PRAKTIKUM
DAGING
OLEH :
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi berupa
didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat
daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan yang sehat
karkas adalah daging yang belum dipisahkan dari tulangnya (Heri dan Rindiani,
2015).
shortloin. Kadar lemak otot Longissimus dorsi lebih tinggi tetapi kadar air, protein
dan abu lebih rendah dari otot longissimus dorsi. Otot yang lebih banyak bergerak
membutuhkan energi yang lebih besar yang berasal dari berbagai sumber
termasuk protein yang ada di dalam daging. Disamping itu, setiap otot
mempunyai protein daging yang berbeda, antara lain pada otot daging punggung
(Longissimus dorsi) 21,41%, otot kaki depan (Infraspinatus) 21,03%, dan 20,85%
Pada dasarnya kualitas daging dan karkas dipengaruhi oleh faktor sebelum
kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis
kelamin, umur, pakan, termasuk bahan aditif (hormon, anti biotik, dan mineral)
dan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara
daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon, dan anti
biotik, lemak intramuskular, dan metode penyimpanan (Haq dkk., 2015). Hal
uji kualitas daging adalah untuk mengetahui jenis-jenis alat dan bahan yang
digunakan untuk menentukan nilai DPD (Daya Putus Daging), WHC (Water
dalam pengambilan sampel dan menghitung nilai DPD (Daya Putus Daging),
mahasiswa, dosen, dan masyarakat untuk mengetahui jenis-jenis alat dan bahan
yang digunakan untuk menentukan nilai DPD (Daya Putus Daging), WHC (Water
dalam pengambilan sampel dan menghitung nilai DPD (Daya Ikat Daging), WHC
Longissimus dorsi (LD) yang berada pada tulang belakang (Spinal Column)
saat mengalami kontraksi akibat aktifitas dari sapi. Hal ini memungkinkan
lemak akibatnya ototnya akan menjadi keras (Nuraini dan Haripin, 2016).
Penurunan pH otot Longissimus dorsi pada ternak bervariasi, hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik antara lain adalah spesies, tipe otot, glikogen otot, dan variabilitas
berbeda. Semakin rendah kadar glikogen daging, makin lambat proses glikolisis
fisik bakso dari daging sapi PO kecuali kadar lemak dan keempukan. Pakan P3
mempunyai komposisi kimia bakso yang terbaik dibanding pakan P1 dan P2,
pakan P2 dan P3 dilihat dari pH. Untuk organoleptik bakso dari daging sapi PO
yang diberi pakan basal tongkol jagung dan UDP dalam complete feed
memberikan hasil yang lebih baik terhadap sifat sensorik bakso seperti warna,
Pengujian kualitas daging sapi meliputi uji kadar air, uji pH, uji susut masak
(cooking loss), uji daya ikat air / Water Holding Capacity (WHC) dan uji tekstur.
1. Analisa kadar air menurut petunjuk AOAC ditentukan dengan cara oven.
Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O) bebas yang ada dalam sampel.
kebasaan pada sampel. 3. Analisa susut masak (cooking loss) menurut petunjuk
seberapa besar kemampuan daging dalam mengikat air bebas. Daging dengan
daya ikat air rendah akan kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi kehilangan
berat. Semakin kecil nilai daya ikat air, maka susut masak daging semakin besar,
dengan jus daging yaitu banyaknya air yang berikatan didalam dan diantara
serabut otot. Daging dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas relatif
lebih baik dibandingkan dengan susut masak lebih besar. Selain daya ikat air dan
susut masak, faktor lain yang mempengaruhi kualitas fisik daging ayam adalah
kertas tisu. Sampel dapat diukur setelah pH meter dikalibrasi pH meter di celup
pada sampel lalu dibiarkan sampai angka pH meter stabil. Nilai pH yang tertera di
Kualitas fisik daging sapi adalah warna daging, rasa dan aroma, perlemakan,
dan tektur daging. Pada waktu sebelum dipotong, faktor penentu kualitas
dagingnya adalah tipe ternak, jenis kelamin, umur, dan cara pemeliharaan yang
kualitas daging antara lain :genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, umur,
dalam menjamin kesehatan, kehalalan, dan keutuhan nilai gizi sesuai dengan
slogan dari peternakan yaitu produk peternakan yang ASUH (aman, sehat,
yakni persentase karkas, berat karkas, klasifikasi karkas, kandungan lemak dan
beberapa faktor lain seperti bangsa sapi, jenis pakan, jenis kelamin dan
spesies dan fisiologi, faktor umur, managemen, jenis kelamin dan stress. Faktor
(Merthayasa, 2015).
METODOLOGI PRAKTIKUM
Materi Praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum mengenai uji kualitas daging yaitu
daging yaitu daging (Pectoralis Profundus), kertas saring, plastik klip, kertas
Metode Kerja
Uji water holding capacity (WHC) Water Binding Capacity (WHC)/ Daya
Ikat Air (DIA) daging serta Kadar Air Daging (KAD). Dengan cara menimbang
dengan meletakkan daging dibagian tengah kertas saring. Sampel yang telah
dengan arah serabut otot sejajar dengan ujung sampel. Memasukkan sampel
daging ke dalam kantong plastik klip. Memanaskan sampel daging yang telah
dimasukkan plastik klip dalam waterbath dengan temperature 80oC dan lama
Uji Daya Putus Daging (DPD). Sampel membentuk sesuai dengan model
lubang (silindris) pada alat pemutus serta daging (CD-Shear Force). Memasukkan
sampel daging pada lubang dengan arah yang sejajar pada serta daging, lalu
menarik tuas alat ke bawah memotong tegak lurus terhadap serat daging.
