OLEH: NAMA : FARASHYELLA LUMINTANG RAGAZASUSILO NIM : D1A019162 KELOMPOK : 3B ASISTEN : NUR KHOLIS
LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK PERAH
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2021 I. PEMBAHASAN 1.1 Pemeliharaan Prinsip dari kegiatan pemeliharaan pada ternak perah adalah apabila dilaksanakan tata laksana pemeliharaan yang baik maka akan sangat menentukan kualitas ataupun kuantitas produksi ternak. Pemeliharaan ternak perah perlu dilaksanakan dengan rutin dan konsisten, baik berkaitan dengan kebersihan, pemberian pakan, dan perawatan ternak. Sesuai dengan pernyataan Pinardi dkk (2019), yang menjelaskan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi yang baik akan memberikan hasil produksi yang optimal, seperti dijelaskan Matondang dan Rusdiana (2013) bahwa produktivitas sapi lokal yang masih rendah disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang belum efisien. Pemeliharaan ternak perah meliputi kegiatan pemberian makan dan minum, pemandian ternak perah, pembersihan kandang, dan mencampur konsentrat. Beberapa kegiatan tersebut juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dari produksi ternak perah. Sesuai dengan pernyataan Pinardi dkk (2019), yang menjelaskan bahwa pemeliharaan ternak dinilai baik apabila prinsip dasar kesejahteraan ternak (animal welfare) terpenuhi, diantaranya adalah: (1) Bebas dari rasa lapar dan haus, cukup tersedia pakan dan air yang mampu memenuhi kebutuhan ternak; (2) Bebas dari rasa tidak nyaman, temperatur dan kelembaban sesuai, dan terlindung; (3) Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit; pencegahan penyakit, pengamatan dini perilaku tidak normal, dan diagnosis yang cepat dalam usaha mengatasi cedera dan sakit. (4). Bebas dari rasa takut dan stres, cekaman dan ketakutan yang menimbulkan penderitaan psikologis. (5). Bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah dan perilaku normal sebagai wujud kenyamanan hidup. Pemberian pakan pada ternak bisa dilakukan dengan 3 cara, yaitu total mix ratio, free choice, dan komponen feeding. Pakan yang diberikan pada ternak berupa konsentrat dan hijauan. Berbagai macam cara pemberian pakan memiliki teknisnya masing-masing, seperti pada komponen feeding lebih baik konsentrasi terlebih dahulu yang diberikan kepada ternak daripada hijauan, hal tersebut dikarenakan oleh sifat dari konsentrat yang lebih mudah dicerna oleh ternak. hal tersebut sesuai dengan Siregar (2003) dalam Astuti dan Sentosa (2015), yang menyatakan bahwa pemberian konsentrat 2 jam sebelum hijauan akan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum, yang akan meningkatkan konsumsi bahan kering ransum. Selain terdapat pemberian pakan, pada ternak juga terdapat pemberian minum yang dilakukan secara ad libitum atau terus menerus. Pemberian minum secara ad libitum bertujuan agar hewan ternak dapat minum sesuai dengan kebutuhan dari tubuhnya. Sesuai dengan pendapat Sari dkk (2017), yang menjelaskan bahwa pemberian air minum sebaiknya dilakukan secara adlibitum untuk mencukupi kebutuhan minum ternak sapi, air berfungsi sebagai komponen utama dalam metabolisme dan sebagai kontrol suhu tubuh sehingga ketersediaan air harus selalu ada. Dijelaskan lebih lanjut oleh Blakely dan Bade (1994), bahwa pada pemeliharaan sapi, air minum harus selalu ada atau tersedia karena air mempunyai fungsi sangat vital. Fungsi dari air untuk sapi adalah sebagai zat pelarut dan pengangkut zat makanan, membantu proses pencernaan, penyerapan dan pembuangan hasil metabolisme, memperlancar reaksi kimia dalam tubuh, pengatur suhu tubuh dan membantu kelancaran kerja syaraf panca indra. 