Anda di halaman 1dari 14

MANAJEMEN PEMBIBITAN TERNAK

Kamis, 03 Mei 2012


PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KERBAU DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerbau merupakan ternak ruminansia yang paling besar bagi masyarakat Indonesia.
Kerbau memiliki keunggulan tersendiri untuk dikembangkan karena dapat -bertahan hidup
dengan kualitas pakan rendah, toleran terhadap parasit dan keberadaannya telah menyatu
sedemikian rupa dengan kehidupan sosial dan budaya petani di Indonesia. Peran dan fungsi
ternak kerbau di Indonesia yang paling utama adalah dalam hal 4 yaitu : (1) ikut
berpartisipasi dalam ketahanan pangan hewani (2) menjadikan pengambangan usaha tani
ternak yang lebih tangguh dan tahan terhadap krisis moneter, (3) untuk keperluan sosial
budaya dan kepercayaan masyarakat lokal serta (4) sebagai komoditas agrowisata. Kerbau
dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai, dan yang
berkembang di Indonesia kebanyakan adalah kerbau rawa/lumpur.
Di masa lalu peran kerbau sangat berarti, khususnya bagi petani karna sangat
membantu pada saat mengolah lahan sawah yang berlumpur yang kurang disukai oleh hewan
kerja lain, dan juga merupakan sumber pangan (daging dan susu) . demikian berartinya jenis
hewan ini sehingga pada awalnya populasi kerbau dari tahun ketahun merangkak naik.
Menurut Afiyati dan Fauziah, populasi kerbau di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun
1925 yaitu sebanyak 3,3 juta ekor. Setelah itu terjadi fluktuasi jumlah yang umumnya
cenderung menurun, yang diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain; para petani kini tidak
lagi menggunakan jasa kerbau dalam mengolah sawahnya karena mereka cenderung
menggunakan teknologi yang dapat mempercepat proses pekerjaan mereka seperti alat traktor
dll., efisiensi reproduksi dari ternak sangat lambat. Meskipun begitu ada beberapa daerah
tertentu yang meningkat biasanya dipengaruhi oleh faktor sosial budaya dari masyarakat
tertentu.
Faktor dominan terjadinya penurunan populasi disebabkan kurangnya pengetahuan
peternak kerbau mengenai ilmu dan teknologi reproduksi. Seperti yang dikemukakan oleh
Toilehere (2010) bahwa ilmu dan teknologi reproduksi merupakan faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam usaha dan peningkatan produksi dan produktifitas kerbau.
Selain penerapan ilmu dan teknologi reproduksi pada kerbau juga harus dipadukan
dengan kondisi lingkungan dan ekosistem daerah yang bersangkutan, pola atau ekosistem
beternak, manajemen, latar belakang budaya masyarakat setempat dengan motif sosial
ekonomi beternak. Selain itu banyak factor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan
produktivitas ternak kerbau yang dipengaruhi oleh factor internal maupun factor eksternal.
Oleh sebab itu pengembangan kerbau di Indonesia merupakan tugas pemerintah bersama
masyarakat veteriner untuk tetap melestrikan keberadaan kerbau di Indonesia agar tetap ada.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Apa yang menjadi masalah pengembangan kerbau di Indonesia?
2. Bagaimana solusi untuk mengatasi masalah pengembangan kerbau di Indonesia?

