PENDAHULUAN
Rute pemberian obat transdermal lebih disukai karena mudah dalam penggunaannya. Namun,
terdapat keterbatasan terkait dengan sulitnya obat penetrasi ke dalam kulit. Hal ini
disebabkan oleh adanya stratum korneum yang menjadi barier utama masuknya obat ke
dalam kulit. Penetrasi obat ke dalam kulit dapat melalui rute trans-epidermal (trans-selular
dan paraselular) dan rute trans-appendegeal. Untuk meningkatkan kemampuan penetrasi obat
transdermal maka dapat menggunakan enhancer kimia maupun enhancer fisik. Enhancer
kimia dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia atau berdasarkan mekanisme aksinya.
Senyawa kimia yang memiliki gugus fungsi sama dapat memiliki mekanisme kerja yang
berbeda tergantung dari sifat fisik-kimianya. Enhancer kimia dikategorikan berdasarkan
struktur kimianya, antara lain: air, alkohol, amida, ester, eter alkohol, pirolidon, hidrokarbon,
sulfoksida, surfaktan, terpen, fosfolipid, vesikel.
Vesikel adalah partikel koloid dalam bentuk bilayer dari molekul amfifilik/surfaktan
yang berperan sebagai pembawa obat sehingga dapat membantu meningkatkan penetrasi
obat. Komposisi vesikel mempengaruhi karakteristik fisik- kimianya, seperti ukuran, muatan,
fase termodinamika, lamellaritas, serta elastisitas bilayer. Karakteristik fisik-kimia ini akan
mempengaruhi efektivitas vesikel dalam meningkatkan penetrasi obat transdermal. Beberapa
mekanisme interaksi vesikel dan stratum korneum tergantung dari elastisitas dari vesikel.
Interaksi antar komponen vesikel, serta interaksi antar vesikel dan kulit dipercaya
bertanggungjawab terhadap peningkatan permeasi kulit dari sistem vesikel. Berbagai jenis
vesikel antara lain Liposom, Niosom, Transfersom, Etosom dan Aquasom.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Liposom
2.1.1. Definisi, Jenis dan Kriteria
Liposom digunakan sebagai sistem penghantaran pada beberapa produk kosmetik,
farmasi, pangan dan beberapa produk pertanian. Liposom merupakan suatu sistem
penghantaran obat berupa vesikel artifisial yang kecil yang berbentuk sperik dengan ukuran >
30 nm – mikrometer dibuat dari kolesterol dan fosfolipid natural yang tidak toksik. Dalam
strukturnya liposom memiliki bagian yang hidrofobik dan hidrofilik sehingga mencegah
dekomposisi kombinasi obat yang berada di dalam nya serta melepaskannya pada target yang
dituju (Akbarzadeh A, 2013).
2
dapat meningkatkan pelepasan molekul hidrofilik dari lipid vesikel. Liposom yang stabil
memiliki kandungan kolesterol dengan konsentrasi optimal 50%.
b. Charged liposom
Asam oleat dan N-[1(2,3-dioleoyloxy) propyl]-N,N,N-trimethylam-monium chloride
(DOTAP) biasanya digunakan untuk menyiapkan anionik dan kationik liposom. Charge
liposom sangat stabil dalam penyimpanan karena partikel bermuatan saling tolak
menolak dan mengurangi kemampuan agregasinya. Liposom kationik cocok untuk
penghantaran negatif makromolekul seperti DNA dan RNA karena muatan negativenya
dan ukuran nya yang besar membatasi difusi pasif ke dalam sel. Liposom kationik
digunakan untuk penghantaran obat ke dalam sawar otak. Liposom anionik kurang stabil
pada aliran darah dibanding dengan liposom kationik dan netral. Anionik liposom
biasanya digunakan untuk penghantaran obat transdermal karena kemampuan nya dalam
meningkatkan penetrasi ke stratum korneum.
c. Stealth stabilized liposom
Generasi kedua dari liposom yang bagian permukaan nya berasal dari polimer,
glikoprotein, polisakarida atau reseptor ligan untuk mencapai distribusi yang sempit dan
akumulasi pada sisi tertentu. Liposom ini menunjukkan waktu sirkulasi yag lebih lama
sehingga lebih baik dalam akumulasinya dibandingkan dengan liposom konvensional.
Komposisinya mengandung asam hialuronat, polivynyl alkohol (PVA), PEG yang paling
bagus untuk model liposome steric protection.
d. Actively targeted liposomes
Merupakan liposom generasi ketiga yang selektif berinteraksi dengan sel penyakit
misalnya penyakit kanker. Penargetan liposom dapat ditingkatkan dengan
menggabungkan bagian pengenalan molekul, yang dapat menyebabkan transportasi obat
dengan kemanjuran yang lebih baik dan efek samping yang rendah. Misalnya, strategi
penargetan liposom menggunakan peptida sederhana, protein (termasuk antibodi) atau
fragmen protein karbohidrat, asam nukleat, atau vitamin.
e. Stimuli-responsive liposomes
Liposom dengan pelepasan obat secara cepat akibat rangsangan fisikokimia atau
biokimia, seperti pH, suhu, potensi redoks, konsentrasi enzim, ultrasound, medan listrik
atau magnet.Liposom ini mengandung konstituen tertentu yang mengontrol stabilitas dan
permeabilitas lipid bilayer. Ada dua jenis induksi dasar, jarak jauh dan lokal. Induksi
jarak jauh menanggapi rangsangan luar termasuk, panas, medan magnet, cahaya, medan
3
listrik, dan ultrasound. Pelepasan pemicu lokal merespons rangsangan di dalam jaringan
target, seperti pH, potensi redoks dan enzim.
f. Bubble liposomes
Gelembung liposom (liposom gas-encapsulated) diharapkan mampu menghantarkan
gen dan obat. Liposom telah digunakan untuk mengenkapsulasi gas bioaktif dan/atau
obat-obatan untuk pelepasan obat yang dikendalikan ultrasound dengan penghantaran
obat yang ditingkatkan. Liposom gelembung oksida nitrat (NO) menawarkan pilihan
terapeutik intravena NO yang berbeda untuk mengatasi gelembung mikro yang umum, di
mana liposom melindungi NO dari kerusakan hemoglobin secara in vitro seperti yang
biasanya terjadi oleh NO bebas. Oxygen bubble liposome (OBL) memungkinkan fiksasi
oksigen tinggi dengan kondisi pO2 paru yang tinggi. Hal ini memisahkan OBL dari
transporter oksigen berbasis fluorokarbon dan hemoglobin yang baik dan
mempertahankan pemanfaatannya sebagai tahap pengangkutan oksigen.
