Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PRAKTIKUM
DAGING

OLEH :

NAMA : AGUNG SETIA NUGRAHA


NIM : I011191062
KELOMPOK : VII (DELAPAN)
GELOMBANG : I (SATU)
WAKTU : SABTU, 26 SEPTEMBER 2020
ASISTEN : HUSNAENI HARIS

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi berupa

protein yang mengandung susunan asam amino yang lengkap. Daging

didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat

daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat

sewaktu dipotong. Perbedaan pengertian daging dan karkas terletak pada

kandungan tulangnya. Daging biasanya sudah tidak memiliki tulang, sedangkan

karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulangnya (Heri dan Rindiani,

2015).

Longissimus dorsi adalah otot daging yang berada dipunggung atau

shortloin. Kadar lemak otot Longissimus dorsi lebih tinggi tetapi kadar air, protein

dan abu lebih rendah dari otot longissimus dorsi. Otot yang lebih banyak bergerak

membutuhkan energi yang lebih besar yang berasal dari berbagai sumber

termasuk protein yang ada di dalam daging. Disamping itu, setiap otot

mempunyai protein daging yang berbeda, antara lain pada otot daging punggung

(Longissimus dorsi) 21,41%, otot kaki depan (Infraspinatus) 21,03%, dan 20,85%

pada otot paha belakang (Semimembranosus). (Ariana dan Suranjaya, 2016).

Pada dasarnya kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum

dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi

kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis

kelamin, umur, pakan, termasuk bahan aditif (hormon, anti biotik, dan mineral)

dan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara

lain meliputi pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas, dan

daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon, dan anti
biotik, lemak intramuskular, dan metode penyimpanan (Haq dkk., 2015). Hal

inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya praktikum Dasar Teknologi Hasil

Ternak mengenai Uji Kualitas Daging.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilaksanakannya praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak mengenai

uji kualitas daging adalah untuk mengetahui jenis-jenis alat dan bahan yang

digunakan untuk menentukan nilai DPD (Daya Putus Daging), WHC (Water

holding Capacity), CL (Cooking Loss) dan pH daging serta mengetahui teknik

dalam pengambilan sampel dan menghitung nilai DPD (Daya Putus Daging),

WHC (Water Holding Capacity), CL (Cooking Loss) dan pH daging.

Kegunaan dilakukannya praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak

mengenai percobaan daging yaitu sebagai sumber informasi ilmiah bagi

mahasiswa, dosen, dan masyarakat untuk mengetahui jenis-jenis alat dan bahan

yang digunakan untuk menentukan nilai DPD (Daya Putus Daging), WHC (Water

Holding Capacity), CL (Cooking Loss) dan pH daging serta mengetahui teknik

dalam pengambilan sampel dan menghitung nilai DPD (Daya Ikat Daging), WHC

(Water Holding Capacity), CL (Cooking Loss) dan pH daging.


TINJAUAN PUSTAKA

Tinjaun Umum Otot Longissimus Dorsi

Longissimus dorsi (LD) yang berada pada tulang belakang (Spinal Column)

kemungkinan untuk mengalami kontraksi sangat jarang dibandingkan dengan M.

Gastrocnemius yang berhubungan dengan tendo Achilles sehingga hampir setiap

saat mengalami kontraksi akibat aktifitas dari sapi. Hal ini memungkinkan

jaringan-jaringan ototnya menebal dan lebih padat karena kerang mengandung

lemak akibatnya ototnya akan menjadi keras (Nuraini dan Haripin, 2016).

Penurunan pH otot Longissimus dorsi pada ternak bervariasi, hal ini dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik antara lain adalah spesies, tipe otot, glikogen otot, dan variabilitas

diantara ternak, sedangkan faktor ekstrinsik antara lain adalah temperatur

lingkungan, perlakuan adanya bahan tambahan sebelum pemotongan dan stress

sebelum pemotongan. Perbedaan nilai pH ini juga disebabkan oleh perbedaan

kandungan glikogen dari setiap jenis daging sehingga kecepatan glikolisisnya

berbeda. Semakin rendah kadar glikogen daging, makin lambat proses glikolisis

dan pH semakin rendah (Rahayu dkk., 2010).

Jenis otot LD dan BF tidak mempengaruhi komposisi kimia dan kualitas

fisik bakso dari daging sapi PO kecuali kadar lemak dan keempukan. Pakan P3

mempunyai komposisi kimia bakso yang terbaik dibanding pakan P1 dan P2,

sedangkan pakan P1 mempunyai kualitas fisik bakso yang terbaik dibanding

pakan P2 dan P3 dilihat dari pH. Untuk organoleptik bakso dari daging sapi PO

yang diberi pakan basal tongkol jagung dan UDP dalam complete feed
memberikan hasil yang lebih baik terhadap sifat sensorik bakso seperti warna,

rasa, tekstur, dan kekenyalan ( Berutu dkk., 2010).

Pengujian Kualitas Daging

Pengujian kualitas daging sapi meliputi uji kadar air, uji pH, uji susut masak

(cooking loss), uji daya ikat air / Water Holding Capacity (WHC) dan uji tekstur.

1. Analisa kadar air menurut petunjuk AOAC ditentukan dengan cara oven.

Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel.

2. Analisa pH menurut petunjuk Sudarmadji, Haryono dan Suhardi . pH adalah

derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau

kebasaan pada sampel. 3. Analisa susut masak (cooking loss) menurut petunjuk

Soeparno. 4. Analisa WHC (Water Holding Capacity) menurut petunjuk Honikel

dan Hamm. WHC adalah kemampuan matriks molekul bahan (makromolekul)

untuk menahan keberadaan sejumlah air di dalam matriks sampel. 5. Analisa

keempukan menurut petunjuk Carballo, Fernandez, Baretto, Solas and

Colmenero (Amertaningtyas, 2012).

Pengujian daya mengikat air merupakan pengujian untuk mengetahui

seberapa besar kemampuan daging dalam mengikat air bebas. Daging dengan

daya ikat air rendah akan kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi kehilangan

berat. Semakin kecil nilai daya ikat air, maka susut masak daging semakin besar,

sehingga kualitas daging semakin rendah karena banyak komponen-komponen

terdegradasi. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging sehubungan

dengan jus daging yaitu banyaknya air yang berikatan didalam dan diantara

serabut otot. Daging dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas relatif

lebih baik dibandingkan dengan susut masak lebih besar. Selain daya ikat air dan
susut masak, faktor lain yang mempengaruhi kualitas fisik daging ayam adalah

keempukan (Lapase dkk., 2016).

pH meter dinyalakan dan distandarisasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH

7. Elektroda pH meter kemudian dibilas dengan aquades lalu dikeringkan dengan

kertas tisu. Sampel dapat diukur setelah pH meter dikalibrasi pH meter di celup

pada sampel lalu dibiarkan sampai angka pH meter stabil. Nilai pH yang tertera di

catat pada layar monitor pH meter. Setelah dilakukan pengukuran, pH meter

kemudian dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tisu.

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Daging

Kualitas fisik daging sapi adalah warna daging, rasa dan aroma, perlemakan,

dan tektur daging. Pada waktu sebelum dipotong, faktor penentu kualitas

dagingnya adalah tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan cara pemeliharaan yang

meliputi pemberian pakan dan perawatan kesehatan. Sedangkan kualitas daging

sesudah dipotong dipengaruhi oleh metode pemasakan, pH daging, hormon, dan

metode penyimpanan (Gunawan, 2013).

Kualitas daging dapat dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi

kualitas daging antara lain :genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, umur,

pakan, aditif, dan stress. Faktor setelah pemotongan meliputi pemotongan,

pelayuan, pembersihan sampai dengan pemasakan. Pengawasan terhadap

kualitas daging yang beredar dimasyarakat merupakan pengawasan produk

pangan asal hewan, terutama bidang kesehatan masyarakat veteriner

dalam menjamin kesehatan, kehalalan, dan keutuhan nilai gizi sesuai dengan
slogan dari peternakan yaitu produk peternakan yang ASUH (aman, sehat,

utuh, dan halal) (Wibisono, 2018).

Beberapa hal yang mempengaruhi kualitas daging sapi yang dipotong

yakni persentase karkas, berat karkas, klasifikasi karkas, kandungan lemak dan

beberapa faktor lain seperti bangsa sapi, jenis pakan, jenis kelamin dan

sebagainya. Tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling

penting pada kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi tekstur daging

digolongkan menjadi faktor antemortem seperti genetik dan termasuk bangsa,

spesies dan fisiologi, faktor umur, managemen, jenis kelamin dan stress. Faktor

postmortem antara lain meliputi metode pelayuan (chilling), refrigerasi dan

pembekuan termasuk faktor lama dan temperatur penyimpanan serta metode

pengolahan termasuk metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk

(Merthayasa, 2015).
METODOLOGI PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak mengenai uji kualitas daging

dilaksanakan pada hari sabtu, 26 September 2020, pukul 08.00 WITA-selesai,

dilaksanakan secara daring melalui zoom meeting laboratorium teknologi

pengolahan daging dan telur, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin.

Materi Praktikum

Alat yang digunakan dalam praktikum mengenai uji kualitas daging yaitu

CD-shear Force (modifikasi), timbangan analitik, pisau, waterbath, filter paper

press (modifikasi), papan pengalas, stopwatch, wadah dan pH meter.

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum mengenai uji kualitas

daging yaitu daging (Pectoralis Profundus), kertas saring, plastik klip, kertas

grafik dan air.

Metode Kerja

Uji water holding capacity (WHC) Water Binding Capacity (WHC)/ Daya

Ikat Air (DIA) daging serta Kadar Air Daging (KAD). Dengan cara menimbang

sampel sebanyak 0,3 gram. Membungkus sampel menggunakan kertas saring

dengan meletakkan daging dibagian tengah kertas saring. Sampel yang telah

terbungkus kemudian mengepress diantara 2 plat dengan beban 45 kg selama 5

menit menggunakan alat modifikasi filter paper press. Setelah 5 menit

menggambar sampel yang sudah di press dengan menggunakan kertas milimeter

dan menghitung daya ikat air.


Uji Cooking Loss (CL) atau Susut Masak (SM). Dengan cara memotong

sampel daging seberat 20 g terbentuk balok ukuran penampang kira-kira 2x3 cm

dengan arah serabut otot sejajar dengan ujung sampel. Memasukkan sampel

daging ke dalam kantong plastik klip. Memanaskan sampel daging yang telah

dimasukkan plastik klip dalam waterbath dengan temperature 80oC dan lama

pemasakan 30 menit. Mengangkat sampel pada suhu ruangan. Menimbang berat

setelah pemasakan, kemudian hitunglah susut masak.

Uji Daya Putus Daging (DPD). Sampel membentuk sesuai dengan model

lubang (silindris) pada alat pemutus serta daging (CD-Shear Force). Memasukkan

sampel daging pada lubang dengan arah yang sejajar pada serta daging, lalu

menarik tuas alat ke bawah memotong tegak lurus terhadap serat daging.

Sehingga hasil beban tarikan akan terbaca pada skala dengan satuan kilogram.

Kemudian menghitung nilai Daya Putus Daging (DPD)(kg/cm2).

Uji pH daging yaitu dengan cara menggunakan alat pH meter

distandarisasi oleh pH tertentu. Pada ujung elektroda ditekan pada permukaan

daging di beberapa tempat. Setelah itu ujung elektroda pH meter dilepas dari

permukaan daging bila hasil pembacaan nilai pH telah konstan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil dari praktikum Dasar Terknologi Hasil Ternak didapatkan

hasil sebagai berikut :

Uji Daya Ikat Air

Daya Ikat Air merupakan kemampuan protein daging dalam mengikat air

di dalam daging, sehingga WHC dapat menggambarkan tingkat kerusakan protein

daging. Uji Daya Ikat Air (DIA) dengan otot Pectoralis profundus disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Uji Daya Ikat Air (DIA)


Luas Area Daging Total Area DIA (%)

1648,58 mm2 2936,59 mm2 56,14 %


Sumber : Data Hasil Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak, 2020.

Nilai DIA dapat ditentukan dengan metode Hamm. Pertama-tama

meletakkan sampel sebanyak 0,3 gram di atas kertas saring dan kemudian

meletakkan diantara 2 plat kaca yang diberi beban 35 kg selama 5 menit.

Menandai dan menggambar luasan area yang tertutup sampel daging yang telah

menjadi pipih dan basah disekeliling kertas saring pada kertas grafik dengan

bantuan alat candling dan dari gambar tersebut diperoleh area basah setelah

dikurangi area yang tertutup sampel (dari total area) ( Laksmi, 2012 ). Mengukur

Daya Ikat Air bertujuan untuk mengetahui kemampuan ikat daging pada air. Dari

data yang didapatkan merupakan kategori tinngi daya ikat airnya dan mempunyai

tekstur yang lunak. Hal ini sesuai dengan pendapat Zulfahmi (2010) menyatakan

bahwa berkurangnya daya ikat air daging tergantung pada banyaknya gugus

reaktif protein, banyaknya asam laktat menyebabkan keadaan pH menurun


sehingga terjadinya hidrolisis protein daging oleh enzim menyebabkan volume

serta otot mengembang sehingga daya ikat air berkurang.

Uji Cooking Loss (CL)/ Susut Masak (SM)

Uji Cooking Loss (CL)/ Susut Masak merupakan indikator nilai nutrisi

daging yang berhubungan dengan kadar jus daging, yaitu banyaknya air yang

terikat didalam serabut otot. Uji Susut Masak dengan otot Pectoralis profundus

disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Uji Susut Masak (SM)


Berat Daging Sebelum Dimasak Berat Daging Setelah
SM (%)
Dimasak

20,0 gram 12,9 gram 35,5 %

Sumber : Data Hasil Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak, 2020

Berdasarkan rumus menghitung hasil data pada tabel 2. Mengenai Cooking

Loss (CL) dengan berat sampel sebelum dimasak yaitu 20,0 gram dan berat

sampel setelah dimasak menjadi 12,9 gram. Selisih antara berat sampel setelah

dan sebelum dimasak dibagi dengan berat sampel sebelum dimasak dikali 100%

sehingga diperoleh hasil Cooking Loss sebesar 35,5%. Suhu yang diperlukan

dalam proses Cooking Loss 80oC di dalam waterbath. Cooking Loss merupakan

persentase berat daging yang hilang akibat pemasakan dan merupakan fungsi dari

waktu dan suhu pemasakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lapase (2016)

menyatakan suhu panas dalam air menyebabkan kandungan protein dalam daging

terdegradasi dan terjadi penyusutan berat daging. Penyusutan berat setelah proses

perebusan dapat berkurangnyac atau hilangnya kadar air akibat suhu dan lama

perebusan tersebut kemampuan menahan air oleh protein daging lemak


dipermukaan akan meleleh saat dimasak dan menyelimuti daging sehingga susut

masak lebih rendah.

Uji Daya Putus Daging (DPD)/ Keempukan (Tenderness)

Jumlah dan komposisi miofibril daging yang banyak akan mempengaruhi

peningkatan nilai keempukan daging. Serat otot yang besar dan tebal disebabkan

oleh pemakaian ternak sebagai ternak kerja serta umur ternak yang sudah tua. Uji

Daya Putus Daging (DPD) dengan otot Pectoralis Profundus disajikan pada Tabel

3.

Tabel 3. Uji Daya Putus Daging (DPD)


Jari- LuasPenampangSamp
BebanTarikanDagi Nilai DPD
jariLubangSamp el
ng (A) ℼ (%)
el (R) (L)=ℼ. R2

1,07
2
1,36 kg 0,635 cm 3,14 1,27 cm kg/cm
2

Sumber : Data Hasil Praktikum Dasar Teknologi Hasil Ternak, 2020.

Berdasarkan rumus menghitung hasil pada tabel 3. Mengenai Daya Putus

Daging (DPD) atau Keempukan dengan daya beban tarikan daging sebesar 1,24

kg yang dibagi dengan luas penampang sampel sebesar 1,27 kg sehingga

didapatkan hasil Daya Putus Daging (DPD) sebesar 0.97 kg/cm 2. Alat yang

digunakan dalam pengujian DPD yaitu CD – Shear Force (modifikasi) dengan

perhitungan beban tarikan dibagi luas penampang sampel. Hal ini sesuai dengan

pendapat Mendrofa (2016) menyatakan bahwa keempukan merupakan properti

paling penting dalam menentukan kualitas daging yang dapat mempengaruhi

kepuasan konsumen sehingga pengukuran daya putus daging dengan alat pemutus
Warner-Blatzer bahwa jenis dan umur ternak menunjukkan nilai rataan

keempukan daging. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging yakni faktor

genetik, umur, manajemen, jenis kelamin, stress, pelayuan dan pembekuan serta

bahan aditif.

Uji pH

Dari hasil praktikum uji pH dengan menggunakan pH meter didapatkan

pH 5,58, pH tersebut masuk dalam standarisasi kualitas pH daging normal 5,4 –

5,8. Tujuan uji pH ini untuk mengetahui derajat keasaman dan kebasaan dari

daging. Variasi nilai pH ditentukan oleh injeksi hormon, spesies, macam otot,

stimulasi listrik dan aktivitas enzim. Hal ini sesuai dengan pendapat Mertayasa

(2015) yaitu penurunan pH otot pada ternak bervariasi, hal ini dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik

antara lain adalah spesies, tipe otot, glikogen otot, dan variabilitas di antara

ternak, sedangkan faktor ekstrinsik antara lain adalah temperatur lingkungan,

perlakuan adanya bahan tambahan sebelum pemotongan dan stress sebelum

pemotongan. Perbedaan nilai pH ini juga disebabkan oleh perbedaan kandungan

glikogen dari setiap jenis daging sehingga kecepatan glikolisisnya berbeda.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum Teknologi Hasil Ternak mengenai uji kualitas

daging maka dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan suatu kualitas daging

dapat menggunakan beberapa metode, yakni Daya Ikat Air (DIA), Cooking Loss

(CL), Daya Putus Daging (DPD) dan uji pH. Daya Ikat Air (DIA) yang diperoleh

pada praktikum percobaan daging dengan menggunakan otot Longissimus Dorsi

didapatkan hasil 56,14% yang menunjukkan bahwa otot tersebut memiliki daya

ikat air yang tinggi. Cooking Loss (CL)/Susut Masak (SM) dengan hasil 35,5%

dimana berat daging sebelum dimasak dan setelah dimasak yaitu 20,0 gram dan

12,9 gram. Daya Putus Daging (DPD) diperoleh hasil 1,07 kg/cm 2 dimana daya

putus daging semakin rendah menunjukkan daging tersebut semakin empuk. pH

yang didapatkan adalah 5,58 yang berarti pH daging yang diteliti masih kategori

normal ( 5,4-5,8).

Saran

Saran saya adalah karena kita sedang melakukan praktikum melalui zoom,

penyebutan data praktikum disebutkan 2 kali, karena terkadang jaringan

bermasalah dan yang terjadi, data yang disebutkan tiidak terlalu kedengeran.
DAFTAR PUSTAKA

Amertaningtyas, D. 2012. Kualitas daging sapi segar di pasar tradisional


kecamatan poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Ternak. 7(1) : 42 - 47.
Ariana, I. N. T., and I. G. Suranjaya. 2016. Kualitas kimia daging sapi bali yang
diberi pakan sampah kota Denpasar. Udayana Serving
Journal. 15(3).
Berutu, K. Mia., E. Suryanto., dan R. Utomo. 2010. Kualitas bakso daging sapi
peranakan ongole yang dberi pakan basal tongkol jagung dan
undegraded protein dalam complete feed. Buletin
Peternakan. 34(2): 103-113.
Gunawan, L. 2013. Analisa perbandingan kualitas fisik daging sapi impor dan
daging sapi lokal. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra.
Haq, A. Nasrul., D. Septinova., dan P. E. Santosa. 2015. Kualitas fisik daging dari
pasar tradisional di Bandar Lampung." Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu. 3(3).
Heri, W., Rindiani. 2015. Ilmu Bahan Makanan dasar (I). Yogyakarta: Nuha
Medika.
Laksmi, R. Tri., A. M. Legowo., dan Kusrahayu. 2012. Daya ikat air, pH dan sifat
organoleptik chicken nugget yang disubstitusi dengan telur
rebus. Animal agriculture journal. 1(1): 453-460.
Lapase, O. A., Jajang, dan Wiwin. 2016. Kualitas fisik (daya ikat air, susut masak
dan keempukan) daging paha ayam sentul akibat lama perebusan.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Mendrofa, V. A., R. Priyanto, dan Komariah. 2016. Sifat fisik dan mikroanatomi
daging kerbau dan sapi pada umur yang berbeda. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 4(2) : 325 – 331.
Merthayasa, J. D. 2015. Daya ikat air, pH, warna, bau dan tekstur daging sapi bali
dan daging Wagyu. Indonesia Medicus Veterinus. 4(1) : 16-24.
Nuraini, dan Harapin. H. 2016. Karakteristik kualitas daging sapi peranakan
ongole yang berasal dari otot longissimus dorsi dan
gastrocnemius. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 250-257.
Rahayu, S. 2010. Sifat fisik daging sapi, kerbau dan domba pada lama
postmortem yang berbeda (Physical characteristics of beef, buffalo
and lamb meat on different postmortem periods). Buletin
Peternakan . 33(3): 183-189.
Wibisono, F. J. 2018. Pengujian kualitas daging sapi dan daging ayam di pasar
dukuh kupang barat kota Surabaya. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Zulfahmi M. 2010. Daya ikat air, kadar air, pH dan organoleptik daging ayam
petelur afkir yang direndam dalam ekstrak kulit nenas (Ananas
comosus L. Merr) dengan konsentrasi yang berbeda. Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Praktikum Daging


1. Uji Daya Ikat Air
Tabel 1. Uji Daya Ikat Air (DIA)

Luas Area Daging Total Area

1648,58 mm2 2936,59mm2

D
WHC/WBC/DIA(%)¿ ×100 %
T

1648,58
¿ ×100 %
2936,59

¿ 0.5614 × 100 %

¿ 56,14 %

2. Uji Cooking Loss (CL)/ Susut Masak (SM)


Tabel 2. Uji Susut Masak (SM)

Berat Daging Sebelum Dimasak Berat Daging Setelah Dimasak

20,0 gram 12,9 gram

berat sebelum dimasak −¿ berat setelah dimasak


CL/SM(%)¿ ×100 %
berat sebelum dimasak

20 gram −¿12,9 gram


¿ ×100 %
20 gram

7,1 gram
¿ ×100 %
20 gram

¿ 0,355 × 100 %

¿ 35,5 % ¿

3. Uji Daya Putus Daging (DPD)/ Keempukan (Tenderness)


Tabel 3. Uji Daya Putus Daging (DPD)
Beban Tarikan Jari-jari Lubang Luas Penampang Sampel
Nilai ℼ
Daging (A) Sampel (R) (L)=ℼ. R2

1,36 kg 0,635 cm 3,14 1,27 cm2

A
DPD=
L
1.36 kg
¿
1.27 cm2

¿ 1,07 kg /cm2
Lampiran 2. Dokumentasi Gambar

Gambar 1. Sampel
daging yang sudah di press

Gambar 2. Sampel dimasukkan kedalam filter paper press


Gambar 3. Proses pemotongan daging secara melintang

Gambar 4. Area basah dan area daging

Anda mungkin juga menyukai