II. PEMBAHASAN

Gambar Kerbau Rawa


Gambar Kerbau Sungai

A. Peternakan Kerbau di Indonesia


Di Indonesia kerbau telah berkembang sejak dahulu. Dimana telah tersebar di seluruh
Indonesia termasuk Sulawesi. Kerbau yang berasal di Indonesia didominasi oleh kerbau
lumpur dengan jumlah populasi sekitar 2 juta ekor dan kerbau perah terdapat 5 ribu ekor.
Kerbau-kerbau tersebut dipelihara oleh peternak kecil. Untuk kerbau lumpur dengan
pemeliharaan secara tradisional dengan jumlah kepemilikan 2-3 ekor induk peternak,
sedangkan kerbau perah dipelihara atau digembalakan secara berkelompok pada areal sekitar
para peternak berdiam. Walaupun demikian pada beberapa tempat tertentu terdapat
kepemilikan dalam jumlah besar sepeti di pulau Moa (Maluku), Sumba (NTT), dan Sumbawa
(NTB) dimana jumlah kepemilikan kerbau per peternak sapat mencapai 100 ekor per induk.
Dengan majunya otonomi daerah dan adanya permentan tentang penetapan SDG (sumber
daya genetik) ternak lokal maka beberapa daerah mengklaim kerbau-kerbau lumpur yang ada
di daerahnya untuk ditetapkan sebagai bangsa atau sub bangsa kebau di Indonesia kerana
kemampuan adaptasinya pada lingkungan tertentu yang cukup berbeda dengan kawasan
kerbau lainnya di Indonesia seperti kerbau Sumbawa (NTB), dan kerbau Moa (Maluku) yang
diusulkan oleh daerah masing-masing untuk ditetapkan sebagai rumpun kerbau yang adaptif
pada kondisi daerah spesifik pada iklim mikro masing-masing. (Rusastra, 2011)
Kerbau memiliki beberapa peranan utama secara nasional yaitu sebagai penghasil
daging yang mendukung program pemerintah dalam hal swasembada daging selain daging
sapi. Secara khusus kerbau dijadikan sebagai tenaga kerja bagi masyarakat bagi para petani
dan tabungan masyarakat yang sewaktu-waktu dijual apabila diperlukan, selain itu kerbau
dijadikan sebagai ternak yang digunakan dalam beberapa kegiatan upacara adat dan
keagamaan bagi masyarakat tertentu. Peran ini ikut menentukan perkembangan populasi
kerbau di Indonesia. Produktifitas dari ternak kerbau dapat ditingkatkan dengan manajamen
pemeliharaan yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya jual dari ternak tersebut untuk
memperoleh keuntungan yang diharapkan.
Demikian pula jika kebutuhan berlaku secara efektif sesuai yang dibutuhkan peternak
maka tentu existensi kerbau akan terus dipertahankan. Tetapi jika sebaliknya yang terjadi
maka tentulah populasi kerbau akan menurun, karena kebutuhan tentu driveb by market and
farmers need. Populasi kerbau tidak akan menurun jika ada nilai tambah yang dilakukan dan
berdampak nyata secara ekonomi bagi perbaikan penghasilan para peternak (Rusastra, 2011).
Ciri petenakan kerbau yang mendominasi keragaman usaha ternak kerbau di
Indonesia, identik dengan ketergantungan pada pakan serat alami antara lain; rumput alam,
jerami, berbagai tanaman pangan dan holtikultura serta perkebunan dengan skala usaha antara
2-3 unit ternak. Kerbau ini dapat digembalakan secara terus menerus maupun hanya
digembalakan pada siang hari (Talib 2010) dan dikandangka. Kuswandi (2011) dan
Prawiradigdo et, al (2010) mengatakan bahwa pakan seperti ini umumnya rendah
kualitasnya sehingga membutuhkan teknologi pengkayaan nutrisi untuk meningkatkan
kualitas nilai gizinya, apalagi kalau ditambah dengan masalah pemberian pakan dalam jumlah
yang tidak mencukupi, maka produktivitas kerbau akan sangat sulit diperoleh.
Sepuluh provinsi di Indonesia dengan jumlah kerbau terbanyak
Provinsi Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
Nanggro Aceh Darussalam 409,071 338,272 371,143 390,334 280,662
Sumatera Utara 263,435 259,672 261,794 189,167 155,341
Sumatera Barat 322,692 201,421 211,531 192,148 196,854
Sumatera Selatan 86,528 90,300 86,777 90,160 77,271
Banten 139,707 135,041 146,453 144,944 153,004
Jawa Barat 149,960 148,003 149,444 149,030 145,847
Jawa Tengah 122,482 123,815 112,963 109,004 102,591
NTB 156,792 154,919 155,166 153,822 161,450
NTT 136,966 139,592 142,257 144,981 148,772
Sulawesi Selatan 161,504 124,760 129,565 120,003 130,109
Sumber :
http;www.ditjennak.go.id/basisdataproses.asp?yhn1=2004&thn2=2008&jt=kerbau&button=s
ubmit&rep=2&ket=populasi+nasional+%28per+provinsi%29+
B. Produktivitas Kerbau

Kerbau adalah ternak Asia yang beradaptasi dihampir semua negara Asia, dimana pada
Asia Tenggara yang paling banyak populasinya adalah kerbau lumpur, sedangkan di Asia
Timur adalah kerbau perah. Indonesia yang terletak di Asia Tenggara juga didominasi oleh
kerbau lumpur. Umur beranak pertama adalah berkisar antara 3,5-4 tahun, dengan lama
kebuntingan silaporkan 11-12 bulan. Jarak beranak antara 20-24 bulan yang termasuk rendah
dan umumnya disebabkan oleh konsumsi pakan yang sangat rendah kualitasnya sehingga
rangsangan untuk membangkitkan aktivitas reproduksi membutuhkan waktu yang cukup
panjang. Hal ini juga didukung oleh Mothering ability kerbau kuat yang ikut menekan re-
estrus postpartum karena penyusunan yang cukup intensif. Pertambahan bobot badan berkisar
antara 0,3-0.9 kg/hari dengan presentase karkas yang kurang dari 50% karena disembelih
dalam kondisi tanpa penggemukan (Gunawan, 2010).
C. Masalah Pengembangan Kerbau di Indonesia
Faktor penyebab menurunnya populasi kerbau di indonesia tidak berbeda jauh dengan di
negara-negara asia lainnya. Penurunan produktivitas kerbau sdesebabkan faktor internal dan
faktor eksternal.
1. Faktor internal
Faktor internal ditentukan oleh sifat atau karakteristik dari suatu jenis ternak. Pada kerbau
sifat internal yang berpengaruh terhadap kendala peningkatan populasi adalah:
 Masak lambat
Kerbau termasuk hewan yang lambat dalam mencapai dewasa kelamin (Subiyanto, 2010).
Pada umumnya kerbau mencapai pubertas pada usia yang lebih tua, sehingga kerbau
mencapai dewasa kelamin pada usia minimal 3 tahun. 2-3 tahun (Lendhanie, 2005)
 Lama bunting
Kerbau akan mengandung anaknya selama 10,5 bulan, sedangkan sapi hanya 9 bulan.
Menurut Keman (2006) lama bunting pada kerbau bervariasi dari 300-344 hari (rata-rata 310
hari) atau secara kasar 10 bulan 10 hari. Dikemukakan pula oleh Hill (1998) bahw lama
bunting pada kerbau lebih lama dan lebih bervariasi. Untuk kerbau kerja, lama buntuing
kerbau mesir bervarisi 325-330 hari. Hasil penelitian Landhanie (2005) di Desa Sapala,
kecamatan Danau Panggang lama bunting kerbau rawa mencapai 1 tahun.
 Berahi tenang
Tanda-tanda berahi pada kerbau, umumnya tidak tampak jelas (Subiyanto, 2010). Sifat
ini menyulitkan paa pengamatan berahi untuk program inseminasi buatan. Meskipun
fenomena ini bisa diatasi dengan menggunakan jantan, namun kelangkaan jantan dan sistem
pemeliharaan yang terkurung memungkinkan perkawinan tidak terjadi.
 Waktu berahi
Umumnya berahi pada kerbau terjada pada saat menjelang malam sampai agak malam
den menjelang pagi atau subuh atau lebih pagi (Toilehere, 2001). Menurut Hill (1988) tanda-
tanda berahi da kativitas perkawinan pada jkerbau mesir pada umumnya terjadi pada malam
hari. Pada saat seperti ini umumnya kerbau-kerbau betina di Indonesian sedang berada dalam
kandang yang tertutup yang tidak memungkinkan terjadinya perkawinan.
 Jarak beranak yang panjang
Jarak beranak yang panjang merupakan implikasi dari sifat-sifat reproduksi lainnya.
Pada kerbau keerja jarak beranak bervariasi dari 350-800 haru dengan rata-rata 553 hari
(Keman, 2006). Menurut Hill (1988) jarak beranak pada kerbau bervariasi dari 334-650 hari.
Tyergantung pada manajemen yang dilakukan. Menurut Ladhanie (2005) jaerak beranaka
pada kerbau rawa antara 18-24 bulan.
 Beranak pertama
Panjang sifat-sifat produksi lain akan berpengaruh langsung terhadap beranak pertama
pada kerbau. Hasil survei di Indonesia terutama si NAD< Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
