TELUR TETAS

OLEH:
DANIAL BULU
1805030121

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2020
PENDAHAHULUAN

Latar Belakang
Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan
global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal,
sehingga mampu bersaing dengan produk dari produk-produk unggas luar negeri. Produk
unggas, yakni daging ayam dan telur, dapat menjadi lebih murah sehingga dapat menjangkau
lebih luas masyarakat di Indonesia. Pembangunan industri perunggasan menghadapi
tantangan yang cukup berat baik secara global maupun lokal karena dinamika lingkungan
strategis di dalam negeri. Tantangan global ini mencakup kesiapan daya saing produk
perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku
pakan, yang merupakan 60-70 % dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat
tergantung dari impor.
Telur merupakan makanan yang disediakan unggas untuk pertumbuhan embrionya, dari
embrio awal ssampai terbentuk anak ayam yang siap menetas. Pada perkembangan akhir isi
telur akan semakin habis, yang tersisa hanya sedikit kuning telur yang akan dimanfaatkan
oleh anak ayam selama sekitar 2 hari. Itulah sebabnya telur pada mamalia berbeda dengan
telur pada unggas.
Menetaskan telur ayam berarti mengeramkan telur agar menetas dengan tanda kerabang telur
terbuka atau pecah sehingga anak ayam dapat keluar dan dapat hidup. Penetasan telur dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan telur pada induk dan mempergunakan mesin
penetas atau incubator. Oleh karena itu, penetasan telur bertujuan untuk mendorong industri
perunggasan dalan penyediaan bibit unggul dalam jumlah besar.
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Persiapan Penetasan
Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip kerja seperti pada induk
ayam pada saat mengerami telur. Mesin tetas diusahakan memenuhi berbagai syarat yang
sesuai untuk perkembangan struktural dan fisiologi dari embrio anak ayam. Dalam
pembuatan alat tetas perlu dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan parameter
biologi yang meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada alat penetasan
semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan kondisi yang diinginkan
dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan (Nesheim et al., 1979).
Sebelum digunakan peralatan penetasan disucihamakan dahulu. Semua alat dicuci bersih dan
disemprot dengan obat pembasmi hama. Juga bisa digunakan alkohol 70% untuk bahan
penyemprot. Selanjutnya alat dikeringkan dan dimasukkan dalam ruang penetasan (Chan dan
Zamrowi, 19943).
Alat pemanas dihidupkan dan diatur jarak penyetekan antara temperatur 99-102oF dengan
cara mengatur jarak dengan memutar gagang pelatuk pada switch diantara regulator
dengan switch. Setelah temperatur yang diinginkan tercapai (temperatur konstan), dibiarkan
sampai satu jam sambil dikontrol (Soedjarwo, 1999). Begitu juga untuk kelembaban udara.
Bak air diisi dengan air jangan sampai penuh dan dimasukkan ke dalam alat penetas. Diatur
kelembabannya antara 55-60%. Pengaturan dilakukan dengan menambah atau mengurangi air
dalam bak. Untuk lebih mudahnya biasanya bak diisi air 2/3 bagian dan dibiarkan sampai
kelembaban konstan (Nuryati et al., 1998).
Telur biasanya tidak bisa langsung dapat dimasukkan ke dalam alat penetasan, mengingat ada
periode tertentu untuk persiapan penetasan telur. Untuk itu diperlukan waktu penyimpanan
sebelum penetasan. Masa penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari 7 hari, karena
penyimpanan yang melebihi waktu tersebut akan menurunkan prosentase penetasan telur
tetas (Nesheim et al., 1979).
Kelembaban udara sangat penting mengingat untuk mempertahankan laju penguapan air di
dalam telur. Akibat penguapan udara ini akan membesar kantung udara. Kelembaban udara
dapat dilihat pada higrometer dan mengaturnya dengan cara menambah atau mengurangi air
di dalam bak air. Pada kerabang telur terdapat ribuan pori-pori mikro untuk pertukaran gas.
Oleh karena itu untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan perlu diatur
kelembaban pada 65-70%. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70%
(Shanawany, 1994).

