Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
saya bisa menyelesaikan pembuatan proposal yang berjudul “tentang usaha pengemangan sapi
bali dint”.
Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Edelnia Kristina Bere, S.Pt., M.Pt selaku
Dosen Mata kuliah budidaya ternak ruminansia wilayah perbatasan yang telah membantu saya
dalam mengerjakan proposal ini.saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah berkontribusi dalam pembuatan proposal ini.
Proposal ini memberikan panduan praktis menegnai prospek usaha pengembangan sapi bali
diNTT
Saya menyadari ada kekurangan pada proposal ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa
diharapkan demi perbaikan karya saya. Saya uga berharap semoga proposal ini mampu
memberikan pengetahuan tentang usaha perkembangan sapi bali yang ingin dilakukan oeh
masyarakay NTT dan sekitarnya.
Cover ………………………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujun
BAB IV PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
Sapi bali merupakan ternak ruminansia ternak pemakan tumbuhan yang banyak
didapati di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).yang memiliki populasi yang besar
karena Ternak sapi bali merupakan ternak yang secara turun temurun sudah dipelihara
oleh masyarakat pertanian di NTT. Ternak sapi merupakan ternak pemasok kebutuhan
daging sapi bagi masyarakat Indonesia (Ilham, 2001). Berdasarkan data BPS Provinsi
NTT, perkembangan populasi ternak besar, yaitu sapi, kerbau, dan kuda sebanyak
1.007.608 ekor; 162.658 ekor, dan 112.589 ekor pada tahun 2017 (BPS NTT, 2018).
Ternak sapi mendominasi populasi ternak besar di NTT. Dalam beberapa dekade yang
lalu, NTT merupakan pemasok utama sapi bagi daerah lain di Indonesia. Namun akhir-
akhir ini terjadi penurunan jumlah pengeluaran ternak akibat menurunnya produktivitas
dan populasi ternak (Wirdahayati 2010) Dengan hal ini sapi bali sangat cocok untuk
dikembangkan pada masa sekarang ini yang mana para masyarakat harus mendukung
setiap usaha yang dijalani oleh Pemerintah agar populasi sapi bali tidak punah atau
dimanfaatkan dengan kurang baik bagi pihak tidak bertanggung jawab. Penyebaran sapi
bali hampir merata di seluruh provinsi NTT, dengan berbagai pola pemeliharaan, baik
yang dipelihara secara ekstensif (tradisional), semi intensif ataupun intensif. Penambahan
populasi dilakukan peternak melalui dua model perkawinan, yakni perkawinan alami dan
buatan. Hasil dari dua model perkawinan tersebut perlu didata tentang produktivitasnya.
2. Apakah kualitas sapi bali sangat bagus sehingga harus didukung oleh Pemerintah
Indonesia?
3. Apakah sapi bali dapat bertahan hidup dimusim hujan dan musim kemarau ?
4. Pakan apa saja yang sering dikonsumsi sapi bali untuk meningkatkan kualitas pada
dagingnya ?
6. Mengapa masyarakat NTT lebih sering memelihara sapi dengan cara diumbar?
1.3 Tujuan
1. Agar pemerintah dapat mendukung perkembangan sapi bali yang ada diNTT
2. Agar kualitas daging sapi bali dapat didukung oleh Pemerintah Indonesia
4. Untuk mengetahui manfaat dari sapi bali terhadap kebutuhan ekonomi masyarakat NTT
5. Untuk mengetahui pakan apa saja yang sering dikonsumsi sapi bali untuk
perkembangannya diNTT.
1.4 Manfaat
1.mampu membangun semangat para masyarakat untuk mengembangkan usaha sapi bali
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus (zebu sapi
berponok), Bos taurus yaitu bangsa sapi yang menurunkan bangsa-bangsa sapi potong dan
perah di Eropa, Bos sondaicus (Bos bibos), yang dikenal dengan nama sapi Bali, sapi
Madura, sapi Jawa dan sapi lokal (Sugeng, 2000). Sapi Bali merupakan keturunan dari sapi
liar yang disebut Banteng (Bos sondaicus) yang telah mengalami proses penjinakan
(domestikasi) bertahun-tahun lamanya (Sugeng, 2000). Nusa Tenggara Timur (NTT) pada
tahun 1980-an merupakan gudang sapi potong yang secara rutin memasok kebutuhan daging
bagi wilayah Pulau Jawa. Pada saat itu, secara rutin dilakukan pengapalan sapi dari
pelabuhan Atapupu, Kecamatan Atambua, Kabupaten Belu seminggu sekali sekitar 200 ekor
dengan bobot badan di atas 250 kg (Priyanto 1998). Namun, menurut Kementerian Pertanian
(2014), populasi sapi potong di NTT hanya menduduki peringkat ketiga dengan kontribusi
15,8% dari kebutuhan nasional setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kondisi demikian
disebabkan mayoritas usaha ternak sapi potong di NTT adalah pola usaha pembibitan
dengan manajemen pemeliharaan digembalakan. Pada tahun 2013, populasi sapi potong di
NTT menduduki posisi keempat tingkat nasional (803.450 ekor) (Ditjen PKH 2014) dan
pada tahun 2014 bergeser menjadi posisi kelima, yang digeser NTB (1.013.794 ekor) (Ditjen
PKH 2015).
