Oleh :
Azharuddin Anshori, S. KH 061613143057
Briantono Willy Rendragraha, S. KH 061613143034
Deynara Septin Dwi Putri, S. KH 061613143041
Dhikri Lailatu M, S. KH 061613143098
Dinar Agustina P, S.KH 061613143060
Farah Aidah Nurreza, S. KH 061613143128
Farah Nurfadhilla Yuantari, S. KH061613143081
Nararya Wijaya C. D. M. P., S. KH061523143101
1
BAB 1 PENDAHULUAN
berasal dari kata Artificial yang berarti tiruan atau buatan, dan Inseminatus yang berarti
pemasukan, penyampaian, atau deposisi seman atau air mani. Jadi inseminasi buatan
didefenisikan menjadi cara pemasukan atau deposisi semen ke dalam saluran reproduksi
betina menggunakan alat bantuan manusia dan bukan secara alamiah (Susilowati, dkk.,
2010).
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi yang sudah lama dikenal
dalam bidang reproduksi. Di Indonesia sendiri, IB mulai dilaksanakan pada tahun 1952 oleh
Balai Penelitian Hewan di Bogor (sekarang Balai Penelitian Ternak) pada sapi-sapi perah.
Namun, pelaksanaan IB sejatinya mulai berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas
semenjak dimulainya penggunaan semen beku pada sapi-sapi perah di daerah Bogor dan
sekitarnya pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Ternak (Siregar dan Sitorus, 1977).
Pada awal pelaksanaan IB di Indonesia masih menggunakan semen yang berasal dari
pejantan lokal hasil seleksi. Namun dalam program pengembangan dan perbaikan mutu
ternak, pemerintah mengimpor semen baeku dari beberapa negara seperti Belgia, New
Zaeland, Australia, Denmark, Jepang, USA dan Belanda (Susilowati, dkk., 2010).
Penerapan metode IB yang baik akan dimungkinkan memanfaatkan seekor pejantan
untuk mengawini banyak betina dengan mengencerkan semen, di samping itu metode IB
(Thomassen and Farstad, 2009). Oleh karena itu, diharapkan bahwa mahasiswa koasistensi
FKH Unair mampu mengaplikasikan teknik IB, serta memahami teknik pengambilan dan
pengolahan semen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat diperoleh
2
Bagaimana cara penampungan semen pada domba?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Manfaat dari hasil pemeriksaan ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pihak – pihak terkait, seperti peternak dan masyarakat mengenai berbagai macam diluter dan
bahan-bahan yang digunakan sebagai pengencer semen untuk meningkatkan kualitas hidup
spermatozoa untuk dilakukan inseminasi buatan dan sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas semen beku seperti pada kegiatan ini digunakan kuning telur sitrat, susu, pisang,
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Semen atau air mani dari suatu spesies hewan mempunyai perbedaan dalam sifat-
sifatnya dengan spesies lain, yaitu volume, kekentalan, pH, konsentrasi, warna dan bau.
Semen adalah hasil sekresi kelamin jantan yang terdiri dari dua bagian, yaitu plasma
seminalis dan spermatozoa atau sel kelamin jantan. Plasma seminalis dihasilkan oleh
Spermatozoa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, leher dan ekor. Bagian kepala terdiri
dari lapisan pelindung akrosom dan membran plasma, dan untuk bagian dalam terdiri dari inti
sel yang mengandung materi genetik (DNA). Menurut Susilowati dkk. (2010), akrosom
mengandung enzim akrosomal (hyaluronidase, CPE dan acrosin) yang berfungsi pada proses
fertilisasi untuk melisiskan ikatan cumulus oophorus, corona radiata dan zona pelusida pada
Bagian leher mengandung sentriol proksimal yang berfungsi sebagai pusat kinetik
untuk mengawali koordinasi kontraksi selaput fibril yang menghasilkan gerak. Bagian ini
berakhir pada cincin sentriol yang kemungkinan berfungsi mengkoordinir rentetan kontraksi
Bagian ekor menyerupai flagellum berfungsi sebagai alat gerak spermatozoa. Bagian
spermatozoa. Bagian ini kaya akan phospholipid, lesithin dan plasmalogen. Plasmalogen
4
2.2 Spermatogenesis
seminefrus di bawah kontrol hormon gonadothropin dan hipofisis (pituitaria bagian depan).