B.     Telur
Telur merupakan salah satu produk pangan hewani yang lengkap kandungan gizinya. Selain
itu telur merupakan bahan makanan yang mudah dicerna. Sebutir telur terdiri dari 11 % kulit
telur, 58% putih telur dan 31% kuning telur (Sudaryani, 2003). Telur mempunyai kandungan
air, protein, lemak, karbohidrat dan abu berturut-turut sebesar 66,5; 12,01; 10,5; 0,9; dan
10,9% (Hardini, 2000).
Telur tetas merupakan telur yang didapatkan dari induknya yang dipelihara bersama pejantan
dengan perbandingan tertentu. Telur tetas mempunyai struktur tertentu dan dan masing-
masing berperan penting untuk perkembangan embrio sehingga menetas. Agar dapat menetas
telur sangat tergantung pada keadaan telur tetas dan penanganannya (Nuryati, et al., 1998).
Telur unggas secara umum mempunyai struktur yang sama. Terdiri dari enam bagian yang
penting untuk diketahui, yaitu kerabang telur (egg shell), selaput kerabang telur (membrane
shell), putih telur (albumen), kuning telur (yolk), tali kuning telur (chalaza) dan sel benih
(germinal disk) (Nesheim et al., 1979).
Telur tetas yang normal berbentuk bulat telur atau oval. Telur dengan bentuk bulat atau
tgerlalu lonjong merupakan telur abnormal sehingga mempengaruhi posisi embrio menjadi
abnormal yang mengakibatkan telur banyak yang tidak menetas (Nuryati, et al., 1998). Letak
rongga udara harus normal yaitu pada bagian yang tumpul dan simetris berada di tengah-
tengah (Chan dan Zamrowi, 1993).

C.    Proses penetasan
Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai telur pecah
menghasilkan anak ayam. Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk ayam atau
secara buatan (artifisial) menggunakan mesin tetas. Telur yang digunakan adalah telur tetas,
yang merupakan telur fertil atau telur yang telah dibuahi oleh sperma, dihasilkan dari
peternakan ayam pembibit, bukan dari peternakan ayam petelur komersil (Suprijatna et al.,
2005).
Pada prinsipnya penetasan telur dengan mesin tetas adalah mengkondisikan telur sama seperti
telur yang dierami oleh induknya. Baik itu suhu, kelembaban dan juga posisi telur. Dalam
proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas memiliki kelebihan di banding dengan
penetasan secara alami, yaitu : dapat dilakukan sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan
jumlah telur yang banyak, menghasilkan anak dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan,
dapat dilakukan pengawasan dan seleksi pada telur (Yuwanta, 1983).
Penetas ( pemanas dari listrik ) yang menggunakan tenaga listrik dilengkapi dengan lampu
pijar dan seperangkat alat yang disebut termostat (termoregulator). Alat ini dapat mengatur
suhu di dalam ruangan penetasan secara otomatis. Jika panasnya melebihi batas yang kita
tentukan, maka termoregulator akan bekerja memutus arus listrik, akibatnya lampu pijar
menjadi mati. Demikian suhu udara di dalam mesin tetas tetap stabil. Apabila dengan waktu
tertentu ruangan atau kotak itu suhunya rendah, maka termostat bekerja kembali untuk
menyambung arus dan lampu pijar menyala pula ( Marhiyanto, 2000 ).
Menurut Shanawany (1994), untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan yang berlebihan
perlu diatur kelembaban pada 65 – 70 %. Mulai hari ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi
lebih dari 70 %. Cara lain dengan melihat pada kaca ventilasi masin tetas. Bila pada kaca
terdapat butir-butir air berarti kelembaban terlalu tinggi. Dalam kondisi tersebut, kaca segera
dilap sampai kering, ventilasi dibuka dan bak air dikeluarkan.
D.    Tahap Akhir Penetasan
Tahap akhir dari penetasan adalah evaluasi penetasan. Hal-hal yang dievaluasi meliputi
fertilitas, mortalitas dan daya tetas. Menurut Tri-Yuwanta (1983), fertilitas adalah
perbandingan antara telur fertil dengan telur yang ditetaskan dan dinyatakan dalam persen.
Mortalitas adalah jumlah embrio yang mati selama proses penetasan dan dinyatakan dalam
persen. Daya tetas adalah jumlah telur yang menetas dari sekelompok telur fertil yang
dinyatakan dalam persen.
Daya tetas menurut Shanaway (1994), dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
1.            Berat telur
Berat telur yang terlalu besar atau terlalu kecil menyebabkan menurunya daya tetas. Berat
telur yang ditetaskan harus seragam dengan bangsa dan tipenya.
2.            Penyimpanan telur
Penyimpan paling lama 1 minggu. Penyimpanan diatas 4 hari menyebabkan Daya tetas
menurun sebesar 25 % setiap hari. Untuk telur baru, penyimpanan pada temperatur 21-230C
menyebabkan physiological zero, artinya embrio dalam kondisi tidak mengalami
pertumbuhan. Temperatur optimum, untuk penyimpanan telur adalah sebesar 16-18 0C
dengan RH 75-80%.
3.            Tempeteratur
Temperatur optimuim pada permukaan atas telur 39-39,5 0C.
4.            Kelembaban
Kelembaban yang trepat membantu agar pertumbuhan embrio sempurna dan normal.
Kelembaban yang optimal adalah sebesaqr 65-70%.
5.            Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk distribusi panas dan kelembaban mengeluarkan CO2 dan suplai O-
2. kelembaban minimal sebesar 18%.

