PENDAHULUAN
histamin, bradikinin, alfa, beta, dan reseptor lain. Reseptor angiotensin II yang
juga merupakan salah satunya, terdapat di bagian atas mendekati permukaan
membran.
Penggunaan Valsartan untuk hipertensi biasanya menggunakan dosis 80
mg 160 mg dalam sehari tergantung tingkat keparahan hipertensi yang diderita.
Beberapa produk menggunakan valsartan dengan diuretik lemah seperti thiazdie
untuk
meningkatkan
kemampuannya
dalam menurunkan
tekanan
darah
BAB II
Pada dasarnya, antar subunit protein pada GPCR, dihubungkan oleh tiga
loop pada bagian ekstraseluler (EL) dan tiga loop pada bagian intraseluler (IL).
Bagian yang terikat ligan-ligan seperti yang sudah disebutkan terletak pada bagian
atas dekat ekstraselular sedangkan pada bagian bawah dekat intraseluler
1. Pada bentuk inaktif, protein G berada sebagai suatu trimer dengan GDP yang
terikat pada subunit , dan pada kondisi ini semua subunit berada dalam satu
kompleks.
2. Jika suatu ligan berikatan dengan GPCR maka akan terjadi proses signaling
yang diawali dengan perubahan dari GDP menjadi GTP. Subunit yang
terikat dengan GTP kemudian terdisosiasi dari subunit menjadi subunit
yang aktif yang akan mengaktifkan adenilat siklase (AC) sehingga dapat
memproduksi cAMP.
3. cAMP akan mengaktivasi PKA, selanjutnya PKA akan mengatur transkripsi
gen sehingga dapat terjadi sintesis protein tertentu.
(Diwan, 2008).
Agar tidak terjadi produksi cAMP yang berlebihan, maka aktivasi dari
adenilat siklase harus dihentikan. Terdapat dua cara untuk menghentikan proses
aktivasi ini, yaitu :
1. Hidrolisis GTP menjadi GDP+Pi (GTPase) oleh G. Adanya GDP
menyebabkan G adanya pengikatan ulang ke kompleks inhibitor
sehingga adenilate siklase tak aktif
2. Hidrolisis dari cAMP menjadi AMP yang dikatalisis oleh fosfodiester
3. Penghilangan gugus fosfat yang dikatalisis protein fosfatase melalui
reaksi hidrolisis gugus fosfat yang terikat pada protein melalui PKA
4. Fosforilasi reseptor khususnya pada residu threonin atau serin
sehingga
terjadinya
penempelan
protein
beta
arrestin
yang
1. Pada bentuk inaktif, protein G berada sebagai suatu trimer dengan GDP
yang terikat pada subunit , dan pada kondisi ini semua subunit berada
dalam satu kompleks.
2. Jika suatu ligan berikatan dengan GPCR maka akan terjadi proses
signaling yang diawali dengan perubahan dari GDP menjadi GTP. Subunit
yang terikat dengan GTP kemudian terdisosiasi dari subunit menjadi
subunit yang aktif yang akan mengaktifkan enzim fosfolipase C.
3. Enzim fosfolipase C akan menguraikan fosfatidil inositol bis-fosfat (PIP 2)
menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasil gliserol (DAG) yang merupakan
second messenger.
4. IP3 akan berikatan dengan reseptor spesifik pada retikulum endoplasma
(RE) yang terkait dengan kanal Ca++ sehingga akan memicu pelepasan Ca+
+
Seperti halnya reseptor lain, pada GPCR terdapat substansi yang bersifat
agonis terhadap reseptor tersebut. Bila terdapat substansi agonis yang menempel
pada sisi aktif GPCR, maka akan terjadi peningkatan transduksi signal oleh
protein G. Masing-masing senyawa akan memiliki tempat penempelan yang khas.
Senyawa yang berbeda, maka beda pula tempat penempelannya. Akan tetapi
terdapat batasan untuk mengetahui interaksi reseptor ligan, berbasis pada
eksperimen dimana kita akan melihat beberapa fungsi yang hilang akibat mutasi
atau substitusi yang dipasangkan atau dikoplingkan (Foreman, 1996).
Agonis Monoamin
Beberapa monoamin seperti retinal menempel pada lisin yang
Agonis Peptida
Hormon glikoprotein menerima energi ikatan yang besar dari
Antagonis Monoamin
Beberapa antagonis monoamin memiliki reseptor yang sisi aktifnya
Nonpeptid Antagonis
Beberapa antagonis nonpeptid didapatkan dengan cara substitusi
maupun reduksi pada ikatan peptida sama seperti mono amin, antagonis
dapat menempati sisi yang sama maupun berbeda dengan agonisnya
(sterik maupun alosterik kompetitif). Beberapa substansi nonpeptida
memiliki interaksi yang terletak pada rongga antara TM III, V, VI dan VII.