Tubulus seminiferus ini terdiri atas sel setroli dan sel germinalis. Spermatogenesis terjadi
dalam tiga fase, yaitu fase spermatogonial, fase meiosis, dan fase spermiogenesis yang
pembentukan spermatozoa yang terjadi di organ kelamin (gonad) jantan, yaitu testis tepatnya
di tubulus seminiferus. Spermatozoa yang bersifat haploid (n) dibentuk di dalam testis
germinal dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel. Pematangan sel terjadi di
tubulus seminiferus yang kemudian disimpan dalam epididimis. Tubulus seminiferus terdiri
dari sejumlah besar sel germinal yang disebut spermatogonia (jamak). Spermatogonia terletak
di dua sampai tiga lapis luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia berdiferensiasi
Proses spermatogenesis terdiri dari dua tahap, yaitu tahap spermatositogenesis dan
spermiogenesis.
2.3.1. Spermatositogenesis
Proses ini dimulai dengan sel benih primitif, yaitu spermatogonium. Ada 2 tipe
spermatogonium di dalam testis yaitu tipe A yang selalu membelah diri dengan pembelahan
mitosis biasa dan hanya menghasilkan sel spermatoginia tipe A dan tipe B. Tipe B
membelah secara mitosis sederhana membentuk dua sel spermatosit prime. Setiap anak sel
tipe B memperbesar diri dan setelah membelah menjadi dua sel spermatosit primer. Setelah
pertumbuhan dan pembesaran sel spermatosit primer akan mengalami dua kali pembelahan
5
inti. Pembelahan pertama dari setiap sel spermatosit primer dihasilkan dua sel spermatosit
sekunder dan selanjutnya akan dihasilkan dua sel spermatid, sehingga dari satu sel
spermatosit primer akan dihasilkan empat sel spermatid (Susilowati, dkk., 2010).
2.3.2 Spermiogenesis
spermatid menjadi spermatozoa. Inti sel spermatid akan mengumpul di bagian anterior sel,
sedang badan golgi akan mengumpul di bagian depan inti yang kemudian memipih
bentuknya. Di samping itu, terbentuk pula vakuola yang berisi idiosom atau proakrosome.
Setelah terbentuk vacuola, badan golgi berpindah ke arah posterior dan selanjutnya
terbentuk badan asesori yang kemudian menjadi bagian leher dari spermatozoa. Setelah
badan golgi berada di bagian leher, pada saat itu juga terbentuk sentriol yang berbentuk
seperti cincin. Mitokondria kemudian berkumpul pada bagian posterior kepala spermatozoa,
b. LH merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada masa pubertas,
c. FSH merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang
spermatogenesis.
banyak dan kualitasnya baik untuk diproses lebih lanjut untuk keperluan inseminasi buatan.
6
Secara umum penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh faktor internal,
yaitu hormon, metabolisme, keturunan, makanan, umur, dan kesehatan secara umum dari
manajemen, para penampung, cuaca, sarana penampungan, dan lain-lain. Maka untuk
mendapatkan semen yang memenuhi syarat adalah mengamati dan memperhatikan perilaku
Berbagai cara penampungan semen untuk keperluan IB telah banyak dilakukan dan
dikembangkan. Di antaranya dengan cara menyedot sperma dari vagina sesudah kawin alam.
Ada pengumpulan semen pada sapi dengan cara masase atau pengurutan yaitu memasukkan
tangan ke dalam rectum dan mengurut bagian saluran reproduksi hewan jantan yang
mengandung semen, hingga semen itu mengalir keluar melalui penis. Ada juga dengan cara
Vagina buatan adalah alat yang digunakan untuk menampung spermatozoa, di mana
alat tersebut dikondisikan sebagaimana vagina asli. Struktur dari alat ini adalah:
b. Lapisan dalam terbuat dari bahan seperti balon yang lembut karena lapisan ini adalah
d. Selongsong penampungan.
efektif diterapkan pada ternak besar (sapi, kuda, kerbau) ataupun ternak kecil (domba,
kambing, dan babi) yang normal (tidak cacat) dan libidonya bagus. Kelebihan metode ini
adalah selain pelaksanaannya yang tidak rumit, semen yang dihasilkannya pun maksimal
7
karena metode penampungan ini merupakan modifikasi dari perkawinan alam. Sapi jantan
dibiarkan menaiki pemancing yang dapat berupa ternak betina, jantan lain, atau panthom
(patung ternak yang didesain sedemikianrupa sehingga oleh pejantan yang akan ditampung
semennya dianggap sebagai ternak betina). Ketika pejantan tersebut sudah menaiki
pemancing dan mengeluarkan penisnya, penis tersebut arahnya dibelokkan menuju mulut
vagina buatan dan dibiarkan ejakulasi di dalam vagina buatan. Vagina tiruan yang
digunakan dikondisikan agar menyerupai kondisi (terutama dalam hal temperatur dan
Metode penampungan semen melalui masase dapat diterapkan pada ternak besar
(sapi, kerbau, kuda) dan pada ternak unggas (kalkun dan ayam). Pada ternak besar metode
pengurutan ampulla vas deferens diterapkan apabila hewan jantan tersebut memiliki potensi
genetik tinggi akan tetapi tidak mampu melakukan perkawinan secara alam, baik karena
nafsu seksualnya rendah atau mempunyai masalah dengan kakinya (lumpuh, pincang, atau
cedera). Sedangkan pada ternak ayam atau kalkun metode pengurutan punggung merupakan
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Case pada tahun 1925 dan kemudian
diikuti oleh Miller dan Evans pada tahun 1934. Teknik yang dilakukan adalah dengan cara
pengurutan pada bagian kelenjar vesicularis dan ampulae dari bagian depan ke belakang.
