PENDAHULUAN
petani peternak, pelaku usaha dan pemerintah sebagai fasilitator yang mengarah
kepada berkembangnya usaha peternakan yang efisien dan memberi manfaat bagi
petani peternak.
modern telah terpacu oleh tuntutan pedaging yang bersifat kuatitatif dan kualitatif.
tinggi. Tidak mengherankan apabila sampai saat ini sapi yang di gemukkan di
Indonesia lebih banyak berasal dari impor karena sumber bakalan sapi Indonesia
pengembangan kawasan pedesaan. lahan, potensi tenaga kerja, dan basis ekonomi
1
peternakan tidak saja bertumpu di desa tetapi juga diperlukan integrasi dengan
kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang lebih luas. Struktur
dengan wilayah lainnya, perbedaan tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi
dan potensi suatu wilayah dari segi fisik lingkungan, sosial ekonomi dan
Selatan.
potensi pengembangan sapi potong, karena potensi tersebutlah yang menjadi tolak
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hal ini bisa dilihat dari tingginya permintaan akan daging sapi. Namun, sejauh ini
Akibatnya, pemerintah terpaksa membuka kran inpor sapi hidup maupun daging
sapi dari negara lain, misalnya Australia dan Selandia Baru. Usaha peternakan
sapi potong pada saat ini masih tetap menguntungkan. Pasalnya, permintaan pasar
akan daging sapi masih terus memperlihatkan adanya peningkatan. Selain dipasar
domestik, permintaan daging di pasar luar negeri juga cukup tinggi (Rianto dan
Purbowati, 2009).
Ternak sapi potong di Indonesia memiliki arti yang sangat strategis, terutama
pupuk kandang, tabungan, atau sumber rekreasi. Arti yang lebih utamanya adalah
dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika
dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecil pun akan
3
penggemukan sapi potong baik untuk skala usaha besar maupun kecil (Santosa,
2008).
dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan). Beberapa hal yang berkaitan dengan
a. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan
pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini
b. Sapi Ongole.
bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan
dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama
c. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian
Indonesia.
4
d. Sapi Madura.
terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini
e. Sapi Limousin.
Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih,
terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan
2. Pemilihan Bakalan.
Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi
Tubuh kurus, tulang menonjol, tetapi tetap sehat (kurus karena kurang
Kotoran normal
5
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat beriringan dengan
meningkatnya kebutuhan protein hewani. Upaya yang dilakukan oleh bidang sub
hewani semaksimal mungkin. Salah satu jenis ternak yang potensial dan
adalah ternak sapi. Permintaan ternak sapi yang meningkat setiap tahunnya
sebagai hewan kurban pada hari raya Idul Adha, membuat ternak sapi memiliki
yang berkecimpung dalam dunia peternakan terhadap arti, fungsi dan manfaat dari
sebagainya agar hal ini dapat mendukung keberhasilan usaha beternak khususnya
peternakan sapi potong. Tingkat preferensi konsumen terhadap ternak sapi potong
pedaging, relatif tinggi sehingga peluang pasar sangat prospektif (Rusdin, 2009).
ternak ruminasia terhadap kebutuhan daging nasional sehingga usaha ternak ini
potong telah dipelihara sejak lama oleh masyarakat sebagai tabungan dan tenaga
kerja untuk mengolah tanah dengan manajemen secara tradisioal. Usaha sapi
potong memiliki hubungan timbalbalik dengan usaha pertanian, karena usaha sapi
6
potong membutuhkan dan memanfaatkan sisa hasil pertanian antara lai berupa
sektor pertanian
bertambah
disuatu daerah dapat diterima oleh sistem sosial masyarakat dalam arti tidak
7
bahwa ternak yang dipelihara harus menghasilkan nilai tambah bagi
yang dapat diamati pada perilaku peternak sapi potong yang menyebabkan usaha
sapi potong sangat sulit ditingkatkan skala usahanya di level peternak adalah
sapi betina produktif selama ini penyebab utamanya adalah motif ekonomi bagi
kepemilikan sapi potong hanya rata-rata 2-3 ekor. Para peternak cenderung akan
pertimbangan bahwa sapi potong merupakan assetyang paling mudah dijual tanpa
2013).