4
3. Lapisan lipid direhidrasi dalam buffer salin sehingga menyebablan bilayer lipid
mengembang
4. Dengan adanya pengadukan/agitasi membuat polidispersi vesikel multilamelar
5. Pengecilan ukuran liposom dengan ekstrusi, sonifikasi dan homogenisasi
6. Purifikasi
7. Karakterisasi
5
Gambar 3. Metode Detergent Removal (Depletion) (Lombardo, 2022)
c. Injeksi etanol
Fase lemak diinjeksikan secara cepat pada buffer dan MLV akan terbentuk. Kekurangan
nya adalah ukuran partikel heterogen antara 30-110 nm, liposom sangat encer,
penghilangan etanol sulit dilakukan karena membentuk azeotrope dengan air.
6
d. Injeksi Eter
Fase lemak dilarutkan ke dalam campuran dietil eter metanol dan diinjeksikan ke fase air
dan dienkapsuladi pada suhu 55-65 C atau pada tekanan rendah. Kekurangan nya ukuran
partikelnya heterogen 70-200 nm dan membutuhkan suhu tinggi
e. Reverse-Phase Evaporation Method
Berdasarkan pembuatan misal terbalik yang dibentuk dari sonifikasi campuran
campuran fase air buffer yang berisi molekul larut dalam air untuk dienkapsulasi dalam
liposom dan fase organik dimana molekul amphifiik larut. Sediaan yang terbentuk adalah
gel dan kental. Kelebihan dari metode ini adalah efisiensi pembentukan enkapsulasi
liposom relatif tinggi yaitu sekitar 80%. (Akbarzadeh A, 2013)
2.2. Etosom
2.2.1. Definisi, Jenis dan Kriteria
Beberapa keterbatasan liposom tradisional antara lain keterbatasan kemampuan
penetrasinya ke dalam stratum cormeum sehingga tidak mencapai target terapi sehingga
dikembangkan sistem pembawa obat etosom yang mirip dengan liposom dengan struktur
membran fosfolipid bilayer dan biocompatibilitas yang baik. Perbedaan dengan liposom
tradisional adalah etosom mengandung alkohol dalam konsentrasi yang tinggi yaitu 20-50%
dimana alkohol ini berfungsi mempengaruhi densitas dari lapisan lipid pada stratum corneum.
Selain itu etosom memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan stabilitas yang lebih baik
dibanding dengan tradisional liposom. (Fu Xe et al, 2019)
7
Gambar 6.Struktur Ethosome
8
Berikut adalah komposisi penyusun ethosome:
a. Phospholipids
Phospholipids yang banyak digunakan pada pembuatan ethosomes adalah phospholipon
90G, Phospholipon 90 H, dan α-phosphatidylcholine dengan rentang konsentrasi 0,5-5
%. Peningkatan konsentrasi phospholipids dapat meningkatkan ukuran vesikel dan
efisiensi penjerapan. (Abubakr, 2023)
b. Etanol
Dalam sistem ethosomes etanol berperan dalam peningkat permeasi. Kadar etanol dalam
ethosomes berkisar pada 10-50%. Etanol berperan dalam penurunan ukuran vesikular,
meningkatkan efisiensi penjerapan, meningkatkan zeta potensial dan stabilitas vesikel
serta meningkatkan kelarutan agen lipofilik dan ampifilik sehingga meningkatkan
pemasukan obat (drug loading). Namun peningkatan konsentrasi etanol diatas kadar
optimum dapat meningkatkan resiko kebocoran bilayer karena kelarutan phospholipid
dalam etanol. (Abubakr, 2023)
c. Propilene glycol
Merupakan peningkat penetrasi yang digunakan dalam konsentrasi 5-20%. Penambahan
propilene glycol pada sietem ethosomes dapat menurunkan ukuran partikel dibandingkan
yang tidak menggunakan propylene glycol. (Abubakr, 2023)
d. Kolesterol
Kolesterol pada sistem ethosomes berfungsi meningkatkan stabilitas dan efisiensi
penjerapan obat dengan mencegah terjadinya kebocoran dan menurunkan permeabilitas
vesikular serta fusi verikular yang digunakan pada konsentrasi < 3% atau 70% dari total
konsentrasi phospholipid pada formula (Abdulbaqi I, 2016)
e. Dicetyl phosphate
Digunakan untuk mencegah terjadinya agregasi vesikel dan meningkatkan stabilitas dari
ethosomes dengan membuat zeta potensial negatif. Dicetyl phosphate digunakan dalam
konsentrasi 8% dan 20% dari total konsentrasi phospholipid (Abdulbaqi I, 2016).
f. Komponen lain
Tween 80 sebagai edge activator, asam oleat digunakan untuk modulasi ukuran
vesikular, elastisitas, zeta potensial dan permeabilitas kulit dengan melembabkan lapisan
stratum korneum. Bile salt digunakan untuk meningkatkan permeasi. Sodium cholate dan
sodium taurocholate meningkatkan stabilitas dari sistem versikular sehingga
meningkatkan negatif zeta potensial (Abubakr, 2023)
9
2.2.2. Tujuan Pembuatan Sistem
a. Meningkatkan kepatuhan pasien (ethosomes semi solid)
b. Menghasilkan efek obat lebih lama dan memperpanjang waktu paruh dalam sirkulasi
sistemik
10
Gambar 9. Metode Panas (Abdulbaqi I, 2016)
11
Gambar 10. Metode Injeksi etanol da sonifikasi .(Fu X et al, 2019)
12
Suspensi etosom kosong disiapkan dengan metode lain tsb diatas namun fase air atau
proses hidrasi menggunakan buffer asam (buffer sitrat pH 3). Tahap selanjutnya adalah
memasukkan obat ke dalam suspensi ethosome diikuti dengan pengadukan terus menerus
untuk membuat fase eksternal lebih basa dan membuat gradien pH antara fase internal
asam (pH 3) dan fase eksernal basa. Biasanya ditambahkan sodium hydroxide 0,5M
untuk mebuat pH fase luar menjadi 7,4. Tahap ketiga etosom diinkubasi pada suhu
30°C–60°C untuk memberikan kesempatan pada obat yang tidak terionisasi secara aktif
memasuki dan masuk ke dalam lapisan bilayer vesikel ethosom. (Abdulbaqi I, 2016)
2.3. Transfersom
2.3.1. Definisi, Jenis dan Kriteria
Berasal dari bahasa Latin “Transferre” yang artinya “untuk membawa seluruh” dan
bahasa Yunani “Soma” yang berarti “tubuh” sehingga transfersom memiliki arti secara
singkat merupakan kendaraan/vesikel yang membawa muatannya ke seluruh tubuh. Profil
Transfersom, diperkenalkan pertama kali oleh Gregor Cevc (1991) terdiri atas komponen
utama obat hidrofilik yang berada pada bagian inti dalam campuran air-etanol, dan obat
hidrofobik yang berada pada bagian fospolipid bilayer serta edge activator.