Pengurutan ini dilakukan selama dua menit dan biasanya akan dihasilkan semen.
pengalaman dalam hal pengurutan bagian ampulae melalui rektum. Dari hasil penelitian,
sangat sedikit sapi jantan yang merespon metode ini. Kendala lain dari metode ini adalah
semen yang dihasilkan tidak bersih dan mengandung lebih banyak kuman dibandingkan
8
dengan penampungan semen cara lain. Daerah preputium dan sekitarnya harus dibersihkan
dan dibilas dengan larutan NaCl. Penampungan semen dengan metode pengurutan ini lebih
mudah pada pejantan Angus muda dibandingkan dengan pejantan tua, sapi Hereford dan
Santa Gertrudis.
Apabila penampungan semen tidak bisa dilakukan dengan metode vagina buatan
dikarenakan ternak tidak cukup terlatih untuk ditampung, maka perlu dilakukan
penampungan dengan menggunakan alat ini. Perbedaan yang utama dari penampungan
vagina buatan adalah volume yang didapatkan dengan elektro-ejakulator adalah dua kali
lapit lebih besar dari vagina buatan, sedangkan densitasnya adalah separuhnya. Meskipun
demikian, perbaikan densitas dapat dilakukan dengan membuang bagian yang tidak
mengandung spermatozoa. Bagian ini keluar dulu setelah dirangsang, kemudian rangsangan
dilanjutkan dan penampungan ini menghasilkan semen dengan densitas yang baik.
Penampungan semen menggunakan metode ini adalah upaya untuk memperoleh semen dari
pejantan yang memiliki kualitas genetik tinggi tetapi tidak mampu melakukan perkawinan
secara alam akibat gangguan fisik atau psikis. Metode ini saat ini lebih banyak diterapkan
pada ternak kecil seperti domba dan kambing karena pada ternak besar lebih mudah
9
2.5 Pengenceran Semen
kepadatan spermatozoa serta menjaga kelangsungan hidup spermatozoa sampai batas waktu
penyimpanan tertentu pada kondisi penyimpanan di bawah atau di atas titik beku.
spermatozoa dalam periode yang lebih lama yakni untuk memperpanjang daya hidup
Media pengencer harus mengandung bahan makanan bagi spermatozoa, tidak bersifat
racun, mengandung bahan pelindung dari terjadinya “cold shock”, dapat mencegah
pertumbuhan kuman, dan sebagai penyanggah yang dapat mempertahankan pH, serta
mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia yang sesuai dengan plasma semen. Tentang syarat-
syarat bahan pengencer yaitu harus mengandung nutrisi, melindungi spermatozoa terhadap
“cold shock” mencegah perubahan pH, dan mempertahankan tekanan osmotik serta
pengenceran semen adalah kuning telur, susu, air kelapa. Bahan pengencer lain yang
Bahan pengencer tris kuning telur terdiri dari tris Aminomethan, asam sitrat,
karbohidrat sederhana, kuning telur, Penicillin, Sreptomycin dan aquadest. Tris Aminomethan
pelindung spermatozoa terhadap cold shock serta sebagai sumber energi (Suteky, 2008).
Sekitar 30% dari berat telur adalah bagian dari kuning telur. Kuning telur memiliki komposisi
10
gizi yang lebih lengkap dibandingkan putih telur. Komposisi utama kuning telur adalah terdiri
dari air, protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin dan protein telur termasuk
sempurna karena mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah yang cukup
cryoprotective kuning telur di perantarai oleh fraksi lipoprotein densitas rendah. Fraksi
lipoprotein densitas rendah berfungsi sebagai agen lipid tambahan pada membran plasma sel
sperma.
