DISUSUN OLEH :
NAMA : Abhipraya Fauzan Nugraha
NIM : D1A019137
KELOMPOK : 7D
ASISTEN : Obiet Jovansa Putra
3.1 Materi
3.1.1 Alat
1. Pisau
2. Kalkulator
3. Plastik
4. Tissue
5. Kantong kresek kecil
6. Mikrometer sekrup
7. Jangka sorong
3.1.2 Bahan
1. Berbagai telur unggas
3.2 Metode
3.2.1 Struktur Telur
Bagian-Bagiannya diamati
Ketebalan kerabang
diukur dan dihitung
4.1 Hasil
4.1.1 Struktur Telur
Struktur Telur
Diameter Lebar
Rumus Indeks Telur = x 100 %
Diameter Panjang
Telur Ayam Kampung = 80% = Bulat
Telur Angsa = 65% = Lonjong
Telur Ayam = 74% = Ideal
2. Hasil pengukuran ketebalan kerabang telur menggunakan mikrometer.
Bagian Ketebalan
Kerabang bagian Tengah 0,46 mm
Kerabang bagian Tumpul 0.6 mm
Kerabang bagian Lancip 0,12 mm
Rumus Ketebalan Kerabang =
Skala Kerabang Tengah +Skala KerabangTumpul+ Skala Kerabang Lancip
=0,39 3
3
mm
4.2 Pembahasan
4.2.1 Struktur Telur
Albumen atau putih telur memiliki ciri semi liquid atau kental, yang berwarna bening
transparan dan mempunyai 3 lapisan. Outer thin white itu lapisan bagian luar yang encer,
thick white itu lapisan bagian tengah yang kental, dan inner thin white itu lapisan bagian
dalam yang encer. Sesuai dengan pendapat Sudaryani (2004) putih telur encer (watery
whites) terlihat bila telur dipecah dan dituangkan pada permukaan yang rata tampak encer
seperti air dan menyebar.
Telur apabila tersusun dari luar itu terdiri dari kutikula, kerabang atau shell, selaput
kerabang atau membran shell, putih telur atau albumen, chalaza, membran viteline, kuning
telur atau yolk, germinal disc. Menurut Nuryati dkk (2002) menyatakan bahwa telur terdiri
atas enam bagian penting, yaitu kerabang telur (shell), selaput kerabang (shell membrane),
putih telur (albumen), kuning telur (yolk), tali kuning telur (chazale), dan sel benih (germinal
disc). Sedangkan Hartono dan Isman (2010) menyatakan bahwa struktur telur terdiri atas
empat bagian penting, yaitu selaput membran, kerabang (shell), putih telur (albumen), dan
kuning telur (yolk).
Proporsi telur dimulai dari kerabang itu proporsinya ada 9-11%, putih telur memiliki
proporsi 56-61%, yolk atau kuning telur memiliki proporsi 27-31%. Proporsi ini menentukan
berapa perbandingan antara bagian kerabang, albumen dan yolk. Menurut pendapat
Suharyanto (2009) struktur telur pada umumnya terdiri dari kerabang (kulit telur) ±10%,
putih telur (albumen) ±60%, dan kuning telur (yolk) ± 30%.
4.2.2 Bentuk Telur
Bentuk telur berbagai jenis unggas pada umumnya memiliki bentuk oval atau
lonjong. Bentuk telur ini secara umum dikarenakan faktor genetis (keturunan). Telur ayam
horn memiliki ukuran yang lebih besar dari telur ayam kampung. Berbeda halnya dengan
telur puyuh yang memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis telur unggas
lainnya. Meskipun telur unggas memiliki ukuran yang beragam, namun semua jenis telur
unggas mempunyai struktur telur yang sama (Saraswati, 2012).
Faktor yang mempengaruhi bentuk telur itu yang pertama umur, ayam yang baru
berreproduksi telurnya kecil dan biasanya bentuknya berurutan dari bulat, panjang
kemudian lonjong, yang kedua itu sifat fisiologis, ketika pakan kekurangan kalsium maka
bentuk kerabang akan lebih tipis, yang ketiga stress karena berpengaruh terhadap hormon
FSH dan LH, dan yang terakhir itu penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna (2005)
bahwa bentuk telur berbagai jenis unggas pada umumnya memiliki bentuk oval atau lonjong.
Bentuk telur ini secara umum dikarenakan faktor genetis (keturunan). Setiap induk bertelur
berurutan dengan bentuk yang sama yaitu bulat, panjang, dan lonjong.
Lingkungan juga mempengaruhi bentuk dari telur sendiri. Menurut Wilson (1975)
mengemukakan bahwa bentuk telur merupakan ekspresi dari kandungan protein pakan.
Protein pakan akan mempengaruhi viskositas telur yang mencerminkan kualitas interior
telur, selanjutnya dapat mempengaruhi indeks kuning telur.
4.2.3 Kualitas Kerabang Telur
Kualitas telur merupakan faktor yang terpenting dalam pemasaran karena berkaitan
erat dengan selera konsumen, baik kualitas telur utuh yang segar maupun telur awetan
maupun telur awetan atau olahan. Telur utuh segar, di dalamnya yang perlu diperhatikan
kualitas eksternalnya yaitu: ukuran telur, bentuk oval, warna kerabang, tekstur kerabang
halus, tidak ada kelainan-kelainan, dan bersih dari kotoran kandang. Sedangkan kualitas
internalnya bila diteropong, ruang udaranya relative kecil, tidak mengalami perubahan isi
didalamnya dan posisi kuning telur berada ditengah. Apabila dilakukan pemeriksaan dengan
memecah kerabang telur, maka didapatkan nilai indeks putih dan kuning telur tinggi serta
putih telurnya kental dan jernih dengan nilai HU > 70 (Tugiyanti dan Iriyanti, 2012).