13
Gambar 13. Struktur Transfersom
14
dibandingkan dengan liposom yang terlalu besar untuk melewati pori dengan ukuran kurang
dari 50 nm. Hal ini dapat mengoptimalkan kemampuan hantaran penetrasi zat aktif masuk ke
dalam sirkulasi sistemik lalu jaringan target dan meningkatkan bioavailabilitasnya.
Skema mekanisme penetrasi transfersom di kulit. Setelah pemberian topikal,
transferosom mengalami gradien osmotik transdermal karena perbedaan kadar air antara
stratum korneum dan epidermis yang hidup. Gradien ini memicu penguapan cairan
transferosom dan mendukung deformasi dan penetrasi melintasi stratum korneum menuju
area kulit yang lebih dalam dan lebih berair untuk rehidrasi.
15
yang disonikasi dihomogenkan dengan ekstrusi melalui sandwich membran polikarbonat
200 nm hingga 100 nm
b. Metode Vortexing-Sonication
Fosfolipid, aktivator tepi dan obat dicampur dalam buffer fosfat. Campuran tersebut
kemudian divorteks sampai diperoleh suspensi transfersomal seperti susu. Kemudian
disonikasi, menggunakan bath sonicator, untuk waktu tertentu pada suhu kamar dan
kemudian diekstrusi melalui membran polikarbonat (contoh: 450 dan 220 nm)
c. Metode Handshaking yang Dimodifikasi
Prinsip dasar serupa rotary evaporation-sonication, pelarut organik, obat lipofilik,
fosfolipid dan aktivator tepi ditambahkan dalam labu alas bulat, pelarut organik
dihilangkan dengan penguapan sambil handshake. Labu alas bulat sebagian dicelupkan
ke dalam penangas air dengan suhu 40–60◦C. Lalu terbentuk film lipid tipis dalam
dinding labu. Labu disimpan semalaman untuk penguapan lengkap pelarut. Film yang
terbentuk kemudian dihidrasi dengan larutan penyangga yang sesuai dengan pengocokan
lembut pada suhu di atas suhu transisi fasanya. Penggabungan obat hidrofilik dapat
dilakukan pada tahap ini
d. Homogenisasi Suspensi
Transfersom disiapkan dengan mencampurkan larutan fosfolipid etanolik dengan
aktivator tepi dalam jumlah yang sesuai. Suspensi disiapkan kemudian dicampur dengan
buffer untuk menghasilkan konsentrasi lipid total. Formulasi yang dihasilkan kemudian
disonikasi, dibekukan dan dicairkan masing-masing dua sampai tiga kali
e. Proses Sentrifugasi
Fosfolipid, aktivator tepi dan obat lipofilik dilarutkan dalam pelarut organik. Pelarut
kemudian dihilangkan menggunakan rotary evaporator di bawah tekanan yang dikurangi
pada suhu masing- masing. Jejak pelarut yang tersisa dihilangkan di bawah vakum. Film
lipid yang diendapkan dihidrasi dengan larutan buffer yang sesuai dengan sentrifugasi
pada suhu kamar. Penggabungan obat hidrofilik dapat dilakukan pada tahap ini. Vesikel
yang dihasilkan membengkak pada suhu kamar. Vesikel lipid multilamelar yang
diperoleh selanjutnya disonikasi pada suhu kamar
f. Penguapan Fase Balik
Fosfolipid dan aktivator tepi ditambahkan ke dalam labu alas bulat dan dilarutkan dalam
campuran pelarut organik. Obat lipofilik dapat dimasukkan dalam langkah ini. Kemudian
pelarut diuapkan menggunakan rotary evaporator untuk mendapatkan film lipid. Film
lipid dilarutkan kembali dalam fase organik yang sebagian besar terdiri dari isopropil eter
16
dan/atau dietil eter. Selanjutnya, fase berair ditambahkan ke fase organik, yang mengarah
ke sistem dua fase. Penggabungan obat hidrofilik dapat dilakukan pada tahap ini. Sistem
ini kemudian disonikasi menggunakan bath sonicator sampai terbentuk emulsi homogen
w/o. Pelarut organik diuapkan secara perlahan menggunakan rotary evaporator hingga
terbentuk gel kental yang kemudian menjadi suspensi vesikuler
g. Homogenisasi Tekanan Tinggi
Fosfolipid, aktivator tepi dan obat didispersikan secara merata dalam PBS atau air suling
yang mengandung alkohol dan diikuti dengan pengocokan ultrasonik dan diaduk secara
bersamaan. Campuran tersebut kemudian mengalami getaran ultrasonik intermiten.
Campuran yang dihasilkan kemudian dihomogenisasi menggunakan homogenizer
bertekanan tinggi. Terakhir, transfersom disimpan dalam kondisi yang sesuai
h. Injeksi Etanol
Fase organik dihasilkan dengan melarutkan fosfolipid, edge activator dan obat lipofilik
dalam etanol dengan pengadukan magnet selama beberapa waktu, hingga diperoleh
larutan bening. Fase berair diproduksi dengan melarutkan zat yang larut dalam air dalam
buffer fosfat. Penggabungan obat hidrofilik dapat dilakukan pada tahap ini. Kedua
larutan dipanaskan hingga 45–50◦C. Setelah itu, larutan fosfolipid etanolik disuntikkan
bertetes-tetes ke dalam larutan berair dengan pengadukan terus-menerus selama waktu
tertentu. Penghapusan etanol dilakukan dengan mentransfer dispersi yang dihasilkan ke
dalam evaporator vakum dan kemudian disonikasi untuk pengurangan ukuran partikel
2.4. Phytosome
2.4.1. Definisi, Jenis dan Kriteria
Phytosome, disebut juga phyto-phospholipid complexes, merupakan kompleks yang
terbentuk antara senyawa aktif bahan alam dengan senyawa polar phospholipid pada rasio
molar (stoikiometri) dan kondisi tertentu yang telah ditentukan sebelumnya. Phytosome
pertama kali dikembangkan oleh Indena company (Milan, Italy). Rasio molar (stoikiometri)
umumnya adalah 1:1, yakni rasio molar antara senyawa aktif bahan alam dan phospholipid
yang diguanakan adalah sama. Namun begitu, perbandingan tersebut tidak berlaku untuk
semua senyawa aktif bahan alam. Diperlukan studi tersendiri untuk menentukan rasio molar
terbaik dengan melihat yield tertinggi dari beberapa percobaan rasio molar yang dilakukan.
Adanya sistem pembawa phytosome ini diharapkan dapat memperbaiki permeabilitas
membrane dan nilai koefisien partisi juga semakin baik. Hal ini menyebabkan phytosome
memiliki absorbs yang semakin baik dan dapat meningkatkan bioavailabilitas dibandingkan
17
dengan senyawa aktif yang tidak dilakukan kompleksasi dengan phospholipid (Lu et al.,
2019).