11
BAB 3 MATERI DAN METODE
Alat: Bahan:
Vagina buatan Domba jantan (hewancoba)
Termos Vaselin
Temperatur Alkohol 70%
Obyek glass Eosin negrosin
Cover glass NaCl 0.9%
Pipet tetes NaCl 1%
Mikroskop Aquadest
Spektrofotometer
tetapi dicegah agar tidak dinaiki. Dekatkan dan jauhkan 2-3 kali untuk
bertambah.
c. Operator lain memeriksa suhu vagina buatan dengan kisaran 420 - 450C dan
bibir luar vagina buatan diberi vaselin. Ambil posisi operator di belakang
sebelah kanan betina pemancing. Pegang vagina buatan dengan tangan kanan
simpan dalam termos dengan suhu sekitar 50C atau pada suhu kamar. Jangan
12
Gerakan massa: dengan meletakkan satu tetes semen di atas obyek glass
dan semen di atas obyek glass, kemudian diaduk hingga homogen dan
kali.
Penentuan konsentrasi air mani (cara Rusia): satu tetes semen diletakkan
di atas obyek glass kemudian ditutup dengan cover glass dan diamati di
kemudian tabung diangkat. Pada tabung kuvet lain, masukkan semen 0.05
dikonversikan:
Std
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
580
0.0 - 60 120 180 240 300 360 420 480 540
0.1 600 660 720 780 840 900 960 1020 1080 1140
0.2 1200 1260 1320 1380 1440 1500 1560 1620 1680 1740
0.3 1800 1860 1920 1980 2040 2100 2160 2220 2280 2340
0.4 2400 2460 2520 2580 2640 2700 2760 2820 2880 2940
0.5 3000 3060 3120 3180 3240 3300 3360 3420 3480 3540
0.6 3600 3660 3720 3780 3840 3900 3960 4020 4080 4140
0.7 4200 4260 4320 4380 4440 4500 4560 4620 4680 4740
0.8 4800 4860 4920 4980 5040 5100 5160 5220 5280 5340
13
0.9 5400 5460 5520 5580 5440 5700 5760 5820 5880 5940
hingga homogen. Satu tetes larutan tersebut diambil dan diletakkan di atas
obyek glass, diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali. Bila sel
Alat: Bahan:
Beker glass Susu skim
Batang gelas pengaduk Kuning telur
Termometer Buah pisang
Kompor Buah pepaya
Timbangan Air kelapa
Larutan sitrat
Aquadest
Antibiotik (Penicillin, Streptomycin)
Vaselin
Mikroskop
Penyaringan
14
1.1.3. Pengencer Air Susu Masak
a. Susu skim ditimbang sebanyak 3 gram, dimasukkan ke dalam beker glass dan
15
f. Pemeriksaan rutin dilakukan setiap hari (gerakan individu progresif dan
1.1.5. Pengencer Sari Buah Sitrat (Buah Pisang, Pepaya dan Air kelapa)
a. Masing-masing buah ditimbang 30 gram kecuali air kelapa, kemudian digerus
pH.
c. Tambahkan larutan sitrat dengan perbandingan 1:1 ke dalam sari buah.
d. Ditambahkan antibiotik Penicillin dengan dosis 1000 IU/ ml pengencer dan
bau, warna dan derajat keasaman semen. Hasil evaluasi semen segar dari domba jantan
menunjukkan bahwa semen tersebut memenuhi syarat dan layak untuk diencerkan.
16
Domba 1 ml Kental Putih susu Khas domba 6,5
Volume ejakulasi semen yang didapatkan sebanyak 1 ml. Hal ini termasuk kategori
normal karena rata-rata volume semen domba adalah kisaran 0,5 - 2 ml. Semen domba
umumnya mempunyai volume yang rendah tetapi konsentrasi sperma tinggi sehingga
memperlihatkan warna krem atau putih susu. Dalam jenis ternak itu sendiri volume semen
per ejakulasi berbeda-beda menurut breed, umur, ukuran badan, kualitas pakan, dan lain-lain.
Volume rata-rata akan meninggi dengan prestimulasi yang cukup dan umumnya lebih tinggi
bila penampungan dilakukan secara elektro ejakulasi daripada dengan vagina buatan
Konsistensi semen yang didapatkan adalah kental atau pekat. Hal ini terlihat saat
tabung dimiringkan dan ditegakkan kembali, terlihat bintik kecil yang banyak seolah
berdesakan turun ke bawah perlahan-lahan. Dalam semen yang pekat mengandung lebih
banyak spermatozoa daripada kelenjar assesorisnya. Semen domba ini normal karena relatif
pekat, hal itu berarti semen domba ini mengandung spermatozoa yang relatif banyak.