Pakan adalah semua bahan yang biasa diberikan dan bermanfaaat bagi ternak serta tidak
menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Menurut Sarwono dan Arianto
(2003), pakan adalah makanan yang diberikan kepada ternak untuk kebutuhan hidup dan
berproduksi. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang
diperlukan oleh tubuh ternak seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral (Parakkasi,
1995). Pemberian pakan hijauan pada ternak sapi diberikan acuan 10% dari bobot badan
dalam sehari serta kosentrat dapat diberikan sebanyak 2,5-3% dari bobot badan sapi
(Bandini, 1999). Haryanto (1992) menyatakan bahwa ternak ruminansia memerlukan pakan
hijauan serta pakan konsentrat. Jumlah pakan konsentrat yang diberikan tergantung pada
tujuan usaha pemeliharaan ternak. Pada kondisi peternakan intensif, pakan konsentrat dapat
digunakan dalam jumlah yang banyak. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan,
pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah yang cukup.adapula
pakan yang sering diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan dan menambah
kualitas daging pada sapi bali yaitu : Jenis rumput diantaranya rumput lapangan, jerami,
rumput gajah, rumput raja, rumput odot, rumput Zanzibar.Yang mana pakan yang akan
diberikan kepada ternak harus diolah terlebih dahulu misalnya : dicincang atau dipotong
kecil kecil,atau dibuat fermentasi ,selase,hay dan lain sebagainya.
Alaminya, sapi bali hidup berkeliaran dan melakukan semua aktivitas di alam bebas.
Kebutuhan hidup sapi bali tergantung pada kondisi yang disediakan alam, sehingga
produktivifitas sapi bali tersebut sangat rendah. Pemeliharaan sapi bali dimaksudkan agar
produktivitas dan reproduktivitas tercapai sesuai dengan tujuan pemeliharaan (Aziz, 1993).
Berdasarkan keterlibatan manusia dalam pengusahaan ternak, sistem pemeliharaan ternak
terdiri atas sistem intensif, sistem semi intensif dan ekstensif atau free range. Pemeliharaan
sistem intensif berarti ternak dipelihara secara terbatas dalam kandang. Aktivitas ternak
tersebut dibatasi dan semua kebutuhan hidupnya tergantung pada peternak. Sistem ini
digunakan dalam program penggemukan atau fattening (Pane, 1991). Pemeliharaan semi
intensif, sapi bali dipelihara di padang penggembalaan yang terbatas. Kandang disedikan
untuk memenuhi sebagian besar kebutuhanya seperti makan, minum, berteduh dan tidur.
Padang penggembalaan difungsikan untuk melakukan exercise (peregangan otot), berjemur
dan mencari pakan tambahan (Pane, 1991 dan Aziz, 1993). Pemeliharaan ternak secara
ekstensif menurut Aziz (1993) adalah pemeliharaan yang dilakukan di padang
penggembalaan. Padang penggembalaan sekaligus difungsikan sebagai tempat sapi tersebut
melakukan segala aktivitas. Sistem penggembalaan ini kebutuhan pakan hampir seluruhnya
diperoleh dari padang penggembalaan dengan atau tanpa makanan tambahan yang
disediakan oleh peternak. Peternakan rakyat pada umumnya menerapkan sistem ini dalam
pengusahaan ternak. Kebanyakan masyarakat NTT melakukan pemeliharaan dengan cara
ternak sapi bali diumbar atau tidak dikandangkan apalagi pemeliharaan secara
berkelompok.hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan bobot badan pada ternak
sapi,sehingga terkadang masih didapati kualitas daging sapi bali kurang maksimal atau
masih didapati penyakit yang terdapat dalam daging sapi bali.
