Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH
FARMAKOKINETIKA DASAR
ANALISIS OBAT DALAM CAIRAN HAYATI

OLEH

NAMA KELOMPOK :
KELOMPOK : VI (ENAM)
KELAS :C
DOSEN : apt. SUNANDAR IHSAN, S.Farm., M.Sc.

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah senantiasa memberikan kita
berbagai nikmat, sehingga saat ini kita masih diberi kesempatan untuk terus menuntut ilmu,
mengembangkan wawasan kita, dan sehingga makalah ini dapat saya selesaikan dengan baik dan tepat
waktu. Semoga kita dapat mensyukuri segala nikmat yang di berikan-Nya dan menjadikannya sarana
untuk selalu beribadah kepada-Nya.
Adapun makalah ini berjudul Analisis obat dalam cairan hayati yang bertujuan untuk melengkapi
nilai tugas mata kuliah Farmakokinetika Dasar sebagai sarana untuk lebih memperdalam wawasan dan
pengetahuan dalam mata kuliah ini.

Oleh karena kami merasa ada kekurangan dalam makalah ini, untuk itu kami mengharapkan segala
kritik dan saran serta masukan-masukan yang bersifat membangun dari dosen dan teman-teman sekalian.
Semoga apa yang disampaikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam
pembelajaran maupun sebagai wawasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Akhir kata, terima kasih
dan selamat membaca.

Kendari, 3 Mei 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. PARAMETER PENILAIAN KESAHIHAN DALAM ANALISIS OBAT


B. LANGKAH-LANGKAH PENETAPAN OBAT DALAM DARAH
C. CONTOH ANALISISOBAT DALAM DARAH
D. REVIEW JURNAL ANALISIS OBAT DALAM DARAH

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak tahun 1920-an, diprakarsai oleh Widmark yang meneliti proses detoksifikasi alkohol, perhatian
ilmuwan dunia mulai terfokus pada studi metabolisme dan eliminasi obat di dalam tubuh. Bahkan sampai
Perang Dunia II usai, ilmu analisis biofarmasi semakin dikenal secara luas dan bahkan mulai dilakukan secara
rutin dengan metode yang sistematis. Hal ini juga didukung oleh perkembangan yang pesat dari instrumen
analisis yang mampu mendeteksi kadar obat dalam konsentrasi yang sangat rendah (mikro – nanogram per
mililiter) yang terdapat dalam media biologis (Harmita, Umar Mansur, Firnando.,2004).
Intensitas efek farmakologik suatu obat seringkali dikaitkan dengan dosis obat yang dikonsumsi. Namun
sebenarnya konsentrasi obat bebas yang berikatan dengan reseptor-lah yang menentukan besarnya efek
farmakologik yang diberikan oleh suatu obat. Reseptor sebagian besar terdapat dalam sel-sel jaringan. Oleh
karena sebagian besar sel-sel jaringan diperfusi oleh darah, maka pemeriksaan kadar obat dalam darah
merupakan suatu metode yang paling akurat untuk pemantauan pengobatan dan pengoptimalan manfaat terapi
obat dalam pelayanan farmasi(Harmita, Umar Mansur, Firnando.,2004).
Dalam analisis dengan menggunakan cairan biologis perlu dicermati adanya metabolit dari obat induk,
karena dengan adanya metabolit, analisis suatu obat dapat saja memberikan hasil yang menyesatkan. Sehingga
diperlukan suatu metode yang dapat mengidentifikasi secara akurat baik obat induk maupun metabolitnya
Penetapan kadar obat dalam cairan biologi membutuhkan metode dengan selektivitas tinggi, sensitivitas sampai
tingkat bpj (bagian per juta), dan gangguan yang sedikit mungkin dari zat pengganggu. Salah satu cara yang
banyak digunakan adalah metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Harahap Yahdiana, Umar Mansur,
Theresia Sinandang.,2006).
Penetapan kadar obat dalam cairan biologi membutuhkan metode dengan selektivitas tinggi, sensitivitas
sampai tingkat bpj (bagian per juta), dan gangguan yang sedikit mungkin dari zat pengganggu. Salah satu cara
yang banyak digunakan adalah metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Harmita, Umar Mansur,
Firnando.,2004).

B. Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah analisis obat didalam cairan
hayati.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Parameter Penilaian Kesahihan Dalam Analisis Obat

Parameter Penilaian Kesahihan dalam Analisis Obat


Di dalam studi farmakokinetik, metode analisis kadar obat di dalam spesimen hayati merupakan kunci
utama kesahihan data farmakokinetik yang diperoleh. Apakah data yang didapat benar-benar menerangkan
nasib obat in vivo, sangat tergantung validitas metode analisis. Oleh sebab itu sebelum melakukan studi,
langkah pertama yang selalu dilakukan ialah menguji suatu metode analisis, apakah ia telah memenuhi
persyaratan validitas. Ada empat parameter yang digunakan untuk menilai validitas metode analisis, yaitu :
Pertama, selektivitas. Suatu metode analisis dikatakan selektif jika ia mampu mengukur senyawa yang
akan diukur. Di dalam farmakokinetik yang diukur dan dipantau kadarnya di dalam spesimen hayati pada
umumnya ialah obat utuh yang tidak mengalami metabolisme di dalam tubuh. Sebab lazimnya obat utuh inilah
yang aktif secara farmakologik atau mikrobiologik (kalau obatnya antibiotik). Jadi pada dasarnya yang diukur
dan dipantau kadarnya dalam darah adalah obat utuh yang aktif secara farmakologik atau mikrobiologik.
Apabila yang aktif secara farmakologik atau mikrobiologik adalah metabolit obat, misalnya dalam hal pro-
drug, maka metode analisis harus mengukur dan memantau kadar metabolit aktif di dalam spesimen hayati.
Jika suatu metode analisis tidak selektif, artinya mengukur obat utuh plus metabolitnya, maka data kadar obat
dalam spesimen hayati terhadap waktu tidak menggambarkan kenyataan yang sebenarnya tentang
farmakokinetik obat utuh pada tiap-tiap waktu, sehingga pada gilirannya menyebabkan kesalahan pada nilai
parameter farmakokinetik obat utuh tersebut, misalnya AUC yang diperoleh lebih besar dari yang seharusnya,
atau harga klirens obat lebih kecil dari yang seharusnya. Kesalahan ini selanjutnya menyebabkan kesalahan
pada penetapan besar dosis.
Kedua, sensitivitas. Metode analisis yang digunakan harus sensitif (peka), sehingga mampu mengukur
kadar obat utuh yang berada di dalam spesimen hayati. Biasanya setelah obat diberikan secara ekstravaskular,
kadar rendah terdapat selama awal absorpsi obat dan pada akhir-akhir waktu pada fase eliminasi, yaitu sampai 5
sampai 7 kali waktu-paro eliminasi sejak obat diberikan. Apalagi jika dosis obat yang diberikan cukup rendah,
misainya obat-obat basa lemah, faktor sensitivitas ini harus dipenuhi. Ketika mengukur kadar yang sangat
rendah, hendaknya signal to noise ratio bernilai lebih dari 3. Yang dimaksud signal adalah defleksi atau peak
kromatogram yang dihasilkan oleh obat yang diukur, sedangkan noise adalah defleksi atau peak kromatogram
yang dihasilkan oleh baseline. Akibat tidak pekanya suatu metode analisis ialah kemungkinan tidak
terpantaunya kadar obat yang rendah selama fase absorpsi dan eliminasi, sehingga dapat menimbulkan
kesalahan dalam penetapan model dan harga parameter farmakokinetik. Oleh sebab itu, metode analisis
hendaknya memenuhi syarat batas pengukuran terendah (limit of quontificotion, LOQ).
Ketiga, akurasi. Suatu metode analisis harus akurat, artinya mampu mengukur kadar obat yang
sebenarnya, Misalnya, kadar obat di dalam spesimen hayati ialah 10 µg/mL, maka idealnya ia harus bisa
menemukan kadar 10 µg/mL tersebut, atau memiki perolehan kembali (recovery) 100 persen. Namun karena
nilai absolut tidak pernah dicapai oleh suatu metode, maka setidaknya metode tersebut dapat mengukur 90
persen dari kadar obat yang sebenarnya. Dengan kata lain, kesalahan analisis sistematik (systematic analytical
error, atau systematic error) suatu metode hendaknya tidak lebih dari 10 persen. Apabila suatu metode harus
didahului dengan preparasi sampel yang cukup panjang, misalnya dengan ekstraksi, maka akurasi yang dicapai
hendaknya tidak kurang dari 75 persen. Perlu diketahui, karena kadar obat di dalam spesimen hayati berkisar
dari rendah ke tinggi, maka uji akurasi metode setidaknya juga menggunakan kadar obat rendah dan tinggi.
Nilai akurasi yang cukup tinggi amat diperlukan di dalam farmakokinetik, agar kadar obat yang didapat benar-