Semen spesies hewan secara normal mempunyai bau tertentu yang banyak
dipengaruhi oleh bau cairan dari kelenjar pelengkap. Bau semen yang didapatkan adalah bau
khas semen domba. Dalam hal ini termasuk kategori normal, karena tidak ditemukan bau
busuk yang berarti tidak ada infeksi sepanjang saluran alat kelamin pejantan. Tidak juga
ditemukan bau anyir (amis) yang berarti tidak ada keabnormalitasan alat kelamin pejantan.
Warna semen yang didapatkan adalah berwarna putih bersih sampai pekat atau krem.
Hal ini termasuk kategori normal. Tidak terlihat keadaan yang abnormal, seperti warna semen
yang tercemar darah (merah), warna coklat muda atau kehijau-hijauan yang berarti
terkontaminasi feses, warna kuning atau putih kotor yang berarti tercampur air kencing atau
17
Derajat keasaman semen yang diperoleh menunjukkan angka 6,5 yang diukur
menggunakan kertas lakmus. Hasil ini termasuk kategori normal karena untuk pH semen
domba dan kambing adalah 6,4-6,8 (Susilowati, dkk., 2010). Semakin baik kualitas semen
cenderung semakin asam, karena kualitas semen yang baik spermatozoanya akan lebih aktif
bergerak dan menghasilkan asam laktat yang lebih banyak sehingga pHnya rendah. Pada pH
semen yang tinggi (lebih alkalis) umumnya banyak mengandung sel-sel spermatozoa yang
mati. Peningkatan sekresi kelenjar asesoris dapat pula menghasilkan pH semen yang lebih
alkalis.
Pada pemeriksaan mikroskopis ini yang diperiksa adalah gerakan massa, gerakan
Gerakan massa adalah gerakan dari beberapa sel spermatozoa bersama-sama sehingga
membentuk suatu gelombang. Gerakan massa mencerminkan daya gerak dan konsentrasi
spermatozoa. Pemeriksaan ini dilakukan pada suhu 37°C agar diperoleh gerakan spermatozoa
yang optimal. Penilaian gerakan massa semen yang didapatkan adalah +++, artinya gerak
semen membentuk gelombang-gelombang yang besar dan banyak serta cepat. Hal tersebut
memberikan gambaran yang jelas bahwa semen tersebut mengandung spermatozoa hidup
Gerakan individu dari setiap spermatozoa penting. Sebab bila tidak ada gerakan dari sel
spermatozoa, tidak mungkin spermatozoa dapat mencapai sel telur (ovum) yang terdapat di
tuba fallopii. Pemeriksaan gerakan setiap spermatozoa harus dilakukan pada temperatur
tubuh sebab pada temperatur dilakukan segera setelah semen ditampung dari seekor pejantan.
Penilaian gerakan individu spermatozoa dari semen yang didapatkan adalah 90/4, yang
berarti bahwa spermatozoa yang bergerak progresif 90% dengan kecepatan 4 (sangat cepat).
Dan pergerakan spermatozoa bersifat Progresif (P) atau gerakan maju. Lubis (2011)
18
mengatakan bahwa motilitas yang baik dari spermatozoa memungkinkan spermatozoa dapat
mencapai sel telur di dalam saluran oviduk dalam waktu yang relatif singkat, sehingga
cm3 (ml) semen. Dalam hal ini perhitungan sering menggunakan satuan mm 3. Berdasarkan
cara Rusia, penilaian untuk konsentrasi semen yang didapatkan adalah Densum (D) yang
umumnya kental, yaitu letak spermatozoa sedemikian rapat sehingga jarak antara kepala
spermatozoa yang satu dengan yang lain kurang dari panjang satu kepala spermatozoa.
Berarti ada lebih dari 1 juta spermatozoa di dalam setiap mm 3 semen. Selain itu, konsentrasi
didapatkan adalah 0.68 yang menunjukkan terdapat spermatozoa 4080 juta per ml.
Menurut Toelihere (1993) dalam Lubis (2011) menyatakan bahwa semen yang baik adalah
yang didapatkan masih menunjukkan nilai normal.Hal ini sesuai dengan pendapat Toelihere
(1993) dalam Lubis (2011) yang menyatakan bahwa pada kebanyakan ejakulat persentase
spermatozoa abnormal berkisar antara 5-20%. Apabila abnormalitas spermatozoa lebih dari
25% dari total spermatozoa dalam satu kali ejakulasi, maka akan menurunkan fertilisasi
perbedaan setiap bahan pengencer, serta terdapat interaksi antara lama waktu penyimpanan.
