Anda di halaman 1dari 21

1

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Susu merupakan salah satu pangan sumber protein hewani yang baik bagi
manusia karena mengandung protein, lemak, kalsium, vitamin dan mineral, serta
mengandung asam amino essensial yang lengkap. Susu yang biasa dikonsumsi
oleh masyarakat di Indonesia adalah susu yang berasal dari ternak penghasil susu
utama, yaitu sapi perah jenis PFH. Produksi susu sapi PFH relatif masih rendah
karena disebabkan oleh beberapa faktor, sehingga diperlukan ternak perah
alternatif yang cocok untuk dikembangkan dan dapat diterima oleh masyarakat,
salah satunya dengan optimalisasi pengembangan kambing perah. Jenis kambing
perah yang cukup potensial sebagai penghasil susu dan perlu dikembangkan
adalah kambing Peranakan Etawa.
Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan hasil persilangan antara
kambing Etawa dan kambing Kacang (lokal) yang sudah beradaptasi di Indonesia.
Kambing PE dapat digolongkan dalam tipe dwiguna, artinya kambing dipelihara
untuk menghasilkan daging dan susu. Produksi susu kambing PE sebanyak 0,45
2,2 liter per hari. Faktor yang mempengruhi produksi susu kambing PE antara lain
mutu genetik, umur induk, bobot hidup, lama laktasi, kondisi iklim setempat, daya
adaptasi ternak, aktivitas pemerahan, dan ukuran ambing.
Ambing merupakan salah satu organ tubuh yang biasa dijadikan acuan
dalam Judging (menilai karakteristik ternak). Ambing adalah faktor utama yang
menentukan banyak sedikitnya susu yang mampu dihasilkan oleh ternak perah.
Ukuran vital statistik ambing diduga dapat mempengaruhi produksi susu yang

dihasilkan oleh ternak perah. Secara visual ambing yang besar, volumenya juga
besar, sehingga produksi susunya juga tinggi. Berdasakan hal tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian tentang hubungan antara ukuran vital statistik ambing
(panjang, lebar dan tinggi ambing) dengan produksi susu kambing PE.
1.2. Rumusan Masalah
Produksi susu di Indonesia hingga saat ini masih jauh dari cukup untuk
memenuhi kebutuhan susu dalam negeri. Permintaan susu di Indonesia baru dapat
terpenuhi 64,35 %, yaitu 99,81 % berasal dari susu sapi dan 0,19 % berasal dari
susu kambing (Hadiannuloh dkk., 2015). Berdasarkan hal tersebut, maka usaha
ternak

kambing

perah

masih

mempunyai

peluang

yang

besar

untuk

dikembangkan. Salah satu jenis kambing perah yang cukup potensial sebagai
penghasil susu dan perlu dikembangkan adalah kambing Peranakan Etawa (PE).
Kambing PE mampu menghasilkan susu sebanyak 0,45 2,2 liter per hari.
Produksi susu kambing PE dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah
ukuran organ penghasil susu seperti ambing. Hasil penelitian Aunurohman dan
Djatmiko (2002) menggunakan sapi PFH, menunjukkan bahwa ukuran besar
ambing merupakan peubah penduga jumlah produksi susu yang paling baik
dengan sumbangan relatif dan sumbangan efektif masing-masing sebesar 99,62 %
dan 22,83 %. Setiawan (2014) juga menyatakan bahwa ukuran vital statistik
ambing mempunyai sumbangan efektif yang sangat besar terhadap produksi susu
pada kambing Sapera. Pabana (2011) menambahkan bahwa hubungan antara
dimensi ambing dengan produksi susu yang dihasilkan kambing PE di Desa
Bolang, Kecamatan Alia, Kabupaten Enrekang menunjukkan korelasi positif dan

sangat erat. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditentukan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara ukuran vital statistik ambing (panjang,
lebar dan tinggi ambing) dengan produksi susu kambing PE ?
2. Seberapa besar sumbangan yang diberikan dari panjang ambing, lebar
ambing dan tinggi ambing dengan produksi susu kambing PE ?
1.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara ukuran vital statistik ambing dengan produksi
susu kambing PE.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui ukuran vital statistik ambing
dan produksi susu kambing PE, (2) mengetahui hubungan antara ukuran vital
statistik ambing dengan produksi susu kambing PE, dan (3) mengetahui
sumbangan yang diberikan dari panjang ambing, lebar ambing dan tinggi ambing
dengan produksi susu kambing PE.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah (1) memberikan informasi tentang ukuran
vital statistik ambing dan produksi susu kambing PE, (2) memberikan informasi
mengenai hubungan antara ukuran vital statistik ambing dengan produksi susu
kambing PE, dan (3) memberikan informasi mengenai sumbangan yang diberikan
dari panjang ambing, lebar ambing dan tinggi ambing dengan produksi susu
kambing PE.
II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kambing Peranakan Etawa


Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan hasil persilangan antara
kambing Etawa dengan kambing Kacang yang sudah berdaptasi dengan kondisi
Indonesia. Bentuk tubuh dan sifat kambing PE berada diantara kambing Kacang
dan Etawa (Hardjosubroto, 1994). Kambing PE tergolong ternak dwiguna, artinya
dimanfaatkan sebagai ternak yang dipelihara untuk menghasilkan susu dan daging
(Sarwono, 2002). Ciri khas kambing PE antara lain, bentuk muka cembung,
telinga panjang menggantung ke bawah dengan ukuran panjang 15 30 cm dan
ujungnya agak berlipat. Bentuk tanduk pipih, kecil dan melengkung ke belakang
dengan panjang 6,5 24,5 cm. Warna bulu bervariasi dari coklat muda sampai
hitam. Bulu kambing PE jantan bagian atas leher dan pundak lebih tebal dan agak
panjang, sedangkan bulu kambing PE betina pada bagian paha panjang. Kambing
PE memiliki bentuk tubuh tegap, dada lebar dan dalam, perototan tubuh kuat,
punggung lebar dan lurus, tinggi gumba seimbang dengan panjang badan (Sumadi
dkk., 2003). Bobot badan kambing PE sekitar 32 37 kg (Setiawan dan Tanius,
2002).
Khusus pada kambing PE jantan, scrotum cukup besar dengan lingkar
scrotum pada kambing dewas 23 25 cm, scrotum terisi oleh dua testis yang
simetris, organ genital jantan tidak cacat dan tidak dalam keadaan steril,
sedangkan pada kambing PE betina, kelenjar susu cukup besar, ambing bagian kiri
dan kanan simetris, konsistensi ambing lembut, ambing tertutup oleh bulu-bulu
halus dan mengkilap, puting susu berukuran sedang, berbentuk condong, tidak
buntu dan tidak mengeras mati akibat mastitis (Sumadi dkk., 2003). Produksi susu

kambing PE sebanyak 0,45 2,2 liter per hari dengan panjang masa laktasi 92
256 hari. Produksi susu tersebut masih bisa ditingkatkan dengan manajemen yang
baik, seperti dengan pemberian pakan tambahan dan pemilihan bibit yang
berkualitas (Sodiq dan Abidin, 2002).
2.2. Vital Statistik Ambing
Kambing memiliki ambing yang terletak diantara perut dan dua kaki
belakang. Ambing kambing biasanya berbentuk seperti gelas anggur (bulat
memanjang) dan dilengkapi puting tempat keluarnya susu (Sodiq dan Abidin,
2002) dengan kisaran panjang ambing sekitar 10 20 cm (Mukhtar, 2006).
Ambing adalah faktor utama yang menentukan banyak sedikitnya susu yang
mampu dihasilkan (Gall, 1980). Secara visual ambing yang besar volumenya juga
besar sehingga produksi susunya juga tinggi (Habib, 2014). Bentuk ambing yang
besar, panjang dan berjumbai, produksi susunya lebih tinggi. Hal ini karena
jumlah sel-sel sekretori didalamnya juga semakin banyak untuk mensintesis susu
yang dibentuk oleh sel epitel dalam lumen alveoli (Blakely and Bade, 1994).
Volume ambing memiliki hubungan yang erat dengan jumlah susu yang
dihasilkan (Krismanto, 2011). Pabana (2011) menyatakan bahwa ukuran ambing
yang semakin besar memberikan indikasi meningkatnya jumlah produksi susu.
Hal ini dikarenakan ambing merupakan organ penampung air susu dimana
semakin banyak jumlah air susu yang ditampung, maka akan memberikan
perubahan benruk dan ukuran pada organ ambing.
Lowe dalam Pabana (2011) menyatakan bahwa didalam ambing susu
disekresikan oleh unit-unit. Sekretoris individual yang bentuknya menyerupai

