Anda di halaman 1dari 36

PENETAPAN KADAR OKTIL METOKSISINAMAT DALAM

LOSIO DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR


KINERJA TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

Oleh:

MUHAMMAD SYAHRUM HARAHAP


NIM 122410010

PROGRAM STUDI
DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Oktil Metoksi

Sinamat Dalam Lusio Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT)”. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar ahlimadya pada program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan pada

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bimbingan

dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program

Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

3. Ibu Dra. Sudarmi, M.Si.,Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh

perhatian hingga selesainya Tugas Akhir ini.

4. Bapak Drs. Awaluddin Saragih M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing

Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program

Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

2
5. Ibu Lambok Okta SR, M.Kes., Apt., selaku Manager Mutu di Balai Besar

POM Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja

Lapangan.

6. Kakak Fanny Annita Raprap, S.Si., Apt., selaku Penanggung jawab

Laboratorium Kosmetik di Balai Besar POM Medan yang telah membantu

penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan.

7. Kakak penulis Sri Belia, yang selalu memberikan nasehat dan kasih

sayang kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Sahrum,Amin,Dian,Vegi,Nana yang

selalu semangat dan selalu menghibur penulis setiap saat.

Dan terkhusus ucapan terima kasih kepada orang tua penulis bapak Husni

Harahap dan ibu Nurhadiah yang tercinta yang telah memberikan do’a restu

kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari dalam tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran

dan kritik yang bersifat membangun yang pada akhirnya dapat digunakan untuk

menambah pengetahuan dan berguna bagi kita semua. Akhir kata semoga Allah

SWT melimpahkan rahmat dan karuni-Nya untuk kita semua, Amin.

Medan, Juni 2015

Penulis,

MUHAMMAD SYAHRUM HRP


NIM 122410010

3
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat .............................................................. 2

1.2.1 Tujuan .......................................................................... 2

1.2.2 Manfaat ........................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lotio ...................................................................................... 3

2.1.1 Pembagian lotio berdasarkan fungsinya ........................ 3

2.2 Oktil Metoksisinamat ............................................................. 4

2.3 Tabir surya.............................................................................. 5

2.4 Kromatografi ......................................................................... 7

2.4.1 Pembagian Kromatografi .............................................. 7

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.......................................... 8

2.5.1 Klasifikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .............. 9

2.5.2 Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .......... 12

4
BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat Pengujian ................................................................ 16

3.2 Alat – alat ............................................................................. 16

3.3 Bahan – bahan ...................................................................... 16

3.4 Sampel .................................................................................. 16

3.5 Prosedur ............................................................................... 17

3.5.1 Pembuatan Larutan Uji ................................................ 17

3.5.2 Larutan Baku Pembanding .......................................... 17

3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ....................................... 18

3.6.1 Pengaturan Kondisi Sistem ............................................ 18

3.6.2 Mengaktifkan Sistem ..................................................... 18

3.6.3 Penentuan Garis Alas ..................................................... 18

3.7 Cara Penatapan ....................................................................... 18

3.8 Ketentuan Hasil ...................................................................... 19

3.9 Persyaratan ............................................................................. 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ...................................................................................... 20

4.2 Pembahasan ........................................................................... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ........................................................................... 22

5.2 Saran ...................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 23

5
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) ................................................................................. 25

Lampiran 2. Gambar Alat Ultrasonic Cleaner dan Sampel Herborist ..... 26

Lampiran 3. Neraca Mikro, Neraca Analitik ............................................ 27

Lampiran 4. Kromatogram Larutan Baku Oktil Metoksisinamat ............ 28

Lampiran 5. Kromatogram Larutan Uji Oktil Metoksisinamat ................ 29

Lampiran 6. Perhitungan Penetapan kadar oktil Metoksisinamat .......... .. 30

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke 19,

pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga

untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai

secara besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik menjadi salah satu bagian dunia

usaaha. Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan

antara kosmetik dan obat (pharmaceutical) atau yang disebut dengan kosmetik

medik (cosmeceuticals) (Tranggono dan Latifah 2007).

