Anda di halaman 1dari 74

Spektroskopi UV-Vis

Spektroskopi UV

I. Pendahuluan
A. Radiasi UV dan Eksitasi Elektronik
1. Perbedaan energi antara orbital molekul ikatan (molecular
bonding), non ikatan (non-bonding ) dan anti ikatan (anti-
bonding) pada rentang 125-650 kJ/mol

2. Energi ini berkaitan dengan radiasi EM pada daerah


ultraviolet (UV), 100-350 nm, dan daerah sinar
tampak/visible (VIS) 350-700 nm dari spektrum
3. Spektrum EM :

Radio Microwave IR UV X-rays g-rays

4. Dengan IR kita mengamati transisi vibrasional dengan energi


8-40 kJ/mol pada panjang gelombang 2500-15,000 nm
Spektroskopi UV

I. Pendahuluan
B. Proses Spektroskopik
1. Pada spektroskopi UV, sampel diradiasi dengan radiasi UV spektrum
luas
2. Jika transisi elektronik tertentu berkesesuaian/cocok dengan energi
dari sebuah pita UV tertentu, maka energi akan diserap
3. Sinar UV yang tersisa melewati sampel (tidak diserap) dan diamati
4. Dari radiasi residual ini, spektrum diperoleh dengan "celah" pada
energi diskrit ini- ini disebut spektrum serapan (absorption
spectrum






Spektroskopi UV

I. Pendahuluan
C. Transisi Elektronik yang diamati
1. Energi transisi terendah (dan paling sering diamati dengan UV) adalah
biasanya yang dari elektron dalam Highest Occupied Molecular Orbital
(HOMO) ke Lowest Unoccupied Molecular Orbital (LUMO)
2. Jika ada ikatan (pasangan elektro) dalam suatu molekul, orbital moleku
(molecular orbitals) adalah campuran antara orbital-orbital atomik yang
berkontribusi; untuk setiap orbital ikatan /bonding orbital “terbentuk”
dari campuran (s, p), yang berhubungan dengan orbital anti-bonding
yang simetris dengan energi yang lebih tinggi (s*, p*)
3. Occupied orbitals dengan energi paling rendah biasanya adalah s,
demikian juga orbital anti-bonding s* yang berhubungan adalah yang
energinya paling tinggi.
4. Orbital p sedikit lebih tinggi energinya, dan orbital anti-bonding
pasangannya sedikit lebih rendah energinya dibanding s*.
5. Pasangan elektron yang tidak terbagi terletak pada orbital atomik asli,
seringkali energi ini memiliki energi lebih tinggi dibanding p atau s
(karena ikatan tidak terbentuk, tidak ada kepentingan dalam energi)
Spektroskopi UV

I. Pendahuluan
C. Transisi Elektronik yang diamati
6. Gambaran secara grafis

s
Unoccupied levels


Energi Orbital Atomik Orbital Attomik


n

Occupied levels

s
Orbital Molekular

5
Spektroskopi UV

I. Pendahuluan
C. Transisi Elektronik yang diamati
7. Dari diagram orbital molekular, ada beberapa kemungkinan transisi
elektronik yang dapat terjadi, masing-masing dengan energi relatif yang
berbeda :
s
s s
 alkana

s  karbonil

Energi   Senyawa tak jenuh /


n unsaturated cmpds.

n s O, N, S, halogen
 n  karbonil
s

6
Spektroskopi UV

I. Pendahuluan
C. Transisi Elektronik yang diamati
7. Meskipun spektrum UV diperluas sampai di bawah 100 nm (energi
tinggi), oksigen di atmosfer tidak transparan di bawah 200 nm
8. Diperlukan peralatan khusus untuk mempelajari vacuum atau far UV
9. Spektra UV organik rutin biasanya dibuat dari 200-700 nm
10. Dengan batas ini, transisi yang dapat diamati:

s s alkana 150 nm

s  karbonil 170 nm

  unsaturated cmpds. 180 nm √ - jika terkonjugasi


senyawa tak jenuh (terkonjugasi/selang-seling)

n s O, N, S, halogen 190 nm

n  karbonil 300 nm √
7
Spektroskopi UV

I. Pendahuluan
D. Selection Rules
1. Tidak semua transisi yang mungkin akan teramati

2. Agar suatu elektron mengalami transisi, batasan mekanika kuantum


diaplikasikan – hal ini disebut “selection rules”

3. Sebagai contoh, suatu elektron tidak dapat berubah bilangan kuantum


spin nya selama transisi – ini disebut “forbidden”
Contoh lain :
• Jumlah elektron yang dapat tereksitasi pada satu waktu
• Sifat simetris dari molekul
• Simetri keadaan elektronik

4. Hal rumit selanjutnya, transisi “forbidden” kadangkala teramati


(walaupun dengan insensitas rendah) dikarenakan faktor lain

8
Spektroskopi UV

I. Pendahuluan
E. Struktur Pita
1. UV cenderung menghasilkan pita yang lebar dan overlapping

2. Akan terlihat bahwa karena tingkat energi elektronik dari sampel


molekul murni akan dikuantisasi, runcing, pita diskrit akan diamati –
untuk sepktra atomik

3. Pada molekul, ketika suatu sampel molekul bulk/besar diamati, tidak


semua ikatan (pasangan elektron) berada pada tingkat energi
vibrasional atau rotasional yang sama

4. Efek ini akan mempengaruhi panjang gelombang dimana transisi


teramati – sangat mirip dengan efek ikatan hidrogen pada tingkat energi
vibrasional O-H dalam sampel murni.