Interaksi yang terbetuk antara senyawa aktif bahan alam dengan gugus polar
phospholipid menyebabkan senyawa aktif bahan alam akan masuk/terperangkap di bagian
“kepala” phospholipid (gugus polar) dan 2 rantai panjang asam lemak dari phospholipid tidak
ikut dalam interaksi tersebut (Lu et al., 2019). Gambar di bawah ini menjelaskan tentang
perbedaan struktur antara phytosome dengan liposome. Perbedaan yang nyata terlihat bahwa
pada liposome, senyawa aktif terdistribusi pada rongga-rongga lapisan membrane, sedangkan
pada phytosom senyawa aktif bahan alam terperangkap pada membrane itu sendiri (terutama
pada “kepala” phospholipid) (Lu et al., 2019). Hal ini menandakan bahwa untuk phytosome
cocok untuk senyawa yang bersifat hidrofilik, sedangkan liposome cocok untuk senyawa
hidrofobik dan hidrofilik.
Adapun beberapa contoh phospholipid yang dapat digunakan sebagai bahan komplek
pada phytosome yaitu phosphatidylcholine (PC), phosphatidylserine (PS),
phosphatidylethanolamine (PE), phosphatidic acid (PA), phosphatidylinositol (PI), dan
phosphatidylglycerol (PG) (Alharbi et al., 2021; Li et al., 2015). Dari bermacam-macam
phospholipid yang dapat digunakan untuk komponen penyusun phytosome, PC, PE, dan PS
merupakan phospholipid yang banyak diaplikasikan. Dan diantara ketiga phospholipid
tersebut, PC-lah yang paling banyak digunakan. Hal ini dikarenakan PC memiliki sifat
amfifatik yang cukup dapat melarutkan senyawa pada media air maupun minyak. Selain itu,
PC juga merupakan komponen esensial penyusun membrane sel sehingga memiliki sifat yang
biokompatibel dan toksisitasnya rendah. Keuntungan lain yang didapatkan dari PC yaitu PC
18
juga memiliki aktivitas hepatoprotektor dan telah dilaporkan memiliki efek klinis pada
pengobatan penyakit hati seperti hepatitis, sirosis hati dan perlemakan liver (Lu et al., 2019).
Berikut ini merupakan struktur dari PC:
Komponen penyusun phytosome selain phospholipid yaitu senyawa aktif yang berasal
dari bahan alam (ekstrak) atau dapat disebut dengan phyto-active constituents. Kebanyakan
dari phyto-active constituents tersebut termasuk ke dalam senyawa polifenol. Beberapa
contoh senyawa polifenol yang dapat dilakukan kompleksasi pada sistem pembawa
phytosome yaitu quercetin, apigenin, sylmarin, boswellic acid, 18 beta glycyrrhetinic acid,
oximatrine (Gambar 17). Senyawa polifenol ini memiliki sifat polar sehingga mengalami
kesulitan dalam permeabilitasnya melewati membrane sel.
19
2.4.2. Tujuan Pembuatan Sistem
1. Meningkatkan absorpsi dan bioavailabilitas pada kulit serta menginduksi penghantaran
phyto-active compound ke dalam jaringan
2. Memperbaiki fungsi kulit dengan cara meningkatkan hidrasi kulit, menyeimbangkan
fungsi enzim pada kulit serta memperbaiki struktur kolagen
3. Menghasilkan sediaan yang memiliki stabilitas lebih baik (dibandingkan dengan sistem
pembawa lain)
4. Memberikan penetrasi yang lebih baik pada stratum corneum (dibandingkan liposome)
→ terdapat akumulasi pada area kulit yang lebih dalam seperti epidermis dan dermis
20
Gambar 18. Teknologi Pembuatan Phythosome
21
dapat dilakukan dengan menggunakan Mikroskop Fase Kontras atau Mikroskop
Transmisi Elektron. Secara umum, rata-rata kompleks phospholipid memiliki ukuran
partikel antara 50 nm hingga 100 µm
c. Scanning electron microscopy (SEM) and transmission electron microscopy (TEM)
SEM penting untuk melihat morfologi permukaan dari kompleks yang dihasilkan. TEM
sering digunakan pada kristalisasi dan disperse nano-material serta pengukuran ukuran
partikel pada skala nano. SEM membuktikan bahwa komponen aktif dapat
divisualisasikan pada keadaan kristalin yang tinggi, namun bentuk kristalnya akan
menghilang setelah kompleksasi. Ketika dilarutkan pada air terdistilasi dengan
pengocokan, terlihat pada TEM bahwa kompleks phyto-phospholipid dapat
menghasilkan struktur yang seperti vesikel.
d. Tingkat Deformabilitas
Parameter ini penting, karena mempengaruhi perembesan formulasi transfersomal.
Umumnya digunakan air murni sebagai standar. Sediaan dilewatkan melalui filter mikro
dengan uk pori yang diketahui 50 - 400 nm. Ukuran partikel, serta distribusi ukuran,
dicatat setelah setiap lintasan menggunakan pengukuran DLS.
Tingkat deformabilitas : D=J (rv/rp)
D = derajat deformabilitas,
J = jumlah suspensi yang terekstrusi selama 5 menit,
rv = ukuran vesikel
rp = ukuran pori penghalang.
e. Jumlah vesikel per kubik mm
Parameter ini digunakan untuk transfersom dimana penting untuk optimalisasi komposisi
transfersom dan variabel proses lainnya. Formulasi transfersomal yang tidak disonikasi
diencerkan lima kali menggunakan NaCl 0,9%. Transfersom dengan uk vesikel >100 nm
dapat diamati dengan mikroskop optik. Jumlah transfersom dalam kotak kecil dihitung
dan dihitung menggunakan rumus berikut:
Jumlah total transfersom per mm kubik :
(Jumlah total transfersom dihitung×faktor pengenceran×4000)
Jumlah total kotak dihitung
f. Efisiensi Penjerapan (%EE)
Adalah jumlah obat yang terperangkap dalam formulasi. EE ditentukan dengan
memisahkan obat yang tidak terperangkap dari vesikel menggunakan berbagai teknik,
seperti sentrifugasi kolom mini.
22
% Efisiensi jebakan = Jumlah obat yang terperangkap ×100
Jumlah total obat yang ditambahkan
23
RH selama enam bulan. Perubahan signifikan untuk produk obat didefinisikan sebagai
kegagalan untuk memenuhi spesifikasinya.