6.            Posisi dan Pemutaran telur


Berfungsi untuk meratakan panas serta menjaga agar embrio tidak menempel pada kerabang
telur. Setiap pemutaran germinal disc akan bersentuhan dengan nutrien yang segar. Tanpa
pemutaran kekurangan nutien dan oksigen.
7.            Nutrisi induk
Defisiensi pada induk dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan menyebabkan
kematian embrio.
8.            Kesehatan Induk
Apabila induk tidak sehat maka dapat mengganggu transfer nutrien ke dalam telur, sehingga
embrio kekurangan nutrien. Akibat selanjutnya dapat menurunkan daya tetas.
9.            Infeksi bakteri/ virus
Infeksi bakteri/virus pada telur dapat menyebabkan kematian embrio.

E.     DOC (Day Old Chick)


DOC(day old chick), anak yam umur 1 hari sangat menentukan keberhasilan usaha ternak
ayam. Kondisi DOC yang baik merupakan modal awal yang sangat penting. DOC yang baik
ditandai dengan kriteria sebagai berikut:
Berat badn memenuhi berat ideal, yaitu 35 g atau sesuai berat badan standar, yaitu tidak
kurang dari 32 g. Berat badan DOC berkorelasi positif terhadap laju pertumbuhan ayam.
Berperilaku gesit, lincah, dan aktif mencari makan. Jika dipegang akan bereaksi, kotoran
tidak lengket di dubur.
Posisi dalam kelompok selalu tersebar.
Rongga perut elastis, pusar kering tertutup bulu kapas yang halus, lembut dan mengkilap.
Mata bulat dan cerah (Setiawan, 2010).
Pada 24 jam pertama setelah menetas maka anak ayam masih dibiarkan di dalam alat
penetasan dan tidak diberi makan. Hal ini disebabkan di dalam tubuh DOC masih ada
persediaan makanan pada yolk. Biarkan cangkang pada tempatnya, karena berguna untuk
melatih anak ayam mematuk dan menimbulkan rangsangan makan, karena terdapat sisa-sisa
makanan dalam cangkang tersebut (Chan dan Zamrowi, 1993).
Setelah semua telur menetas dan berada 24 jam dalam mesin tetas maka anak ayam diambil
dan dilakukan seleksi anak ayam. Selain itu dilakukan aktivitas lain seperti penmotongan
paruh, vaksinasi marek untuk ayam layer, packing (pengemasan DOC) ke dalam box, dan
penyimpanan sementara sampai anak ayam dikirim ke peternakan (Sudaryani dan Santosa,
2000).