9
I. Pendahuluan
E. Struktur Pita
5. Ketika tingkat energi ini ditumpangkan/superimposed, efek dapat
dengan mudah dijelaskan – menjadi transisi yang memiliki kemungkinan
teramati

Disassociation

R1 - Rn

V4
R1 - Rn

V3
R1 - Rn
V2
E1 V1 R1 - Rn
R1 - Rn
Vo

Disassociation

Energi R1 - Rn

V4
R1 - Rn

V3
R1 - Rn
V2
V1 R1 - Rn
E0 Vo R1 - Rn

10
II. Instrumentasi dan Spektra
A. Instrumentasi
1. Konstruksi spektrometer UV-VIS tradisional sangat mirip dengan
spektrometer IR, dengan fungsi yang mirip – terdiri dari sample
handling, irradiation, detection dan output

2. Skema sederhana hampir semua spektrometer modern :

log(I0/I) = A
Sumber sinar UV-VIS I0 I

sample
200 700
l, nm

detektor
monokromator/
beam splitter optics I0 I0
reference

(optik pemecah sinar)

11
II. Instrumentasi dan Spektra
A. Instrumentasi
3. Dua sumber sinar diperlukan untuk scan seluruh pita UV-VIS. Sumber
sinar pada spektrometer UV-VIS dapat berupa:
• Lampu Deuterium – meliputi daerah UV – 200-330 nm
• Lampu Tungsten – meliputi daerah Visible 330-700 nm

4. Seperti pada dispersive IR, lampu akan memancarkan sinar seluruh pita
UV atau sinar tampak /visible light; kemudian monokromator
(grating/kisi atau prisma) secara bertahap merubah pita kecil dari
radiasi dikirim ke beam splitter/pemecah cahaya
sinar polikromatis  monokromatis

3. Beam splitter mengirimkan pita yang sudah terpisah ke dalam sel yang
berisi larutan sampel dan larutan pembanding/reference
4. Detektor mengukur perbedaan anatar cahaya yang melewati sampel (I)
vs. cahaya yang dihasilkan sumber (I0) dan mengirimkan informasikan ke
recorder

12
II. Instrumentasi dan Spektra
A. Instrumentasi
7. Seperti pada dispersive IR, waktu yang diperlukan untuk keseluruhan
pita UV-VIS disebabkan oleh mekanisme perubahan panjang gelombang
8. Kemajuan terbaru adalah spektrofotometer dioda-array – terdapat
sebuah prisma (perangkat dispersi) memecah spektrum utuh yang
ditrasmisikan melalui sampel
9. Tiap pita individu UV dideteksi dengan diode individual pada suatu
silicon secara simultan/bersamaan

Diode array

Sumber UV-VIS
sample

Polychromator
– entrance slit and dispersion device 13
II. Instrumentasi dan Spektra
B. Instrumentasi – Sample Handling
1. Hampir semua spektra UV direkam dalam fase larutan

2. Sel dapat terbuat dari plastik, gelas atau kuarsa

3. Hanya kuarsa yang transparan secara penuh pada rentang 200-700 nm;
plastik dan gelas hanya sesuai untuk spektra visibel/sinar tampak

4. Konsentrasi secara empiris ditentukan

Sel sampel yang biasanya digunakan (Secara umum disebut cuvet):

14
II. Instrumentasi dan Spektra
B. Instrumentasi – Sample Handling
5. Pelarut / solven harus transparan pada daerah yang diamati;
panjang gelombang dimana solven/pelarut tidak lagi transparan
disebut sebagai cutoff

6. Karena spektra diperoleh pada panjang gelombang di atas 200


nm, pelarut biasanya hanya tidak memiliki sistem  terkonjugasi
atau karbonil

Solven / pelarut yang umum dan nilai cutoff:


asetonitril 190 nm
kloroform 240 nm
Sikloheksana 195 nm
1,4-dioksan 215 nm
etanol95% 205 nm
n-heksana 201 nm
metanol 205 nm
isooktana 195 nm
Air 190 nm
15
II. Instrumentasi dan Spektra
B. Instrumentasi – Sample Handling
7. Jika memungkinkan, solven harus mempertahankan struktur (ketika
diamati pada UV)
8. Ikatan hidrogen akan memberikan efek yang rumit
9. Semakin non polar pelarut, semakin baik (namun hal ini tidak selalu
memungkinkan)