buah anggur dan disebut alveolis. Unit-unit kecil ini berukuran diameter 0,1 0,3
milimeter dan terdiri dari suatu lapisan dalam sel-sel epitel yang menyelubungi
suatu rongga yang disebut lumen. Sel-sel epitel tersebut mensekresikan susu
dengan cara menyerap zat-zat dari dalam darah dan mensintesisnya menjadi susu.
Susu hasil sintensis kemudian disekresikan ke dalam lumen alveolus yang apabila
dalam keadaan penuh berisi sekitar 1/5 tetes. Sekelompok alveolus yang
berbentuk seperti setangkai buah anggur disebut lobul. Syarief dan Sumoprastowo
(1985) menyatakan bahwa bahan pembentuk air susu berasal dari darah dimana
untuk menghasilkan 1 liter susu diperkirakan memerlukan darah sebanyak 400
liter.
Ambing akan semakin membesar seiring dengan pertambahan umur
kebuntingan. Hal ini disebabkan pembentukan alveolus yang sangat pesat.
Jaringan lemak akan digantikan dengan sel-sel sekresi yang mulai menghasilkan
cairan. Jika diperah perlahan-lahan, pada umur kebuntingan 1 3 bulan, akan
keluar cairan bening yang agak kental. Semakin tua umur kebuntingan, cairan
akan menjadi kuning transparan. Pada akhir masa kebuntingan akan terbentuk
colostrum sampai umur 1 7 hari setelah beranak. Pada masa laktasi, ukuran
ambing sudah tidak bertambah, tetapi sudah dapat menghasilkan susu setiap hari
sepanjang masa laktasi (Sodiq dan Abidin, 2002).
Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar ambing yang pesat berlangsung
selama kebuntingan. Sementara selama periode laktasi pertumbuhan dan
perkembangan kelenjar ambing boleh dikatakan sudah terhenti. Kondisi ini
disebabkan

oleh

hormon-hormon

yang

merangsang

pertumbuhan

dan

perkembangan kelenjar ambing sudah menurun. Produksi susu yang dihasilkan


oleh seekor ternak selama laktasi hanya bergantung pada ketersediaan substrat
untuk sintesis air susu dan jumlah sel-sel sekretoris yang aktif (Adriani, 2008).
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu
Produksi susu kambing PE dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain mutu genetik, umur induk, bobot hidup, ukuran dimensi ambing, lama laktasi,
kondisi

iklim

setempat,

daya

adaptasi

ternak,

aktivitas

pemerahan

(Pribadiningtyas dkk., 2012), dan tatalaksana yang diberlakukan pada ternak


(perkandangan, pakan dan kesehatan) (Phalepi, 2004), serta pertumbuhan dan
perkembangan kelenjar ambing selama kebuntingan, ketersediaan prekursor untuk
sintesis susu selama laktasi dan involusi kelenjar ambing (Adriani, 2008).
Faktor genetik adalah faktor yang diturunkan oleh tetuanya kepada anaknya.
Faktor ini menentukan jumlah atau besarnya produksi serta komposisi susu setiap
masa laktasi. Oleh sebab itu, kesanggupan untuk menghasilkan susu sangat
dipengaruhi daripada keadaan genetik hewan yang bersangkutan (Pabana, 2011).
Produksi susu kambing pada umumnya meningkat seiring dengan bertambahnya
umur induk. Puncak produktivitas ketika kambing berumur 5 7 tahun. Kambing
perah yang hidup di daerah subtropis, tingkat produksi susu akan mencapai
puncak setahun lebih dulu. Selain itu, produksi susu pada kambing perah yang
beranak dua ekor dalam satu kali melahirkan, biasanya 20 30 % lebih tinggi
daripada kambing perah yang hanya beranak satu ekor (Sodiq dan Abidin, 2002).
Ternak perah lebih suka diperah secara teratur oleh pemerah yang sama,
lebih-lebih dengan tangan (Astuti dkk., 2001). Pergantian pemerah akan

menyebabkan kambing perah mengalami stress, sehingga produksinya menurun


(Sodiq dan Abidin, 2002). Selain itu, kambing perah yang diperah dua kali sehari,
total produksi susunya akan lebih tinggi daripada kambing perah yang diperah
sekali sehari (Devendra dan Burns dalam Setiawan, 2014). Sarwono (2002)
menyatakan bahwa agar produksi susunya stabil, waktu pemerahan harus diatur
dengan baik. Pada waktu pemerahan harus dijaga agar kambing tidak kaget atau
ketakutan karena terganggu sesuatu. Selain itu, frekuensi pemerahan pada
kambing yang diperah dalam sehari akan mempengaruhi produktivitas air susu.
Jarak pemerahan yang teratur sangat membantu dalam menghasilkan air susu
dalam jumlah relatif konstan.

III.

METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

3.1. Metode Penelitian

3.1.1. Materi Penelitian


Materi penelitian menggunakan 30 ekor kambing PE yang sedang laktasi
dengan masa laktasi dan umur yang sama. Alat yang digunakan untuk mengukur
ukuran vital statistik ambing adalah pita ukur (cm), sedangkan untuk mengukur
produksi susu menggunakan gelas ukur (liter). Pengukuran terhadap ukuran vital
statistik ambing dilakukan setiap hari sebelum pemerahan selama 30 hari.
Pengukuran produksi susu dilakukan selama 30 hari dengan melihat data atau
catatan produksi susu setelah dilakukan pemerahan. Pemerahan dilakukan sehari 2
kali, yaitu pada pagi dan sore hari dengan menggunakan mesin pemerah.
3.1.2. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan
Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturaden, Purwokerto.
3.1.3. Metode Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan adalah metode purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang
diperlukan.
3.1.4. Variabel yang Diukur
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah ukuran vital statistik
ambing (panjang, lebar dan tinggi ambing) dan produksi susu yang dihasilkan.
3.1.5. Sumber Data
Data yang telah diambil selama penelitian terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil pengukuran yang

10

meliputi panjang ambing, lebar ambing, tinggi ambing dan produksi susu harian,
serta pengamatan dan wawancara langsung terhadap pihak terkait. Data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari catatan-catatan seperti data recording ternak dan
data populasi ternak.
3.2. Metode Analisis
3.2.1. Model Matematis
Metode analisis yang digunakan adalah analisis linier berganda. Regresi
linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas
(independent) terhadap variabel terikat (dependent) (Santosa, 2007) dan model
matematiknya sebagai berikut :
Y = + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Keterangan :
Y = Produksi Susu
= Koefisien Konstanta
b1,2,3 = Koefisien Regresi Linier Berganda
X1 = Panjang Ambing
X2 = Lebar Ambing
X3 = Tinggi Ambing
e = Galat Percobaan
3.2.2. Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersamasama terhadap variabel terikat. Apabila hasil menunjukkan Fhit > F0,05, maka

11

terdapat pengaruh secara bersama-sama dari variabel bebas terhadap variabel


terikat (Santosa, 2007). Uji F ini, digunakan untuk membuktikan apakah variabel
bebas (X1, X2, X3) secara bersama-sama memliki pengaruh terhadap variabel
terikat (Y). Data-data yang diperoleh kemudian diuji dengan tabel analisis
variansi.
Tabel 1. Analisis Variansi
Sumber
Variansi
Regresi
Galat
Total

JK

DB

KT

F hitung

JKR
JKG
JKT

3
26
29

JKR/3
JKG/26

KTR/KTG

Fhit < F0,05

F tabel
0,05
0,01

regresi linier tidak nyata

F0,05 < Fhit < F0,01 regresi linier nyata


Fhit > F0,01

regresi linier sangat nyata.

Hipotesis untuk menguji apakah persamaan garis yang diperoleh tersebut


dapat digunakan sebagai persamaan penduga nilai Y untuk setiap nilai X adalah
sebagai berikut :
H0 : bi = 0 (tidak dapat digunakan untuk menduga nilai Y)
H0 : bi 0 (dapat digunakan untuk penduga nilai Y)
Kemudian dilakukan uji terhadap koefisien regresi, yaitu dengan
menghitung nilai thit dengan rumus sebagai berikut :

thit =

bi0
Sbi

Keterangan :

12

bi = Koefisien regresi variabel ke-i


Sbi = Standar error koefisien regresi
Standar error koefisien regresi tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

Sb =

KT Galat
X

Kriteria pengujian dan penerimaan hipotesis :


thit > t0,05; (n-3) maka H0 diterima
thit < t0,05; (n-3) maka H1 diterima
3.2.3. Analisis Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif
Besarnya sumbangan dari variabel bebas (X1, X2, X3) terhadap variabel
terikat (Y) dapat diketahui dengan cara mencari nilai koefisien determinasinya
terlebih dahulu dengan rumus sebagai berikut :