Losio adalah produk kosmetik yang umumnya berupa emulsi, terdiri dari

sedikitnya dua cairan yang tidak tercampur dan mempunyai viskositas rendah

serta dapat mengalir dibawah pengaruh gravitasi. Proses pembuatan losion adalah

dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam fase air pada bahan-

6
bahan yang larut dalam fase lemak, dengan cara pemanasan dan pengadukan.

Losion merupakan campuran dari air, alkohol, emolien, humektan, bahan

pengental, bahan pengawet dan bahan pewangi (Mitsui, 1997).

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, dimana pada orang

dewasa beratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak. Kuit menutupi

permukaan lebih dari 20.000 cm² dan mempunyai bermacam-macam fungsi dan

kegunaan. Kulit berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika dan kimia,

termostat dalam mempertahankan suhu tubuh,melindungi tubuh dari serangan

mikroorganisme, sinar ultraviolet, dan berperan dalam mengatur tekanan darah

(Lachman, dkk.,1994).

Banyak produk kosmetik yang mengandung tabir surya yang beredar di

masyarakat. Ada yang berupa zat tunggal maupun campuran. Salah satu contoh

campurannya adalah Oktil metoksisinamat dan oksibenzon. Metode resmi untuk

penetapan kadar campuran kedua senyawa tersebut belum ada, padahal dalam

industri kosmetik sangat dibutuhkan metode analisa yang cepat dan memenuhi

persyaratan kesahihan yang ditetapkan. Oleh karena itu, diperlukan metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang memiliki daya pisah, ketepatan

dan ketelitian yang tinggi untuk menetapkan kadar masing-masing senyawa dalam

campuran tersebut (christine P, 2005).

1.2 Tujuan

7
Adapun tujuan dari penetapan kadar Oktil Metoksisinamat dalam sediaan

Losio adalah untuk mengetahui apakah kadar Oktil Metoksisinamat dalam sediaan

Losio memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan MA PPOMN 15/KO/01.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar Oktil Metoksisinamat dalam

sediaan Lusio adalah agar dapat mengetahui bahwa sediaan Lusio oktil

metoksisinamat yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan yang

dipersyaratkan MA PPOMN 15/KO/01 sehingga baik untuk digunakan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lotio

Lotio merupakan preparat cair yang dimaksudkanuntuk pemakaian luar

pada kulit. Kebanyakan lutio mengandung bahan serbuk halus yang tidak larut

dalam media dispersi dan disuspensikan dengan menggunakan zat pensuspensi

dan zat pendispersi. Lotio lain sebagai bahan cair fase terdispersi yang tidak

bercampur dengan bahan pembawa dan biasanya menyebar dengan bantuan zat

pengemulsi atau bahan penstabil lain yang sesuai (Ansel, HC 1989).

Pada umumnya pembawa dari lotio adalah air. Lotio dimaksudkan untuk

digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-

bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada

8
permukaan kulit yang luas. Lotio dimaksudkan segera kering pada kulit setelah

pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan

kulit (Ansel, HC 1989).

2.1.1 Pembagian Lotio berdasarkan fungsinya

1. Hand and body lotion, yaitu lotion pelembab untuk melembutkan dan

menghaluskan kulit tubuh dan tangan.

2. Sun block lotion, yaitu lotion untuk mengatasi sengatan sinar matahari.

Terlalu lama terkena terik matahari, akan mengakibatkan warna kulit

berubah suram kecoklatan, kulit menjadi kering dan mempercepat penuaan

kulit. (Anonim, 2015)

2.2 Oktil Metoksisinamat

Struktur Oktil Metoksisinamat:

Titik lebur : -25˚ C (-13˚ F)

Deskripsi :Cairan Kental,jernih;berwarna kuning pucat;bau khas lemah

Kelarutan :Larut dalam etanol, Minyak mineral, minyak silikon.Tak larut

dalam Air, gliserin, propilen glikol

Stabilitas :Waktu penyimpanan minimum dua tahun dalam kemasan asli

Bersegel

Indeks bias :1,539 dan 1,550

Penyimpanan :Simpan didalam wadah bertutup rapat terlindungi dari cahaya.

Kegunaan dan penggunaaan :Sebagai Tabir surya

9
(Anonim,1998 dan Depkes RI 1993).

Dua etilheksil 4 metoksisinamat juga dikenal sebagai Oktil

Metoksisinamat. Senyawa kimia dari golongan sinamat ini menyerap cahaya

dengan panjang gelombang 290 nm- 320 nm didalam cakupan cakupan

Ultraviolet B.Meskipun kita tidak dapat melihat sinar Ultraviolet, ia adalah bagian

dari spektrum sinar matahari, sehingga kita terpapar oleh nya setiap

hari.Ultraviolet adalah komponen cahaya yang menyebabkan keratosis

(pencoklatan), eritema (kemerahan), kulit terbakar dan melanoma.Hal ini

disebabkan panjang gelombang Ultraviolet lebih pendek dari pada panjang

gelombang sinar tampak ,sehingga memiliki energi lebih tinggi menyebabkan

dapat membakar kulit (Anonim,1998).

Sinar Ultraviolet dikategorikan kedalam tiga bagian utama panjang

gelombang sinar Ultraviolet lebih pendek dari pada spektrum sinar tampak dan

Ultravioet C adalah yang terpendek.juga yang paling berbahaya.Panjang

gelombang Ultraviolet C berada diantara 100 nm sampai 290 nm, dan untung saja

lapisan ozon menjaga permukaan bumi dari paparan Ultraviolet C,Ultraviolet B

yang bertanggung jawab terhadap kulit terbakar,memiliki kisaran panjang

gelombang 290 nm-320 nmn.para ilmuan belum menemukan efek dari sinar

Ultraviolet A terhadap kesehatan tetapi diduga bahwa Ultraviolet A mungkin

adalah agen penyebab kanker.membutuhkan ribuan kali Ultraviolet A untuk

menyebabkan kerusakan kulit setara yang disebabkan Ultraviolet B. Panjang

gelombang Ultraviolet berada dikisaran 320 nm – 400 nm (Anonim,1998).

10
2.3 Tabir surya

Tabir surya merupakan suatu senyawa yang dapat digunakan untuk

melindungi kulit dari sengatan sinar matahari terutama ultra violet (UV). Untuk

melindungi kulit dari radiasi sinar UV maka dibuat kosmetika tabir surya yang

dapat menyerap sinar ultraviolet dari cahaya matahari secara efektif

(Shaath,1986).

Suatu tabir surya mengandung senyawa yang dapat melindungi kulit dari

pengaruh buruk sinar ultraviolet (UV) dimana mekanisme kerjanya dapat dibagi

menjadi dua yaitu secara fisik yaitu memantulkan dan membiaskan sinar UV yang

mengenai kulit dan secara kimia dengan cara menyerap sinar UV yang

dipancarkan matahari. Sinar UV adalah bagian dari sinar matahari yang

merupakan suatu gelombang elektromagnetik yang secara umum terbagi kedalam

3 kategori berdasarkan panjang gelombang, yaitu: UVA (320-400 nm), UVB

(280-320 nm), dan UVC (200-280 nm) (Prasiddha,2015).

Radiasi UV dalam jumlah kecil bermanfaat untuk sintesis vitamin D dalam

tubuh, tetapi paparan yang berlebihan dapat menyebabkan kulit terbakar dan efek

berbahayanya yaitu sintesis radikal bebas yang memicu eritema dan katarak. Saat

sinar UV menerpa suatu benda terus-menerus, elektron atom benda tersebut akan

meloncat dari orbitnya yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Sinar UVB

juga dapat menyebabkan kerusakan fotokimia pada DNA sel sehingga memicu

pertumbuhan kanker kulit (Prasiddha,2015).