MATERI METODE
Praktikum Teknologi Penetasan Unggas ini dilaksanakan pada tanggal 25 April 2011 sampai
tanggal 20 Mei 2011 berlokasi di Laboratorium Ilmu Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
A.    Materi
1.      Alat
a.       Mesin tetas tipe semi otomatis
b.      Semprotan (sprayer)
c.       Desinfektan / antiseptik
2.      Bahan
a.       Telur tetas (berasal dari daerah Sukoharjo)
B.     Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum adalah :
1.      Seleksi Telur
a.       Memilih telur yang bersih kemudian membersihkan dengan akolhol.
b.      Memberi nomor dan kode pada telur pada dua sisi.
c.       Menimbang telur dan mencatat sesuai dengan nomor.
d.      Mengukur panjang dan lebar telur untuk menghitung indeks telur.
e.       Menempatkan telur dengan posisi bagian tumpul di atas pad rak telur.
2.      Proses Penetasan
a.       Mengatur suhu dan kelembaban dalam mesin tetas.
b.      Memasukkan telur yang sudah dibersihkan apabila suhu sudah stabil.
c.       Memakai antiseptik sebelum memutar telur.
d.      Memutar telur setiap hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A.    Persiapan Penetasan
Tabel 1. Pengamatan Telur Tetas

No Kualitatif Kuantitatif
Telu Kondi Kebersiha Bentu Warn Berat Panjan Leba Indek
r si n k a (gram g (mm) r s (%)
) (mm
)
1 Utuh Bersih Bulat Putih 40 4,92 3,82 77,64
telur
2 Utuh Agak Bulat Putih 46 5,19 4,05 78,03
kotor telur
3 Utuh Agak Bulat Krem 45 5,22 4,96 95,02
kotor telur
4 Utuh Bersih Bulat Krem 41 4,80 3,87 80,63
telur
5 Utuh Agak Bulat Putih 40 4,93 3,79 76,88
kotor telur
6 Utuh Bersih Bulat Putih 43 5,10 3,90 76,47
telur
7 Utuh Agak Bulat Putih 43 5,19 3,78 72,83
kotor telur
8 Utuh Kotor Bulat Putih 38 4,80 3,79 78,96
telur
9 Utuh Bersih Bulat Putih 41 5,15 3,82 74,17
telur
10 Utuh Bersih Bulat Putih 35 4,76 3,69 77,52
telur
11 Utuh Agak Bulat Putih 48 5,28 4,04 76,52
kotor telur
12 Utuh Agak Bulat Krem 45 5,20 3,95 75,96
kotor telur
13 Utuh Agak Bulat Putih 42 5,15 3,88 75,34
kotor telur
14 Utuh Kotor Bulat Putih 39 5,04 3,79 75,20
telur
15 Utuh Bersih Bulat Putih 37 4,77 3,77 79,04
telur
16 Utuh Agak Bulat Krem 36 4,19 3,74 89,26
kotor telur
17 Utuh Agak Bulat Putih 44 5,20 3,90 92,86
kotor telur
18 Utuh Agak Bulat Krem 37 4,82 3,79 78,63
kotor telur
19 Utuh Bersih Bulat Putih 44 5,13 3,95 77,00
telur
20 Utuh Bersih Bulat Krem 44 5,09 3,93 77,21
telur
21 Utuh Bersih Bulat Putih 35 4,69 3,76 78,25
telur
22 Utuh Agak Bulat Putih 39 4,94 3,81 77,13
kotor telur
23 Utuh Agak Bulat Putih 48 5,36 4,03 75,19
kotor telur
24 Utuh Agak Bulat Putih 40 5,01 3,81 76,05
kotor telur
25 Utuh Bersih Bulat Putih 50 5,41 4,10 75,79
telur
Sumber : Laporan Sementara
Telur yang digunakan dalam praktikum Teknologi Penetasan Unggas ini sebanyak 25 butir.
Telur tersebut berasal dari Sukoharjo dengan strain untuk jantan yaitu ayam Haylen dan
betina ayam Kate. Perbandingan rasio antara jantan dan betina adalah 1 : 4. tanggal bertelur
dari telur tetas ini yaitu pada tanggal 27 April 2011. Nama pemilik dari telur tetas yang
digunakan dalam praktikum ini adalah Bp. Putut.