R2 =

JK Regresi
JK Total

100%

Selanjutnya, dari masing-masing variabel bebas dihitung sumbangan relatif


dan sumbangan efektif. Sumbangan relatif adalah persentase perbandingan relatif
yang diberikan dari satu variabel bebas kepada variabel terikat dengan variabel
bebas lain yang diteliti, sedangkan sumbangan efektif adalah persentase efektifitas
yang diberikan variabel bebas kepada variabel terikat dengan variabel bebas lain
yang diteliti maupun tidak (Santosa, 2007). Sumbangan relatif (SRXi) dan
sumbangan efektif (SEXi) dari masing-masing variabel dihitung dengan rumus
sebagai berikut :

13

SRXi =

bi xiy
JK Regresi

100%

SEXi = SRXi R2
Keterangan :
bi = Koefisien regresi variabel ke-i
Xi = Variabel bebas ke-i
Y = Variabel terikat
R2 = Koefisien determinasi
3.3. Definisi Operasional
3.3.1. Panjang Ambing
Panjang ambing diukur dengan cara pita ukur ditempatkan pada bagian
ujung ambing depan (titik A) kebagian ujung ambing belakang (titik B) (Pabana,
2011).

Gambar 1. Pengukuran Panjang Ambing


3.3.2. Lebar Ambing
Lebar ambing diukur dengan cara pita ukur ditempatkan dari bagian sisi
kanan ambing kebagian sisi kiri ambing (Sitanggang dkk., 2009).

14

Gambar 2. Pengukuran Lebar Ambing


3.3.3. Tinggi Ambing
Tinggi ambing diukur cara pita ukur ditempatkan dari bagian pangkal
ambing atas kebagian ujung ambing bawah (Krismanto, 2011).

Gambar 3. Pengukuran Tinggi Ambing


3.4. Tata Urutan Kerja
3.4.1. Tahap Persiapan

15

Kegiatan pada tahap persiapan meliputi pra survei yaitu meminta izin
kepada pihak Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak
(BBPTU-HPT) Baturaden untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut. Tahap
selanjutnya melakukan pengambilan data-data pendukung yang diperlukan untuk
kemudian menentukan kambing PE yang digunakan sebagai sampel.
3.4.2. Tahap Pengambilan Data
Data yang diambil terdiri dari panjang ambing, lebar ambing, tinggi ambing
dan produksi susu harian. Data ukuran vital statistik ambing diperoleh dengan
melakukan pengukuran terhadap panjang ambing, lebar ambing, tinggi ambing
yang diukur setiap hari sebelum dilakukannya pemerahan selama 30 hari. Data
produksi susu diperoleh dengan melihat data atau catatan produksi susu setelah
dilakukan pemerahan. Pemerahan dilakukan sehari 2 kali, yaitu pada pagi dan sore
hari dengan menggunakan mesin pemerah. Pengambilan data produksi susu
dilakukan selama 30 hari.
3.4.3. Tahap Analisis Data
Kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis data berupa tabulasi data yang
telah didapatkan pada tahap pengumpulan data. Data yang diperoleh akan
dianalisis secara statistik dengan bantuan komputer yaitu program Microsoft
Excel 2010.

3.5. Waktu dan Tempat Penelitian

16

Penelitian dilaksanakan setelah usulan penelitian ini disetujui, bertempat di


Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT)
Baturraden, Purwokerto.
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
No
.
1
2
3
4