1.2 Handling Handling adalah salah satu teknik perawatan ternak perah yang digunakan oleh peternak untuk mengendalikan ternak agar memudahkan selama pemeliharaan. Sesuai dengan Qayyum dan Sudirman (2020), bahwa karena ukuran dan tenaga yang sangat kuat, serta keberadaan tanduk pada sapi disertai sifat temperamen yang liar, membutuhkan suatu teknik atau keterampilan khusus dalam penanganan (handling) ternak sapi terutama ketika akan dilakukan perlakuan khusus sehingga ternak dibawa keluar kandang. Yulianto dan Saparinto (2014) bahwa mengikat sapi adalah menjaga agar sapi tidak lepas dan tidak pergi kemana- mana. Penanganan atau handling pada ternak ruminansia seperti sapi perah menggunakan tali. Tali yang digunakan diikat dengan dua metode yaitu bisa dengan dimasukkan ke dalam lubang hidung atau dilingkarkan saja di area kepala ternak. Sejalan dengan pendapat Mufidah dan Adi (2018), yang menyatakan bahwa halter adalah tali pengikat sapi agar sapi menjadi jinak. Tujuan dari pembuatan tali pengikat sapi ini (contohnya tali patis dan tali brangus) adalah agar ternak mudah dipindahkan dan mudah dikendalikan. Pengikatan leher perlu dipelajari dan diperhatikan dengan seksama. Pengikatan ujung tali sebaiknya tidak mudah lepas atau tidak membahayakan sapi yang diikat. Pengikatan ujung tali yang tidak benar akan mengakibatkan leher sapi tercekik. Sesuai dengan Ilmi dkk (2012), bahwa pengikatan leher harus longgar, ujungnya harus terikat ketat tetapi harus mudah dilepaskan kembali. Setelah leher sapi diikat, tali diputar untuk mengikat bangus (bagian mulut dan hidung). Sapi dengan erat. Tali diputarkan dan diikatkan tepat di atas hidung sapi, kemudian dilingkarkan ke bagian dagu. Dengan demikian, apabila sapi dituntun atau ditarik, tali tersebut akan mengikat dengan erat. 1.3 Perawatan Ternak Perawatan kuku pada sapi perah sangat perlu dilakukan terutama pada sapi yang terus menerus dipelihara di dalam kandang. Kuku sapi akan terus mengalami pertumbuhan dan pada waktu tertentu akan membuat sapi merasakan sakit karena kuku yang terus bertambah panjang. Sesuai dengan Anggraeni dkk (2018), yang menjelaskan bahwa pemotongan dan perawatan kuku dilaksanakan sebelum kuku sapi terlalu panjang agar tidak terjadi kelainan dan kerusakan pada kuku induk sapi. Peternak memeriksa kuku pada saat pemerahan pagi. Pemotongan kuku sapi bertujuan untuk menjaga kuku agar tidak kotor, kuat dalam erjalan, dan memmpermudah sapi dalam menopang badan. Kuku yang tidak dipelihara dapat menyebabkan sapi menjadi pincang dan mudah terkena penyakit footroot dan pink. Sesuai dengan Sudono (2003), menyatakan kegiatan pemotongan kuku pada sapi bertujuan untuk mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan kotoran pada celah kuku, menghindari pincang, mempermudah deteksi dini laminitis dan kemungkinan terjadinya infeksi pada kuku. Raven (1992), menyatakan bahwa lingkungan yang lembab dan kotor akan mempermudah timbulnya luka pada interdigiti yang akan menyebabkan masuknya kuman. Kuku sapi yang tidak dipotong merupakan faktor penyebab terjadinya penyakit pada kuku. Kuku yang panjang juga dapat menyebabkan kelainan pada bagian kaki. Menurut AAK (1995), setiap bagian kuku sangat penting untuk menunjang peforma dari hewan tersebut, sehingga sekecil