24
o Campuran akan berbentuk milky suspension dan disonikasi 1 siklus
selama 10 menit
o Suspensi dipindahkan di labu alas bulat untuk kemudian dilakukan rota-
evaporator (45C; 120 rpm) membentuk film formation. Selama proses ini,
pelarut organik akan terevaporasi sehingga akan terbentuk lapisan tipis
yang jernih.
o Lapisan tipis film disimpan dalam desikator semalaman kemudian
dihidrasi dengan 5 mL buffer phosphat pH 6,8 dan diaduk dengan kuat
untuk membentuk vesikel kecil liposom.
o Campuran kemudian disonikasi selama 2 siklus @ 10 menit untuk
memperkecil ukuran partikel
25
o Differential scanning calorimetry (DSC) analysis
o Thermo gravimetric analysis (TGA)
o Scanning electronic microscopy (SEM)
o Atomic force microscopy (AFM)
o Ukuran partikel dan zeta potensial
o Entrapment efficiency
o Extrudability
o Spreadability
o Viscocity
o In vitro drug release
o Stabilitas
• Uji efektivitas:
o Antimikroba
o Anti jamur
d. Hasil
• Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi liposom dengan ekstrak Mimba
F12 ditemukan optimum berdasarkan efisiensi penjerapan pada 88,9± 0,7%,
dengan rata-rata distribusi ukuran partikel yang diinginkan sebesar 141,6 nm dan
potensial zeta -45 mV.
• Uji stabilitas formula F12 lebih stabil pada suhu lemari pendingin dari beberapa
parameter uji
26
• Aktivitas antijamur formulasi liposomal F12 dilakukan terhadap Aspergillus niger
dan Candida tropicalis dengan mengukur zona hambat masing-masing 8,9 dan
10,2 mm.
27
2.6.2 Etosom
a. Judul Penelitian
Development and Evaluation of Ethosomes Loaded with Zingiber zerumbet Linn
Rhizome Extract for Antifungal Skin Infection in Deep Layer Skin. Pharmaceutics
b. Latar Belakang Penelitian
Zingiberis zerumbet rhizoma memiliki aktivitas farmakologi sebagai antifungi namun
ekstraknya memiliki kelarutan yang sangat rendah sehingga untuk penggunaan topikal
diperlukan formulasi khusus yang dapat meningkatkan penetrasinya sehingga efek
farmakologisnya dapat tercapai. Pemilihan sediaan yaitu etosome yang memiliki
kandungan alkohol yang tinggi diharapkan dapat mempengaruhi kerapatan dari stratum
korneum sehingga ekstrak dapat masuk ke dalam kulit.
c. Bahan
Etanol, hexane, phospatidylcholin, PEG 4000, Zerumbone (purity >98%), pereaksi kimia
grade analisis
d. Metode
- Metode Ekstraksi Zingiber Zerumbet
Rhizoma segar dicuci dan diiris dikeringkan pada 50 ◦C selama 48 jam. Maserasi
dengan heksan selama 24 jam, ekstrak disaring, dievaporasi dengan vacum rotary
evaporator dan disimpan pada suhu 2 ◦C–8 ◦C untuk persiapan formulasi etosom
- Pembuatan Etosom
Menggunakan metode dingin, soy lecitin, PEG 4000 dan ekstrak Zingiber zerumbet
dilarutkan dalam etanol dan ditambahkan purified water. Campuran diaduk dengan
magnetic stirer pada suhu 30 ◦C untuk membentuk etosom. Etosom yang terbentuk
di sonifikasi selama 15 menit.
- Formulasi Etosom
e. Evaluasi Etosom
- Ukuran vesikel, ukuran distribusi dan zeta potensial
Menggunakan alat zetasizer dengan cara sampel dilarutkan dalam 0,5% w/v dengan
pelarut air deionisasi dan diagitasi selama 3 menit sebelum diukur. Hitung SD
- Morfologi
28
Menggunakan alat TEM (transmission electron microscopy), setetes sampel
ditempatkan pada jaring tembaga berlapis karbon dan secara negatif diwarnai dengan
1% larutan asam fosfotungstic setelah 15 menit. Lampiran dikeringkan dan dilihat
dalam alat TEM
- Evaluasi efisiensi penjerapan etosom
- Uji aktivitas Antifungi
Dilakukan pengukuran terhadap konsentrasi penghambatan minimum dengan metode
dilusi
- Uji Penetrasi Secara In Vitro
1. Menggunakan alat sel vertikal frans difusi
2. Kulit dari anak babi digunakan sebagai membran barier.
3. Dihilangkan lapisan lemak subkutan dengan pisau dan gunting dan dicuci dengan
buffer garam fosfat untuk menghilangkan kontaminan.
4. Kulit dipotong dengan alat difusi sel franz, dibungkus dengan alumunium foil dan
disimpan pada suhu -10 C
5. Kulit diletakkan di chamber difusi sel yang berisi bufer fosfat dan etanol dengan
sisi stratum kormeum pada bagian donor
6. Pengujian berlangsung selama 24 jam pada suhu 32 C dengan agitasi magnetic
stirer
7. Sampel dituangkan pada sisi donor dan ditutup dengan lapisan parafin. Hasil
difusi disampling pada waktu 15, 30 menit, 1,2,3,4,6,12 dan 24 jam dan dianalisis
dengan HPLC
- Uji Retensi secara in vitro
1. Menggunakan kulit dari anak babi dicuci selama 15 detik dan dikeringkan dengan
tisu
2. Lapisan stratum korneum dihilangkan dengan metode selotip yaitu ditempel
selotip ukuran 24 mm dan dicabut diulang selama 30 kali
3. Semua selotip dikumpulkan dalam gelas berisi 5 mL etanol dan disonifikasi
selama 15 menit, diambl 1 ml dan disentrifuge 10,000 rom selama 30 menit pada
suhu 25 C dan zerumbon diuji kuantifikasi dengan HPLC
Setelah stratum korneum hilangkan kulit diiris menjadi fragmen kecil dan
ditempatkan di vial yang berisi 3 ml etanol selama 24 jam
4. 1 ml etanol diambil dan disentrifuge 10.000 rpm 25 C selama 15 menit.
Konsentrasi zerumbon ditentukan dengan HPLC
29
f. Hasil
- Ukuran vesikel berada pada rentang 140,8-184 nm kecuali untuk formula 9 yaitu
280,9 nm
- Zeta potensial berada pada rentang -31,57 –27,73 mV (bernilai negatif sehingga
menstabilkan vesikelnya
- Polidispersiti index (PDI) berada diantara 0.245-0,453 nm
- Kemudian dipilih formula 8 untuk dievaluasi selanjutnya
30
- Hasil pengujian penetrasi secara in vitro
Semakin meningkat waktu kadar zerumbon semakin naik dan dimulai pada waktu 12
jam kadar zerumbon dalam etosom lebih meningkat dibanding dengan ekstrak tanpa
etosom
2.6.3. Transfersom
a. Judul Penelitian
Formulation of transfersomal green tea (Camellia sinensis L. Kuntze) leaves extract
cream and in vitro penetration study using franz diffussion cell
b. Latar Belakang Penelitian
Teh hijau merupakan bahan alami yang mengandung senyawa polifenol berupa turunan
katekin yang dikenal dengan epigallocatechin gallate (EGCG). Memiliki aktivitas
antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Namun, EGCG memiliki berat
molekul yang cukup besar dan hidrofilisitas yang tinggi mengakibatkan sulitnya
31
penetrasi kulit. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan penetrasi EGCG melalui
kulit dengan menggunakan pembentukan lipid nanovesikel yang disebut transfersom
yang diformulasikan dalam bentuk sediaan krim.
c. Bahan
- Ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.)