Senyawa dalam tabir surya mampu melindungi kulit karena adanya ikatan

yang dapat saling berkonjugasi sehingga ikatan tersebut akan beresonansi saat

11
terpapar sinar UV sehingga akan menurunkan energi dan bersifat melindungi

kulit. Contoh senyawa yang biasa digunakan dalam tabir surya antara lain:

turunan salisilat, turunan sinamat, phenylbenzimidazole sulfonic acid (PBSA).

Senyawa dari turunan alkil sinamat dalam tabir surya memiliki kemampuan dalam

menyerap sinar UV dikarenakan adanya ikatan konjugasi pada gugus fungsi

benzena dan gugus fungsi karbonil (Prasiddha,2015).

2.4 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia

Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam

tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang

berisi kalsium karbonat (Johnson dan Stevenson, 1991).

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk

memisahkan berbagai macam komponen yang kompleks,baik komponen organic

maupun komponen anorganik. Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan

yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia untuk

melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif atau preparative dalam

bidang farmasi. (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.1 Pembagian Kromatografi

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada

pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi

12
dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c)

kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi

eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Rohman, 2009).

Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas : (a)

kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut

kromatografi planar, (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d)

kromatografi gas (KG). Bentuk kromatografi yang paling awal adalah

kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang

besar (Rohman, 2009).

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan

HPLC (High Perpormance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir

tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik

pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat (Rohman, 2009).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan teknik yang mana

solute atau zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan

solute-solute ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solute-solute ini

diatur oleh distribusi solute dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan

kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi

membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi

operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom,

kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman,

2007).

13
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam

teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif

dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen

POM, 1995).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan jenis yang khusus dari

kromatografi kolom. Berbeda dengan kromatografi gas, metode ini menggunakan

cairan dengan tekanan tinggi sebagai fase mobil (fase gerak) sebagai pengganti

gas. Metode ini dapat dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh empat sifat

yang khas yaitu:

- Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.

- Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1 sampai 3 mm,

untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro.

- Ukuran partikel bahan sorbsi (penyerap) terletak dibawah 50 µm, hingga

akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.

- Pelarut elusi dialirkan kedalam kolom dengan tekanan untuk

mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom.

(Roth, 1998).

Menurut Synder (1979), banyak kelebihan metode kromatografi cair

kinerja tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Beberapa kelebihan

kromatografi cair kinerja tinggi antara lain:

1. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran.

14
2. Mudah melaksanakannya.

3. Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi.

4. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis.

5. Resolusi yang baik.

6. Dapat digunakan bermacam-macam detektor.

7. Kolom dapat dipergunakan kembali.

2.5.1 Klasifikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) berdasarkan pada sifat

fase diam yaitu:

a. Kromatografi Absorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi menggunakan fase diam silika gel atau

alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika gel

sebagai fase diamnya. Fase geraknya berupa pelarut non polar yang ditambah

dengan pelarut polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan

kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekoran puncak, seperti n-heksana

ditambah metanol. Jenis KCKT ini sesuai untuk pemisahan-pemisahan campuran

isomer struktur dan untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional yang berbeda

(Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Kromatografi Partisi

Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat.

Kebanyakan fase diamnya adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau

fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah

hidrokarbon-hidrokarbon non polar seperti oktadesilsilana, oktilsilana, atau

15
dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilana

(ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah dengan fase terbalik.

Sedangkan fase geraknya adalah campuran asetonitril atau metanol dengan air

atau dengan larutan buffer. (Gandjar dan Rohman, 2007).

Ditinjau dari jenis fase diam dan fase geraknya, maka kromatografi partisi

dapat dibedakan atas:

1. Kromatografi Fase Normal

Kromatografi fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak

ini biasanya tidak polar. Dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana,

heksana, heptana maupun iso-oktana sering digunakan. Halida alifatis seperti

diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan.

Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal (Gandjar dan

Rohman, 2007).

2. Kromatografi Fase Terbalik

Kromatografi fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Kandungan

utama fase gerak fase terbalik adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air

seperti metanol, etanol, asetonitril, dioksan, tetrahidrofuran dan dimetilformamida

ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak. Dapat ditambahkan pula asam,

basa, dapar dan/atau surfaktan. Mutu air harus tinggi baik air destilasi maupun air

mineral (Gandjar dan Rohman, 2007).

c. Kromatografi Penukar Ion

16
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation

atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di

pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaanya adalah polistiren

resin (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tehnik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion diantara fase

gerak dan tempat-tempat berion dari kemasan. Kebanyakan resin-resin berasal

dari polimer stiren divinilbenzen dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah.

Resin-resin tipe asam sulfonat dan amin kuarterner merupakan jenis resin pilihan

paling baik dan banyak digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah

digunakan. Tehnik ini dipakai secara luas dalam life sciences dan dikenal secara

khas untuk pemisahan asam-asam amino. Tehnik ini dapat dipakai untuk

keduanya, kation-kation dan anion-anion (Johnson dan Stevenson, 1991).

d. Kromatografi Eksklusi

Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat

digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul

lebih besar dari 2000 Dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silica atau

polimer yang bersifat porus sehingga solute dapat melewati porus atau berdifusi

melewati fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tehnik ini unik karena dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul

dari solut. Kemasan adalah suatu gel dengan suatu permukaan berlubang-lubang

sangat kecil yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalam jaringan

dan ditahan dalam fase gerak yang menggenang. Molekul-molekul yang lebih esar

17
tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan

(Johnson dan Stevenson, 1991).

2.5.2 Instrumentasi Kromatogarfi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Bagan instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat

dilihat pada lampiran 1 hal 31. Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) pada dasarnya terdiri atas enam komponen pokok yaitu:

1. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak yang digunakan harus bersih. Wadah pelarut kosong

ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini

biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut (Gandjar

dan Rohman, 2007).

2. Pompa

Pompa yang cocok untuk KCKT mempunyai beberapa ciri yaitu : pompa

harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua macam pelarut, mampu

menghasilkan tekanan sampai 5000-6000 psi pada kecepatan alir sampai 3

ml/menit, sedangkan jika untuk skala preparative perlu kecepatan alir sampai 20

ml/menit, dan menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan terulangkan ke dalam

kolom. Ada tiga macam jenis pompa yang banyak dipakai pada KCKT antara lain:

- Reciprocating Pumps

- Displacement Pumps (Syringe Pumps)

- Pneumatic Pumps (Constant Pressure Pumps)

(Gritter, 1991).

3. Injektor

18
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase

gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik

(injektor). Ada tiga macam sistem injektor pada KCKT yaitu :

- Injektor dengan memakai diafragma (septum)

- Injektor tanpa septum

- Injektor dengan pipa dosis

(Mulja dan Suharman, 1995).

4. Kolom

Kolom merupakan komponen yang vital pada analisis kromatografi.

Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi

kerja yang tepat. Kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi merupakan bagian

yang sangat penting, karena proses separasi (pemisahan) komponen-komponen

sampel akan terjadi di dalam kolom. Kolom akan menjadi kunci penentu

keberhasilan pemisahan komponen-komponen sampel serta hasil akhir analisis

dengan KCKT. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 µm di jalur antara

penyuntik dan kolom untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan

memperjang umur dari kolom (Mulja & Suharman, 1995).

5. Detektor

Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di

dalam efluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor yang baik sangat peka,

tidak banyak berderau, rentang tanggapan liniernya lebar, dan menanggapi semua

19
jenis senyawa. Kita menginginkan pula detektor yang kurang peka terhadap

perubahan aliran dan suhu, tetapi hal itu selalu tidak terpenuhi. Detektor pada

KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu :

- Detektor universal yaitu detektor yang mampu mendeteksi zat secara

umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif seperti detektor

indeks bias dan spektrofotometri massa.

- Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik

dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan

elektrokimia. (Mulja & Suharman, 1995).

6. Komputer, Integrator, atau Rekorder

Alat pengumpul data seperti computer, integrator , atau recorder,

dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang

dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang

selanjutnya dapat dievaluasi olehs seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2007).