Terkadang mekanisme substansi antagonis dibantu dengan ion logam
seperti zink untuk menstabilkan keadaan tidak aktif dari reseptor
(Foreman, 1996).
B. ANGIOTENSIN II RESEPTOR
Renin angiotensin sistem merupakan sistem fisiologis yang mengatur
keseimbangan tekanan darah dan cairan dengan hidorlisis angiotensinogen
membentuk angiotensin I. Peptida ini kemudian akan mengalami hidrolisis lebih
lanjut menjadi angiotensin II Berbentuk oktapeptida (Asp-Arg-Val-Tyr-Ile-HisPro-Phe) oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II ini
kemudian akan berikatan dengan reseptor angiotensin dan mengaktivasi berbagai
macam mekanisme untuk meningkatkan tekanan darah seperti vasokonstriksi,
peningkatan detak jantung, sekresi aldosteron, dan lain sebagainya (Shimuta,
2007).
Angiotensin reseptor terdiri dari dua subtipe utama yaitu tipe I dan tipe II.
Kedua tipe ini dibedakan berdasarkan kemampuan internalisasi dan desensitasi
dari agonis yang ada, dimana tipe II tidak terinternalisasi dan terdesensitasi oleh
beberapa agonis, walaupun AT2R tetap bisa berikatan dengan AGNII. Ikatan
AGNII baik dengan AT1R maupun AT2R akan mengaktivasi peningkatan sintesis
protein akibat adanya aktivasi dari protein tertentu. Pada dasarnya, banyak obatobat antagonis angiotensin reseptor
Angiotensin II
Angiotensin II merupakan senyawa oktapeptida yang merupakan senyawa
spesifik pada ATR baik tipe satu maupun tipe dua. Angiotensin II ini akan
memberikan efek secara fisiologis bergantung pada aromatisitas phenilalanin pada
residu C terminal. Selain itu aromatisitas pada tirosin dan histidin serta gugus
guanidin pada arginin dan muatan pada C karboksil terminal juga berperan
penting dalam aktivasi reseptor. Residu N terminal memegang peranan dalam
durasi ikatan antara angiotensin II dengan residunya (Gasparo, 2000).
Beberapa teori menyatakan bahwa ikatan terpenting dari angiotensin II
dengan reseptornya terletak pada aromatisitas fenilalanin di posisi C terminal.
Selain itu afinitas yang tinggi juga terlihat dari adanya ikatan hidrogen antara
angiotensin II (arginin, tirosin, dan histidin) dengan gugus karboksilat pada
reseptor. Penggantian asam amino tersebut pada molekul angiotensin II hasil
sintesis, menunjukkan penurunan afinitas yang drastis dari reseptor (ATR)
(Shimuta, 2007).
2.
Topografi dari AT1R mirip dengan sruktur dari rhodopsin, dengan adanya
N terminal pada ekstraseluler dan diakhiri dengan C terminal pada intraseluler,
kedua domain ini dihubungkan dengan tujuh subunit protein transmembran yang
ketujuhnya saling dihubungkan oleh tiga loop ekstraseluler dan tiga loop
intraseluler (seperti GPCR pada umumnya). Reseptor angiotensin terutama
terletak pada loop ekstraseluler (EC) I dan II. Pada Gambar di atas, terlihat bahwa
AT1R terletak pada daerah transmembran bagian atas, pada TM II, III, IV, V dan
VI, dan sebagian V. Di samping itu, loop eksternal I dan II juga merupakan tempat
penempelan dari angiotensin II. Terdapat dua ciri khas dari reseptor angiotensin
ini, yang pertama adalah terdapat banyak gugusan asam amino dengan rantai
samping yang lipofilik, sedangkan daerah yang memiliki asam amino elektrofilik
memiliki pola dengan gugus amida dan karboksilat.
3. Aktivasi AT1R (Agonis)
Antagonis AT1R
Angiotensin memegang peranan penting dalam regulasi tekanan darah,
C. VALSARTAN
posisi reseptor pada daerah antagonis (gambar ...). Valsartan akan menempati
rongga yang dibentuk oleh tujuh protein transmembran pada bagian atas
mendekati daerah eksternal (dengan tanpa berikatan pada loop eksternalnya)
(Potamitis, 2009).