benar mampu menerangkan kadar yang sesungguhnya in vivo. Oleh sebab itu akurasi yang rendah tidak
menerangkan farmakokinetik obat yang sebenarnya terjadi in vivo, sehingga nilai parameter yang diperoleh
tidak akurat. Terlebih jika yang akan dipantau adalah profil kadar obat di dalam urin, dan akan digunakan
metode urin kumulatif untuk menerangkan data, akurasi dan selektivitas metode analisis merupakan syarat
mutlak kesahihan metode. Jangan sampai terjadi, misalnya 100 mg obat diberikan secara intravena, jumlah obat
yang ditemukan di dalam urin melebihi dosis yang diberikan.
Keempat, presisi. Metode analisis hendaknya merniliki ketelitian yang tinggi, maksudnya pada
pengukuran berulang-ulang untuk kadar yang sama akan menghasilkan variasi yang relatif rendah. Ukuran
presisi yang lazim digunakan adalah ketidak-telitian (imprecision), dan biasanya dinyatakan sebagai koefisien
variasi pengukuran. Di dalam farmakokinetik, profil kadar obat di dalam spesimen hayati bervariasi dari rendah
sampai tinggi. Misalnya setelah obat diberikan secara intravena bolus, tentu kadar obat pada awal pemberian
cukup tinggi, tergantung dosis yang diberikan. Namun jika waktu telah berjalan sekian lama, biasanya sampai
5-7 kali waktu-paro eliminasinya, kadar obat dalam spesimen hayati sudah sangat rendah. Begitu pula sesudah
obat diberikan secara ekstravaskular, kadar puncak obat di dalam sampel cukup tinggi, sedangkan pada awal
sejak pemberian obat kadarnya masih rendah dan pada akhir proses eliminasi (5-7 kali waktu-paro
eliminasinya). kadarnya sangat rendah. Dari fakta ini maka pengukuran presisi suatu metode analisis setidaknya
dilakukan menggunakan kadar obat rendah dan tinggi. Biasanya pada kadar obat yang tinggi, presisi yang
dicapai cukup tinggi, yaitu koefisien variasinya bisa mencapai di bawah 5 persen. Sebaliknya pada kadar obat
rendah, koefisien variasi hendaknya tidak lebih dari 10 persen. Dalam jargon imu kimia analisa, koefisien
variasi ini sering disebut kesalahan acak analisis (random analytical error, atau random error).
Dalam kimla analisis dikenal pula istilah within-day variation (variasi dalam sehari) dan day-to-day
variation (variasi hari-ke-hari). Biasanya sampel-sampel hayati yang harus ditetapkan kadarnya bisa nencapai
jumlah puluhan atau bahkan ratusan, sehingga diperlukan pengerjaan analisis sehari penuh atau berhari-hari.
Kalau misalnya aken menggunakan instrumen analisis terus menerus selama sehari penuh, kemungkinan akan
terjadi penurunan presisi instrumen. Oleh sebab itu besar defleksi atau tinggi puncak kromatogram perlu di
pantau secara periodik, misalnya pada waktu pagi, siang atau sore hari, biasanya menggunakan kadar obat yang
sama. Jika variasinya relatif kecil maka dikatakan bahwa within-day variation dari instrumen tersebut kecil
sehingga tidak akan berpengaruh pada pengukuran kadar obat dalam sampel. Demikian juga ketika akan
mengukur sampel setiap hari, pemantauan presisi instrunien hendaknya juga dilakukan setiap hari, agar day-to-
day variation diketahui, Namun kedua uji variasi ini tidak periu dilakukan jika setiap hari selalu membuat
kurva baku baru pada awal atau disela-sela analisis sampel.
Satu hal lain yang perlu dicermati ialah kurva baku, Kurva baku merupakan acuan pada penetapan kadar obat di
dalam sampel, sehingga harus dibuat secermat mungkin, Kesalahan dalam kurva baku akan menimbulkan
kesalahan sistematik (yaitu kesalahan yang selalu terjadi) pada kadar sampel yang diukur. Sebelumnya telah
dikemukakan bahwa kadar obat di dalam spesimen hayati selalu berkisar dari rendah ke tinggi, misalnya dari 1
µg/mL sampai 100 µg/mL. Dari contoh ini maka kadar obat yang digunakan untuk membuat kurva baku
hendaknya meliputi rentang kadar tersebut, misalnya dari 0,5 Hg/mL sampai 150 µg/ml. Karena rentang
kadarnya cukup lebar, maka hendaknya kurva baku dibuat menggunakan 6-8 kadar yang berbeda, agar
diperoleh nilal koefisien korelasi mendekati satu. Tetapi sekiranya kadar obat yang ditemui in vivo ternyata
lebih dari 150 µg/mL, tidak dianjurkan menggunakan cara ekstrapolasi, tetapi membuat lagi kurva baku yang
lebih representatif(Hakim,2017).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis diuraikan dan
didefinisikan sebagaimana cara penentuannya.