sebagian petani memlihara sapi sebagai ternak kerja untuk menarik bajak, garu
atau gerobak. Namun penggunaan tenaga ternak ini cenderung menurun sejalan
dengan makin tingginya intensitas tanam. Kedua, di sebagian besar daerah telah
8
ada sistem perkawinan dan teknologi IB. namun kegiatan ini belum sepenuhnya
berhasil. Ketiga, jumlah tenaga kerja keluarga peternak sangat terbatas (1-2 orang
dewasa) dan kemampuan peternak membayar tenaga kerja upahan sangat rendah.
usaha tani utama tanaman pangan. Hal ini menyebabkan kemampuan peternak
mencari pakan (terutama rumput sangat terbatas). Sehingga jumlah ternak yang
terutama untuk membangun usaha ternak yang ekonomis dengan skala usaha yang
besar. Ladang penggembalaan dimasa lalu kini sudah sebagian besar beralih
itu, para peternak masih belum dapat mengakses dengan baik pakan buatan baik
dari sudut finansial maupun secara fisik karena belum banyak tersedia secara
lokal. Untuk membangun industri peternakan secara terpadu mulai dari industri
didukung oleh infrastruktur ekonomi yang mamadai. Lahan-lahan luas yang masih
dapat dijumpai diluar Jawa, belum dapat digunakan secara efektif karena
maupun efektifitas yang dimiliki manusia yang terdiri atas kecerdasan spiritual,
9
manusia yang berkualitas sangatlah dibutuhkan dalam rangka pengembangan
usaha ternak potong karena dia harus mampu merumuskan tujuan dan sasaran
yang akan dicari, menyusun langkah langkah untuk mencapai tujuan dalam
penunjang tersebut adalah tenaga kerja. Pada usaha peternakan sapi potong
umumnya tenaga kerja yang digunakan hanya berasal dari keluarga. Ketersediaan
tenaga kerja dalam keluarga merupakan potensi yang cukup besar dalam kegiatan
usaha peternakan sapi potong. Karena dengan adanya tenaga kerja keluarga dapat
2009).
nilai tambah serta efisien dalam pengelolaannya. Upaya yang perlu dikembangkan
(Muslim, 2004).
10
Dalam paradigma pengelolaan peternakan berwawasan agribisnis
budidaya ternak terpadu yang saling besinergi mulai hulu hingga hilir, baik pada
maupun metode pemasarannya. Lebih dari itu kelompok peternak harus mau
belajar dan memperbaiki metode budidaya ternak secara benar dan lebih baik lagi
(Muhsis, 2007).
Desa, dari tahun daging sapi meningkat dari tahun ketahun, demikian impor terus
bertambah dengan laju yang semakin tinggi, kondisi demikian menuntut para
sapi dengan baik. Jangan peternak sapi hanya dilakukan dari kalangan orang kaya
saja, tapi masyarakat miskin pun harus menjadi ujung tombak beternak sapi
(Zubaidah, 2014).
11
II. 5 Recana Strategi dalam Pengembangan Sapi Potong
Selain itu, pengembangan usaha sapi potong hendaknya didukung oleh industri
2) Luas dan produktivitas lahan sumber pakan cenderung menurun dan belum
3) Produksi ternak sapi potong nasional sebagian besar masih berasal dari usaha
peternakan rakyat, dengan ciri-ciri: skala pemeliharaan kecil (2-5 ekor, per
secara cut and carry, sebagai usaha sambilan, dan belum menggunakan
prinsip-prinsip bisnis,
12
4) Pemerintah dan stakeholders lainnya belum optimal mendukung usaha
potong.
Terdapat tiga tahapan dalam manajemen strategis usaha sapi potong yaitu:
untuk melaksanakan apa yang telah dirumuskan; dan (3) evaluasi strategi, terdapat
tiga aktivitas dalam evaluasi strategi : (a) meninjau faktor internal dan eksternal
yang menjadi dasar strategi, (b) mengukur prestasi, dan (c) mengambil tindakan
Untuk meningkatkan potensi sapi potong ke arah yang lebih baik, maju
peternakan yang dikenal sebagai Panca Usaha Ternak Potong (PUTP), yaitu
(Siregar, 2013) :
menguntungkan.
13
Selain itu, Pengembangan peternakan sapi potong dapat dilakukan melalui
integrasi ternak dan tanaman. Usaha ternak sapi dengan polai ntegrasi dapat
memberikan dampak sosial budaya dan ekonomi yang positif. Sistem integrasi ini
pakan yang tumbuh liar atau limbah pertanian sebagai pakan selain itu ternak
kesuburan tanah. Sistem integrasi juga dapat menambah pendapatan petani dari
14
BAB III
METODE PRAKTEK
berikut :
1. Data kualitatif
struktur dan lain-lain yang diperoleh dari hasil observasi maupun hasil
wawancara.
2. Data Kuantitatif
berikut :
15
1. Data primer
responden. Pada pelaksanaan kegiatan praktek lapang data primer ini didapatkan
2. Data sekunder
tetapi melalui perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data ini berupa
bukti, catatan, atau laporan arsip yang dipublikasikan maupun yang tidak
pertanyaan lisan dan tertulis. Metode ini memerlukan adanya kontak atau
data yang diperlukan. Data yang diperoleh sebagian besar merupakan data
responden dan kuesioner dalam hal ini adalah masyarakat di Desa Pajukukang
16
2. Observasi Lapangan
tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan dilakukan pada responden
yang tidak terlalu besar. Pada tehnik ini dilakukan pengamatan terhadap
dari berbagai laporan penelitian dan buku literatur yang relevan.Sumber pustaka
utama yang digunakan adalah jurnal atau literatur pembanding yang melengkapi
1. Wawancara
17
kuisioner pada masyarakat setempat mengenai identitas umum responden dan
kepemilikan ternak.
yang terdiri dari pemateri dan peserta dengan tujuan untuk menciptakan timbal
balik antara pemateri dan peserta mengenai suatu masalah sehingga tujuan dapat
tercapai. Kegiatan focus grup discusiondihadiri oleh sekretaris desa yaitu A. Nur
yaitu Ibu St. Nurani Sirajuddin. Materi yang dibawakan oleh sekretaris desa yakni
biasanya dengan melakukan vaksin yang di hadiri oleh dokter hewan. Komoditi
ternak yang biasa di ternakkan di desa Pajukukang yaitu ternak sapi, kambing
dan kuda. Potensi ternak yang ada di desa Pajukukang yaitu ternak kambing
dengan memanfaatkan pakan jenis lamtoro yang di tanam pada lahan masyarakat.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Letak Desa
Desa Pajukukang adalah salah satu desa yang bergerak 12 km sebelah
Pajukukang. Desa ini merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah pesisir
pantai yang memiliki luas wilayah 5,85 km2, dengan batas wilayah:
b. Topografi Desa
Iklim dan curah hujan memiliki iklim tropis dengan rata-rata mencapai 250
C serta memiliki 2 tipe musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim
hujan di wilayah ini biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan bulan Juli
sedangkan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Agustus sampai dengan
19
d. Hidrologi dan Tata Air
kebutuhan air pertanian masyarakat memanfaatkan 8 unit sumur bor yang ada di
desa. Walaupun terdapat 3 sungai yaitu Sungai Turungasu, Sungai Erasakke dan
Sungai Kampalayya namun ke 3 sungai ini hanya berfungsi pada musim hujan,
sedangkan pada musim kemarau ke 3 sungai ini juga ikut kering karena tidak
terdapat mata air di desa. Sementara 4 unit sumur bor yang diharapkan mengairi
lahan pertanian pada musim kemarau tidak berfungsi maksimal karena sering
a. Sektor Pertanian
tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang tanah, cabe dan tomat. Hal ini terkait
kondisi lahan yang kurang memungkinkan karena mayoritas lahan tadah hujan,
b. Tanaman Pangan
umumnya meliputi padi, jagung dan kacang tanah. Selain itu juga terdapat
tanaman cabe dan tomat yang tertera pada tabel 1 berikut ini.