Berdasarkan hasil pengamatan dari 25 telur tetas tersebut terdapat sebagian telur yang tidak
semuanya bersih. Telur yang kotor dan agak kotor dibersihkan dengan alkohol 70%, caranya
yaitu mengusap menggunakan tisu pada permukaan telur dengan searah. Bentuk dari telur
tetas semuanya normal atau bulat telur, tidak ditemukan telur dalam keadaan abnormal.
Warna dari telur tetas ini adalah putih dan krem. Dari pengamatan diatas juga diperoleh
panjang dan lebar telur yang nantinya dapat digunakan untuk menghitung dan mengetahui
indeks telur.
B.     Proses Penetasan
Tabel Data Candling I

No. Telur Hasil Pengamatan


1 Ada pembuluh darah
2 Ada pembuluh darah
3 Ada pembuluh darah
4 Ada pembuluh darah
5 Ada pembuluh darah
6 Ada pembuluh darah
7 Ada pembuluh darah
8 Ada pembuluh darah
9 Ada pembuluh darah
10 Ada pembuluh darah
11 Ada pembuluh darah
12 Ada pembuluh darah
13 Ada pembuluh darah
14 Ada pembuluh darah
15 Ada pembuluh darah
16 Ada pembuluh darah
17 Ada pembuluh darah
18 Ada pembuluh darah
19 Ada pembuluh darah
20 Ada pembuluh darah
21 Ada pembuluh darah
22 Ada pembuluh darah
23 Ada pembuluh darah
24 Ada pembuluh darah
25 Ada pembuluh darah
Sumber : Laporan Sementara
Tabel Data Candling II

No. Telur Hasil Pengamatan


1 Agak terang
2 Gelap
3 Gelap
4 Gelap
5 Gelap
6 Gelap
7 -
8 Gelap
9 Gelap
10 Gelap
11 Gelap
12 Gelap
13 Gelap
14 Gelap
15 Gelap
16 Gelap
17 Gelap sebagian
18 Gelap
19 Gelap
20 Gelap
21 Gelap
22 Gelap
23 Gelap
24 Gelap
25 Gelap
Sumber : Laporan Sementara
Tabel Data Candling III

No. Telur Hasil Pengamatan


1 Agak terang
2 Gelap
3 Gelap
4 Gelap
5 Gelap
6 Gelap
7 -
8 Gelap
9 Gelap
10 Gelap
11 Gelap
12 Gelap
13 Gelap
14 Gelap
15 Gelap
16 Gelap
17 Gelap
18 Gelap
19 Gelap
20 Gelap
21 Gelap
22 Gelap
23 Gelap
24 Gelap
25 Gelap
Sumber : Laporan Sementara
Tabel 6. Pengaturan ventilasi alat tetas

