Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN SILASE

OLEH

KELOMPOK 2

NAMA ANGGOTA :

1. RADITHA HAMIDIYAH (2005030001)


2. NADIA ROSMINA LANI (2005030002)
3. ANGGELINA ENO BAU (2005030029)
4. JIMMI RINALDI SABUNA (2005030072)
5. YOSUA RINI (2005030120)
6. VINCENTIA KARTIKA MAHARANI (2005030206)
7. YAKOBUS LEWOLEIN (2005030208)

PRODI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN, KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Faktor utama penentu keberhasilan dalam usaha peternakan adalah penyediaan pakan.
Kekurangan hijauan segar sebagai pakan ternak sudah lama dirasakan oleh peternak di
Indonesia. Seringkali peternak menanggulanginya dengan cara memberikan pakan seadanya
yang diperoleh dengan mudah dari lingkungan di sekitarnya. Pemberian pakan ternak yang
seadanya sangat mempengaruhi produktivitas ternak, terlihat dari lambatnya pertumbuhan
atau minimnya peningkatan berat badan (BB) bahkan sampai mengalami sakit. Pembuatan
silase merupakan salah satu cara yang sangat berguna untuk tetap menggunakan materi
tanaman dengan kualitas nutrisi yang tinggi sebagai pakan ternak di sepanjang waktu, tidak
hanya untuk musim kemarau (Syamsu, 2003).
Pengawetan hijauan segar atau yang disebut silase diharapkan dapat mengatasi
permasalahan kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya
dapat memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak merupakan fungsi dari
ketersediaan pakan dan kualitasnya. Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di
antaranya suhu harian, iklim, dan ketersediaan air tanah. Faktor tersebut sangat
mempengaruhi ketersediaan hijauan pakan ternak yang diharapkan kontinyu sepanjang tahun
(Syamsu, 2003).
Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses
ensilase diberi penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam
laktat ataupun karbohidrat mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator adalah untuk
menambahkan bahan kering untuk mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada
silase, mempercepat proses ensilase, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur,
merangsang produksi asam laktat dan untuk meningkatkan kandungan nutrien dari silase
(Komar, 1984).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari melakukan praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana prinsip pembuatan silase dengan baik sesuai dengan
prosedur kerja.
2. Untuk mengurangi atau meminimalisir kekurangan pakan bagi ternak pada musim
kemarau

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari melakukan praktikum ini adalah :
1. Agar mahasiswa/I atau praktikan mengetahui langsung cara pembuatan silase tanpa
belajar teoritisnya saja.
2. Agar sumber pakan ternak dapat tersedia pada saat pakan mulai berkurang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Silase
Silase adalah pakan yang berbahan baku hijauan, hasil samping pertanian atau bijian
berkadar air tertentu yang telah diawetkan dengan cara disimpan dalam tempat kedap udara
selama kurang lebih 3 minggu. Penyimpanan pada kondisi kedap udara tersebut
menyebabkan terjadinya fermentasi pada bahan silase. Tempat penyimpanannya disebut
silo.Silo bisa berbentuk horizontal ataupun vertikal. Silo yang digunakan pada peternakan
skala besar adalah silo yang permanen, bisa berbahan logam berbentuk silinder ataupun
lubang dalam tanah (kolam beton). Silo juga bisa dibuat dari drum atau bahkan dari plastik.
Prinsipnya, silo memungkinkan untuk memberikan kondisi anaerob pada bahan agar terjadi
proses fermentasi. Bahan untuk pembuatan silase bisa berupa hijauan atau bagian-bagian lain
dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti rumput, legume, biji-bijian,
tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan lain-lain. Kadar air bahan yang optimal untuk
dibuat silase adalah 65-70% . Kadar air tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar
air terlalu rendah sering menyebabkan terbentuknya jamur. Kadar air yang rendah
juga meningkatkansuhu silo dan meningkatkan resiko kebakaran (Heinritz, 2011).
Menurut Cullison (1975) dan Utomo (1999), bahwa karakteristik silase yang baik adalah :
 Warna silase, silase yang baik umumnya berwarna hijau kekuningan atau kecoklatan.

Sedangkan warna yang kurang baik adalah coklat tua atau kehitaman.

 Bau, sebaiknya bau silase agak asam atau tidak tajam. Bebas dari bau manis, bau amonia

dan bau H2S.

 Tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas. Tidak menggumpal, tidak lembek dan tidak

berlendir.