Secara atomik, terdapat tiga buah ikatan hidrogen yang terbentuk dari
interaksi AT1R dengan molekul Valsartan. Ikatan hidrogen ini terbentuk dari
ikatan antara lisin 199 (hidrogen amin) dengan atom O dari gugus karboksilat dari
ligan. Selain itu ikatan antara hidrogen amin dari histidin 256 dan gugus tetrazole
pada ligan juga menyumbangkan interaksi hidrogen. Terakhir adalah atom H
fenolik dari tirosin 113 dengan gugus karbonil dari ligan juga memberikan ikatan
hidrogen. Menurut hasil penelitian in silico, ikatan ini merupakan hal krusial dari
proses interaksi molekul Valsartan dengan AT1R terutama pada lisin 199. Mutasi
yang dilakukan pada asam amino tersebut mengakibatkan turunnya nilai pada
proses scoring (Potamitis, 2009).
Selain lisin 199, Valsartan juga melakukan interaksi penting dengan asam
amino seperti serin 105 dan serin 109. Pada serin 109, terjadi interaksi dengan
atom H gugus tetrazole pada ligan, dengan panjang ikatan 3,0 A. Begitu pula
dengan lisin 199, selain berinteraksi dengan gugus karboksilat dari ligan, asam
amino ini juga diduga berinteraksi dengan atom H gugus tetrazole dengan panjang
ikatan 3,4 A. Serin 105 memiliki potensi untuk berikatan dengan gugus karboksil
2,9 A. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa interaksi Valsartan dengan
histidin 256 dan glisin 257 tidaklah secara langsung akan tetapi, interaksi dengan
lisin 199 adalah mutlak untuk mendapatkan hasil scoring terbaik (Miura, 2008).
BAB III
RANGKUMAN
Hipertensi adalah suatu sindrom metabolit yang ditunjukan dengan
kenaikan tekanan darah yang tidak terkontrol. Gejala klinis dari hipertensi adalah
tekanan darah sistole yang lebih dari 140 mmHg dan diastole yang lebih dari 90
mmHg. Hipertensi yang bersifat kronis akan memicu berbagai macam komplikasi
seperti stroke, gagal ginjal, kelainan jantung, dan lain sebagainya. Salah satu obat
yang digunakan untuk mengontrol hipertensi adalah Valsartan.
Valsartan merupakan obat golongan angiotensin II reseptor tipe I (AT1R)
inhibitor. Angiotensin II reseptor tipe I (AT1R) merupakan reseptor yang termasuk
dalam bagian dari G Protein Coupled Receptor (GPCR). Reseptor ini tersusun
dari banyak asam amino yang membentuk konformasi tertier. G protein Coupled
Receptor memiliki bentuk khas dengan rantai N terminal terletak pada bagian
ekstraseluler kemudian tersambung dengan tujuh subunit protein transmembran
alfa heliks yang disambungkan dengan tiga loop ekstraseluler dan tiga loop
intraseluler serta diakhiri dengan rantai C terminal. Aktivasi reseptor ini
dikarenakan berbagai macam hal salah satunya rangsangan dari senyawa agonis
yang nantinya akan diikuti dengan pengeluaran senyawa-senyawa messenger
diperantarai protein G seperti cAMP, maupun senyawa-senyawa lain yang akan
menyebabkan terjadinya aktivitas fisiologis pada tubuh.
Posisi AT1R terletak pada bagian atas dari ketujuh subunit protein
transmembran tersebut termasuk sebagian rantai N terminal dan loop
ekstraseluler. Senyawa agonis dari AT1R adalah angiotensin II yang memiliki
residu asam amino penting pada rantai C terminalnya. Residu inilah yang
merupakan residu penting untuk terjadinya ikatan.
Desain senyawa valsartan memiliki kemampuan untuk melakukan
interaksi yang terjadi dengan bagian C terminal. Selain itu valsartan mampu
menempati sisi antagonis dari AT1R dengan posisi ligan yang berinteraksi pada
asam amino-asam amino penting seperti lisin 199. Dengan kemampuanya inilah
valsartan dapat menghalangi aktivasi GPCR akibat interaksi dengan angiotensin II
sehingga transduksi signal oleh protein G dapat dicegah. Dampak dari rentetan
proses ini mekanisme peningkatan tekanan darah dapat ditekan dan tekanan darah
dapat turun sehingga pada penderita hipertensi, tekanan darah menjadi normal.
DAFTAR PUSTAKA
Foreman, John, C., Johansen, Torben., 1996, Textbook of Receptor Pharmacology,
CRC Press, New York
Gasparo, 2000, International Union of Pharmacology. XXIII. The Angiotensin II
Receptors, Pharmacological reviewa, Vol 52, No. 3, U.S., pp : 415-472
King, 2013, Mechanism of Signal Transduction,
http://themedicalbiochemistrypage.org/signal-transduction.php , diakses tanggal
13 Februari 2013.
Medilexicon
International,
2004,
Diovan
(Valsartan),
U.S. Department of Health and Human Service, 2003, Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 7),
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/phycard.pdf, diakses tanggal 13
Februari 2013.