20
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar Oktil Metoksisinamat dalam losion dengan

metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dilakukan di Laboratorium

kosmetik, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di

Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalah Seperangkat alat KCKT (shimadzu) dengan

kolom baja tahan karat yang berisi Oktadesil silika(ODS atau C18), sonikator,

penyaring membrane PTFE 0,45 um; penyaring vakum, timbangan analitik

(shimadzu), dan Alat-alat gelas.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah akuabides, metanol, baku pembanding oktil

metoksisinamat.

3.4 Sampel

• Nama contoh : HERBORIST LOTION

• Wadah/Kemasan : Botol plastik

• No. Batch : 60619B1

21
• No Reg : 524301

• Komposisi :water,propylene glycol,isopropyl myristate cetyl,

Mineral oil,octyl methoxycinamate,pottasium

Hydroxide,green tea,

• Kadaluarsa : Juni 2016

• Produksi : PT. Victoria care Indonesia

3.5 Prosedur

3.5.1 Pembuatan Larutan uji

Ditimbang sampel setara ±10 mg oktil metoksisinamat secara seksama,

tambah 5 ml metanol,aduk dan tuang kedalam labu tentukur 10 ml,bilas wadah

dengan metanol dan cukupkan dengan metanol,pipet 1,0 ml kedalam labu tentukur

50 ml dan encerkan sampai tanda dengan metanol,saring dengan penyaring

membran.

3.5.2 Larutan Baku Pembanding

Ditimbang 10 mg baku oktil metoksisinamat,tambah 5 ml metanol,aduk

dan tuang kedalam labu tentukur 10 ml,bilas wadah dengan metanol dan

cukupkan dengan metanol,pipet 1,0 ml kedalam labu tentukur 50 ml dan encerkan

sampai tanda dengan metanol,saring dengan penyaring membran

22
3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

3.6.1 Pengaturan Kondisi Sistem

Sistem diperiksa dan dicek untuk meyakinkan apakah sistem pengalir

pelarut telah disambungkan dengan baik, kolom telah dipasang, tersedia cukup

pelarut di dalam botol pelarut, sistem pengawasan pelarut bekerja dengan baik

untuk menghilangkan gelembung udara, penyaring pelarut sudah dipasang, dan

detektor yang sesuai sudah terpasang dengan benar.

3.6.2 Mengaktifkan Sistem

Setelah masing-masing sistem diatur, hubungkan setiap sistem dengan

sumber arus listrik. Tekan tombol power pada pompa, detektor UV-VIS ke posisi

ON dan CBM (Communication Bus Module) ke posisi ON.

3.6.3 Penentuan Garis Alas

Bila nilai absorbansi yang ditampilkan pada detektor UV-VIS telah

menunjukkan 0,000 lalu biarkan beberapa menit sampai diperoleh garis alas yang

relatif cukup lurus yang menandakan sistem telah stabil.

3.7 Cara Penetapan

Kemudian larutan uji dan baku diinjeksikan secara terpisah kedalam

kolom kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan dilakukan elusi dengan

kondisi menggunakan kolom Oktadesil silika(ODS), detektor dengan panjang

gelombang 280 nm, dengan laju alir 1,5 ml/menit, dengan volume injeksi 20 µl,

dengan fase gerak metanol pro hplc dan aquabides dengan perbandingan 90:10

dalam 100 ml, dan diinjeksikan kedalam KCKT.

23
Hasil yang diperoleh dapat dilihat dari terbentuknya puncak yang direkam

oleh CBM (Communication Bus Module) yakni sejenis penghubung dengan

sistem komputer yang dilengkapi dengan pencetak kromatogram.

3.8 Ketentuan Hasil

Kadar oktil metoksisinamat dalam lution dengan metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat dihitung dengan rumus:

�� �� ��
× × × 100%
�� �� ��

Keterangan:

Lu : Luas puncak larutan uji

Lb : Luas puncak larutan baku

Bb : Bobot baku yang ditimbang dalam mg

Bu : Bobot uji yang ditimbang dalam mg

Fu : Faktor pengenceran larutan uji

Fb : Faktor pengenceran larutan baku

3.9 Persyaratan

Persyaratan Oktil metoksisinamat dalam lotion menurut MA PPOMN

15/KO/01 memenuhi persyaratan jika kadar Oktil Metoksisinamat mengandung

tidak lebih dari 10,0%.

24
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada pengujian penetapan kadar Oktil Metoksisinamat dalam sediaan

Lotio dengan kromatografi cair kinerja tinggi diperoleh kadar Oktil

Metoksisinamat sebagai berikut:

Sampel Bobot uji Waktu Luas Kadar Kadar


Retensi Puncak rata-rata
101,3 mg 5,987 64574 0,7339 %

Losio Herborist 101,0 mg 5,986 59317 0,6760 % 0,6604 %

99,8 mg 5,981 55880 0,6449 %

Tabel 1. Kadar Oktil Metoksisinamat dalam Losio Herborist

Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap penetapan kadar Oktil

Metoksisinamat dalam Lotio Herborist dengan metode kromatografi cair kinerja

tinggi (KCKT) diperoleh kadar Oktil Metoksisinamat sebesar 0,6604%.

Kromatogram hasil pengujian dari kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5 hal 28 dan 29 sedangkan perhitungan

penetapan kadar Oktil Metoksisinamat dalan lusio dengan metode KCKT dapat

dilihat pada lampiran 6 hal 30.

25
4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penetapan kadar Oktil Metoksisinamat dalam Lusio

dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), diperoleh hasil

bahwasanya lusio yang mengandung Oktil Metoksisinamat yang diuji tersebut

memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh MA PPOMN 15/KO/01, yaitu tidak

lebih dari 10,0 %.

Oktil Metoksisinamat dalam sediaan lusio dapat ditetapkan kadarnya

dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) karena analisis dengan KCKT

cepat, daya pisah baik, peka, penyiapan sampel yang mudah, dan dapat

dihubungkan dengan detektor yang sesuai. Panjang gelombang analisis yang

dipilih adalah 280 nm, karena pada panjang gelombang tersebut Oktil

Metoksisinamat memberikan respon puncak yang baik.

Metode KCKT yang digunakan pada penetapan kadar Oktil

Metoksisinamat dalam lusio adalah kromatografi partisi metode kolom fase

terbalik yakni fase diam bersifat non polar berupa Oktadesilsilan (C18) dan fase

gerak bersifat polar yaitu air : metanol (90 : 10). Pada saat penggunaan metode

kolom fase terbalik terjadi kompetisi antara fase gerak dengan sampel yang diuji

yang terjadi di dalam kolom

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat dinyatakan bahwa

penetapan kadar Oktil Metoksisinamat dalam losio dengan metode Kromatografi

Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan prinsip kromatografi partisi

metode kolom fase terbalik merupakan metode yang cukup baik dalam penetapan

kadar Oktil Metoksisinamat dalam losio.

26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar Oktil Metoksisinamat dalam Losio

dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa Oktil

Metoksisinamat sebesar 0,6604 % dimana losio Herborist yang diuji tersebut

memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh MA PPOMN 15/KO/01, yaitu tidak

lebih dari 10%.

5.2 Saran

Penetapan kadar suatu senyawa kimia di dalam sediaan kosmetik saat ini,

hanya dilakukan pada satu merek lotion saja . Diharapkan kepada penulis

selanjutnya agar menggunakan lotion merek yang berbeda dipasaran agar

wawasan kita tentang produk kosmetik yang baik dan memenuhi persyaratan

semakin luas.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1998. Cosmetic supplies usa. California warehouse. USA

Anonim. 2015. Perawatan Wajah. http://file.upi.edu/Direktori.com / Diakses


tanggal 10 juni 2015.

Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV. Jakarta :
Universitas Indonesia. Hal.519,521.