Hal ini menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa dipengaruhi oleh lama waktu
19
penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan menyebabkan motilitas spermatozoa terus
mengalami penurunan karena persediaan energi semakin terbatas dan menyebabkan tingkat
spermatozoa terus berlangsung, baik secara aerob maupun anaerob. Toelihere (1993) dan
Bearden dan Fuquay (1984) dalam Lubis (2011) menyatakan bahwa metabolisme
spermatozoa dalam keadaan anaerob menghasilkan peningkatan asam laktat dan menurunkan
pH semen yang akhirnya menurunkan motilitas dan daya hidup spermatozoa. Kadar asam
laktat yang cukup tinggi akan menghambat aktivitas metabolisme spermatozoa dan juga
merupakan racun bagi spermatozoa. Metabolisme bertujuan untuk menghasilkan ATP dan
ADP yang dipergunakan untuk motilitas spermatozoa. Apabila persediaan fosfat organik
dalam ATP habis, maka kontraksi fibril spermatozoa akan berhenti sehingga motilitas juga
berhenti.
terhadap pengaruh NaCl 1% yang bersifat hipotonis, sehingga NaCl 1% akan masuk ke
dalam spermatozoa dan dalam kadar tertentu spermatozoa akan membengkak dan akhirnya
spermatozoa akan pecah (lisis) dan mati. Pada pemeriksaan semen domba yang diperiksa
domba yang ditampung memiliki angka resistensi yang berada dalam kisaran normal yaitu
500 – 5000, dan semen ini juga layak digunakan untuk inseminasi buatan (IB). Syarat dari
semen yang layak digunakan untuk IB sekurang-kurangnya memiliki angka resistensi 3000.
20
Apabila semen memiliki angka resistensi kurang dari 3000 maka semen tidak dapat
digunakan untuk IB (Hardijanto dkk., 2010). Menurut Suherni dkk (2010) bahwa hasil uji
resistensi semen kurang dari 3000 dari seekor pejantan dinyatakan tidak dapat digunakan
untuk IB, namun setelah di uji kekentalan, gerakan, dan aktifitas spermatozoa ternyata masih
cukup baik untuk digunakan IB. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil uji resistensi bukan
Hasil pemeriksaan harian semen cair domba yang disimpan di dalam lemari es (2 - 8oC)
Pengencer Pengamatan H1 H2 H3 H4 H5 H6
Gerakan individu 50/3 20/3 10/2 10/1 0/0 0/0
% hidup 64,1% 24% 17,6% 17,6% 9,3% 0%
Kuning
Telur Sitrat % mati 35,9% 76% 82,4% 82,4% 90,7% 100%
% abnormalitas 25% 25% 35% 40% 50% 60%
Gerakan individu 80/4 70/3 60/2 50/2 30/2 10/1
% hidup 88% 75,4% 66% 58% 35,9% 29,7%
Susu Skim
% mati 12% 24,6% 34% 42% 64,1% 70,3%
% abnormalitas 10% 30% 40% 45% 70% 70%
Gerakan individu 75/3 50/3 35/2 20/2 10/1 10/1
% hidup 80% 55,2% 42% 31,7% 17,9% 3%
Pisang sitrat
% mati 20% 44,8% 58% 68,3% 82,1% 93%
% abnormalitas 20% 60% 70% 70% 85% 85%
Gerakan individu 75/4 55/3 45/3 30/2 20/1 10/1
% hidup 89,3% 80,6% 71% 68,3% 47,4% 40,3%
Pepaya
sitrat % mati 10,7% 19,4% 29% 31,7% 52,6% 59,7%
% abnormalitas 15% 20% 35% 40% 60% 75%
Air Kelapa Gerakan individu 90/4 75/4 70/3 55/3 50/2 50/2
sitrat
% hidup 91,8% 78,2% 75,1% 61% 57,7% 54,05%
21
% mati 8,2% 21,8% 24,9% 39% 42,3% 45,95%
% abnormalitas 10% 25% 30% 35% 40% 60%
Dari hasil pengamatan di atas, dapat dilihat bahwa diluter yang memberikan hasil yang
baik adalah air kelapa sitrat. Daya tahan semen dalam air kelapa sitrat yang teramati adalah 6
hari. Pada hari pertama, gerakan individu setelah ditambah dengan air kelapa sitrat
menunjukkan sangat cepat dengan arah gerak progresif atau maju sebanyak 90% (90/4). Pada
hari kedua sampai keempat, pergerakan spermatozoa sedang dengan arah gerak progresif
masing-masing 75%, 70% dan 55%. Pada hari kelima, pergerakan spermatozoa menjadi
lambat/pelan dengan 50% spermatozoa bergerak progresif. Pada hari keenam, semen cair
yang ditambahkan pengencer air kelapa sitrat masih layak digunakan untuk inseminasi
buatan.
Diluter yang menunjukkan hasil jelek yaitu kuning telur sitrat. Pada hari pertama,
gerakan individu setelah ditambah dengan kuning telur sitrat menunjukkan spermatozoa
hanya bergetar dalam satu lapang pandang sebanyak 50% (50/3). Pada hari kedua sampai
keempat, pergerakan spermatozoa sedang hingga kecil masing-masing 20%, 10% dan 10%.
Pada hari kelima, pergerakan spermatozoa tidak dapat diidentifikasi, perhitungan kematian
4.5 Pembahasan
Pengencer kuning telur sitrat (KTS) digunakan sebagai media hidup spermatozoa
karena mengandung lecithin dan lipoprotein yang dapat digunakan sebagai bahan penyangga
(buffer) semen dan mencegah terjadinya cold schock akibat penurunan temperatur yang
mendadak. Selain itu, kuning telur mengandung glukosa yang dapat digunakan sebagai
sumber energi bagi spermatozoa (Suteky dkk., 2008). Keunggulan kuning telur terletak pada
lipoprotein dan lesitin yang terkandung di dalamnya. Sehingga kuning telur befungsi sebagai
pelindung dan dapat mempertahankan integritas selubung lipoprotein dan sel spermatozoa
(Hidayat, 2011).
22
Namun, dalam praktikum ini penggunaan kuning telur sitrat sebagai diluter
menunjukan hasil yang buruk, dimana pada hari ke 5 bahkan tidak ada spermatozoa yang
mampu bertahan hidup,, hal ini diduga dikarenakan tidak sempurnanya pemisahan antara
kuning telur dan putih telur dalam proses pembuatan diluter, putih telur memiliki kandungan
lysozyme yang merupakan zat enzim yang dapat membunuh spermatozoa, zat ini
menyebabkan spermatozoa tidak dapat bertahan dan mati seluruhnya pada hari ke-5. Proses
pemisahan kuning telur dengan putih telur harus dilakukan dengan hati-hati, memisahkan
kuning telur dengan putih telur dilakukan dengan membuang zat putih telur, kemudian zat
putih telur yang masih utuh terbungkus vitelin diletakan pada kertas saring guna menyerap
putih telur yang masih tersisa, pada praktikum ini proses pemisahan antara kuning telur dan
putih telur dilakukan tanpa menyaring kembali menggunakan kertas saring, sehingga bahan
mudah diperoleh (Toelihere, 1981), namun dapat menghasilkan semen yang berkualitas.
Berdasarkan pada kriteria tersebut air kelapa memenuhi syarat digunakan sebagai bahan
pengencer semen, karena buah kelapa sangat mudah diperoleh di negara-negara tropik seperti
Indonesia, dengan harga murah dibandingkan dengan bahan-bahan kimia sintetik. Air kelapa
mengandung karbohidrat yang dapat menjadi sumber energi bagi kehidupan spermatozoa
(Smith et al., 1971 yang disitasi oleh Ketaren & Djatmiko, 1981).
Menurut Yildiz et al. (2000), fungsi karbohidrat dalam pengencer adalah sebagai
juga menyediakan substrat energi untuk kebutuhan spermatozoa selama proses penyimpanan.