Jenis
Kegiatan
Persiapan
Pengumpula
n Data
Analisis Data
Penyusunan
Laporan

Bulan ke1

DAFTAR PUSTAKA

17

Adriani. 2008. Meningkatkan Pertumbuhan Kelenjar Ambing dan Produksi Susu


Melalui Penyuntikan Pregnant Mare Serum Gonadrotropin pada Kambing
Peranakan Etawah. Jurnal Ilmiah Ilmi-Ilmu Peternakan 11(1) : 34 41.
Astuti, T.Y., Mardjono dan Haryati. 2001. Buku Ajar Dasar Ternak Perah.
Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Aunurohman, H. dan O.E. Djatmiko. 2002. Pendugaan Produksi Susu berdasarkan
Ukuran Lingkar Dada dan Besar Ambing Sapi Fries Holland. Animal
Production 4(1) : 32 35.
Blakely, J. and D. Bade. 1994. Ilmu Peternakan Edisi ke-4. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Gall, C. 1980. Relationship Between Body Conformation and Production in Dairy
Oats. J. Dairy Sci. 63 (10) : 1768 1778.
Habib, I. 2014. Hubungan antara Volume Ambing, Lama Massage dan Lama
Pemerahan terhadap Produksi Susu Kambing Peranakan Ettawa. Skripsi.
Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro. Semarang.
Hadiannuloh, R., W. Djaja dan D.S. Taspirin. 2015. Performa Produksi Susu dan
Konsumsi Ransum pada Periode Laktasi 1, 2 dan 3 Kambing Peranakan
Etawah (PE) yang Diberi Pakan Batang Pisang Fermentasi di Kelompok
Pembibitan Kambing Perah As-Salam, Kota Tasikmalaya. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Padjajaran. Bandung.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapang. Grasindo.
Jakarta.
Krismanto, Y. 2011. Hubungan Ukuran-Ukuran Tubuh Ternak Kambing
Peranakan Etawah Betina terhadap Produksi Susu. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mukhtar, A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Pabana, T. 2011. Korelasi antara Dimensi Ambing dan Puting terhadap Produksi
Susu Kambing Perah Peranakan Ettawa (PE). Skripsi. Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Phalepi, M.A. 2004. Performa Kambing Peranakan Etawah (Studi Kasus di
Peternakan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Citarasa).
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

18

Pribadiningtyas, P.A., T.H. Suprayogi dan P. Sambodo. 2012. Hubungan antara


Bobot Badan, Volume Ambing terhadap Produksi Susu Kambing Perah
Laktasi Peranakan Ettawa. Animal Agricultural Jurnal 1(1) : 99 105.
Santosa, B. 2007. Data Mining Terapan dengan MALTAB. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul Edisi Revisi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Setiawan, L. 2014. Hubungan antara Ukuran Vital Statistik Ambing dengan
Produksi Susu Kambing Sapera. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Setiawan, T. dan A. Tanius. 2002. Beternak Kambing Perah Peranakan Ettawa.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sitanggang, H.I.M., T.W. Murti dan T. Hartatik. 2009. Profil Peternak dan
Karakteristik Ternak Kerbau Rawa Lokal yang Jadi Pilihan Peternak di
Kabupaten Samosir Sumatera Utara. Seminar Teknologi Peternakan dan
Veteriner : 333 339.
Sodiq, A. dan Z. Abidin. 2002. Kambing Peranakan Etawa Penghasil Susu
Berkhasiat Obat. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Sumadi, S. Prihadi dan T. Hartatik. 2003. Petunjuk Pelaksanaan Standarisasi dan
Klasifikasi Kambing Peranakan Ettawa (PE) di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kerjasama Dinas Pertanian Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Syarief, M.Z. dan R.M. Sumoprastowo. 1985. Ternak Perah Cetakan Kedua.
Yasaguna. Jakarta.

USULAN PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA UKURAN VITAL STATISTIK AMBING

19

DENGAN PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA


DI BBPTU-HPT BATURADEN

OLEH

Oleh
BINUKTI AGUNG WIBISONO
D1E011140

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS PETERNAKAN
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
PURWOKERTO
2016
HUBUNGAN ANTARA UKURAN VITAL STATISTIK AMBING
DENGAN PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA
DI BBPTU-HPT BATURADEN

20

Oleh :
BINUKTI AGUNG WIBISONO
D1E011140

USULAN PENELITIAN

Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Kurikuler


Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Jederal Soedirman

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS PETERNAKAN
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
PURWOKERTO
2016
USULAN PENELITIAN

21

HUBUNGAN ANTARA UKURAN VITAL STATISTIK AMBING


DENGAN PRODUKSI SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWA
DI BBPTU-HPT BATURADEN

Oleh :
BINUKTI AGUNG WIBISONO
D1E011140

Diterima dan Disetujui


Pada Tanggal : ..................................

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Ir. H. Yusuf Soebagyo, M.P.


NIP. 19631112 198903 1 001

Ir. Pramono Soediarto, M.Si.


NIP. 19560414 198303 1 003

Mengetahui,
Wakil Dekan I

Ir. Endro Yuwono, MS.


NIP. 19610310 198601 1 001

Anda mungkin juga menyukai