apapun gangguan yang dialami oleh bagian tertentu akan memengaruhi kesehatan hewan. Kuku sapi yang dipotong mengikuti sudut 45°. Kuku dipotong dengan alat pemahat dari belahan kuku depan mengarah ke belakang. Pemotongan tidak boleh melewati garis putih. Hal tersebut sependapat dengan Marta dkk (2016), bahwa kuku normal sapi perah membentuk sudut ± 45˚ terhadap lantai (tempat pijakan). Ukuran sudut sapi normal perlu diperhatikan agar bisa mendukung sempurnanya fungsi kuku tersebut. Pemotongan kuku pada sapi tidak akan mengubah sudut kaki dikarenakan yang mempengaruhi sudut kuku sapi adalah bagian dari alas kaki sapi tersebut kedalaman tumit. II. PENUTUP 2.1 Kesimpulan 1. Pemeliharaan hewan bertujuan untuk membantu hewan ternak dalam menghasilkan produksi dengan kualitas yang baik. 2. Penanganan atau handling ternak dilakukan dengan menggunakan tali yang dibuat menggunakan simpul agar lebih mudah dalam menangani ternak yang berada di luar area kandang. 3. Pemotongan kuku pada sapi dilakukan dengan mengikuti arah sudut 45° dan pemotongan bertujuan agar sapi terhindar dari penyakit atau selalu terjaga dari sisi kesehatan. 2.2 Saran 1. Materi yang disampaikan sudah bagus, sebaiknya tetap dipertahankan. DAFTAR PUSTAKA Aak. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Penerbit Kanisius: Yogyakarta. Anggraeni, H. E., Bari, F., Suwandi, A., & Setiawan, I. 2018. Tata Laksana Pemotongan Kuku Pada Sapi Perah. Arshi Veterinary Letters, 2(1):11-12. Astuti, A., & Santosa, P. E. 2015. Pengaruh Cara Pemberian Konsentrat-Hijauan Terhadap Respon Fisiologis Dan Performa Sapi Peranakan Simmental. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 3(4):201-207 Blakely, J. Dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat.Terjemahan : B. Srogandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Ilmi, F. F., Batan, I. W., & Soma, I. G. 2012. Karakteristik Simpul Tali Telusuk Sapi Bali Dan Tali Keluh Sapi. Fakultas Kedoteran Hewan, Universitas Udayana. Marta, A. W., Widyastuti, S. K., & Utama, I. H. 2016. Pengukuran Besar Sudut Kuku Sapi Bali. 5(1):38-46. Matondang, R. H., Rusdiana, S. 2013. Langkahlangkah Strategis Dalam Mencapai Swasembada Daging Sapi Atau Kerbau 2014. J. Litbang Pertanian 32:131-139. Mufidah, A. D., & Adi, I. R. 2018. Pemberdayaan Masyarakat Oleh Pt Nestle Indonesia Melalui Kelompok Sapi Perah Budi Luhur. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial. 19(2):109-131. Pinardi, D., Gunarto, A., & Santoso, S. 2019. Perencanaan Lanskap Kawasan Penerapan Inovasi Teknologi Peternakan Prumpung Berbasis Ramah Lingkungan. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 7(2):251-262. Qayyum, A., & Sudirman, B. 2020. Studi Temperamen Sapi Bali Bertanduk Dan Tidak Bertanduk (Study On The Temperament Of Polled And Horned Bali Cattle). Jurnal Ilmu Dan Teknologi Peternakan, 8(1):22-28. Raven Te. 1992. Cattle Footcare And Claw Trimming. United Kingdom: Farming Press Books. Sari, E. C., Hartono, M., & Suharyati, S. 2017. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Service Per Conception Sapi Perah Pada Peternakan Rakyat Di Provinsi Lampung. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 4(4):313-318. Siregar, S.B. 2003. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Sudono A, Rosdiana Rf, Setiawan Bs. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta: Agromedia Pustaka Yulianto, P., & Saparinto, C. 2014. Beternak Sapi Limousin. Penebar Swadaya Grup. Semarang.