Reaksi-reaksi yang menghasilkan energi di dalam semen hanya terjadi di dalam spermatozoa
(Toelihere, 1981). Proses metabolisme utama pada spermatozoa adalah glikolisis dan
respirasi (Salisbury & Van Demark, 1985). Fruktosa, glukosa dan manosa dimetabolisir oleh
23
spermatozoa sebagai sumber energi. Fruktosa juga berfungsi mempertahankan tekanan
Susu yang digunakan sebagai pengencer memiliki kandungan anti cold shock yang
baik untuk sperma sehingga menjadi pelindung saat penurunan suhu dalam proses
terutama untuk sterilisasi media pengencer dari zat ataupun mikroorganisme yang tidak
diinginkan dan juga guna pengurangan kadar lemak susu. Selain itu tujuan utama untuk
menonaktifkan enzim yang terdapat dalam mikroorganisme yang dapat mencerna lapisan luar
membran spermatozoa dan dapat menyebabkan kematian sperma (Hidayat, 2011). Di dalam
susu skim sudah terdapat larutan penyangga yang berfungsi untuk mempertahankan pH
semen sehingga penurunan pH akibat penimbunan asal laktat sebagai hasil akhir metabolisme
potasium, karbohidrat, mineral, Vitamin C dan B6, kalium, magnesium dan mangan yang
berperan penting terhadap daya hidup dan motilitas spermatozoa. Pepaya mengandung
magnesium, phosphor dan zinc. Kandungan vitamin E pada buah pisang dan pepaya dapat
menetralisir gugus hidroksil, superoksida, dan radikal hidrogen peroksida, serta mencegah
aglutinasi sperma (Aggarwal et al., 2005). Vitamin E dan C berhubungan dengan efektifitas
antioksidan masing-masing α-tokoferol yang aktif dapat diregenerasi oleh interaksi dengan
antar-diluter. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan nutrisi yang terkandung dalam bahan
pengencer. Menurut Utomo dan Sumaryati (2000) dalam Suteky (2008), bahwa dalam
pengencer susu skim hanya menyediakan zat energi, sedangkan pengencer KTS juga terdapat
24
Penurunan laju motilitas spermatozoa juga dapat terlihat setiap harinya. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya energi spermatozoa akibat proses metabolisme yang terus
berjalan. Suteky (2008) menyebutkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan, maka
nutrisi yang terdapat dalam bahan pengencer akan semakin menurun dan dapat menurunkan
motilitas spermatozoa.
Proses metabolisme juga berpengaruh dalam penimbunan asam laktat sehingga
spermatozoa. Menurut Tambing et al. (2000), dengan adanya metabolisme pada kondisi
berkorelasi nyata dengan daya gerak spermatozoa dan memperpendek daya tahan hidup
menunjukkan bahwa banyak spermatozoa yang masih hidup tetapi tidak motil atau bergerak
tidak progresif.
25
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa
diluter yang paling baik untuk bahan pengencer semen adalah air telur sitrat karena
5.2 Saran
Berdasarkan data labolatoris yang diperoleh pada pengenceran semen domba maka
dapat disarankan penggunaan pengencer kuning telur sebagai diluter semen yang baik. Telur
yang populer di masyarakat dan harganya terjangkau sehingga dapat menjadi pilihan utama
karena mengandung lecithin sehingga tahan terhadap cold shock. Akan tetapi harus
diperhatikan dalam penyaringan kuning telur agar putih telur tidak tercampur. penggunaan air
kelapa sebagai diluter sebaiknya ditambahkan kuning telur, hal ini disebabkan karena zat
didalam kuning telur mampu melindungi spermatozoa dari cold shock sehingga dapat
26
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, H.K., S. Gupta, R. Pandey, R. Katyai, R.P. Aggarwal and S.K. Aggarwal. 2005.
Lipid peroxide levels and antioxidant status in alcoholic liver disease. Ind. J. Clinic
Biochem 20 (1):67-71.
Bearden, H.J. and J.W. Fuquay. 1997. Applied Animal Reproduction 4 th Ed. Prentice Hall,
Upper Saddle, New Jersey.
Hariyatmi. 2004. Kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas pada
usia lanjut. Jurnal MIPA UMS 14:52-60.
Lubis, T.M. 2011. Motilitas spermatozoa ayam kampung dalam pengencer air kelapa, NaCl
fisiologis dan air kelapa-NaCl fisiologis pada 25 - 290C. Agripet : Vol (11) No.2:45-
50.
Rinaldi. 2012. Penampungan semen dan SNI semen beku. Sumatra Utara. Attribution Non-
Commercial.
Salisbury, G. W., & N. L. Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
pada Sapi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (Diterjemahkan oleh R.
Djanuar).
Siregar, S. B. dan P. Sitorus. 1977. Pertumbuhan dan produksi susu dari F1 "grading-up" sapi
perah Friesien dengan semen beku impor. Lembaran LPP 3:1-9.
Suteky, T., S. Kadarsih dan Y.Y. Novitasari. 2008. Pengaruh pengencer susu skim dengan
sitrat kuning telur dan lama penyimpanan terhadap kualitas semen kambing
persilangan Nubian dengan peranakan Ettawa. Jurnal Sain Peternakan Indonesia; 3
(2). 81 – 88.
Tambing SN, Toelihere MR, Yusuf TL, Sutama IK. 2000. Kualitas semen beku kambing
peranakan etawah setelah ekuilibrasi. Hayati 8 : 70-75.
27
Toelihere, M.R. dan M.B. Taurin. 1979. Semen Beku edisi ketiga. Departemen Reproduksi
Institute Pertanian Bogor, Bogor.
28