1. Kecermatan (accuracy)
Definisi:
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang
sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang
ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam
keseluruhan tahapan analisis.
2. Keseksamaan (precision)
Definisi:
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur
melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-
sampel yang diambil dari campuran yang homogen.
3. Selektivitas (Spesifisitas)
Definisi
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja
secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.
Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang
dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai,
senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak
mengandung bahan lain yang ditambahkan.
4. Linearitas dan Rentang
Definisi:
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau
dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam
sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan
dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.
5. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Definisi:
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan
respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas
kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam
sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
6. Ketangguhan metode (ruggedness)
Definisi:
Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama
dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari
yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi
atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi
operasi normal antara lab dan antar analis.
7. Kekuatan (Robustness)
Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus
menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi.

B. Langkah-Langkah Penetapan Obat Dalam Darah

1. Penyiapan Sampel plasma


2. Kurva Baku spiked-plasma Obat dan Linieritas Metode Analisis
3. Selektivitas, Akurasi, dan Presisi Metode Analisis
4. Stabilitas
Dua larutan sampel spiked-plasma pada konsentrasi QCL dan QCH untuk uji stabilitas jangka pendek,
jangka panjang, siklus bekucair, dan paska preparasi vankomisin. Pada uji stabilitas jangka pendek,
sampel disimpan pada suhu kamar (25oC), kemudian pengujian dilakukan pada jam ke- 0, 6, dan 24
dengan dibuat sebanyak 3 replikasi untuk masingmasing konsentrasi. Penentuan Kadar Obat dalam
Spiked-plasma
5. Analisis Data
Parameter yang digunakan untuk kriteria penerimaan presisi adalah persen koefisien variasi (% CV)
dengan persyaratan % CV tidak boleh lebih dari ±15%, kecuali untuk batas terendah yaitu 3,0 μg/mL
(LLoQ) tidak boleh lebih dari ±20%.