- Standar EGCG
- Lipoid P 30 dengan kemurnian 97%
- Fosfolipid mengandung 30% fosfatidilkolin
- Pelarut dan bahan kimia lainnya adalah kelas analitik.
d. Metode
- Transfersom dibuat dengan metode hidrasi lapisan tipis dalam tiga formulasi dengan
konsentrasi fosfolipid dan surfaktan yang berbeda.
- Jumlah ekstrak daun teh hijau yang digunakan untuk semua formulasi adalah sama
(setara dengan 3% EGCG).
- Semua formulasi transfersom dikarakterisasi sifat fisiknya, dan formulasi yang paling
menjanjikan dipilih untuk diformulasikan menjadi bentuk sediaan krim.
- Krim yang mengandung ekstrak yang tidak diolah disiapkan sebagai kontrol.
- Studi in vitro penetrasi EGCG dari kedua krim dievaluasi menggunakan sel difusi
Franz dengan kulit perut dari tikus Sprague- Dawley sebagai membran antar
kompartemen.
- Uji EGCG dalam ekstrak daun teh hijau
• Analisis EGCG dilakukan dalam sistem RP-HPLC menggunakan kolom C-18
(250 x 4,6 mm) dengan laju alir 1,0 mL/menit. Fase gerak adalah campuran
larutan asam asetat (1%, v/v) dan asetonitril (87:13, v/v) dengan pH akhir 3,5.
• Fase gerak disaring melalui filter membran 0,45 mm, dan dihilangkan gasnya
sebelum digunakan. Volume injeksi adalah 20 μL dengan total runtime 20 menit.
Suhu kolom diatur pada 20 ± 3,0Hai C.
• Larutan stok EGCG dibuat dengan melarutkan standar 10,0 mg dalam 100 mL
fase gerak. Larutan stok selanjutnya diencerkan untuk mendapatkan enam
konsentrasi larutan standar.
• Larutan tersebut kemudian diinjeksikan ke dalam HPLC, dan dibuat kurva
kalibrasi dengan memplot luas puncak ke konsentrasi standar, menghasilkan
kurva linier,y = a + bx, dengan r sebagai penentu linearitas.
32
• Larutan sampel ekstrak daun teh hijau dibuat dengan konsentrasi 40 μg/mL
dengan tiga ulangan. Daerah yang diperoleh kemudian diplot ke dalam persamaan
regresi linier untuk mendapatkan konsentrasi terukur yang akan digunakan dalam
menghitung kadar EGCG dalam sampel.
• Kadar dihitung dengan cara membagi konsentrasi hasil pengujian dengan
konsentrasi teoritis dikali 100. Kadar yang diperoleh kemudian digunakan untuk
menghitung dosis ekstrak daun teh hijau dalam krim.
- Uji aktivitas antioksidan ekstrak daun teh hijau
• Larutan referensi positif asam askorbat dan larutan ekstrak daun teh hijau
disiapkan dalam konsentrasi yang berbeda. Difenil pikrilhidrazil (DPPH) 100
μg/mL (1,0 mL) dan metanol (2,0 mL) ditambahkan ke dalam 1,0 mL setiap
larutan sampel.
• Larutan metanol (3,0 mL) dan DPPH 100 μg/mL (1,0 mL) dibuat sebagai
blanko.
• Campuran dikocok dan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Aktivitas
antioksidan ditentukan dengan mengukur absorbansi masing-masing sampel
dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang optimum 514 nm.
• Hasil yang diperoleh digunakan untuk menghitung persentase daya hambat
ekstrak daun teh hijau terhadap DPPH.
• Formulasi
- Transfersome dibuat dengan metode hidrasi lapis tipis. Lipoid P 30 dan Span 80
dilarutkan dalam diklorometana. Fosfolipid dan surfaktan terlarut dituangkan ke
dalam labu alas bulat. Campuran diklorometana kemudian diuapkan dengan rotary
vacuum evaporator pada suhu 37 ± 1°C. Penguapan dilakukan hingga terbentuk
lapisan tipis pada dinding bagian dalam labu alas bulat. Gas nitrogen dialirkan ke
lapisan tipis dan film kemudian disimpan dalam lemari es selama 24 jam. Lapisan
tipis dihidrasi dengan larutan penyangga fosfat (pH 5,5) yang mengandung ekstrak
daun teh hijau. Proses hidrasi dilakukan pada suhu 37 C dengan kecepatan putaran
150 rpm dengan manik-manik kaca untuk menghilangkan dan mengikis lapisan tipis
33
pada dinding labu bundar. Ukuran partikel dikurangi dengan ultrasonikasi pada 20
kHz selama 10-15 menit setelah suspensi transfersome terbentuk.
e. Evaluasi
- Distribusi ukuran partikel, indeks polidispersitas, dan potensial zeta
Distribusi ukuran partikel dan potensi zeta dari semua formulasi transfersome diukur
dengan penganalisa ukuran partikel hamburan cahaya dinamis (DLS) dengan sistem
komputerisasi (Malvern, Zetasizer). Pengukuran potensi zeta juga dilakukan. Setiap
pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali.
- Efisiensi Penjerapan
Suspensi transfersome (0,5 mL) diambil dan diencerkan dengan buffer fosfat pH 5,5
(1,0 mL), kemudian disentrifugasi pada 14.000 rpm selama 3 x 30 menit. Supernatan
dikumpulkan dan diencerkan dengan etanol. Solusinya disuntikkan ke injektor HPLC.
Efisiensi penjerapan dihitung dengan cara menghitung selisih konsentrasi EGCG yang
terukur dengan total EGCG dalam suspensi dibagi dengan total EGCG dalam
suspensi, lalu dikalikan 100.
- Morfologi Transfersom
• Dianalisis dengan menggunakan mikroskop elektron transmisi (TEM).
• Sampel ditumpahkan pada kisi tembaga berlapis karbon, tetesan dikeringkan pada
suhu kamar dan diwarnai menggunakan larutan asam fosfotungstat.