 Keasaman, kualitas silase yang baik mempunyai pH 4,5 atau lebih rendah dan bebas

jamur.
2.2 EM4
Penambahan EM4 ke dalam silase hijauan pakan ternak untuk tujuan penyimpanan
hijauan pakan ternak segar akan menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Selain itu penambahan
EM4 akan meningkatkan nafsu makan ternak dari aroma asam manis yang ditimbulkan. Al-
azhary (2006) sapi, kerbau dan kambing telah bisa diberikan silase larutan pada musim
kemarau saat rumput juga sulit didapat. EM4 dapat digunakan sebagai probiotik pembuatan
silase, rumput kering, jerami, pohon jagung kering dan lain-lain dapat diolah menjadi pakan
ternak dengan dipotong kecil-kecil terlebih dahulu, potongan rumput kering ini ditaruh dalam
bak drum atau tempat lain , disiram dengan EM4 sampai lembab dan dipadatkan.

2.3 Dedak Padi


Dalam proses pembuatan silase, bahan tambahan sering digunakan dengan tujuan untuk
meningkatkan atau mempertahankan kualitas dari silase. Dedak padi dan tepung jagung
merupakan beberapa bahan tambahan yang dapat digunakan dalam pembuatan silase sebagai
sumber karbohidrat terlarut. Keuntungan dari dedak padi dan dedak jagung sebagai bahan
tambahan yaitu harga yang relatif murah serta mudah didapat. Penambahan dedak padi dan
tepung jagung diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik silase rumput gajah karena
keberhasilan silase dapat dilihat dari kualitas fisik silase,serta dapat meningkatkan
palatabilitas dan kecernaan bahan pakan pada ternak.
BAB III
MATERI DAN METODE

1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktikum


Praktikum pembuatan silase dilaksanakan pada :
Hari/ Tanggal : Sabtu, 22 Oktober 2022
Waktu : 10.00 WITA – selesai
Tempat : Kantor Desa Oeletsala

2. Alat dan Bahan Praktikum


a) Alat :
 Parang
 Terpal
 Silo/ drum plastik
 Ember
 Talenan (kayu sebagai alas saat pencincangan rumput)
 Timbangan
 Karung
 Gelas aqua
b) Bahan :
 Rumput 70 %
 Daun gamal 30 %
 Dedak padi 6 Kg
 EM4
 Air
 Gula air

3. Langkah kerja
 Mencincang rumput dengan panjang 3 – 5 cm
 Mengambil daun gamal
 Membentang terpal
 Menjemur hijauan atau diangin-anginkan terlebih dahulu
 Menimbang hijauan (rumput dan gamal)

No. Rumput Gamal


Karung 1 11,5 Kg 15 Kg
Karung 2 7,5 Kg
Karung 3 6,5 Kg
Karung 4 8,5 Kg
Karung 5 7,5 Kg
Karung 6 8 Kg
Karung 7 10 Kg
Karung 8 13,5 Kg
Karung 9 7 Kg
Karung 10 8,5 Kg
Karung 11 9 Kg
Total 104 Kg 15 Kg

 Mencampurkan rumput 70 % : daun gamal 30 % secara merata


 Mencampurkan gula air 1 liter : 2 liter air lalu diaduk
 Menebar dedak padi 6 Kg di atas hijauan lalu dicampurkan secara merata
 Mencampurkan EM4 sebanyak 8 tutup botol : 2 liter air, aduk merata
 Memercikkan larutan gula air dan larutan EM4 pada hijauan secara merata, lalu
dicampurkan dengan tangan sampai semuanya tercampur dengan baik
 Memasukkan hijauan yang sudah dicampur dengan bahan-bahan tersebut ke
dalam silo atau drum platik dengan cara ditumpuk per lapisan, dipadatkan
dengan cara diinjak. Setelah silo sudah terisi penuh maka tutup silo rapat-rapat
sampai kedap udara.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan silase yang sudah difermentasi selama 21
hari, maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut :

Warna Bau Tekstur Jamur


Hijau Aroma rumput, Tidak ada Tidak
kekuning- dedak padi, gula penggumpalan ada
kuningan air dan sedikit
asam

B. Pembahasan
 Warna
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil silase berwarna hijau
kekuning-kuningan. Warna hijau kekuning-kuningan pada silase ini
dikarenakan kandungan kadar air dalam rumput yang dimampatkan dalam
suasana anaerob sehingga tidak terjadi proses fotosintesis dan
menyebabkan warna menjadi hijau pucat atau kekuningan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Melayu (2010) bahwa ciri silase
yang baik berwarna hijau kekuningan. Menurut Reksohadiprodjo (1998),
perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses
respirasi aeorobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada
sampai gula tanaman habis, maka dilihat dari warna hasil silase yang hijau
kekuning-kuningan maka hasil silase dapat dikatakan berkualitas baik
sehingga dapat diberikan pada ternak.

