OLEH :
INDAH NURWIDAH
I011 18 1342
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PENDAHULUAN
Latar Belakang
perkembangan usaha pertanian, terutama sawah dan ladang. Pola kedua adalah
modal dan berskala besar, meskipun kegiatan masih terbatas pada pembesaran
ternak dan tanaman.Usaha ternak sapi dengan pola integrasi dapat memberikan
dampak sosial budaya dan ekonomi yang positif. Sistim integrasi ini sangat
yang tumbuh liar atau limbah pertanian sebagai pakan selain itu ternak
kesuburan tanah. Sistim integrasi juga dapat menambah pendapatan petani dari
telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja
(Suryana, 2009).
Budaya beternak dan Kearifan Lokal. budaya merupakan pengetahuan yang
sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur sosial, religius
dan segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
komponen kebudayaan antara lain system peralatan dan unsur kebudayaan fisik,
sistem ilmu dan pengetahuan, serta sistem mata pencaharian. Perhatian para
ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata
potong
TINJAUAN PUSTAKA
diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan
seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India
dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat
pembiakan sapi Ongole murni. Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang
terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis
sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok
Bos primigenius sapi tanpa punuk, yang tersebar di daerah sub tropis atau dikenal
terdapat lebih dari 300 bangsa sapi potong. Semua sapi domestik berasal (Bos
taurus dan Bos indicus). Keluarga baru yang termasuk semua tipe sapi domestik
dan famili Bovidae. Klasifikasi sapi secara zoologis adalah Phylum: Chordata;
Genus: Bos dan Species : Bos taurus dan Bos indicus (Savitri, 2013).
peternakan sapi potong adalah perbaikan sistim produksi yang telah ada berbasis
Setianto, 2005).
Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok
telah lama dipelihara oleh sebagian masyarakat sebagai tabungan dan tenaga kerja
usaha ternak sapi potong sebagian besar berupa usaha rakyat untuk menghasilkan
Sapi potong adalah sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai
penghasil daging, sehingga sering disebut sebagai sapi pedaging . Sapi potong di
Indonesia merupakan salah satu jenis ternak yang menjadi sumber utama
pemenuhan kebutuhan daging setelah ayam. Hal tersebut bisa dilihat dari
konsumsi daging ayam 64%, daging sapi 19%, daging babi 8%, daging lainnya
9% (BPS, 2011). Untuk memenuhi permintaan daging sapi tersebut dipenuhi dari
tiga sumber yaitu: (1) peternakan rakyat sebagai tulang punggung; (2) para
Indonesia (APFINDO); (3) para importer daging yang tergabung dalam Asosiasi
Indonesia dipasok dari tiga sumber: yaitu peternakan rakyat, peternakan komersial
potong (Asnawi,2014)
Usaha ternak sapi berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang
Nasional . Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh peternak sapi tradisional
adalah produktivitas ternak sapi yang rendah. Pemeliharaan sapi dengan sistem
memadai. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban, yaitu 4,23% pada
tiga pola pengembangan sapi potong. Pola pertama adalah pengembangan sapi
potong yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan usaha pertanian, terutama
sawah dan ladang. Pola kedua adalah pengembangan sapi tidak terkait dengan
penggemukan (fattening) sebagai usaha padat modal dan berskala besar, meskipun
kegiatan masih terbatas pada pembesaran sapi bakalan menjadi sapi siap potong
(Suryana,2009).
kebijakan pengembangan usaha ternak sapi potong ditempuh melalui dua
pada peningkatan populasi ternak yang didukung oleh pengadaan dan peningkatan
perkreditan, pengadaan dan peningkatan mutu pakan atau hijauan dan pemasaran.
(Wahyu,2018).
pengadaan pakan dan bibit. Biaya yang besar ini sulit dipenuhi oleh peternak pada
nasional umumnya, Hal ini ditunjukkan oleh manfaat ekonomi yang dihasilkan
dari kegiatan ini yang bernilai positif, yang berarti bahwa pengembangan
(Suryana,2009)
di Indonesia, sebagai fungsi ekonomi dan biologis, ternak sapi potong telah
dikenal sejak lama, sapi potong merupakan salah satu ternak yang diharapkan
sapi potong, baik bersekala besar, sedang maupun kecil (Dwiyanto, dkk., 2010)
kesejahteraan petan.i, dan juga dapat meningkatkan devisa negara, sebagai ternak
ternak sapi potong lokal di Indonesia terutama dipeternak kecil di setiap pedesaan.
banyak (Rusdiana,dkk,2016).
pengetahuan yang dipadu dengan norma adat, nilai budaya dan aktivitas
positif kearifan lokal, reorientasi dan peran kearifan lokal sangat patut
persyaratan lainnya agak sulit dipenuhi oleh peternak seperti: collateral, capacity,
(agettengeng), usaha (reso) dan harga diri (siri’) adalah sangat positif dan setuju
mengakses pembiayaan. Budaya lokal tersebut perlu dijaga, dibina dan diperkuat
Kearifan lokal atau kelompok tertentu yang sifatnya lokal atau menurut
budaya tertentu. Jadi, kearifan itu tidak universal sifatnya tetapi lokal. Singkat
kata, perbuatan atau tindak tanduk masyarakat lokal tertentu merupakan tradisi
menggunakan beliung. Kearifan lokal itu tidak ditransfer kepada generasi penerus
melalui pendidikan formal atau non formal tetapi melalui tradisi lokal. Kearifan
tersebut syarat dengan nilai-nilai yang menjadi pegangan penuntun, petunjuk atau
pedoman hidup untuk bertingkah dan berinteraksi dengan lingkungannya
(Arlizon,2011).
komplek perbedaan kebudayaan satu dengan yang lain. Jika kita melihat dari
ujung pulau Sumatera sampai ke pulau Irian tercatat sekitar 300 suku bangsa
dengan bahasa, adat-istiadat, dan agama yang berbeda. budaya lokal juga
merupakan bagian dari sebuah skema dari tingkatan budaya hierakis bukan
berdasarkan baik dan buruk. Selain itu, kebudayaan lokal melengkapi kebudayaan
sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap bernilai dalam
hidup Nilai budaya mempunyai bentuk yang didasarkan pada beberapa aspek.
nilai budaya berdasarkan pola hubungan manusia, yaitu hubungan antara manusia
dengan Tuhan, alam, masyarakat, manusia lain, dan diri sendiri. Kelima pola
kedudukan dan fungsi yang strategis dan vital bagi kehidupan manusia.
kedudukan dan fungsi nilai budaya menjadi lima jenis, yakni sebagai penggerak,
pengendali, proyeksi dan utopia, tolok ukur, serta sebagai rujukan ucapan,
Masyarakat desa masih sangat kental dengan budaya lokal atau tradisi
yang bahkan mempengaruhi cara mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup, cara
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijasikan milik
diri manusia dengan cara belajar. Hal tersebut berarti hampir seluruh tindakan
manusia adalah kebudayaan karena sedikit tindakan manusia yang tidak perlu
dibiasakan dengan cara belajar, misalnya naluri (makan, minum, berjalan dengan
kedua kaki). Masyarakat desa dalam beternak sapi potong juga dipengaruhi oleh
kebudayaan yang mereka miliki, misalnya pola mereka beternak sapi potong
mengikuti cara beternak seperti orang tua mereka atau generasi terdahulunya.
sebagai pekerjaan sampingan di luar bertani. Hal ini menjadi penghambat uasaha
mereka (Purwanto,2013).
untuk dirinya maupun yang berkaitan dengan interaksinya dengan orang lain.