timur, NTB dan Dulaweisi Selatan, umur pertama kali beranak masing-masing 45,0; 49,6;
47,7; 49,1; 45,6 dan 49,2 bulan denga rata-rata 47,7 bulan (Keman, 2006), sementara itu di
Brebes, Pemalang, semarang dan Pati rata-rata umur pertama kali8 beranak, berturut-turut
adalah 44, 40, 44, dan 42 (Keman 2006).
 Faktor eksternal
Diantar faktor eksternal, ada yang berpengaruh langsung terhadap performa reproduksi
dan ada yang tidak berpengaruh langsung. Reproduksi adalah suatu proses yang rumit pada
semua spesies hewan. Rumit karena reproduksi tergantung Pada fungsi yang sempurna
proses-proses biokimia dari sebagian besar alat tubuh. Uvilasi, berahi, kebuntingan, kelahiran
dan laktasi, itu semua tergntung dari fungsi yang sempurna dari berbagai hormon dan alat
tubuh. Setiap abnormalitas dalam anatomi dan fisiologi dari alat reproduksi berakibat
fertilitas menurun atau dapat menyebabkan sterilitas. (Anggorodi, 1979).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh langsung terhadap performa reproduksi adalah ;
 Pakan
Kontribusi pakan sangat kuat pengaruhnya terhadap performa reproduksi. Makanan
berperan penting dalam perkembangan umum dari tubuh dan reproduktif (Tillman, et al.,
1983).
Peternak kerrbau di negara kita pada dasarnya merupakan peternak tradisional dan
merupakan kegiatan yang turun menurun sehingga pemberian pakan umumnya didapat pada
saat digembalakan. Rumput yang tumbuh di lapangan, di pematang sawahn atau pinggir-
pinggir jalan adalah pakan yang tersedia pada saat digembalakan.
Pakan yang diberikan di kandang pada umumnya jerami kering yang kadang-kadang
disiram larutan garam dapur. Pada musim kemarau ketersediaan rumpur alam akan sangat
menurun jumlahnya dan secara langsung akan berpengaruh langsung terhadap asupan pakan
pada ternak. Pakan dengan kualitas dan kuantitas seperti ini akan berpengaruh tidak baik
terhadap performa reproduksi. Diperparah lagi oleh tugan yang harus dilakukan pada saat
musim mengolah sawah. Meskipun salah satu keunggulan kerbau adalah mampu
memamfaatkan pakan dengan kualitas rendah, namun untuk mendapatkan performa
reproduksi yang baik memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas.
 Manajemen Pemeliharaan
Menurut Setyawan (2010) menyatakan bahwa manajemen pemeliharaan dalam upaya
pengembangan kerbau di kabupaten Brebes system pemeliharaannya masih sangat tradisional
karena belum ada sentuhan teknologi terpadu baik untuk peningkatan populasi ternak,
pengelolaan pakan dan pengetahuan pengelolaan hasil produksi sehingga menyebabkan
peningkatan populasi juga tidak berkembang.
 Sosial budaya
Beberapa di daerha di Indonesia yang secara sosial budaya berkaitan dengan kerbau
menunjukkan populasi kerbau yang tingg. Keterkaitannya bis a berupa dalam adat istiadat
atau kebutuhan tenaga kerja. NTB, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan
keterkaitannya lebih pada adat istiadat yang turun temurun. Di Sumatera Barat, kerbau
mempunyai arti sosial yang sangat khas.
Rumah adat dan perkantoran pemerintah mempunyai bentuk atap yang melengkung yang
melambangkan bentuk tanduk kerbau. Diduga kata “minangkabau” berasal dari “menang
kerbau” (Hardjosubroto, 2006). Pada masyarakat Batak dikenal upacara kematian sepeti saur
matua dan mangokal hili. Bagian dari rangkaian upacara tersebut biasanya dilaksanakan pesta
syukuran adat yang disertai pemotongan kerbau. Pemotongan kerbau juga dilakukan pada
saat upacara perkawinan, horha bius (acara penghormatan terhadap leluhur, dan pendiri
rumah adat (Susilowati, 2008). Bagi etnis toraja, khususnya toraja sa`dan, kerbau adalah
binatang paling penting dalam kehidupan sosial mereka (Nooy-Palm, 2003 yang dikutip
Stepanus, 2008) selain sabagai hewan yang memenuhi kehidupan sosial, ritual maupun
kepercayaan tradisional, kerbau juga menjadi lata takaran, status sosial dan alat transaksi.
Dari sisi sosial, kerbau merupakan harta yang bernilai tinggi bagi pemiliknya (Issudarsono,
1979 yang dikutip Stepanus, 2008). Kerbau juga merupakan hewan domestik yang sering
dikaitkan dengan kehidupan masyarakat yang bermata pencaharian dibidang pertanian.
Di Banten, kerbau selain digunakan sebagai hewan kerja juga masyarakat sangat fanatik
terhadap daging kerbau. Menurut Patheram dan Liem (1982) selera masyarakat banten
terhadap daging kerbau cukup tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Di Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur lebih pada kebutuhan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa
budaya masyarakat sangat berperan terhadap perkembangan populasi kerbau.
Populasi kerbau di Indonesia terdapat di seluruh provinsi, karena kerbau mempunyai daya
adapatasi yang sangat tinggi. Kerbau bisa berkembang mulai dari daerah kering di NTT dan
NTB, lahan pertanian yang subur di Jawa hingga lahan rawa di Sulawesi Selatan, Kalimantan
dan daerah pantai Sumatera (Asahan sampai Palembang). Selain itu pengembangannya tidak
akan menghadapi hambatan selera, budaya da agama (Triwulanningsih).
D. Usaha-Usaha Mempercepat Peningkatan Populasi Dan Kualitas Kerbau
Banyak faktor yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan populasi dan kualitas
kerbau diantaranya adalah:
1. Mengupayakan terbentuknya village breeding system (VBC) yang secara khusus
mengupayakan pengembangan kerbau.
2. Mengadakan upaya recording serta seleksi kerbau berdasarkan performa dan asal usul ternak
dengan cara penjaringan ternak yang baik berdasarkan standarisasi.
3. Penerapan teknologi, khusunya untuk mengolah limbah pertanian (jerami padi, pucuk tebu,
jerami jagung, jerami kedelai).
4. Komitmen yang berkelanjutan. Penurunan populasi kerbau di daerah-daerah tertentu sudah
lama terjadi, namun sampai sejauh ini dorongan pemerintah, terutama pemerintah daerah
belum nyata mendorong perkembangan populasi di daerahnya masing-masing. Tidak sedikit
peternak kerbau berlokasi jauh dari pusat pemerintah sehingga banyak yang tidak tersentuh
oleh laju pembangunan. Fasilitas untuk peningkatan populasi baik software maupun hardware
belum sampai ketangan peternak kerbau. Peternak kerbau seolah berjalan sendiri tanpa tahu
kemana tujuanya.
5. Pembentukan kelompok ternak. Memungkinkan dapat mendorong peningkatan populasi.
Dalam kelompok para peternak bisa merencanakan usaha yang akan dilakukan sehubungan
dengan peningkatan populasi, termaksud terbentuknya kandang kelompok. Kandang
kelompok bila dikelola dengan baik dengan kesadaran yang tinggi dapat memecahkan
masalah ketiadaan jantan dan keterlambatan perkawinan.
6. Melakukan seleksi, baik pada kerbau betina maupaun pada kerbau jantan, terutama pada
kerbau jantan. Mengingat satu ekor jantan dalam 1 tahun mampu mengawini 50 ekor betina
dan bila semua berhasil bunting maka akan lahir anak kerbau yang genetikanya baik. Pada
saat ini justru kerbau betina atau jantan yang tampilanya lebih besar adalah yang paling cepat
masuk rumah potong. Peran pemerintah disini melakukan penjaringan agar fenomena yang