 Bau
Berdasarkan praktikum pengujian bau diperoleh bau atau wangi
hasil silase bau gula air, dedak padi, dan sedikit asam.
Hal ini sesuai dengan pendapat Syarifuddin (2001) yang menyatakan
bahwa bau asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat
keberhasilan proses ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase
harus dalam suasana asam, bau yang sedikit asam dikarenakan pada
proses ensilase terdapat sedikit oksigen. Hasil silase yang buruk
atau berkualitas rendah baunya busuk, Bau busuk pada proses ensilase
terjadi karena masih terdapat oksigen saat pemadatan hijauan dalam
silo sehingga dapat mengganggu proses dan hasil yang diperoleh.
Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo (1998) yang
menyatakan bahwa oksigen dalam proses ensilase dapat mempengaruhi
proses dan hasil yang diperoleh karena proses respirasi hijaun akan
tetap berlangsung selama masih tersedia oksigen. Respirasi tersebut dapat
meningkatkan kehilangan bahan kering, menganggu proses ensilase,
menghilangkan nutrisi dan kestabilan silase.

 Tekstur
Berdasarkan hasil praktikum tekstur dapat diketahui bahwa silase

yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut dan masih utuh. Dari segi

tekstur dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan tergolong berkualitas

baik karena pada saat dibuka silase tersebut masih utuh, remah dan lembut,

ini sesuai dengan Cullison (1975) yang menyatakan bahwa silase yang

berkualitas baik mempunyai ciri-ciri tekstur, kelihatan tetap dan masih jelas,

tidak menggumpal, tidak lembek dan tidak berlendir.

 Jamur
Dilihat dari ada atau tidaknya jamur hasil silase rumput, sama
sekali tidak terdapat jamur. Tidak terdapatnya jamur pada hasil silase
rumput ini disebabkan karena saat memasukkan rumput ke dalam silo
sangat padat sehingga udara tidak dapat masuk, sehingga tidak dapat
menyebabkan timbulnya jamur.
Hal ini sesuai dengan pendapat Regan (1997) yang menyatakan
bahwa kualitas silase yang baik dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti :
asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum
pembuatan silase, tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman,
BAB V
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa prinsip utama pengawetan melalui
teknologi silase adalah mempercepat kondisi anaerob dan suasana asam di dalam silo. Hal
ini dapat terjadi apabila jumlah udara di dalam silo minimal yaitu dengan pemadatan
yang maksimal, disamping menekanaktivitas mikroba yang menyebabkan kerusakan silase dengan
mendorong percepatan terbentuknya asam laktat. Kualitas silase campuran rumput raja, rumput lapangan
dan daun gamal menunjukkan hasil baik.hal ini dikarenakan memilki sifat berbau dan rasa asam,
berwarna hijau sepertidaun direbus, tekstur hijau seperti bahan asal, tidak berjamur dan tidak
menggumpal sesuai dengan persyaratan silase yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Azhary, K. 2016. Aplikasi Penggunaan EM4 Pada Peternakan-Teknologi Organik EM4.


Http://KokolindsEm4.Blogspot.Com
Cullison, A. E. 1975. Feed And Feding. University Of George Reston Publishing Company Inc.
Virginia.
Komar, A. 1984. Tehnologi pengolahan jerami sebagai makanan ternak. Yayasan Dian Grahita,
Jakarta.
Melayu, S. R. 2010. Pembuatan Silase Hijauan. Universitas Andalas. Sumatra Barat.
Kojo, R. M, Rustandi, Y. R. L. Tulung, S. S. Malalantang. 2015. PENGARUH PENAMBAHAN
DEDAK PADI DAN TEPUNG JAGUNG TERHADAP KUALITAS FISIK SILASE
RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureumcv.Hawaii). Jurnal Zootek (“Zootek”
Journal). 35 (1) : 21-29.
Reksohadiprodjo, S. 1998. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.
Syamsu JA. 2001a. Fermentasi jerami padi dengan probiotik sebagai pakan ternak ruminansia. Jurnal
Agrista 5(3) : 280-283.
Syarifuddin, N. A. 2001. Karakteristik dan Persentase Keberhasilan Silase Rumput Gajah pada
Berbagai Umur Pemotongan. Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru.
Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai