Anda di halaman 1dari 14

Makalah

MANAJEMEN PENGGEMUKAN
“ANALSIS PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN
(PENGGEMUKAN SAPI)’’

Oleh:
MUSHANAL FATHONI
L1A118

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunianya kami masih diberi kesehatan sehingga dapat
menyelesaikan salah satu tugas makalah mata kuliah Pangan Dan Gizi Hasil
Ternak yang berjudul “Analisis Prospek Pengembangan Usaha Peternakan
(Penggemukan Sapi) ”
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kesalahan dan
kekurangan, oleh karena itu kami meminta maaf seandainya pembaca melihat
kesalahan tersebut. Karena kemampuan yang kami miliki memang masih sangat
terbatas, namun semua ini telah kami lakukan semaksimal mungkin. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran serta kami berharap semoga makalah ini
dapat berguna bagi semua pihak.

Kendari, 5 Maret 2023


Penulis

Mushanal Fathoni
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya
beli masyarakat.
Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor peternakan, karena
pada tahun 2003 saja telah mampu menyumbang 66 % atau lebih 350.000 ton dari
total produksi daging dalam negeri yang sebesar lebih 530.000 ton (Aryogi dan
Didi, 2007). Namun demikian, kemampuan produksi daging sapi dalam negeri
tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan nasional, sehingga menyebabkan
impor sapi hidup, daging sapi maupun jeroan sapi masih terus tinggi.
Sebagai gambaran pentingnya peternakan sapi di Indonesia adalah masih
tergantungnya dari suplai Luar Negeri. Untuk memenuhi kebutuhan daging serta
sapi bakalan yang akan digemukkan oleh feedloter sampai saat ini masih
tergantung pada impor. Data Asosiasi Produsen Daging dan Feedloter Indonesia
(APFINDO) menunjukkan bahwa tidak kurang dari 200.000 ekor sapi bakalan per
tahun diimpor dari luar negeri, bahkan sumber lain menyebutkan sampai
mencapai 400.000 ekor per tahun.
Ternak sapi memiliki peran penting dan peluang pasar yang
menggembirakan karena merupakan ternak unggulan penghasil daging nasional.
Di beberapa daerah, emeliharaan sapi dilakukan secara terpadu dengan tanaman
yang dikenal dengan sistem integrasi ternak-tanaman. Pemeliharaan sapi
dilakukan secara terpadu dengan tanaman yang dikenal dengan sistem integrasi
ternak-tanaman.
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah yang potensial untuk
pegembangan peternakan sapi potong, hanya saja emeliharaan sapi umumnya
diusahakan secara tradisional atau sambilan sehingga produktivitasnya rendah.
Oleh karena itu, upaya untuk memberdayakan petani-peternak sapi di wilayah
tersebut penting dilakukan karena memelihara sapi banyak dilakukan oleh petani-
peternak setempat. Pengembangan usaha ternak perlu ditunjang dengan kebijakan
pemerintah yang relevan sehingga memberikan dampak positif terhadap
peningkatan kesejahteraan petani-peternak. Selain sebagai sumber pendapatan
tambahan melalui penjualan pupuk kompos dan penyewaan tenaga kerja ternak.
Pengembangan usaha ternak sapi dapat dilakukan dengan memberdayakan sumber
daya lokal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam


makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana potensi pengembangan peternakan sapi potong di Sulawesi
Tenggara?
2. Bagaimana permasalahan atau tantangan pengembangan peternakan sapi
potong di Sulawesi Tenggara?
3. Bagaimana strategi atau kebijakan tentang pengembangan peternakan sapi
potong di Sulawesi Tenggara?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Potensi Peternakan Sapi Potong di Sulawesi Tenggara

Sulawesi Tenggara memiliki potensi yang besar untuk pengembangan


usaha ternak sapi karena didukung oleh sumber daya alam yaitu lahan dan pakan,
sumber daya manusia, serta peluang pasar yang memadai. Ternak sapi
mempunyai prospek dan potensi pasar yang cerah. Selain memberikan tambahan
pendapatan bagi petani-peternak, usaha ternak sapi juga merupakan sumber
pendapatan daerah melalui perdagangan antarprovinsi dan antarpulau, antara lain
ke Maluku, Papua, Jawa (Jakarta), dan Kalimantan Timur (Dinas Pertanian
Provinsi Sulawesi Tenggara 2005).

Kebutuhan daging sapi terus meningkat seiring makin baiknya kesadaran


masyarakat akan pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk, dan
meningkatnya daya beli masyarakat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan
daging dalam negeri yaitu dengan meningkatkan populasi, produksi, dan
produktivitas sapi potong.

Volume impor sapi potong dan produk olahannya cukup besar, setara
dengan 600−700 ekor/tahun (Bamualim et al. 2008). Neraca kebutuhan daging
sapi yang dihitung berdasarkan asumsi pertumbuhan penduduk. Ditinjau dari sisi
potensi yang ada, Sulawesi Tenggara selayaknya mampu memenuhi kebutuhan
pangan asal ternak dan berpotensi menjadi pengekspor produk peternakan. Hal
tersebut dimungkinkan karena didukung oleh ketersediaan sumber daya ternak
dan peternak, lahan dengan berbagai jenis tanaman pakan, produk sampingan
industri pertanian sebagai sumber pakan, serta ketersediaan inovasi teknologi.

Pengembangan usaha peternakan di Sulawesi Tenggara bertujuan untuk


meningkatkan populasi dan produksi ternak sehinnga mampu menyediakan
protein hewani asal ternak seperti daging, telur, susu, untuk dikonsumsi
kegutuhan daerah sendiri maupun propinsi tetangga. Ada beberapa Faktor yang
mendukung pengembangan usaha peternakan di Sulawesi Tenggara yaitu :
2.1.1. Sumber Daya Alam

Sulawesi Tenggara memiliki sumber daya alam yang cukup untuk


meningkatkan ekonomi masyarakat terutama pada sektor pertanian, pariwisata,
pertambangan dan energi. Dilihat dari beberapa sektor mata pencarian disektor
pertanian mendekati separo, yaitu lebih kurang 48% dan sisanya adalah mata
pencarian disektor perdagangan, hotel/restoran dan industri.

Bila dilihat dari ketersediaan lahan untuk mengembangkan ternak besar


pada dasarnya dapat menampung ternak besar, sedangkan populasi ternak besar
saat ini berjumlah 902.144 ekor sapi (sapi dan Kerbau). Hal ini menggambarkan
bahwa masih tersedia lahan yang cukup luas untuk pengembangan ternak besar.
Sulawesi Tenggara yang memiliki curah hujah yang cukup, telah menjadikan
tanahnya subur untuk ditumbuhi rumput hijauan pakan ternak dan juga tersdia
limbah pertanian seperti daun jagung, jerami, dan lain - lain.

2.1.2. Sumber Daya Manusia

Dukungan Sumber Daya Manusia dalam pengembangan sapi potong


cukup tersedia, sebahagian besar peternak sudah berpengalaman dan terampil
dalam membudidayakan sapi potong, sedangkan disisi lain aparatur pelayanan
juga sudah berpengalaman dan trampil serta senantiasa siap memberikan
pelayanan di lapangan seperti inseminator, petugas PKB, (Pemeriksa
Kebuntingan), Petugas ATR, Recorder, Handling Semen, Embryo Transfer (ET),
Juru Keswan dan Paramedis.

2.1.3. Dukungan Infra Struktur (Sarana/Prasarana)

Dalam menyongsong tumbuhnya usaha-usaha baru dan mendorong


berkembangnya usaha yang telah ada, pemerintah telah menyediakan dukungan
infra struktur (sarana dan prasarana) untuk pelayanan IB, pelayanan Keswan,
Pelayanan Pemotongan Hewan Ternak dan Pelayanan dan Pelayanan Pasar
Ternak.