16
II. Instrumentasi dan Spektra
C. Spektrum
1. Sumbu x dari spektrum adalah panjang gelombang; 200-350 nm untuk
UV, 200-700 untuk penentuan UV-VIS

2. Maksima puncak/peak secara sederhana dilaporkan sebagai suatu


daftar numerikal nilai “lamba max” lmax

NH2

lmax = 206 nm
O O 252
317
376

17
II. Instrumentasi dan Spektra
C. Spektra
1. Sumbu y dari spektrum adalah absorbansi/serapan, A

2. Dari sudut pandang spektrometer, absorbansi adalah kebalikan dari


transmitan / transmittance: A = log10 (I0/I)

3. Dari sudut pandang eksperimen :


i. Pada path length yang lebih panjang, l yang melewati
sampel akan lebih banyak sinar UV yang diabsorbsi –
efeknya linier atau berbanding lurus

ii. Jika konsentrasi semakin besar, c sampel, semakin banyak


sinar UV yang diaborbsi – efeknya linier atau berbanding
lurus

iii. Beberapa transisi elektronik lebih efektif pada absorpsi


foton dibanding yang lain – absorptivitas molar / molar
absorptivity, e

18
II. Instrumentasi dan Spektra
C. Spektra
4. Efek tersebut dikombinasi dalam hukum Lambert-Beer A = e c l

i. Untuk kebanyakan spektrometer UV, l adalah konstan (sel standar


biasanya panjangnya 1 cm)
ii. Konsentrasi biasanya bervariasi tergantung pada kekuatan
absorbsi yang diharapkan untuk diamati – biasanya encer – kurang
dari 0,001 M
iii. Absorptivitas molar bervariasi dengan urutan :
• Nilai 104-106  intensitas absorpsi tinggi
• Nilai 103-104  intensitas absorpsi rendah
• Nilai 0 - 103  adalah absorpsi forbidden transitions

Nilai A tidak memiliki satuan, satuan untuk e adalah cm-1 · M-1 dan
jarang ditampilkan

5. Karena efek panjang sel dan konsentrasi dapat dengan mudah


dikeluarkan/diabaikan, absorbansi secara sederhana menjadi
proporsional dengan nilai e, dan sumbu y dinyatakan sebagai e secara
19
langsung atau sebagai logaritma dari nilai e
Tugas :
Tuliskan persyaratan berlakunya hukum Lambert-Beer
II. Instrumentasi dan Spektra
D. Aplikasi praktis spektroskopi UV
1. UV adalah metode spektral pertama, namun demikian jarang
digunakan sebagai metode utama untuk penentuan struktur

2. Metode ini bermanfaat ketika dikombinasikan dengan data NMR


dan IR untuk elusidasi gambaran elektronik yang unik yang
mungkin meragukan dalam metode-metode tersebut

3. Metode ini dapat digunakan untuk pengujian kadar (melalui lmax


dan absorptivitas molar) pada panjang gelombang radiasi yang
tepat

4. Penggunaan yang sangat banyak dari UV adalah sebagai alat


deteksi untuk HPLC/ High Performance Liquid Chromatography
(KCKT/ Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) ; karena sangat mudah
digabungkan ke dalam desain LC (Liquid Chrmatography)

21
III. Kromofor
A. Definisi
1. Elektron pada molekul organik  elektron yang terlibat dalam
ikatan kovalen atau pasangan elektron bebas pada atom seperti O
atau N

2. Karena gugus fungsi yang mirip akan memiliki elektron-elektron


yang mampu mengalami kelas transisi diskrit, karakteristik energi
dari energi-energi ini lebih mewakili gugus fungsional
dibandingkan elektronnya sendiri

3. Suatu gugus fungsional yang mampu memiliki transisi elektronik


karakteristik disebut kromofor / chromophore (color loving)

4. Perubahan struktural atau elektronik pada kromofor dapat


dikuantifikasi dan digunakan untuk prediksi pergeseran dalam
transisi elektronik yang teramati

22
III. Kromofor
B. Kromofor Organik
1. Alkana – hanya memiliki ikatan s dan tidak memiliki pasangan elektron
bebas, sehingga hanya transisi energi tinggi s  s* yang teramati pada
daerah UV jauh / far UV

Transisi ini bersifat destruktif/merusak molekul, menyebabkan putusnya


ikatan s
C C
s

s C C

23
III. Kromofor
B. Kromofor organik
2. Senyawa alkohol, eter, amina dan sulfur – Pada senyawa,
misalnya yang alifatik; maka transisi n  s* adalah yang paling
sering diamati; seperti halnya pada alkana yaitu s  s*, transisi
ini sering pada l kurang dari 200 nm