sudah lama terjadi ini akan dihentikan minimal dikurangi.
7. Peternak yang memiliki kerbau yang baik dan memenuhi standar bibit perlu mendapat
penghargaan dengan memberikan sertifikat. Hal ini bisa merangsang prestasi selanjutnya dan
akan berpengaruh positif terhadap lingkungan.
8. Mengembangkan program inseminasi buatan pada daerah-daerah yang padat populasi
kerbaunya. Penerapan inseminasi buatan (IB) pada kerbau adalah salah satu cara untuk
mengatasi terbatasnya pejantan unggul sepanjang secara sosial ekonomi dapat
dipertanggungjawabkan (SUBIYANTO, 2010) peran pemerintah harus mengangtifkan
kembali produksi mani beku kerbau di balai-balai inseminasi buatan. Dengan inseminasi
buatan juga dapat mencegah terjadinya kawin silang dalam.
9. Peningkatan pendidikan inseminator. Inseminator buatan pada ternak bukan pekerjaan
mudah untuk itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan, lebih-lebih pada kerbau yang saat
berahinya sulit diamati. Meskipun demikian kita bila kita mau kita bisa. Pengalaman telah
menunjukkan bahwa beberapa tahun yang lalu pada sapi potong, yang pada saat itu sulit
melakukan inseminasi buatan pada sapi potong karena sapi potong terutama sapi lokal juga
memperlihatkan berahi tenang. Pada saat ini meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
para inseminator inseminasi buatan pada sapi potong sudah bisa dilakukan dengan prestasi
yang baik.
10. Lokasi peternak kerbau yang umumnya masih berjauhan, akan menyulitkan pelaksanaan
inseminasi buatan. Seorang inseminator mungkin saja melayani peternak yang jaraknya dari
pos bisa belasan kilometer. Dalam rangka mempercepat peningkatan populasi maka program
sinkronisasi birahi waktu pelaksanaan dan jumlah yang akan diinseminasi bisa diatur dan
fasilitas inseminasi bisa lebih efisien. Penggunaan teknik sinkronisasi birahi akan mampu
meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, disamping juga
mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi butan dan meningkatkan fertilitas .
11. Untuk meningkatkan mutu genetic kerbau di suatu wilayah, bisa dilakukan dengan membeli
pejantan unggul hasil seleksi dari wilayah lain atau menggunakan pejantan IB persilang
dengan tipe perah juga bisa dilakukan dengan harapan keturunanya bisa menghasilkan susu
yang lebih banyak, minimal bisa memberi susu keturunanya dalam jumlah yang mencukupi.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Masalah pengembangan peningkatan populasi kerbau di Indonesia di sebabkan oleh beberapa
factor antara lain factor internal yang merupakan factor dari ternak itu sendiri yang meliputi
Masak lambat, Lama bunting, Berahi tenang, Waktu berahi, Jarak beranak yang panjang,
Beranak pertama, dan faktur eksternal yang meliputi pakan, manajemen pemelihararaan,
sosial budaya.
2. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan populasi kerbau di Indonesia yaitu
dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti membentuk village breeding system, Komitmen
yang berkelanjutan, Pembentukan upaya recording ternak, penerapan teknologi khusunya ,
kelompok ternak, Melakukan seleksi, Peternak yang memiliki kerbau yang baik dan
memenuhi standar bibit perlu mendapat penghargaan, Mengembangkan program inseminasi
buatan pada daerah-daerah yang padat populasi kerbaunya, Peningkatan pendidikan
inseminator, Penggunaan teknik sinkronisasi birahi,dan persilangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjennak, 2004. Dalam http;www.ditjennak.go.id/basisdataproses.asp?yhn1