Jika potensi lahan yang ada dapat dimanfaatkan 50% saja maka jumlah ternak
yang dapat ditampung mencapai 29 juta satuan ternak (ST). Belum lagi kalau
padang rumput alam yang ada diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya dengan
menggunakan rumput unggul sehingga daya tampungnya meningkat secara nyata
(Bamualim et al. 2008).

Pengembangan industri sapi potong mempunyai prospek yang sangat baik


dengan memanfaatkan sumber daya lahan maupun sumber daya pakan (limbah
pertanian dan perkebunan) yang tersedia terutama di daerah Sulawesi Tenggara.
Potensi lahan pertanian yang belum dimanfaatkan masih sangat luas, termasuk
lahan gambut dan lebak. Namun, kenyataan menunjukkan pengembangan sapi
potong belum mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, selain rentan
terhadap serangan penyakit.

Hal ini kemungkinan disebabkan adanya berbagai kelemahan dalam sistem


pengembangan peternakan. Oleh karena itu, perlu dirumuskan model
pengembangan dan kelembagaan usaha ternak sapi potong yang tepat, berbasis
masyarakat, dan secara ekonomi menguntungkan. Semua sumber daya yang ada
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk peternakan yang berkualitas,
terjangkau, dan bersaing dengan produk sejenis dari luar negeri sekaligus
meningkatkan kesejahteraan peternak (Bamualim et al. 2008). Perkiraan produksi,
kebutuhan, neraca dan populasi ideal sapi potong Indonesia tahun 2005−2010.

Usaha ternak sapi secara tradisional dikelola peternak dan anggota


keluarganya dan menjadi tumpuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Pengembangan usaha ternak sapi sebagai usaha keluarga dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling terkait, antara lain pendidikan, penggunaan input,
pemasaran, kredit, kebijakan, perencanaan, penyuluhan, dan penelitian.
Pendidikan anggota rumah tangga dapat mempengaruhi keputusan produksi.
Dalam penelitiannya memasukkan pendidikan dalam menganalisis karakteristik
rumah tangga dan usaha tani.
2.2. Permasalahan/Kendala Peternakan Sapi Potong di Sulawesi Tenggara

Terdapat beberapa kendala yang akan dihadapi saat dilakukan upaya


pengembangan sapi potong yaitu antara lain:

1. Sistem pemeliharaan sapi potong di Sulawesi Tenggara kebanyakan masih


secara tradisional.
2. Peterrnak-peternak sapi kebanyakan tidak melakukan sistem seleksi yang
benar dalam pemeliharaan sapinya.
3. Kurangnya pemanfaatan lahan untuk ditanamai hijauan makanan ternak,
sehingga terkendala dalam penyediaan pakan.
4. Kurangnya penyuluhan dari dinas terkait mengenai pengembanagn
peternakan sapi potong.
5. Peternak rakyat kebanyakan tidak melakukan perawatan kesehatan seperti
vaksinasi yang rutin sehingga ternaknya mudah terkena penyakit.
6. Masih kuatnya anggapan para peternak rakyat bahwa sapi potong lokal
mempunyai produktivitas yang rendah atau secara ekonomis kalah jauh
dibandingkan dengan sapi potong silangan. Akibatnya minat peternak
memelihara sapi potong lokal semakin menurun diganti dengan
pemeliharaan sapi silangan.
7. Belum adanya aplikasi praktis peraturan formal guna melindungi dan
mengembangkan jumlah populasi dan luasan areal penyebaran sapi potong
lokal.
8. Lokasi budidaya yang terpencil dengan skala pemilikan yang sangat
rendah.
9. Belum adanya data tentang peta penyebaran dan jumlah populasi, serta
produktivitas sapi.

2.2.1. Faktor ketersediaan bakalan

1. Terjadinya penurunan populasi di seluruh sumber sapi potong

2. Rendahnya produktivitas sapi local

3. Penyebaran lokasi sapi lokal, sehingga sulit dalam pengelolaan dan koordinasi.
4. Belum tersedianya suatu instansi atau perusahaan yang menyediakan bibit,
sebab masalah persediaan bibit merupakan tanggung jawab pemerintah atau
industry bukannya dibebankan pada peternakan rakyat.