C. Contoh Analisis Obat Dalam Darah

1. Penyiapan Sampel plasma


Plasma manusia diperoleh dari Palang Merah Indonesia (PMI)
2. Kurva Baku spiked-plasma Vankomisin dan Linieritas Metode Analisis
Dibuat larutan stok vankomisin 1000 µg/mL untuk membuat larutan stok kerja vankomisin 100 µg/mL
menggunakan pelarut fase gerak. Dipipet sejumlah larutan stok kerja lalu ditambahkan plasma hingga
mencapai volume akhir 200 mikroliter untuk membuat seri kadar spiked-plasma vankomisin pada
konsentrasi 0, 3, 10, 20, 30, 50, dan 60 μg/mL. Nilai linearitas ditentukan dengan menggunakan least
square method dari kurva baku tersebut.
3. Selektivitas, Akurasi, dan Presisi Metode Analisis
Sebanyak 6 larutan spiked-plasma vankomisin pada konsentrasi 3 μg/mL yang berasal dari individu
yang berbeda disiapkan untuk pengujian selektivitas metode. Disiapkan pula 4 larutan sampel spiked-
plasma pada konsentrasi 3,0; 15,0; 31,5; 48,0 μg/mL sebagai konsentrasi LLoQ (Lower Limit of
Quantification), QCL (Quality ControlLow), QCM (Quality Control-Medium), dan QCH (Quality
Control-High). Dilakukan pengujian akurasi dan presisi metode sebanyak 5 kali replikasi pada keempat
konsentrasi tersebut selama 3 hari. (Wibowo Ari, Damas Inggil Maulidina, Wahyuni Shalatan Fitri,
Vitarani Dwi Ananda Ningrum.,2019).
Contoh analisis obat dalam darah:obat benzodiazepins
Darah mungkin satu-satunya medium dengan potensi untuk menunjukkan apakah seseorang berada
di bawah pengaruh BZD, atau tidak, pada saat pengumpulan. Hal itu dianggap sebagai unsur penting
dalam mengendalikan penyalahgunaan narkoba di tempat kerja. Dari sudut pandang yang praktis,
sampel darah adalah yang paling mudah dikumpulkan, dibandingkan dengan air liur atau bahkan air
seni. Dalam akta, itu perlu dilakukan oleh baik medis per- sonnel di laboratorium. Akan tetapi, proses
ini membutuhkan waktu, dan kadang-kadang, hal itu dapat berarti perbedaan akurasi antara ujian yang
positif atau negatif. Tes darah dapat dilakukan untuk mengukur tingkat BZDs tertentu dan metabolit
mereka tetapi lebih jarang dipraktekkan karena prosedur invasif mereka. Darah yang tidak seperti urin
sangat menguntungkan untuk dapat dihilangkan, dan selain itu, ada bukti hubungan antara jumlah darah
yang diserap dan tingkat darah sehingga mempengaruhi sistem saraf pusat (dosis /Hubungan konsentrasi
dan efek/dosis) [39]. -e de- tection jendela dalam darah lebih sempit dari urin, dan konsentrasi yang
lebih rendah. -erefore, sebuah teknik pengukuhan yang sangat spesifik wajib untuk periode de- tection
of BZDs dan metabolit mereka dalam darah seperti HPLC atau LC-MS [11, 17-19], gas kromatografi,
atau spektrometri gc [10, 13-15, 18]. Dalam daftar harian itu terdapat banyak zat en- do(protein dalam
darah atau asam lemak dalam urin) yang jumlahnya jauh di atas senyawa - senyawa itu dan metabolit
mereka untuk diukur. Banyak senyawa endogen memiliki kelompok fungsional yang aktif (seperti
fungsi karboxylic dari asam amino atau asam lemak) yang dapat berpartisipasi dalam de- rivatisasi
reaksi dan mengganggu analisis senyawa bunga. Jadi, pemrosesan sampel merupakan langkah
fundamental untuk jenis analisis ini. Dalam hal ini, teknik isolasi modern, misalnya, ekstraksi solid-fase,
diperlukan(Qriouet,2019).
D.Riview Jurnal analisis obat dalam cairan hayati

Judul jurnal Analytical Methods Used for the Detection and Quantification of Benzodiazepines

Nama jurnal Hindawi Journal of Analytical Methods in Chemistry,


Tahun jurnal 26,May,2019

Penulis jurnal Zidane Qriouet ,1,2 Zineb Qmichou ,1 Nadia Bouchoutrouch,1 Hassan
Mahi,1Yahia Cherrah,2 and Hassan Sefrioui 1

Volume jurnal Volume 2019, Article ID 2035492,

Halaman jurnal 1_12

Riviewer Kelompok VI farmakokinetik

Latar belakang BEnzodiazepines (BZDs) adalah sejenis obat psikoaktif, yang diperkenalkan pada
tahun 1960-an, menciptakan revolusi di bidang obat-obatan berbahaya [1]. Daftar
dari BZDs yang paling telah ditetapkan di dunia dikatagorikan, menurut milik
utama mereka, sebagai antikejang-kejang, obat penenang, anxiolytic, amnesia, dan
hipnosis [2, 3]. BZDs termasuk di antara obat psikotropika yang paling diresepkan
di negeri-negeri barat, khususnya di prancis [4]. Pemanfaatan tingkat tahunan eir
sekitar 2% hingga 17% [4, 5] dan bervariasi antara negara dan dari satu
penelitian ilmiah ke yang lain. -e penyalahgunaan atau penyalahgunaan BZDs
adalah salah satu potensi masalah sosial yang serius di seluruh dunia. -resep eir
harus dievaluasi setelah periode singkat (12 minggu), karena penggunaan BZDs
jangka panjang juga digambarkan sebagai penyebab efek kognitif (meningkatnya
kasus demensia), ketergantungan, dan penghentian ketergantungan [6-8]. Memang
benar, rekomendasi internasional resmi yang perlu diperhatikan — penggunaan
molekul BZDs yang bersifat terapeutik ini sering diperbarui, dengan menekankan
jangka waktu resep yang singkat dan tanpa gangguan guna menghindari
kemungkinan penyalahgunaan obat - obatan tersebut.

Tujuan

Alat dan bahan

Metode penelitian

Hasil

Pembahasan

Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Harahap Yahdiana, Umar Mansur, Theresia Sinandang.,2006. Analisis Glimepirida Dalam Plasma Tikus.
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. Iii, No.1, Issn : 1693-9883

Hakim, L., 2017, Farmakokinetik Edisi 2, Bursa Ilmu : Yogyakarta.

Harmita, 2006. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian,
Vol. I, No.3, Issn : 1693-9883

Harmita, Umar Mansur, Firnando.,2004. Metode Penetapan Kadar Meloxicam Dalam Darah Manusia In Vitro
Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.2, Issn : 1693-9883

Wibowo Ari, Damas Inggil Maulidina, Wahyuni Shalatan Fitri, Vitarani Dwi Ananda Ningrum.,2019. Validasi
Metode Bioanalisis Vankomisin Dalam Spiked-Plasma Manusia Menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi-Detektor UV Untuk Aplikasi Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah. Jurnal Ilmu-Ilmu
MIPA. Vol. 19, No. 1 ISSN: 2503-2364

Qriouet,Z.,Zineb,Q.,Nadia,B.,Hassan,M.,Yahia,C.,dan Hassan,S.,2019.Analytical Methods Used for the


Detection andQuantification of Benzodiazepines,Hindawi Journal of Analytical Methods in
Chemistry,Volume 2019, Article ID 2035492.

Anda mungkin juga menyukai