Catatan : Transisi ini terjadi dari HOMO ke LUMO

C N
sCN

C N

nN sp3 C N anitbonding
orbital

sCN C N

24
III. Kromofor
B. Kromofor Organik
3. Alkena dan Alkuna – sebagai contoh adalah alkena atau alkuna
yang terisolasi, maka transisi   * teramati pada 175 dan 170
nm
Meskipun transisi ini memiliki energi yang lebih rendah
dibanding s  s*, namun masih pada daerah UV jauh / far UV –
namun demikian, energi transisi ini sensitif terhadap substitusi



25
III. Kromofor
B. Kromofor Organik
4. Karbonil – sistem tidak jenuh yang mengandung N atau O
dapat mengalami transisi n  * (~285 nm) sebagai
tambahan   *

Terlepas dari fakta bahwa transisi ini adalah forbidden oleh


selection rules (e = 15), transisi ini adalah yang paing sering
diamati dan dipelajari untuk transisi pada karbonil

Transisi ini juga sensitif terhadap substitusi pada karbonil

Mirip dengan alkena dan alkuna, karbonil tak tersubstitusi


mengalami transisi   * pada daerah vacuum UV (188 nm,
e = 900); sensitif terhadap efek substitusi

26
III. Kromofor
B. Kromofor Organik
4. Karbonil – transisi n  * (~285 nm);   * (188 nm)


Oksigen karbonil lebih
mendekati sp
n
C O
daripada sp2

 O

Transisi sCO dihilangkan agar lebih jelas


27
III.Kromofor
C. Efek Substituen
Umum – berdasar studi pada kromofor umum, hanya
transisi lemah n  * yang teramati dalam observasi
UV rutin

Gugus/substituen yang terikat (selain H) dapat


menggeser energi transisi

Substituen dapat meningkatkan intensitas dan panjang


gelombang absorpsi. Substituen/gugus ini disebut
sebagai auksokrom / auxochromes

Auksokrom yang umum meliputi gugus alkil, hidroksil,


alkoksi dan amino serta halogen

28
III. Kromofor
C. Efek Substituen
Umum – Substituen dapat memberikan empat efek kepada suatu kromofor

i. Bathochromic shift (red shift)/ pergeseran merah – pergeseran ke


l yang lebih panjang ; energi lebih rendah
ii. Hypsochromic shift (blue shift)/pergeseran biru – pergeseran ke l
yang lebih pendek; energi lebih tinggi
iii. Hyperchromic effect – peningkatan intensitas
iv. Hypochromic effect – penurunan intensitas

Hyperchromic

e Hypsochromic Bathochromic
Hypochromic

200 nm 700 nm
29
III. Kromofor
C. Efek Substituen
1. Konjugasi – efek substituen yang paling penting, yang berkaitan dengan
pergeseran bathochromic dan hyperchromic adalah kromofor tak jenuh:

H2C
lmax nm e
175 15,000
CH2

217 21,000

258 35,000

465 125,000

-carotene

O
n  * 280 12
  * 189 900

O n  * 280 27
  * 213 7,100

30
III. Kromofor
C. Efek Substituen
1. Konjugasi – Alkena
Pergeseran yang teramati dengan adanya konjugasi menunjukkan bahwa
dengan meningkatnya / bertambahnya konjugasi, terjadi penurunan
energi yang dibutuhkan untuk eksitasi elektronik

Dari teori orbital molekul (MO), dua orbital p atomik, f1 dan f2 dari dua
hibrid sp2 karbon bergabung membentuk dua orbital molekul Y1 dan
Y2* pada etilen

Y2 

f1 f2

Y1 

31
III. Kromofor
C. Efek Substituen
2. Konjugasi – Alkena
Pada butadiena, terdapat pencampuran 4 orbital p yang
menghasilkan 4 orbital molekul (MO) yang dengan distribusi
energi yang simetris jika dibandingkan terhadap etilen

Y4 
Y2 

Y3 

Y2

Y1 
Y1

DE untuk transisi HOMO  LUMO berkurang


Energi untuk transisi elektronik / eksitasi jadi lebih kecil
32
III. Kromofor
C. Efek Substituen
2. Konjugasi – Alkena
Dengan semakin panjang sistem konjugasi, maka gap/perbedaan
energi akan semakin kecil :

Energi lebih rendah=


Energi l Lebih panjang

etilen
butadien
heksatrien
oktatetraen 33
III. Kromofor
C. Efek Substituen
2. Konjugasi – Alkena
Demikian juga, pasangan elektron bebas pada N, O, S, X dapat
memperpanjang sistem konjugasi – auksokrom
Di sini terbentuk 3 orbital molekul (MO) – interaksi ini tidak sekuat
konjugasi sistem 
A

Y3 

 Y2

Energi

nA

Y1
34
III. Kromofor
C. Efek Substituen
2. Konjugasi – Alkena
Gugus metil juga menyebabkan bathochromic shift, meskipun
tidak ada elektron-  atau n
Efek ini dianggap melalui apa yang disebut sebagai
“hiperkonjugasi” atau resonansi ikatan sigma

C
H
C C H

35
Efek gugus substituen dapat secara handal dikuantifikasi dari
observasi empiris struktur terkonjugasi yang diketahui dan
diaplikasikan pada sistem baru.