20
Tabel. 1 Tanaman Pangan
Jenis Tanaman Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
Padi 1.000 500 Ton/Ha
Jagung 1.052 300 Ton/Ha
Kacang Tanah 100 200 Ton/Ha
Cabe 20 250 Ton/Ha
Tomat 30 100 Ton/Ha
Sumber: Data Sekunder Desa Pajukukang Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng
Tahun 2017.
luas 1000 ha dengan produksi 500 ton/ha, jagung memiliki luas 100 ha dengan
produksi 300 ton/ha, kacang tanah 100 ha dengan produksi 200 ton/ha, cabe
memiliki luas 20 ha dengan produksi 250 ton/ha, dan tomat memiliki luas 1000 ha
21
4.493 ekor, itik manila berjumah 13.692 ekor dan tidak adanya ternak sapi perah
di daerah ini.
Padi memiliki luas areal 1000 Ha dengan produksi 500 ton/Ha, Jagung memiliki
luas areal 1052 Ha dengan produksi 300 ton/Ha, Kacang tanah memiliki luas areal
100 Ha dengan produksi 200 ton/Ha, Cabe memiliki luas 20 Ha dengan produksi
250 ton/Ha, Tomat memiliki luas areal 30 Ha dengan produksi 100 ton/Ha. Dari
kelima jenis tanaman tersebut, yang memiliki luas areal dan produksi tertinggi
yaitu Padi yang memiliki luas areal 1000 Ha dengan produksi 500 ton/Ha. Padi
sebagai bahan pokok dengan kebutuhan yang sangat tinggi bagi masyarakat
22
IV.1.5 Kondisi Sosial Ekonomi
tinggi. Hal ini disebabkan karena tingkat pengangguran yang cukup tinggi,
rendahnya tingkat pendidikan dan menggantungkan hidup pada hasil ternak dan
pertanian dengan kondisi cuaca yang kurang baik sehingga hasil ternak dan
23
IV.1.6 Ketersediaan Lahan Pemeliharaan
berikut :
luas areal 1000 Ha, Jagung memiliki luas areal 1052 Ha, Kacang tanah memiliki
luas areal 100 Ha, Cabe memiliki luas areal 20 Ha, dan Tomat memiliki luas areal
30 Ha. Hal ini menunjukan bahwa tanaman dan luas areal yang tertinggi adalah
padi dengan luas areal 1000 Ha. padi sebagai bahan pokok bagi manusia dan
sebagai pakan ternak menyebabkan produksi dan lahan yang dihasilkan cukup
tinggi.
24
Tabel. 6 Jumlah Penduduk Desa Pajukukang berdasarkan umur
Umur L P Jumlah
<20 Tahun 979 939 1918
21-40 Tahun 720 775 1495
41-60 Tahun 303 290 593
61-70 Tahun 82 68 150
>70 Tahun 51 39 90
Total 4246
Sumber: Data Sekunder Desa Pajukukang Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng
Tahun 2017.
tahun memiliki jumlah laki-laki 979 orang dan perempuan 939 orang dengan
jumlah 1918, umur 21-40 tahun memiliki jumlah laki-laki 720 orang dan
perempuan 775 orang dengan jumlah 1495, umur 41-60 tahun memiliki jumlah
laki laki 303 orang dan jumlah perempuan 290 orang dengan jumlah 593. Dapat
jumlah tertinggi yaitu 1918. Sedangkan umur penduduk >70 tahun di desa
pajukukang dengan jumlah terendah yaitu 90. Hal ini disebabkan karena
25
Tabel. 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
No Dusun Total
L P
1 Pa'jukukang 292 299 591
2 Bakarayya 217 210 427
3 Kampalayya 319 311 630
4 Bire 696 738 1434
5 Bonto Masuggu 184 189 373
6 Bonto Manakku 226 222 448
7 Sunggu Manai 238 249 487
8 Bungayya 205 226 431
Jumlah 2377 2444 4821
Sumber: Data Sekunder Desa Pajukukang Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng
Tahun 2017.
laki-laki sebanyak 292 jiwa. Penduduk di Dusun Bakarayya yang berjenis kelamin
26
Tabel. 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Jenis Kelamin
No Tingkat Pendidikan
L P Jumlah
1 Belum Sekolah 256 215 471
2 TK 15 7 22
3 Tidak tamat SD 574 585 1159
4 Sementara SD/Sederajat 380 386 700
5 Tamat SD/Sederajat 480 502 981
6 Tidak Tamat SMP/Sederajat 2 1 3
7 Sementara SMP/Sederajat 110 114 224
8 Tamat SMP/Sederajat 98 99 197
9 Tidak tamat SMA/Sederajat 0 3 3
Sementara SMA/Sederajat 81 66 147
11 Tamat SMA/Sederajat 155 119 274
12 Sementara Kuliah 24 29 53
13 Sarjana Diloma I 3 3 6
14 Sarjana Diploma II 9 29 38
15 Sarjana Diploma III 12 18 30
Sarjana Diploma IV 3 1 4
17 Sarjana S1 56 32 88
18 Sarjana S2 4 13 17
19 Tidak Sekolah 15 16 31
Total 4448
Sumber: Data Sekunder Desa Pajukukang Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng
Tahun 2017.
Berdasarkan jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di desa
penduduk dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD memiliki jumlah yang tinggi
yaitu 1.159, sedangkan dengan jumlah terendah yaitu Tidak Tamat SMP/Sederajat
pendidikan.
27
IV.2 Keadaan Khusus Responden
bernama Neri berumur >50 tahun, Tuni berumur >50 tahun, dan responden yang
responden masih masuk termasuk dalam usia produktif yang berkisar antara umur
mempunyai kemampuan fisik dan pemikiran yang matang. Hal ini sesuai dengan
pernyatan Ridwan (2011) bahwa manusia dikatakan usia produktif, ketika berusia
pada rentang 15-64 tahun. Sebelum 15 tahun atau setelah 64 tahun tidak lagi
28
Kabupaten Bantaeng diketahui bahwa keadaan responden berdasarkan mata
responden berdasarkan bermata pencaharian petani ada dua orang dan jumlah
responden bermata pencaharian sebagai peternak hanya satu orang., Hal tersebut
daerah tersebut kurang peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Hal ini sesuai
pengembangan peternakan adalah akses ke pemodal yang sulit serta sumber daya
yang rendah.
29
IV.2.4 Identifikasi Responden Berdasarkan Tingkat pendidikan
FGD adalah salah satu teknik pengumpulan data kualitatif yang banyak
digunakan, khususnya oleh pembuat keputusan atau peneliti, karena relatif cepat
selesai dan lebih murah. Teknik FGD mempermudah pengambil keputusan atau
dalam memahami sikap, keyakinan, ekspresi dan istilah yang biasa digunakan
oleh peserta mengenai topik yang dibicarakan, sehingga sangat berguna untuk
30
FGD akan cepat diperoleh temuantemuan baru dan sekaligus penjelasannya, yang
mungkin tidak terdeteksi jika menggunakan teknik lain. Namun demikian, karena
jumlah peserta FGD tidak banyak maka hasil FGD tidak dapat digeneralisasikan
atau digunakan sebagai kesimpulan umum untuk populasi atau kelompok yang
lebih luas dari peserta FGD, walaupun mempunyai ciri-ciri atau karakteristik
kurangnya air, padahal sumber air di desa pajukukang untuk 4 dusun di dekat
masyarakat yang tinggal jauh dari daerah persisir sulit mendapatkan air padahal
karena pola pikir masyarakat yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Utomo
dapat menjadi pendorong atau motivasi dalam terjadinya perubahan pada pola
tindak.
dan kedepan akan lebih dimaksimalkan lagi. Selain itu, untuk memperoleh
31
memperoleh bantuan dari pemerintah tidak tercapai. Padahal pemerintah
ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa Syahruddin (2010) yang
Peternakan yang dianggap baik bisa dijadikan percontohan dan tempat magang
32
IV.3.2 Kuisioner
responden. Idealnya semua responden mau mengisi atau lebih tepatnya memiliki
artinya semua kuesioner yang dibagikan kepada responden akan diterima kembali
oleh peneliti dalam kondisi yang baik dan kemudian akan dianalisis lebih lanjut
(Pujihastuti, 2010).
IV.3.2.1 Hambatan
masyarakat tentang hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Azhar (2015)
Akan tetapi yang terjadi masyarakat minim untuk berperan langsung dalam proses
masyarakat.
33
IV.3.2.2 Perencanaan Pengembangan Wilayah
Kabupaten Bantaeng masih sangat kurang kebanyakan warga lebih memilih untuk
padi dan tanaman-tanaman lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhaema
setempat padahal pemerintah mempunyai peranan yang penting. Hal ini sesuai
produk, baik jumlah maupun mutunya agar memenuhi persyaratan halal, aman,
34
bergizi, dan sehat. Swasta dan masyarakat berperan dalam mewujudkan
karena pola pikir masyarakat yang belum berubah, dimana masyarakat tdiak
yang diperoleh juga banyak. Padahal lembaga merupakan suatu wadah yang dapat
membantu dalam pengembangan suatu usaha. Hal ini sesuai dengan pendapat
Keuntungan lain adalah dapat saling mengisi untuk menghindari persaingan yang
tidak sehat antar peternak. Peternakan yang dianggap baik bisa dijadikan
35
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
ada yaitu kurangnya pakan yang tersedia, pola piker masyarakat yang tidak
menanam pakan ternak, ternak dilepaskan begitu saja dan hanya di kandangkan
pada malam hari saja dan seringnya kekurangan air di daerah tersebut
V.2 Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, P.U. dan N. Ilham. 2002. Problem dan prospek pengembangan usaha
pembibitan sapi potong di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
37
Pujihastuti, I. 2010. Prinsip penulisan kuesioner penelitian. Cefars : Jurnal
Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 2 (1) : 43-56.
Rasyid, Khairul. 2016. Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong (Studi
Kasus : Desa Paya Bakung, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli
Serdang), Universitas Sumatera Utara, Medan.
Rianto, Edy dan Endang Purbowati. 2009. Panduan Sapi Potong. Penebar
Swadaya. Jakarta
Ridwan, S. S. 2006. Potensi dan strategi pengembangan usaha ternak sapi potong
di Kabupaten Sumedang. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Rusnan, H., Ch. L. Kaunang dan Y. L. R. Tulung. 2015. Analisis potensi dan
strategi pengembangan sapi potong dengan pola integrasi kelapasapi di
Kabupaten Halmahera Selatan provinsi Maluku Utara. Jurnal Zootek, Vol
35 (2) : 187-200.
Penebar Swadaya
Santosa, Undang dan Yogaswara. 2006. Manajemen Usaha Ternak Potong. Niaga
Swadaya.Jakarta.
Soeprapto, Herry dan Zainal abiding. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi
Potong. Jakarta: Agromedia pustaka.
38
Wiyatna. 2002. Pengembangan Peternakan Sapi Potong. ANSCI 308.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37369/4/Chapter%20II.p
df. Diakses pada tanggal 1 November 2017.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi
40
(Foto Bersama Kelompok dan Pemilik Rumah)
41