Menurut Astawan (2004) kualitas telur juga dapat dilihat dari kulit telur, isi telur, dan
berat telur. kulit telur dikatakan baik apabila mempunyai kulit yang bersih, tidak
mengandung kotoran apapun, tekstur kulit halus dan utuh (tidak retak). Kualitas isi telur
yang baik adalah telur yang memiliki ruang udara sekecil mungkin.
Kualitas telur dapat dilihat dari indeks Haugh, warna kuning telur, indeks kuning
telur, indeks putih telur, berat kuning telur, berat putih telur dan berat telur. Hal tersebut
didukung oleh pernyataan Argo dkk (2013) bahwa berat telur, indeks putih telur dan indeks
kuning telur dipengaruhi oleh protein, lemak dan asam amino esensial yang terkandung
dalam ransum. Warna kuning telur dipengaruhi zat-zat yang terkandung dalam ransum,
seperti xanthofil, beta caroten, klorofil dan cytosan.
4.2.4 Bobot Telur
Bobot telur unggas memiliki bentuk dan bobot yang bervariasi tergantung dari
bangsanya. Beberapa faktor yang mempengaruhi bobot telur pada unggas yaitu faktor
genetik berkaitan dengan pertumbuhan yolk, periode peneluran berkaitandengan saluran
reproduksi, pakan dan cuaca berkaitan apabila kekurangan nutrisi pada pakan maka bobot
telur akan rendah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat ahli, menurut Rodenberg dkk (2016)
menyatakan bahwa bobot telur dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, pakan,
komposisi telur, periode bertelur, umur unggas, dan bobot badan induk.
Bobot telur dari berbagai unggas memiliki bobot yang berbeda beda. Bobot telur
puyuh 10g, bobot telur ayam niaga petelur 55g dan bobot telur itik 75g, meskipun bobotnya
berbeda-beda tetapi strukturnya sama. Sesuai dengan pendapat Saraswati (2012) meskipun
telur unggas memiliki ukuran yang beragam, namun semua jenis telur unggas mempunyai
struktur telur yang sama.
Proses penetasan sebaiknya menggunakan telur yang bobotnya seragam. Umumnya
peternak hanya memasukkan telur tetas ke dalam mesin tetas tanpa memperhatikan bobot
telur dan selama proses penetasan juga tanpa memperhatikan frekuensi pemutaran telur.
Hal tersebut akan menyebabkan sulit untuk mencapai keberhasilan yang maksimal dalam
penetasan. Shanaway (1994) mengemukakan bahwa bobot telur yang terlalu besar atau
terlalu kecil menyebabkan menurunnya daya tetas. Bobot telur yang ditetaskan sebaiknya
seragam sesuai dengan bangsa unggas.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Telur apabila tersusun dari luar itu terdiri dari kutikula, kerabang atau shell, selaput
kerabang atau membran shell, putih telur atau albumen, chalaza, membran viteline,
kuning telur atau yolk, germinal disc.
2. Bentuk telur berbagai jenis unggas pada umumnya memiliki bentuk oval atau
lonjong.
3. Kualitas telur merupakan faktor yang terpenting dalam pemasaran karena berkaitan
erat dengan selera konsumen, baik kualitas telur utuh yang segar maupun telur
awetan maupun telur awetan atau olahan.
4. Bobot telur unggas memiliki bentuk dan bobot yang bervariasi tergantung dari
bangsanya.
5.2 Saran
1. Praktikan harus lebih memahami lagi materi yang disampaikan.
2. Praktikan lebih aktif lagi dalam diskusi dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah ,Nurul. 2013. Uji Salmonella-Shigella Pada Telur Ayam Yang Disimpan Pada Suhu Dan
Waktu Yang Berbeda. Urnal Ilmiah Edu Research Vol.2 No.1.
Argo, L. B., Tristiarti, T., & Mangisah, I. (2013). Kualitas fisik telur ayam arab petelur fase I
dengan berbagai level Azolla microphylla. Animal agriculture Journal, 2(1), 445-457.
Astawan, M. (2004). Tetap sehat dengan produk makanan olahan. Tiga Serangkai. Solo.
Harlander, A., Jones, T., Knierim, U., Kuhnt, K., Pirngel, H.,Reiter, K., Serviere, J., and Ruis,
M.A.W. 2016. Welfare of duck inEuropen duck husbandry system. Poult. Sci.
61:633-647.
Hartono, T dan Isman. 2010. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agro Media Pustaka.
Yogyakarta.
Herlina ,B., T. Karyono, R. Novita, P. Novantoro. 2016. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur
Ayam Merawang (Gallus Gallus) Terhadap DayaTetas. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia 11 ( 1).
Nuryati, T., Sutarto, M. Khamin, dan P.S. Hardjosworo. 2002. Sukses Menetaskan Telur. Edisi
ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta
Saraswati, D. (2012). Uji bakteri Salmonella sp pada telur bebek, telur puyuh dan telur ayam
kampung yang di perdagangkan di pasar liluwo Kota Gorontalo. Skripsi, Universitas
Negeri Gorontalo, Gorontalo.
Shanawany. 1994. Quail Production Systems. FAO of The United Nations. Rome.
Suprijatna, E., Atmomarsono., dan R. Kartasujana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Tugiyanti, E., & Iriyanti, N. (2012). Kualitas eksternal telur ayam petelur yang mendapat
ransum dengan penambahan tepung ikan fermentasi menggunakan isolat produser
antihistamin. Jurnal Aplikasi teknologi pangan, 1(2).
Wilson, B.J. 1975. The performance of male ducklings given starter diets with different
concentration of energy and protein. British Poult Sci. 16: 625-657.