Hari ke- Pengaturan Ventilasi


-3 Tertutup seluruhnya
4 Terbuka ¼ bagian
5 Terbuka ½ bagian
6 Terbuka ¾ bagian
7-21 Terbuka seluruhnya
Sumber : Laporan Sementara
Pemutaran telur bertujuan untuk meratakan panas yang diterima telur dan menghindari
embrio lengket pada sisi kerabang. Pada penetasan alami, tiap 15-20 menit induk melakukan
pemutaran telur sehingga dalam sehari dilakukan 72-96 kali pemutaran. Pada penetasan
buatan, pemutaran secara manual dilakukan sebanyak 3-9 kali (ganjil), sedangkan bila
pemutaran secara otomatis dapat tiap satu jam sekali.
Peneropongan telur dilakukan tiap tiga kali selama proses penetasan telur, yaitu hari ke-7, 14
dan 18 dengan menggunakan alat peneropong telur (candling lamp). Peneropongan telur
bertujuan untuk mengetahui telur kosong atau infertil, telur hidup yang ditandai dengan
adanya tunas dengan cabang-cabang urat darah dan telur mati yang ditandai dengan titik atau
lingkaran berwarna kehitaman.
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, pemutaran telur dilaksanakan 5 kali sehari
yaitu pada pukul 07.00, 09.00, 11.00, 13.00, 15.00 WIB. Cara pemutaran telur yaitu dengan
memutar dari bagian kiri atau kanan sesuai tanda yang sudah dibuat, telur diputar dengan
posisi bagian tumpul berada di atas. Seedangakan untuk candling atau pemutaran telur
dilakukan 3 kali selama proses penetasan, hasil dari peneropongan telur
dicacat. Candling pertama dilakukan pada tanggal 6 Mei 2011 dengan hasil semua telur
terdapat pembuluh darah. Candling kedua dilakukan pada tanggal 13 Mei 2011 dengan hasil
telur nomor 1 agak terang, telur nomor 7 dipecah sebagai contoh untuk mengetahui
perkembangan embrio, telur nomor 17 gelap sebagian dan sisanya gelap. Candling ketiga
dilakukan pada tanggal 17 Mei 2011 dengan hasil sama dengan candling kedua, kecuali telur
nomor 17 menjadi gelap.

C.    Tahap Akhir Penetasan


Tabel 7. Data Perlakuan terhadap DOC

Nomor telur tetas Keterangan


1 Mati
2 Menetas
3 Menetas
4 Mati
5 Mati
6 Menetas
7 Mati
8 Menetas
9 Menetas
10 Menetas
11 Menetas
12 Mati
13 Menetas
14 Menetas
15 Menetas
16 Menetas
17 Menetas
18 Mati
19 Mati
20 Menetas
21 Mati
22 Menetas
23 Menetas
24 Mati
25 Mati