Kuantifikasi ini disebut sebagai Aturan Woodward-Fieser yang akan


diaplikasikan pada tiga kromofor spesifik :
1. Diena terkonjugasi
2. Dienon terkonjugasi
3. Sistem Aromatik

lmax = 239 nm
36
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
1. Gambaran Umum
Untuk asiklik butadiena, ada dua kemungkinan konformasi :– s-cis
dan s-trans

s-trans s-cis

Konformasi s-cis secara keseluruhan berada pada energi potensial


yang lebih tinggi dibanding s-trans; oleh karena itu elektron
HOMO sistem terkonjugasi sedikit yang lompat ke LUMO – energi
lebih rendah, panjang gelombang lebih panjang

37
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
1. Gambaran Umum
Dua kemungkinan transisi   * dapat muncul untuk butadiena
Y2  Y3 dan Y2  Y4*
Y4 
175 nm –forb. 175 nm
Y3 
217 nm 253 nm
Y2
s-trans s-cis
Y1

Transisi Y2  Y4* biasanya tidak teramati :


• Energi untuk transisi ini berada di luar wilayah yang
biasanya diamati – 175 nm

• Untuk konformasi s-trans, transisi ini adalah forbidden


Tranisi Y2  Y3* teramati sebagai serapan yang kuat
38
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
1. Gambaran Umum
Transisi Y2  Y3* teramati sebagai serapan yang kuat (e =
20,000+) berdasar pada 217 nm dalam daerah UV yang diamati

Sementara pita ini tidak sensitif terhadap solven (seperti yang


diharapkan), dapat mengalami efek bathochromic dan
hyperchromic dari substituen alkil serta konjugasi lebih lanjut

lmax = 217 253 220 227 227 256 263 nm

39
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
2. Aturan Woodward-Fieser
Woodward dan Fiesers melakukan studi yang ekstensif pada
terpene dan alkena steroid mencatat substituen yang mirip dan
gambar struktur akan dapat diprediksi mengarah pada prediksi
empirik panjang gelombang dengan energi terendah transisi
elektronik   *

Hasil pekerjaan ini kemudian disuling oleh Scott pada tahun 1964
dalam pembahasan mendalam Aturan Woodward-Fieser
dikombinasikan dengan tabel dan contoh yang komprehensif –
(A.I. Scott, Interpretation of the Ultraviolet Spectra of Natural
Products, Pergamon, NY, 1964)

Interpretasi yag lebih modern dikompilasi oleh Rao pada 1975 –


(C.N.R. Rao, Ultraviolet and Visible Spectroscopy, 3rd Ed.,
Butterworths, London, 1975)

40
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
2. Aturan Woodward-Fieser - Diena
Aturan dimulai dengan nilai dasar untuk lmax kromofor yang
diamati :

butadiena asiklik = 217 nm

Kontribusi tambahan dari substituen ditambahkan kepada nilai


dasar sesuai nilai dasar gugus pada tabel:
Golongan Tambahan
Konjugasi yang diperpanjang +30
Tiap C=C ekso-siklik +5
Alkil +5
-OCOCH3 +0
-OR +6
-SR +30
-Cl, -Br +5
-NR2 +60 41
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
2. Aturan Woodward-Fieser - Diena
Sebagai Contoh :

Isopren
Butadiena asiklik = 217 nm
Satu alkil substisuen = + 5 nm
222 nm

Nilai hasil Eksperimental 220 nm

Alildienasikloheksana
Butadiena asiklik = 217 nm
Satu C=C eksosiklik = + 5 nm
Dua substitusi alkil = +10 nm
232 nm

Nilai hasil eksperimental 237 nm


42
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
3. Aturan Woodward-Fieser – Diena Siklik
Ada dua tipe utama diena siklik, dengan dua nilai dasar yang berbeda

Heteroannular (transoid): Homoannular (cisoid):

e = 5,000 – 15,000 e = 12,000-28,000


lmax dasar = 214 lmax dasar = 253

Tabel tambahan adalah sama seperti pada butadiena asiklik dengan


beberapa tambahan :
Gugus Tambahan
Tambahan homoannular +39
Ketika terdapat kedua tipe diena,
salah satu dengan l yang lebih
panjang sebagai nilai dasar

43
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
3. Aturan Woodward-Fieser – Diena Siklik
Pada era pre-NMR untuk penentuan spektra senyawa organik,
kekuatan metode untuk memperjelas isomer mudah terlihat

Sebagai contoh : abietic vs. levopimaric acid:

C OH C OH
O O

abietic acid levopimaric acid

44
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
3. Aturan Woodward-Fieser – Diena Siklik
Contoh :
1,2,3,7,8,8a-hexahydro-8a-methylnaphthalene
heteroannular diene = 214 nm

3 substituen alkil (3 x 5)+15 nm

1 C=C exo + 5 nm
234 nm

Nilai Eksperimental 235 nm

45
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
3. Aturan Woodward-Fieser – Diena Siklik

Diena heteroannular = 214 nm

4 substiuen alkil (4 x 5) +20 nm


1 C=C ekso + 5 nm
C OH
O 239 nm

Diena homoannular = 253 nm

4 substituen alkil (4 x 5) +20 nm


1 C=C ekso + 5 nm
C OH
O 278 nm
46
IV. Penentuan Struktur
A. Diena
3. Aturan Woodward-Fieser – Diena Siklik
Hati-hati – Tiga kesalahan umum

R
Senyawa ini memiliki tiga ikatan
rangkap eksosiklik, ditunjukkan
dengan ikatan rangkap terhadap dua
cincin

Struktur ini bukanlah diena


heteroannular; anda akan menggunakan
nilai dasar untuk diena asiklik

Seperti halnya ini bukanlah diena


homooannular; anda akan menggunakan
nilai dasar suatu diena asiklik

47
IV. Penentuan Struktur
B. Enones
1. Gambaran Umum
Karbonil, memiliki dua transisi elektronik utama :

 Mohon diingat bahwa transisi  


* adalah diijinkan dan memberikan
nilai e yang tinggi, tetapi berada
n pada daerah di luar rentang UV yang
rutin digunakan untuk pengamatan

 Transisi n  * adalah forbidden


dan memberikan nilai e yang sangat
rendah, tetapi dapat secara rutin
diamati

48
IV. Penentuan Struktur
B. Enones
1. Gambaran Umum
Untuk substituen auksokrom pada karbonil, hypsochromic shifts
jelas teramati untuk transisi n  * (lmax):
O
293 nm
H
Hal ini dijelaskan oleh induktif penarikan
O elekron oleh O, N, atau halogen dari
CH3 279 gugus karbonil – hal tersebut
menyebabkan elektron n pada oksigen
O karbonil terikat lebih kuat
235
Cl
Berbeda dengan efek auksokromik pada
O   * yang memperpanjang konjugasi
NH2
214 dan menyebabkan bathochromic shift

O Dalam banyak kasus, bathochromic shift


O
204 tidak cukup memadai untuk membuat
transisi   * berada pada rentang
O 204 yang teramati 49
OH
IV. Penentuan Struktur
B. Enone
1. Gambaran Umum
Kebalikannya, jika sistem C=O keduanya terkonjugasi n  * dan
  * , pita akan bergeser ke arah merah (batokromik)

Catatan :
i. Efek lebih nyata untuk   *

ii. Jika rantai konjugasi cukup panjang, intensitas pita 


 * akan overlap dan menghilangkan pita n  *

iii. Pergeseran transisi n  * adalah tidak dapat


diprediksi

Karena alasan ini, aturan Woodward-Fieser secara empirik untuk


enone terkonjugasi adalah untuk intensitas yang lebih tinggi, yaitu
transisi   * yang diijinkan

50
IV. Penentuan Struktur
B. Enone
1. Gambaran Umum
Efek dapat dilihat dari diagram MO untuk enone terkonjugasi :

Y4 

 
Y3 

n n

Y2

 
Y1
O O

51
IV. Penentuan Struktur
B. Enone
2. Aturan Woodward-Fieser - Enone
 a d g  a
 C C C d C C C C C
O O
Gugus Penambahan
Cincin 6 karbon atau enone asiklik Dasar 215 nm
Enone induk cincin 5 karbon Dasar 202 nm
Dienone asiklik Dasar 245 nm

Konjugasi perpanjangan ikatan rangkap 30


Gugus alkil atau residu cincin a, , g dan lebih tinggi 10, 12, 18
-OH a, , g dan lebih tinggi 35, 30, 18
-OR a, , g, d 35, 30, 17, 31
-O(C=O)R a, , d 6
-Cl a,  15, 12
-Br a,  25, 30
-NR2  95
Ikatan rangkat eksosiklik 5
Komponen diena homosiklik 39
52
IV. Penentuan Struktur
B. Enone
2. Aturan Woodward-Fieser - Enone
Aldehid, ester dan asam karboksilat memiliki nilai dasar yang
berbeda jika dibandingkan keton
Sistem Tak Jenuh Nilai Dasar
Aldehid 208
Dengan gugus alkil a atau  220
Dengan gugus alkil a, atau , 230
Dengan gugus alkil a,, 242