• Tetesan kering diamati di bawah mikroskop pada tegangan percepatan 200 kV
dan suhu 20 C dengan perbesaran 100.000
- Evaluasi fisikokimia bentuk sediaan gel
Evaluasi fisikokimia krim meliputi uji organoleptik (warna dan bau), homogenitas,
pH, viskositas dan sifat reologi.
- Tes penetrasi secara in vitro
- Kulit perut betina 2-3 bulanSprague-Dawleytikus dengan berat 200-250 g digunakan
sebagai membran dalam pengujian. Dalam penelitian ini, semua metode
penyembelihan hewan kurban telah disetujui oleh Ethical Clearance Committee
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No.
313/ UN.2F1/ETIK/2017.In vitro uji penetrasi dilakukan dengan menggunakan sel
difusi Franz dengan luas difusi 2,01 cm2 dan volume kompartemen 15 mL.
Kompartemen reseptor diisi dengan buffer fosfat pH 5,5 dan diaduk dengan magnetic
stirrer dengan kecepatan 250 rpm. Kulit diletakkan pada reseptor kompartemen donor
34
dengan posisi stratum korneum menghadap ke atas. Sampel yang diuji dalam
penelitian ini adalah suspensi transfersome (TS) dan larutan ekstrak daun teh hijau
dalam air (ES) yang mengandung ekstrak teh hijau sebesar 1% EGCG, serta ekstrak
yang mengandung TC dan NTC sebesar 3% EGCG. Setiap sampel (1,0 g) dioleskan
ke permukaan kulit. Alikuot (2,0 mL) diambil dari kompartemen reseptor
menggunakan jarum suntik pada beberapa interval waktu (10, 30, 60, 120, 240, 360,
480, 600, 720, 840, 960, 1080, 1200, 1320, dan 1440 menit ) dan kompartemen
reseptor diisi ulang dengan jumlah buffer fosfat pH 5,5 yang sama.
f. Hasil
- Uji EGCG dalam ekstrak daun teh hijau
Persamaan regresi linier kurva kalibrasi adalah y = 29235x - 338074 dengan nilai
koefisien korelasi (r) sebesar 0,9940. Hasil menunjukkan bahwa kurva kalibrasi linier
karena koefisien korelasi mendekati satu. Kadar EGCG sampel ekstrak daun teh hijau
adalah 53,77% ± 0,07 b/b.
- Uji aktivitas antioksidan ekstrak daun teh hijau
Nilai IC 50 ekstrak daun teh hijau adalah 1,32 μg/mL, sedangkan IC 50 nilai asam
askorbat adalah 2,54 μg/mL. Semakin kecil IC 50 maka makin tinggi aktivitas
antioksidan suatu senyawa.
- Karakterisasi transfersom
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar dibawah ini , F1 (A) berbentuk
bulat, sedangkan F2 (B) dan F3 (C) berbentuk tidak beraturan.
35
- Efisiensi Penjerapan
Efisiensi penjebakan yang diperoleh untuk F1, F2, dan F3 masing-masing adalah
49,36 ± 4,03, 39,26 ± 0,67, dan 32,15 ± 1,49%.
- Evaluasi fisikokimia bentuk sediaan krim
Berdasarkan pengamatan penampakan secara fisik, TC dan NTC memiliki kesamaan
warna yaitu putih kecoklatan (Pantone 4685 PC).Kedua krim tersebut menghasilkan
aroma ekstrak daun teh hijau, sedangkan NTC memiliki aroma yang lebih kuat. Nilai
pH TC dan NTC masing-masing adalah 5,59 ± 0,02 dan 5,65 ± 0,05. Kedua sediaan
berada pada kisaran pH kulit (4,5-6,5). Pada pengukuran viskositas dengan kecepatan
putaran 20 rpm diperoleh viskositas TC dan NTC sebesar 12000 dan 11200 cps.
- Uji Penetrasi secara In Vitro
Sebagai kontrol TC dan NTC, anin vitroterlebih dahulu dilakukan uji penetrasi
suspensi transfersome (TS) dan larutan ekstrak daun teh hijau (ES). Berdasarkan
Gambar 2, terlihat bahwa setelah pengambilan sampel 24 jam, jumlah kumulatif
EGCG yang menembus membran kulit mencit dari TS dan ES adalah 5357,32 ±
1027,36 μg/cm2 dan 2965,85 ± 1040,54 μg/cm32, masing-masing (P = 0,0472, P
<0,05). Selain itu, parameter penting lainnya dari studi penetrasi in vitro ini adalah
nilai fluks. Nilai fluks diperoleh dari slope atau kemiringan yang diambil dari keadaan
tunak mengikuti hukum Fick I. Berdasarkan Gambar 3, rata-rata nilai fluks TS dan ES
adalah 245,49±45,29 μg/cm22/ jam dan 141,52±50,51 μg/cm22/ jam, masing-masing
(P = 0,0567, P > 0,05). Tes lebih lanjut dilakukan pada TC dan NTC. Berdasarkan
Gambar 4 terlihat bahwa jumlah kumulatif EGCG yang menembus selama 24 jam
antara sediaan TC dan NTC. Dalam persiapan TC, EGCG kumulatif mencapai
1003,61 ± 157,93 μg/cm22, sedangkan sediaan NTC hanya sebesar 400,09 ± 47,53
μg/cm2(P = 0,0032, P <0,05). Berdasarkan gambar 5 rata-rata nilai fluks TC dan NTC
adalah 40,08± 5,45 μg/cm22/ jam dan 16,83±1,79 μg/cm22/ jam, masing-masing (P
0,0022, P <0,05).
36
37
- Dapat disimpulkan bahwa dengan memformulasi ekstrak daun teh hijau ke dalam
krim transfersomal, dapat meningkatkan jumlah kumulatif dan penetrasi fluks in vitro
EGCG dari ekstrak menembus kulit apabila dibandingkan dengan krim non-
transfersomal.
- Pada penelitian ini, formulasi transfersome ekstrak daun teh hijau ( Camellia sinensis
L.) dibuat dalam bentuk sediaan krim untuk meningkatkan penetrasi obat, EGCG.
Pengujian penetrasi in vitro menggunakan Sel Difusi Franz, dan krim ekstrak daun teh
hijau non-transfersomal disiapkan sebagai kontrol. Kuantifikasi penetrasi EGCG
dianalisis menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik.
38
Penelitian ini menunjukkan bahwa krim transfersomal dapat meningkatkan jumlah
kumulatif penetrasi fluks in vitro EGCG apabila dibandingkan dengan krim non-
transfersomal.