=2004&thn2=2008&jt=kerbau&button=submit&rep=2&ket=populasi+nasional+%28per+pro
vinsi%29+.

Gunawan, dkk. 2010. Kebijakan Pengembangan Pembibitan Kerbau Mendukung swasembada


Daging Sapi/Kerbau. Seminar Lokakarya Nasional Kerbau 2010. Pustlitbang Peternakan,
Bogor.

Keman, S. 2006. Reproduksi ternak kerbau. Menyongsong rencana kecukupan daging tahun 2010.
Pros. Orasi dan sSeminar Pelepasan dosen purna tugas 2006. Fakultas peterenakan. UGM.
Yogyakarta.
Lendhanie, UU. 2005. Karakteristik Reproduksi kerbau rawa dalam kondisi lingkungan peternakan
Rakyat Bioscientiae, 2.(1) http:/ Bioscientiae.tripod.com

Rusastra, I.W. 2011. Kinerja industri peternakan: isu dan kebijakan antisipatif peningkatan produksi
dan daya saing. Makalah presentase dalam lokakarya RPJP Pustlitbang Peternkan pada 27
januari 2011, Bogor

Talib, C. 2010. Peningkatan populasi dan produktivitas kerbau di padang ppenggembalaan


tradisional. Pros. Semiloka Kerbau Nasional di Brebes, Jateng. 2009. Pustlitbang Peternakan
Bogor. Hlm. 109-118.

Stepanus B. 2008. Kerbau tradisi orang toraja. http://www.google.co.id/kerbau+dalam.

Setyawan . 2010. Perkembangan Program Aksi Pembibitan Ternak Kerbau di Kabupaten Brebes. .
Seminar Lokakarya Nasional Kerbau. 2010 Dinas Peternakan Kabupaten Brebes.

Subiyanto. 1010. Populasi Kerbau semakin menurun. http:/www.dijennak.go.id/bulletin.artikel3.pdf

Tillman, dkk. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadja Mada University oress, Fakultas
Peternakan,. UGM. Jogjakarta

Toilehere, MR. 2001./ Potensi dan pengembangan kerbau di Indonesia. Suatu tinjauan reproduksi.
Workshop kebijakan ketahanan pangan kerbau sebagai sumber keanekaragaman protein
hewani. Kerjasama pustlitbang peternakan dan dinas pertanian peternakan provinsi Bnnaten,
Cilegon.

Diposting oleh Pipit_Anggraeni di 22.53


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

10 komentar:

1.

Mustika Ratu4 Mei 2012 01.18

ka' kalau proses perkembangan antara sapi dan kerbau mana yang lebih muda di
kembangkan ? bagaimana kualiatas dagingnya ?
sama atau ada perbedaan lain
Balas

Balasan

1.

pipit dizzy19 Juni 2012 20.42

musatika ratu@ terima kasih atas pertanyaanya...


kalo menurut sy, yang paling mudah dikembangkan itu ternak sapi karena
ternak sapi proses reproduksinya lebih cepat dibandingkan dengan ternak
kerbau.
untuk kualitas daging, yang paling baik itu masih daging sapi, kalo daging
kerbau itu agak alot dan keras....