Sumber : Laporan Sementara


Penetasan telur yang dilakukan pada telur ayam dalam praktikum ini adalah sebanyak 25
butir. Telur yang ditetaskan di dalam mesin tetas selama penetasan ada yang nenetas 15 butir
dan yang tidak menetas 10 butir. 5 dari DOC yang ditetaskan mengalami kematian, hal
tersebut dikarenakan kelembaban mesin tetas kurang jadi anak ayam kering di dalam
cangkang saat akan mencoba keluar. Walaupun dibantu praktikan, anak ayam tetap tidak bisa
keluar karena lengket dengan cangkang. Sedangkan 10 DOC yang hidup kondisinya lemas
karena kedinginan, tetapi DOC tetap dapat bertahan dan tumbuh normal.
Kegagalan dapat terjadi dalam proses penetasan dengan mesin tetas. Menurut Sudrajat (2001)
bahwa kegagalan menetas pada telur-telur tetas disebabkan oleh kualitas telur juga
disebabkan oleh kualitas faktor mesin tetas itu sendiri, antara lain (1) Suhu mesin tetas tidak
stabil, misalnya listrik mati atau suhu mesin tetas sering naik turun (2) Udara dalam mesin
tetas terlalu kering (3) Kesalahan dalam mengoperasikan mesin tetas dan (4) Kurang tepatnya
dalam membalik telur dalam mesin tetas sehingga embryo dalam telur mati.
Tahap akhir dalam proses penetasan yakni segera setelah DOC dikeluarkan maka segera
dilakukan sanitasi pada mesin tetas. Cara-cara sanitasi alat tetas yang selesai digunakan
antaralain : (1) Membuang dan membersihkan kulit telur yang menetas dan telur yang tidak
menetas dari rak telu, (2) Membersihkan bak air, (3) Mengeluarkan termometer dari mesin
tetas dan membersihkannya, (4) Membersihkan seluruh kotoran yang ada didalam kotak
penetasan telur.
D.    Evaluasi Penetasan
Dalam suatu usaha penetasan, masalah masalah yang selalu harus dijaga adalah mencegah
atau menekan kegagalan penetasan sekecil mungkin. Besar atau kecilnya jumlah yang
menetas menentukan kelangsungan usaha penetasan itu atau menentukan usaha pemeliharaan
selanjutnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah sulitnya untuk mengetahui apakah usaha
penetasan itu akan berhasil atau tidak. Sebab, walaupun seorang pelaksana penetasan yang
telah bekerja baik, semua syarat diperhatikan dengan baik, seperti alat tetas, ruang penetasan
dan lain-lain, masih saja ada telur yang tidak menetas atau anak-anak ayam yang menetas
dalam wujud yang tidak normal (Rasyaf, 1990).
Pada candling/peneropongan I dilakukan pada hari ke-7 setelah telur dimasukkan mesin
tetas. Berdasarkan candling I diperoleh data bahwa fertilitas telur tetas sebesar 92 %. Dari 25
butir telur yang ditetaskan terdapat 2 butir yang infertil. Tanda-tanda telur hidup yang
ditandai dengan adanya tunas dengan cabang – cabang urat darah dan telur mati yang ditandai
dengan titik atau lingkaran berwarna hitam.
Pada candling II angka fertilitas telur tetas sebesar 92 %, karena pada candling II ini dari telur
ayam yang masih ada terlihat adanya urat-urat darah pada semua telur. Mortalitas pada
candling II ini adalah 8 %, karena semua telur fertil terdapat embrio yang hidup. Candling II
ini dilakukan pada hari ke-14 setelah telur dimasukkan mesin tetas.
Candling III dilakukan pada hari ke- 21 dan didapatkan angka mortalitas sebesar 8 % dan
fertilitas 92 %. Dari telur yang masih ada yaitu: 23 butir telur ayam, tidak terdapat telur yang
fertil.
Menurut Rasyaf (2002), telur yang tidak menetas menjadi lebih banyak bila menggunakan
mesin tetas dibandingkan dengan pengeraman dengan induk ayam. Kesalahan temperatur,
kelembaban mesin tetas atau terlalu banyak menggunakan obat pembunuh kuman dapat
menyebabkan banyak telur yang tidak menetas.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan yaitu mortalitas dari candling I sampai candling
III tidak mengalami penurunan. Daya tetas telur merupakan indikator banyaknya anak ayam
yang menetas dari sejumlah telur yang bertunas. Dari hasil perhitungan diperoleh daya tetas
sebesar 65,2 % dan kualitas tetas sebesar 60 %. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas
telur menurut Rukmana (2003) adalah sebagai berikut:
1.      Kesalahan-kesalahan teknis pada waktu memilih telur tetas.
2.      Kesalahan-kesalahan teknis dari petugas yang menjalankan mesin tetas atau kerusakan
teknis pada mesin tetas.
3.      Iklim yang terlalu dingin atau terlalu panas, sehingga mengakibatkan menurunnya daya
tetas telur.
4.      Faktor yang terletak pada ayam sebagai sumber bibit, antara lain sebagai berikut:
a.       Sifat Turun Temurun: Telur tetas yang berasal dari babon dengan daya produksi tinggi
bukan saja fertilitasnya yang tinggi, tetapi juga daya tetasnya tinggi.
b.      Perkawinan: Perkawinan antara keluarga dekat (tanpa seleksi) kadang-kadang
menghasilkan telur-telur yang daya bertetas rendah
c.       Makanan: Defisiensi vitamin (A,B2, B12,D,E dan asam pantothenat dapat
menyebabkan daya tetas telur berkurang).
d.      Perkandangan : Temperatur dalam kandang yang terlalu dingin atau terlalu panas akan
menurunkan daya tetas telur
Telur yang mempunyai fertilitas tinggi pada umunya mempunyai daya tetas yang tinggi pula.
Namun, untuk menghasilkan telur yang daya tetasnya tinggi, perlu memperhatikan beberapa
syarat berikut ini :
1.      Telur tidak terlalu besar, tetapi tidak terlalu kecil.
2.      Umur telur tetas antara 1-6 hari. Umur telur yang melewati hari tersebut cenderung
daya tetasnya menurun.
3.      Telur berasal dari induk dan pejantan yang sehat
4.      Telur dalam keadaan bersih
5.      Kulit telur rata.
6.      Telur tidak cacat atau rusak.
7.      Telur berbentuk oval atau bulat telur.
(Jayasamudera, 2005).