2.6.4. Fitosom
a. Judul Penelitian
Nanosized soy phytosome-based thermogel as topical anti-obesity formulation: an
approach for acceptable level of evidence of an effective novel herbal weight loss
product
b. Tujuan Penelitian
Pembuatan sediaan Nano lipo-vesicles phytosomal thermogel of Soybean (Glycine max
(L.)) yang ditujukan untuk anti obesitas (penurunan berat badan, ukuran jaringan adiposa
dan profil lipid)
c. Metode
- Dilakukan formulasi pembuatan phytosome dengan 3 metode, di antaranya solvent
evaporation, co-solvency, dan salting out. Dipilih formula terbaik menggunakan
Design Expert dengan melihat parameter entrapment efficiency yang tertinggi, ukuran
partikel terkecil dan release obat selama 2 jam terbanyak. Verifikasi struktur
dilakukan dengan FTIR dan penentuan ukuran partikel dan potensial zeta serta TEM.
Setelahnya dibuat kedalam formulasi thermogel dan diuji efektivitasnya secara in
vivo.
- Ekstraksi soybean
Biji soybean diubah menjadi bentuk tepung. Timbang 100 gram tepung soy dan
dilarutkan dengan 1 L methanol pada suhu ruang dengan pengadukan selama 24 jam
menggunakan magnetic stirrer. Ekstrak kemudian disaring dan dievaporasi
menggunakan rotary evaporator untuk menguapkan methanol. Dilakukan analisis
menggunakan HPLC dengan menggunakan standard soy saponin.
- Design Expert
Berikut ini merupakan tabel desain matriks yang digunakan untuk menentukan
komposisi phytosome yang optimal
39
- Metode solvent evaporation
Ekstrak kering soy dan PC (komposisi sesuai tabel desain matriks) dilarutkan pada 10
mL ethanol dan di reflux selama 2 jam dibawah kondisi vakum menggunakan rotary
evaporator pada suhu 30C, 120 rpm. Setelah selesai, residu yang dihasilkan kemudian
dihidrasi menggunakan distilled water untuk menghasilkan suspense phytosom
- Metode cosolvency
Disiapkan 2 wadah terpisah yang berisikan 10 mL methanol untuk melarutkan ekstrak
kering soy dan PC (sesuai dengan tabel desain matriks). Ekstrak soy yang terlarut
kemudian ditambahkan tetes demi tetes ke wadah PC+methanol dengan pengadukan
menggunakan magnetic stirrer
- Metode salting out: Ethanol (10 mL) digunakan untuk melarutkan ekstrak dan PC
(komposisi sesuai dengan tabel desain matriks) dengan pengadukan menggunakan
magnetic stirrer. Kemudian ditambahkan n-heksan tetes demi tetes hingga presipitasi
vesikel phytosome yang dihasilkan telah selesai.
- Pembuatan thermogel phytosome:
• HPMC 3% ditambahkan pada buffer fosfat (0.1 M, pH 4) pada suhu 4C.
• Methyl paraben (0.02%), propylparaben (0.02%), PEG400 (4%), DMS, ethanol
(2%) ditambahkan pada larutan polymer. Juga Pluronic F127 (18%).
• Formula optimal soy phytosome kemudian ditambahkan tetes demi tetes dengan
pengadukan menggunakan magnetic stirrer pada suhu 4C untuk menghasilkan
soy phytosomel thermpgel.
d. Evaluasi Etosom
Karakterisasi Phytosome:
- Entrapment efficiency
40
- Ukuran partikel dan indeks polydispersitas
- Release in vitro
- Potensial zeta
- FTIR
- Morfology (TEM)
Uji efektivitas (in vivo):
- 20 tikus jantan albino dibagi menjadi 4 kelompok (n=5)
Grup 1: plain thermogel
Grup 2: crude soy extract thermogel
Grup 3: 2.5% soy phytosomal thermogel
Grup 4: kontrol (untreated)
- Treatment secara local dengan mencukur bulu di bagian perut. Dioleskan thermogel
satu kali per hari selama 1bulan
- Tikus kemudian ditimbang Kembali selama 1 bulan untuk mengukur perubahan berat
badan
- Darah diambil dari pembuluh darah retro-orbital plexus untuk menganalisis profil
lipid
- Tikus dikorbankan di akhir penelitian untuk menganalisis jaringan adiposa dari bagian
yang ditreatment
e. Hasil
Dari beberapa formula yang telah dianalisis menggunakan Desain Expert, didapatkan
formula optimal yaitu komposisi PC : ekstrak soy sebesar 1 : 3 dengan metode
pembuatan cosolvency. Dari komposisi tersebut kemudian dibuat sediaan thermogel dan
didapatkan hasil sediaan yang jernih, tembus cahaya, dan homogen dengan pH 5,5. Suhu
dari thermogel yang telah dibuat yaitu 31.5C dimana cocok untuk penghantaran pada
kulit.
41
42
DAFTAR PUSTAKA
43
Huanbutta K, Rattanachitthawat N, Luangpraditkun K, Sriamornsak P, Puri V, Singh I,
Sangnim T. Development and Evaluation of Ethosomes Loaded with Zingiber zerumbet
Linn Rhizome Extract for Antifungal Skin Infection in Deep Layer Skin.
Pharmaceutics. 2022 Dec 9;14(12):2765. doi: 10.3390/pharmaceutics14122765. PMID:
36559259; PMCID: PMC9781750.
Li, J., Wang, X., Zhang, T., Wang, C., Huang, Z., Luo, X., & Deng, Y. (2015). A review on
phospholipids and their main applications in drug delivery systems. Asian Journal of
Pharmaceutical Sciences, 10(2), 81–98. https://doi.org/10.1016/J.AJPS.2014.09.004
Lombardo, D.; Kiselev, M.A. Methods of Liposomes Preparation: Formation and Control
Factors of Versatile Nanocarriers for Biomedical and Nanomedicine Application.
Pharmaceutics 2022, 14, 543. https://doi.org/10.3390/pharmaceutics14030543
Lu, M., Qiu, Q., Luo, X., Liu, X., Sun, J., Wang, C., Lin, X., Deng, Y., & Song, Y. (2019).
Phyto-phospholipid complexes (phytosomes): A novel strategy to improve the
bioavailability of active constituents. In Asian Journal of Pharmaceutical Sciences (Vol.
14, Issue 3, pp. 265–274). Shenyang Pharmaceutical University.
https://doi.org/10.1016/j.ajps.2018.05.011
Prajapati et al. Transfersomes: A Vesicular Carrier System for Transderma Drug Delivery.
Asian Journal of Biochemical and Pharmaceutical Research Issue 2 (Vol 1) 2011
Shakthi Apsara et al, 2020, Transfersomes: A Promising Nanoencapsulation Technique for
Transdermal Drug Delivery,
Viviane Annisa, Review Artikel: Metode untuk Meningkatkan Absorpsi Obat Transdermal, J.
Islamic Pharm.[ISSN: 2527-6123], 2020
44