2.2.2. Faktor ekonomi

1. Penurunan daya beli masyarakat.


2. Ternak potong belum menjadi usaha yang diminati untuk dibiayai oleh
perbankan, serta tidak menarik bagi investor. Hal ini disebabkan oleh:

- Tingkat resiko usaha yang lebih tinggi dibanding usaha lainnya

(struktur tataniaga belum tertata rapih)

- Investasi dibutuhkan cukup besar dan nilai itu ada pada sapinya

- Teknologi pascapanen belum cukup memadai

- ndustri sapi potong sebagian besar dilakukan secara tradisional

3. Belum adanya sistem kredit yang memang benar diperuntukkan untuk


subsector peternakan khususnya sapi potong.
4. Masih tingginya country risk Indonesia.

2.2.3. Faktor kebijakan

1. Belum adanya program pemerintah yang tepat sasaran, tepat guna dan
berkesinambungan serta berdaya saing tinggi.
2. Terjadinya benturan kepentingan antar departemen maupun antar
subsektor dalam satu departemen diantaranya PPN sapi bibit bakalan,
Badan Karantina dan adanya PP no 49 th. 2002.
3. Pelaksana otonomi daerah yang bervariasi di masing-masing daerah
4. Belum akuratnya data populasi sapi potong di Indonesia sehingga sulit
untuk memprediksi supply dan demand sapi potong di Indonesia
5. Penentuan daerah penghasil bibit, daerah penghasil sapi potong dan daerah
penerima belum ada rambu-rambu yang jelas.
6. Kontrol arus keluar masuknya ternak dari masing-masing daerah sangat
lemah.

2.2.4. Faktor SDM peternakan

Rendahnya kepekaan insan peternakan (Lembaga Penelitian Pemerintah,


Lembaga Pendidikan, Pelaku usaha, Petani) terhadap penurunan populasi sapi
potong.

2.3. Strategi/Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Potong

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas,


produksi maupun populasi sapi potong dalam rangka mendukung program
kecukupan daging (PKD). Produksi daging dalam negeri diharapkan mampu
memenuhi 90−95% kebutuhan daging nasional. Karena itu, pengembangan sapi
potong perlu dilakukan melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, didukung
dengan industri pakan yang mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal
spesifik lokasi melalui pola yang terintegrasi. Hingga kini, upaya pengembangan
sapi potong belum mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, selain
rentan terhadap serangan penyakit.

Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kelemahan dalam sistem


pengembangan peternakan. Oleh karena itu, perlu diupayakan model
pengembangan dan kelembagaan yang tepat berbasis masyarakat dan secara
ekonomi menguntungkan. Pemerintah sebaiknya menyerahkan pengembangan
peternakan ke depan kepada masyarakat melalui mekanisme pasar bebas.

Pemerintah lebih berperan dalam pelayanan dan membangun kawasan untuk


memecahkan permasalahan dasar dalam pengembangan peternakan sehingga
dapat mengaktifkan mekanisme pasar. Usaha peternakan hendaknya dapat
memacu perkembangan agroindustri sehingga membuka kesempatan kerja dan
usaha. Implikasi kebijakan dari gagasan ini adalah perlu dibuat peta jalan
pembangunan peternakan nasional dan diuraikan secara rinci di setiap wilayah
pengembangan ternak.
2.4. Kebijakan Pengembangan Sapi Potong

Pengembangan peternakan sapi potong dilakukan bersama oleh


pemerintah, masyarakat (peternak skala kecil), dan swasta. Pemerintah
menetapkan aturan main, memfasilitasi serta mengawasi aliran dan ketersediaan
produk, baik jumlah maupun mutunya agar memenuhi persyaratan halal, aman,
bergizi, dan sehat. Swasta dan masyarakat berperan dalam mewujudkan
kecukupan produk peternakan melalui kegiatan produksi, impor, pengolahan,
pemasaran, dan distribusi produk sapi potong.

Secara umum pengembangan suatu jenis usaha dipengaruhi oleh berbagai


faktor, salah satunya adalah dukungan aturan dan kebijakan (rules and policies)
pemerintah. Dalam hal ini, kemauan pemerintah (govermental will) dan legislatif
berperan penting, selain lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Pemerintah
dalam pembangunan peternakan masih bersifat top down. Kebijakan seperti ini
pada akhirnya menyulitkan berbagai pihak, terutama stakeholder. Pertanyaannya
bagaimana membuat kebijakan public yang didasarkan hasil riset dengan
melibatkan stakeholder dan pembuat kebijakan melalui forum dialog, kemudian
hasilnya diagendakan sehingga dapat digunakan dalam merumuskan kebijakan
nasional, regional, dan internasional.

Pengembangan ternak sapi potong ditempuh melalui dua jalur. Pertama,


ekstensifikasi usaha ternak sapi potong dengan menitikberatkan pada peningkatan
populasi ternak yang didukung oleh pengadaan dan peningkatan mutu bibit,
penanggulangan penyakit dan parasit ternak, peningkatan penyuluhan, bantuan
perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan atau hijauan, dan pemasaran.
Kedua, intensifikasi atau peningkatan produksi per satuan ternak melalui
penggunaan bibit unggul, pakan ternak, dan penerapan manajemen yang baik.

Dalam rangka pengembangan usaha ternak sapi potong melalui penerapan


konsep kawasan, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :

 Perlu diperkuat koordinasi dengan berbagai instansi di luar Dinas


Peternakan, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas
Perkebunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Badan Bimas dan
Ketahanan Pangan Daerah, Penanaman Modal dan Pengelolaan Pasar,
Dinas Koperasi, Kantor Humas dan Informatika, Bappeda, serta instansi
atau pihak lain yang terkait.
 Perlu dibentuk suatu forum yang bertugas melakukan sinkronisasi kegiatan
pengembangan kawasan peternakan dan usaha-usaha agribisnis dengan
melibatkan setiap pelaku agribisnis, sehingga dalam proses penyusunan
master plan hendaknya mengikutsertakan instansi lain dan mengacu
kepada rencana yang telah ada di Kabupaten/Kota setempat
 Perlu dilakukan sosialisasi program dan identifikasi lokasi, identifikasi
pasar, identifikasi peternak, identifikasi ternak dan membuat monografi
Kawasan
 Dinas Peternakan harus melakukan integrasi vertikal dengan Pemda
Propinsi dan DPRD Sulawesi Tenggara untuk melakukan upaya
bagaimana supaya Pemerintah Daerah dapat menciptakan iklim investasi
yang bergairah, sehingga merangsang perkembangan dunia usaha,
khususnya dalam menciptakan iklim investasi bidang peternakan di daerah
Sulawesi Tenggara.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sulawesi Tenggara memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha


ternak sapi karena didukung oleh sumber daya alam yaitu lahan dan pakan,
sumber daya manusia, serta peluang pasar yang memadai. Kebutuhan daging sapi
terus meningkat seiring makin baiknya kesadaran masyarakat akan pentingnya
gizi yang seimbang, pertambahan penduduk, dan meningkatnya daya beli
masyarakat. Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri
yaitu dengan meningkatkan populasi, produksi, dan produktivitas sapi potong.
Pengembangan ternak sapi potong ditempuh melalui dua jalur. Pertama,
ekstensifikasi usaha ternak sapi potong dengan menitikberatkan pada peningkatan
populasi ternak yang didukung oleh pengadaan dan peningkatan mutu bibit,
penanggulangan penyakit dan parasit ternak, peningkatan penyuluhan, bantuan
perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan atau hijauan, dan pemasaran.
Kedua, intensifikasi atau peningkatan produksi per satuan ternak melalui
penggunaan bibit unggul, pakan ternak, dan penerapan manajemen yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Matualesi,Gorisman. 2016.Manajemen Penggemukan

Anda mungkin juga menyukai