Asam atau Ester


Dengan gugus alkil a atau  208
Dengan gugus alkil a, atau , 217
Nilai gugus – ikatan rangkap dua +5
eksosiklik a,
Nilai gugus – ikatan endosiklik a, +5
pada cincin 5 atau 7 karbon
53
IV. Penentuan Struktur
B. Enone
2. Aturan Woodward-Fieser - Enone
Tidak sama seperti alkena terkonjugasi, solven tidak memberikan
efek terhadap lmax

Efek ini juga dijelaskan dengan aturan Woodward-Fieser

Koreksi Pelarut Penambahan


Air +8
Etanol, metanol 0
Kloroform -1
Dioksan -5
Eter -7
Hidrokarbon -11

54
IV. Penentuan Struktur
B. Enone
2. Aturan Woodward-Fieser - Enone
Beberapa contoh
enone siklik = 215 nm
2 x subs alkil  = (2 x 12) +24 nm
O 239 nm

Nilai eksperimental 238 nm

R
Enone siklik 215 nm
Perpanjngan konjugasi +30 nm
Residu cincin b +12 nm
Residu cincin d-ring +18 nm
O Ikatan rangkap eksosiklik + 5 nm
280 nm

Eksperimental 280 nm
55
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
1. Gambaran Umum
Meskipun cincin aromatik adalah kromofor yang paling luas dan
paling banyak dipelajari, absorpsi/serapan yang muncul dari
banyak transisi elekronik adalah kompleks

Benzen memiliki 6 orbital -MO, 3  terisi 3 * tidak terisi

6

4 5

2 3

1
56
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
1. Gambaran Umum
Satu hal yang diharapkan adalah ada empat kemungkinan transisi
HOMO-LUMO   * pada panjang gelombang yang dapat
diamati (konjugasi)

Dikarenakan masalah simetri dan selection rules, transisi energi


yang aktual diilustrasikan pada gambar kanan :
E1u
6
B1u
200 nm
4 5 (forbidden)
B2u

180 nm
260 nm (allowed)
2 3 (forbidden)
A1g
1
57
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
1. Gambaran Umum
Transisi yang diijinkan (e = 47,000) tidak berada pada rentang
yang rutin digunakan UV pada 180 nm, dan disebut sebagai pita
utama

Transisi forbidden (e = 7400) teramati jika efek substituen ke


daerah yang dapat diamati, ini disebut sebagai pita utama kedua

Pada 260 nm adalah transisi forbidden


lain (e = 230), disebut pita sekunder

Transisi ini diijinkan karena gangguan


simetri oleh keadaan energi vibrasional,
overlap yang diamati kemudian disebut
sebagai fine structure

58
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
1. Gambaran Umum
Substitusi, auksokromik, konjugasi dan efek pelarut
dapat menyebabka pergeseran pada panjang
gelombang dan intensitas sistem aromatik yang mirip
dengan diena dan enone

Namun demikian, pergeseran ini sulit diprediksi –


formulasi aturan empirik sebagian besar tidak efisien
(banyak pengecualian dibandingkan aturan)

59
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
a. Substituen dengan Elektron tak terbagi
• Jika gugus yang terikat ke cincin memilki elektron n,
maka akan menginduksi pergeseran pada pita absorpsi
utama dan sekunder

• Elektron non-bonding memperpanjang sistem  melalui


resonansi - menurunkan energi transisi   *

• Lebih banyak pasangan elektron n akan memberikan


pergeseran yang lebih besar

G G G G

60
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
a. Substituen dengan elektron yang tidak dibagi
• Adanya elektron n akan memberikan kemungkinan
transisi n  *

• Jika ini muncul, elektron akan pindah dari G, menjadi


elektron ekstra/berlebih pada orbital anti-bonding *
dari cincin

• Keadaan ini disebut charge-transfer excited state

G G G G
*
- *
*
*

61
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
a. Substituen dengan elektron yang tidak dibagi
• pH dapat merubah sifat gugus fungsi
• Deprotonasi oksigen memberika lebih banyak pasangan
n, menurunkan energi transisi
• Protonasi nitrogen mengeliminasi pasangan elektron n,
meningkatkan energ transisi

Primary Secondary
Substituen lmax e lmax e
-H 203.5 7,400 254 204
-OH 211 6,200 270 1,450
-O- 235 9,400 287 2,600
-NH2 230 8,600 280 1,430
-NH3+ 203 7,500 254 169
-C(O)OH 230 11,600 273 970
-C(O)O- 224 8,700 268 560

62
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
b. Substituen yang mampu untuk konjugasi 
• Ketika substituen adalah suatu kromofor , akan dapat
berinteraksi dengan sistem  benzen

• Pada asam benzoat, menyebabkan pergeseran pada


pita utama/primer dan sekunder

• Untuk ion benzoat, efek elektron ekstra dari anion


sedikit menurunkan efek

Primary Secondary

Substituen lmax e lmax e

-C(O)OH 230 11,600 273 970

-C(O)O- 224 8,700 268 560

63
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
c. Efek pendonor elektron (Electron-donating) dan Penarik
Elektron (electron-withdrawing)
• Keberadaan gugus menggeser pita absorpsi
utama/primer ke l yang kebih panjang