Christine P. 2005. Penetapan kadar campuran Oktil Metoksisinamat dan


Oksibenson dengan metode hight performance liquid chromatography dan
spektrofotometri ultra violet. Index Jurnal. Yogyakarta: Universitas Negri
Malang.

Depkes RI. (1993). Kodeks kosmetika Indonesia. Edisi II. Jakarta: DitJen POM
RI. Hal. 351-352

DitJen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI. Hal. 769-771

Gandjar, I. G., dan A.Rohman. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 378- 394, 406

Gritter, Roy J, dkk. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB Press. Hal
22.

Johnson, E.L., and Stevenson, R (1991). Basic Liquid Chromatography.


Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Bandung:
Penerbit ITB. Hal. 291-302

Lachman, L., Liberman, A.H., dan Kanig, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri II. Penerjemah: Siti Suyatmi, Edisi Ketiga. Jakarta:Penerbit
Universitas Indonesia. Hal. 1117-1118

Mitsui, T., 1997, New Cosmetic and Science, Elsevier, Amsterdam.

Mulja, Muhammad, dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya:


Airlangga University Press. Hal 248.

Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu


Hal. 2

Roth, Hermann J, dan Gottfried Blaschke. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press. Hal 431-432.

28
Shaath, N.A. 1990. Sunscreen, Development, Evaluation, and Regulatory Aspects.
New York: Marcell Dekker

Tranggono, R.I., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. Jakarta: penerbit Penebar Swadaya. Hal 3-4.

Prasiddha, dkk. 2015. Potensi Senyawa Bioaktif Rambut Jagung Untuk Tabir
Surya. Malang:FTP Universitas Brawijaya Malang Vol. 4 hal: 40-45.

29
Lampiran 1

Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

30
Lampiran 2

Alat Ultrasonic Cleaner untuk menghomogenkan larutan

Sampel yang diuji

31
Lampiran 3

Neraca Mikro (4 desimal 0,0001)

Neraca Makro (2 desimal 0,01)

32
Lampiran 4

33
Lampiran 5

34
Lampiran 6

Perhitungan

Penetapan Kadar Oktil Metoksisinamat


100
Faktor Pengenceran Oktil Metoksi Sinamat = 2
x 10 = 500 mg/ml

Kadar Baku Oktil Metoksi Sinamat = 100 %

Bobot Baku = 13,59 mg

Bobot Sampel Herborist Lotion 1 = 101,3 mg

Bobot Sampel Herborist Lotion 2 = 101 mg

Bobot Sampel Herborist Lotion 3 = 99,8 mg

�� �� ��
Kadar Herborist Lotion 1 = �� x �� x ��

64574 13,5 �� 500 �� /��


= 1170848 x 101,3 �� x 500 ����
x 100%

= 0,7339 %

�� �� ��
Kadar Herborist Lotion 2 = �� x �� x ��

59317 13,5 �� 500 �� /��


= 1170848 x 101 ��
x 500 ����
x 100%

= 0,6760 %

�� �� ��
Kadar Herborist Lotion3 = �� x �� x ��

55880 13,5 �� 500 �� /��


= 1170848 x 99,8 �� x 500 �� /�� x 100%

= 0,6449 %

Kadar Rata-rata (Kr) dan Deviasi


�1+�2 0,7339+0,6760
Kr 1= 2
= 2
= 0,7049

��1−�1 0,7049−0,7339
D1= ��1
×100% = 0,7049
× 100% = 4,11%

35
�1+�3 0,7339+0,6449
Kr 2 = 2
= 2
= 0,6894

��2−�1 0,6894−0,7339
D2 = ��2
×100% = 0,6894
× 100% = 6,45%

�2+�3 0,6760 +0,6449


Kr 3 = 2
= 2
= 0,6604

��3−�2 0,6604 −0,6760


D3 = ��3
×100% = 0,6604
× 100% = 2,36%

Kadar rata-rata = 0,6604 (diambil dari deviasi terkecil yaitu 2,36% )

36

Anda mungkin juga menyukai