KESIMPULAN DAN SARAN


A.    Kesimpulan
Persiapan yang dilakukan untuk penetasan telur yaitu pemilihan telur dengan warna yang
seragam, tidak retak, tidak kotor, tekstur halus dan berbentuk bulat atau oval.
Pengaturan ventilasi selama penetasan
         Hari ke-4 ventilasi dibuka ¼ bagian.
         Hari ke-5 ventilasi dibuka ½ bagian.
         Hari ke-6 ventilasi dibuka ¾ bagian.
         Hari ke-7 sampai menetas dibuka seluruhnya.
Pemutaran telur dimulai pada hari keempat, dan selama penetasan dilakukan pemutaran
sebanyak 5 kali sehari.
Peneropongan telur bertujuan untuk mengetahui telur kosong/ infertil, telur hidup yang
ditandai dengan adanya tunas dengan cabang-cabang urat darah dan telur mati yang ditandai
dengan titik/ atau lingkar berwarna kehitaman.
Peneropongan (candling) dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada hari ke-7, hari ke-14, dan
hari ke-21.
Penanganan alat penetasan yaitu dibersihkan dengan air dan disemprot dengan disinfektan
serta sisa cangkang dikeluarkan dan dibersihkan.
7.      Dari hasil prakikum diperoleh 15 telur yang menetas dan 10 telur menetas. DOC yang
mati sebanyak 3 ekor dan DOC yang bertahan hidup 10 ekor.
B.     Saran
Pengumuman tentang praktikum sebaiknya diperjelas agar tidak terjadi miss komunikasi
antara assisten dan praktikan.
Jadwal pengumpulan laporan jangan terlalu mepet karena banyak bab yang harus dibahas.

DAFTAR PUSTAKA
Chan, H. dan M. Zamrowi. 1993. Pemeliharaan dan Cara Pembibitan Ayam Petelur. Penerbit
Andes Utama. Jakarta.
Hardini, S. Y. P. K. 2000. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Konsumsi dan Telur
Biologis terhadap Kualitas Interior Telur Ayam Kampung. Laporan Hasil Penelitian.
Jayasamudera, Dede Juanda dan Cahyono Bambang. 2005. Pembibitan Itik. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Nesheim, M. C., R. E. Austic dan L. E. Card. 1979. Poultry Production. Lea and Febiger,
Philadelphia.
Nuryati, T. N., Sutarto, M. Khamin dan P. S. Hardjosworo. 1998. Sukses Menetaskan Telur.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.
________., 2002. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rukmana Rahmat. 2003. Ayam Buras: Intensifikasi dan Kiat Penge

Anda mungkin juga menyukai