• Gugus penarik elektron tidak memberikan pengaruh


pada posisi pita absorpsi sekunder

• Gugus pendonor elektron meningkatkan l dan e dari


pita absorpsi sekunder

64
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
c. Efek Pendonor dan Penarik Elektron

Primary Secondary
Substituen lmax e lmax e
Electron donating

-H 203.5 7,400 254 204


-CH3 207 7,000 261 225
-Cl 210 7,400 264 190
-Br 210 7,900 261 192
-OH 211 6,200 270 1,450
-OCH3 217 6,400 269 1,480
-NH2 230 8,600 280 1,430
Electron withdrawing

-CN 224 13,000 271 1,000


C(O)OH 230 11,600 273 970
-C(O)H 250 11,400
-C(O)CH3 224 9,800
-NO2 269 7,800

65
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
d. Efek Di-substitusi dan multi-substitusi
• Pada aromatik yang di-substitusi, perlu untuk
mempertimbangkan kedua gugus

• Jika kedua gugus adalah pendonor atau penarik


elektron, efeknya mirip dengan efek yang lebih kuat
pada dua gugus jika cincin tersubstitusi tunggal

• Jika satu gugus adalah penarik elektron dan satu gugus


pendonor elektron, dan pada posisi para, maka
besarnya pergesera adalah lebih besar daripada
penjumlahan efek kedua gugus

• Contoh p-nitroanilin:
O O
H2N N H2N N
O O
66
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
d. Efek Di-substitusi dan Multi-substitusi
• Jika dua gugus yang secara elektron tidak mirip pada
posisi ortho- atau meta-, efeknya biasanya
penjumlahan dari efek individual gugus ( meta- tidak
ada resonansi; ortho- hambatan sterik)

O R

67
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
d. Di-substitusi dan multi-substitusi
Kromofor Induk lmax

R = alkil atau residu cincin 246

R=H 250

R = OH atau O-Alkil 230

O R Penambahan substituen
G o m p
Alkil atau residu cincin 3 3 10
Alkik –O-, -OH, Cincin –O 7 7 25
-O- 11 20 78
G
-Cl 0 0 10
-Br 2 2 15
-NH2 13 13 58
-NHC(O)CH3 20 20 45
-NHCH3 73
-N(CH3)2 20 20 85
68
IV. Penentuan Struktur
C. Senyawa Aromatik
2. Efek Substituen
d. Aromatik Polinuclear
• Ketika jumlah cincin aromatik yang bergabung
meningkat, l untuk pita utama/primer dan sekunder
juga meningkat

• Untuk sistem heteroatomik spektra menjadi semakin


kompleks dengan penambahan transisi n  * dan
efek ukuran cincin 69
V. Spektroskopi Visibel
A. Warna
1. Umum
• Porsi spektrum EM 400 – 800 nm dapat diamati oleh
manusia

400 500 600 700 800

l, nm
Violet 400-420
Indigo 420-440
Blue 440-490
Green 490-570
Yellow 570-585
Orange 585-620
Red 620-780
70
V. Spektroskopi Visibel
A. Warna
1. Umum
• Ketika cahaya putih (l kontinyu) lewat, atau dipantulkan
pada suatu permukaan, maka cahaya yang diabsorpsi akan
dihilangkan dari yang ditransmisikan/diteruskan atau
dipantulkan

• Yang kemudian “terlihat” adalah warna komplementernya


(yaitu yang tidak diserap/diabsorpsi)

71
V. Spektroskopi Visibel
A. Warna
1. Umum
• Senyawa organik yang “berwarna” biasanya memilliki sistem
konjugasi yang ekstensif (biasanya lebih dari 5)

• Contoh : -carotene

-carotene, lmax = 455 nm

lmax pada 455 – pada daerah biru jauh dari


spektrum – diabsorpsi

Cahaya yang masih ada yaitu kompelennya


berwarna oranye

72
V. Spektroskopi Visibel
A. Warna
1. Umum
• Contoh:

lycopene, lmax = 474 nm

O
H
N

N
H
O
indigo

lmax untuk lycopene adalah pada 474 – dekat


dengan daerah biru pada spektrum –
diabsorpsi, komplemennya adalah merah

lmax untuk indigo adalah pada 602 –pada


daerah oranye pada spektrum – diabsorpsi,
komplemennya adalah indigo 73
V. Spektroskopi Visibel
A. Warna
1. Umum
• Salah satu golongan yang umum dari molekul organik yang
berwarna ada zat warna azo (azo dyes):

N N

EWGs EDGs

Berdasarkan diskusi pada kromofor aromatik


disubstitusi – efek gugus yang berlawanan adalah
lebih besar dibanding jumlah efek individual

74

Anda mungkin juga menyukai