Populasi sapi potong di NTT mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Populasi sapi
potong di NTT mencapai 899.534 ekor (BPS NTT 2016) dan proporsi induk 50,27% (Agro
Indo Mandiri 2016) atau terdapat 413.789 induk dan jumlah anak yang dilahirkan setiap
tahun dengan asumsi jarak beranak (calving interval/CI) 12 bulan. Target CI tersebut dapat
dicapai apabila perkawinan dapat diterapkan dengan tepat berdasarkan rekomendasi dinas
terkait. Upaya ini akan memperpendek CI, mengoptimalkan reproduksi, dan menekan
mortalitas anak. Untuk menekan pengeluaran sapi dari NTT, Dinas Peternakan NTT telah
merancang kuota pengeluaran sapi, yakni sebanyak 55.000 ekor/ tahun dengan bobot badan
ternak minimum 275 kg (Anggara 2014). Untuk meningkatkan populasi sapi bali masyarakat
perlu mendukung program Pemerintah yang mana Pemerintah memberikan bantuan pada
masyarkat peternak dan pertanian,dengan memberikan program IB atau inseminasi buatan
yang mana diambil sperma dari pejantan unggul yang dapat mempertahankan
populasinya,secara gratis dan membayar warga yang berhasil melakukan IB pada sapi bali.
BAB III
METEDEOLOGI
Dalam pengembangan sapi bali yang ada diNTT sangat diharapkan agar bisa
mempertahankan populasi asli dari sapi bali yang mana, masyarakat NTT dapat mempertahankan
kualitas daging sapi bali, selalu memperhatikan pakan yang diberikan kepada ternak. Masyarakat
pun harus selalu mendukung program kerja Pemerintah mengenai peternakan agar dapat
terpenuhinya kebutuhan dari sapi bali. Permasalahan yang sering dihadapi dalam kegiatan
budidaya sapi atau mengembangkan sapi bali diNTT khususnya diKabupaten Belu adalah :
1. Masih sangat lemahnya kemampuan para peternak secara ekonomi untuk kegiatan
pengembangan sapi bali secara berkelompok guna meningkatkan produktifitas dan
indeks perkembangan ,padahal sumber dayanya sudah tersedia atau disediakan
Pemerintah.
4. Dari pihak masyarakat masih belum percaya akan keamanan yang ada dalam usaha
pengembangan sapi bali. Jaminan keamanan merupakan faktor penting dalam
menyemangati peternak untuk berusaha sapi potong, sekaligus meningkatkan skala
pemilikan. Masalah pencurian sapi menjadi penghambat utama dibanding masalah
kurang air, pengaruh iklim maupun ketersediaan padang penggembalaan (Jonatan
2014). Pencurian ternak berkaitan dengan kemiskinan dan dinamika relasi kelompok.
Oleh karena itu, terobosan dalam aspek kebudayaan dan ekonomi menjadi prioritas.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Segala macam usaha sapi bali tanpa adanya perkembangan atau dukungan
tidaklah ada artinya. Untuk itu dalam usaha diperlukan dukungan antar sesama
masyarakat dan kerja sama antara masyarakat dan Pemerintah .sehingga dapat
terjaganya populasi sapi bali dan dapat terjaminnya kualitas daging sapi bali yang
baik.
4.2 Saran
Semoga melalui proposal ini sedikit besarnya,dapat memberikan solusi pada kami
terutama dalam penyediaan perkembangan modal yang selama ini menjadi ganjalan
dan hambatan bagi masyarkat, demikian yang bisa disampaikan atas perhatian dan
Kerjasamanya kami haturkan banyak terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Agro Indo Mandiri. 2016. Kajian ketersediaan sapi potong di enam daerah sentra produksi.
Laporan Akhir. Kerja sama Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (APFINDO)
dengan PT Agro Indo Mandiri, Bogor, Januari 2016.
Direktorat Bina Program. 1979. Buku Saku Peternakan. Direktorat Bina Program, Direktorat
Jenderal Peternakan, Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2014. Blue print Program Swasembada Daging Sapi 2014. Direktorat
Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian, Jakarta.
Subagyono, D. 2004. Prospek pengembangan ternak pola integrasi di kawasan perkebunan.
Prosiding Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali dan Crop-Animal Systems
Research Network (CASREN). hlm. 13 17
Sumadi. 2009. Sebaran Populasi, Peningkatan Produktivitas dan Pelestarian Sapi Potong di Pulau
Jawa. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Produksi Ternak pada Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 30 Juni 2009.