Sehingga hasil beban tarikan akan terbaca pada skala dengan satuan kilogram.
daging di beberapa tempat. Setelah itu ujung elektroda pH meter dilepas dari
Daya Ikat Air merupakan kemampuan protein daging dalam mengikat air
daging. Uji Daya Ikat Air (DIA) dengan otot Pectoralis profundus disajikan pada
Tabel 1.
meletakkan sampel sebanyak 0,3 gram di atas kertas saring dan kemudian
Menandai dan menggambar luasan area yang tertutup sampel daging yang telah
menjadi pipih dan basah disekeliling kertas saring pada kertas grafik dengan
bantuan alat candling dan dari gambar tersebut diperoleh area basah setelah
dikurangi area yang tertutup sampel (dari total area) ( Laksmi, 2012 ). Mengukur
Daya Ikat Air bertujuan untuk mengetahui kemampuan ikat daging pada air. Dari
data yang didapatkan merupakan kategori tinngi daya ikat airnya dan mempunyai
tekstur yang lunak. Hal ini sesuai dengan pendapat Zulfahmi (2010) menyatakan
bahwa berkurangnya daya ikat air daging tergantung pada banyaknya gugus
Uji Cooking Loss (CL)/ Susut Masak merupakan indikator nilai nutrisi
daging yang berhubungan dengan kadar jus daging, yaitu banyaknya air yang
terikat didalam serabut otot. Uji Susut Masak dengan otot Pectoralis profundus
Loss (CL) dengan berat sampel sebelum dimasak yaitu 20,0 gram dan berat
sampel setelah dimasak menjadi 12,9 gram. Selisih antara berat sampel setelah
dan sebelum dimasak dibagi dengan berat sampel sebelum dimasak dikali 100%
sehingga diperoleh hasil Cooking Loss sebesar 35,5%. Suhu yang diperlukan
dalam proses Cooking Loss 80oC di dalam waterbath. Cooking Loss merupakan
persentase berat daging yang hilang akibat pemasakan dan merupakan fungsi dari
waktu dan suhu pemasakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lapase (2016)
menyatakan suhu panas dalam air menyebabkan kandungan protein dalam daging
terdegradasi dan terjadi penyusutan berat daging. Penyusutan berat setelah proses
perebusan dapat berkurangnyac atau hilangnya kadar air akibat suhu dan lama
peningkatan nilai keempukan daging. Serat otot yang besar dan tebal disebabkan
oleh pemakaian ternak sebagai ternak kerja serta umur ternak yang sudah tua. Uji
Daya Putus Daging (DPD) dengan otot Pectoralis Profundus disajikan pada Tabel
3.
1,07
2
1,36 kg 0,635 cm 3,14 1,27 cm kg/cm
2
Daging (DPD) atau Keempukan dengan daya beban tarikan daging sebesar 1,24
didapatkan hasil Daya Putus Daging (DPD) sebesar 0.97 kg/cm 2. Alat yang
perhitungan beban tarikan dibagi luas penampang sampel. Hal ini sesuai dengan
kepuasan konsumen sehingga pengukuran daya putus daging dengan alat pemutus
Warner-Blatzer bahwa jenis dan umur ternak menunjukkan nilai rataan
genetik, umur, manajemen, jenis kelamin, stress, pelayuan dan pembekuan serta
bahan aditif.
Uji pH
5,8. Tujuan uji pH ini untuk mengetahui derajat keasaman dan kebasaan dari
daging. Variasi nilai pH ditentukan oleh injeksi hormon, spesies, macam otot,
stimulasi listrik dan aktivitas enzim. Hal ini sesuai dengan pendapat Mertayasa
(2015) yaitu penurunan pH otot pada ternak bervariasi, hal ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik
antara lain adalah spesies, tipe otot, glikogen otot, dan variabilitas di antara
Kesimpulan
daging maka dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan suatu kualitas daging
dapat menggunakan beberapa metode, yakni Daya Ikat Air (DIA), Cooking Loss
(CL), Daya Putus Daging (DPD) dan uji pH. Daya Ikat Air (DIA) yang diperoleh
didapatkan hasil 56,14% yang menunjukkan bahwa otot tersebut memiliki daya
ikat air yang tinggi. Cooking Loss (CL)/Susut Masak (SM) dengan hasil 35,5%
dimana berat daging sebelum dimasak dan setelah dimasak yaitu 20,0 gram dan
12,9 gram. Daya Putus Daging (DPD) diperoleh hasil 1,07 kg/cm 2 dimana daya
yang didapatkan adalah 5,58 yang berarti pH daging yang diteliti masih kategori
normal ( 5,4-5,8).
Saran
Saran saya adalah karena kita sedang melakukan praktikum melalui zoom,
bermasalah dan yang terjadi, data yang disebutkan tiidak terlalu kedengeran.
DAFTAR PUSTAKA
D
WHC/WBC/DIA(%)¿ ×100 %
T
1648,58
¿ ×100 %
2936,59
¿ 0.5614 × 100 %
¿ 56,14 %
7,1 gram
¿ ×100 %
20 gram
¿ 0,355 × 100 %
¿ 35,5 % ¿
A
DPD=
L
1.36 kg
¿
1.27 cm2
¿ 1,07 kg /cm2
Lampiran 2. Dokumentasi Gambar
Gambar 1. Sampel
daging yang sudah di press