Balas

2.

Irhen D'cure4 Mei 2012 01.21

jadi masiih mungkin kaahh paerkenbangan kerbau seperti sapi atau bahkan melebihi
sapi???

Balas

Balasan

1.

Gede Sadariawan19 Juni 2012 20.57

perkembnagn kerbau saat ini lambat tidak populer seperti ternak sapi, karena
banyak faktor yang dapat mempengaruhinya, seperti halnya masyarakat kita
memelihara kerbau masih sistem tradisional, itu bisa dirubah menjadikan semi
intensif yang memperhatikan banyak hal dari pakan, perkandangan,
reproduksi, mengatur perkawinan dengan baik. dengan melihat banyak
peluang ternak kerbau kita bisa kembangkan lebih baik lagi, seperti
masyarakat toraja menggunakan ternak kerbau dalam acara-acara tertentu,
kontes ternak kerbau dan sebagi alat transportasi maupun membantu dalam
mengolah lahan pertanian, kerbau lebih besar tenaganya dibandingkan ternak
sapi, sehingga ternak kerbau bisa dikembangkan dengan sistem
pemeliharaannya seperti ternak sapi maka perkembangannya akan sama
dengan ternak sapi. terima kasih....

2.
pipit dizzy19 Juni 2012 20.58

teima kasih atas pertanyaannya.


sebenarnya bisa perkembangan kerbau melebihi ternak sapi, namun banyak
hal yang hrus kita perhatikan, seperti tingkat reproduksi kerbau lebih lambat
daripada sapi dan lainnya, dengan melihat potensi-potensi ternak kerbau yang
berpeluang untuk dikembangkan. selain itu ternak kerbau dpt dikembngkan
apabila kita bisa mengubah cara pemeliharaannya yang awalnya secara
tradisional diubah menjadi secara modern atau semi intensif, pengaturan
perkawinan, pemberian pakan, perbaikan mutu genetik ternak dengan cara
disilangkan dengan ternak yang unggul...

3.

Gede Sadariawan19 Juni 2012 21.04

pemeliharaan kerbau secara intensif tujuannya untuk apa??? daging atau


susu????

4.

pipit dizzy21 Juni 2012 18.41

trima kasih pertanyaan dari mas GD.


tujuannya untuk meningkatkan produktifitas dari ternak baik dari produksi
maupun reproduksinya... selain itu pemeliharaan kerbau dengan intensif itu ke
arahg daging atau susu tergantung dari peternaknya, mau untuk produksi susu
atau daging... trima kasih

Balas

3.

Gede Sadariawan19 Juni 2012 20.40

bisakah perkembangan kerbau dan pemeliharaan kerbau seperti sapi??? kerbau


memiliki estrus tenang bagaimana cara pendeteksinya???mohon penjelasannya..

Balas

4.

Didi Nazmudin15 Agustus 2012 21.31


banyak yang bisa dilakukan dan hampir sama seperti sapi.diantaranya mengeluarkan
lendir pada vulvanya,sering menjilat kepala kerbau yang lain,dan yang paling penting
tenang ketika dinaiki oleh kerbau yang lain baik betina maupun jantan.maturnuwun.

Balas

5.

Pipit_Anggraeni8 Juli 2013 22.51

wah mas Didi makasih yah informasinya...

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Arsip Blog
 ► 2013 (1)

 ▼ 2012 (3)
o ► Juni (2)
o ▼ Mei (1)
 PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN KERBAU DI INDONESIA

Mengenai Saya

Pipit_Anggraeni
kendari, sulawesi tenggara, Indonesia
aQ suka baca buku, olahraga, dengar music.. yang terpenting aQ suka belajar banyak
hal dari Hidup... I LOve My family and my Life... ^^ aQ suka 2PM, Big Bang, 2AM
and semua music yang enak didengar... ^^
Lihat profil lengkapku
Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai