Anda di halaman 1dari 6

SEDIAAN PER ORAL g.

Isi Saluran Cerna yang dapat Mengubah Aksi Zat Aktif


(faktor fisiologik – patologik)
 Musin
FAKTOR FISIOLOGIK
Senyawa ini merupakan polisakarida alami yg melapisi saluran cerna,
a. Permukaan Penyerap membentuk kompleks dengan zat aktif dan menghambat proses penyerapan.

• Lambung lebih merupakan organ penggetahan dibandingkan dengan organ Contohnya


penyerap. streptomisina, dihidrostreptomisin, antikolinergik dan penurun tekanan darah
golongan ammonium kuartener
• Mukosa lambung dapat menyerap obat yang diberikan per oral dan
tergantung keadaan dan lama kontak  Garam empedu

• Usus halus mempunyai luas permukaan penyerap 40 – 50 m2. Penyerapan Konsentrasi garam empedu, bahan penurun tegangan permukaan fisiologik
pasif terjadi pada daerah tertentu tanpa mengabaikan peranan pH yang akan berada di atas konsentrasi misel kritik (CMC).
mengionisasi zat aktif atau menyebabkan pengendapan.
Contoh penyerapan meningkat pada monogliserida, asam lemak dan vitamin
• Sehingga harus dirancang bentuk sediaan dengan pelepasan dan pelarutan larut – lemak, sulfadiazine, dan steroid tertentu.
zat aktif yang cepat.
 Flora Usus : Flora usus mengeluarkan enzim misalnya penisilinase yg
b. Umur menginaktifkan zat aktif tertentu.

 Enzim
 Pada bayi dan anak-anak, sebagian system enzim belum berfungsi sempurna
sehingga dapat terjadi dosis-lebih pada zat aktif tertentu proses Enzim dapat merusak zat aktif tertentu misalnya zat aktif peptide yg akan
detoksifikasi metabolic sehingga penyerapan yg tidak sempurna dirusak oleh enzim proteolitik (insulin, ositosin).
 area gangguan saluran cerna sbg akibat adanya bahan tambahan tertentu yg Enzim dapat merangsang pembentukan metabolit aktif yg semula tidak
tidak dapat diterima. aktif misalnya esterase menghidrolisa kloramfenikol palmitat menjadi
kloramfenikol aktif.
 Pada penderita lansia, terlihat penurunan penyerapan dan kecenderungan
menurunnya HCl lambung sehingga mengurangi penyerapan asam lemah. Enzim menyebabkan peningkatan pelepasan obat dan mempengaruhi sifat
sediaan yg tahan asam atau sediaan lepas lambatlipase usus akan
c. Laju Transit dan Waktu tinggal Dalam Lambung menghidrolisa penyalut lemak tahan – asam.
 Laju transit dan waktu tinggal di lambung dapat mempengaruhi intensitas
penyerapan.
FAKTOR PATOLOGI
Faktor patologi berpengaruh terhadap 3 hal utama yaitu penggetahan, pergerakan
 zat aktif yg sukar diserap di lambung tidak tinggal lama di lambung,
dan penyerapan.
sehingga diusahakan waktu pengosongan lambung lebih cepat. Kecepatan
transit di lambung tak dapat dikontrol selama waktu makan. 1. Gangguan Fungsi Penggetahan
 bila transit di usus berjalan lambat, menguntungkan bagi zat aktif yg  Pengeluaran getah lambung meningkat pada keadaan tukak duodenum,
hanya diserap pada bagian tertentu saluran cerna (transpor aktif) kelebihan asam dapat merusak aktivitas enzim pankreatik.
 Contoh : Riboflavin yg diserap pada bagian atas usus halus. Bila obat dalam  Pengeluaran getah lambung berkurang pada keadaan pH yg meningkat
keadaan terlarut melewati daerah penyerapan terlalu cepat maka akibat tukak lambung, gastritis kronis, dan diabetes.
penyerapannya menjadi sangat sedikit.
2. Gangguan Transit
 Co lain : tetrasiklin, penisilin, griseofulvin dan garam-garam besi.
 Waktu tinggal dalam lambung akan meningkat pada keadaan :
Faktor yang dapat meningkatkan waktu pengosongan lambung adalah :Volume
(Keasaman), Konsistensi (Hipertonisitas), Keadaan emosi (Posisi berbaring pada  penyempitan pylorus, tukak lambung pada bagian juxta pylorus, kelainan
sisi kanan), Kandungan bahan-bahan tertentu yg berada di saluran cerna pembuluh darah tertentu, peradangan kelenjar (myxcodemia)
Transit di usus halus : Adanya makanan mengaktifkan transit di usus halus, pagi  Waktu tinggal di lambung akan berkurang pada keadaan :
hari sewaktu puasa transit tersebut menjadi lebih lambat.
o duodenal, kecemasan dan meningkatnya aktivitas.
Pengeluaran empedu dirangsang oleh system saraf otonom sehingga gangguan
pada saraf berpengaruh pada pengeluaran empedu. 3. Gangguan Penyerapan
d. pH dan perubahan pH karena Formulasi  Pengurangan luas permukaan penyerap karena:

 Derajat keasaman pH cairan saluran cerna antara 1 – 8, sehingga dapat pembedahan / Gastrectomie (berpengaruh pada luas permukaan
terjadi pelarutan sebagian besar zat aktif pada daerah tertentu di saluran penyerap),
cerna. pH dapat mempengaruhi seluruh proses penyerapan.
pemotongan bagian distal sependek apapun akan berpengaruh pada
 Perbedaan pH di sepanjang saluran cerna pembuatan sediaan yg tahan penyerapan vitamin B12,
cairan lambung atau sediaan dengan aksi terkendali.
pertumbuhan mikroba.
e. Tegangan Permukaan
 Perubahan media usus karena:
 Tegangan permukaan pada cairan usus menurun karena adanya garam
empedu. penambahan senyawa anti mikroba atau anti parasit dapat memutuskan
ikatan konjugasi garam empedu dan merusak zat aktif sebelum diserap
 Pengurangan tegangan permukaan akan memudahkan pembasahan dan (vitamin B12).
pelarutan partikel yg belum larut.
Adanya antibiotika berspektrum luas dapat mengganggu keseimbangan
f. Kekentalan flora usus misalnya neomisin dapat merintangi kerja lipase pankreatik
dan garam empedu.
o Kekentalan relative dari cairan cerna berpengaruh pada proses penyerapan
dengan cara : menghambat pembasahan partikel, menekan laju pelarutan,  Hambatan pada pembuluh darah balik atau pembuluh getah bening (tumor).
menghambat proses difusi molekul zat aktif saat proses pelarutan di mukosa
penyerap, menghambat proses transit dan meningkatkan waktu tinggal
dalam lambung, Bahan pengental yg digunakan dalam formulasi juga akan
meningkatkan viskositas cairan cerna.
SEDIAAN PER ORAL (faktor teknologi - formulasi) C. Zat Aktif cair (Larutan atau suspensi) atau setengah padat dalam kapsul
lunak
FAKTOR TEKNOLOGI DAN FORMULASI YANG
BERPENGARUH  Kapsul lunak yg mengandung cairan merupakan bentuk peralihan
antara sediaan oral cair dan padat.
PELEPASAN ZAT AKTIF DARI SEDIAAN ORAL
Kapsul lunak dibedakan atas empat jenis yaitu :
Tujuan utama
 Zat aktif terlarut : dalam pembawa lemak dan dalam pembawa yg tercampur
 Diharapkan zat aktif dapat dilepaskan sesuai dengan kinetic yg dikehendaki baik dengan air (PEG).
lambat atau cepat hingga mencapai tempat tertentu di dalam tubuh pada titik
penyerapan optimal.  Zat aktif tersuspensi : dalam pembawa lemak dan dalam pembawa yg
tercampur dengan air (PEG).
 Pelepasan obat harus terjadi pada waktu yg menguntungkan yaitu setelah
melewati lambung bila sediaan peka terhadap asam atau enzim lambung.  Waktu yg diperlukan untuk pembukaan selubung gelatin adalah kurang
dari 10 menit ( 4 – 7 menit).
 Pelepasan harus cepat terjadi bila zat aktif dikehendaki diserap secara selektif
di duodenum atau jejunum bagian atas, misalnya riboflavin dan beberapa  Selubung gelatin akan melarut perlahan, berlubang lalu robek dan selanjutnya
alkaloida yg mengendap pada pH yg relative tinggi. cairan kapsul berdifusi keluar.

BENTUK SEDIAAN CAIR  Faktor-faktor yg berpengaruh terhadap waktu pecah selubung gelatin adalah :

1. Zat Aktif Terlarut o tipe gelatin (A atau B) dan kemampuannya membentuk gel : semakin tinggi
kemampuan tersebut maka makin pelan pelarutannya.
Bentuk sediaan mempunyai penyerapan optimal bila memenuhi kriteria :
o Laju pelarutan gelatin dalam media asam lebih cepat. Saat puasa (pH
 berada dalam bentuk aktif mendekati 1) saat sebelum atau sesudah makan (pH antara 3 – 5).

 terlarut o Pepsin mempercepat pecahnya kapsul yg sudah lama. Pada kapsul lunak yg
telah disimpan lama akan terjadi penurunan laju pelepasan zat aktif sebagai
 tak terionkan, bila senyawa diserap secara aktif. akibat dari pembentukkan lapisan film.

Diharapkan zat aktif dapat bercampur dengan air hingga akhirnya bercampur BENTUK SEDIAAN PADAT
dengan cairan cerna dan dapat melapisi mukosa penyerap secara merata
Bentuk sediaan padat dapat berupa :
 Banyak bahan obat yg sukar larut dalam air atau yg tidak stabil dalam pembawa
berair. bentuk serbuk yg harus dapat terbasahi agar zat aktif dapat terlarut

bentuk kapsul atau bentuk terselubung yg cangkang atau selubungnya harus


 Kelarutan zat aktif tersebut dapat ditingkatkan dengan cara :
dapat dirusak terlebih dahulu.
mengubah tetapan dielektrik bahan pembawa dengan penambahan pelarut
Tablet atau tablet – salut yg strukturnya harus dapat dirusak agar sediaan berada
campur – air yg dapat bercampur (PEG, propilen glikol, gliserin dll).
dalam bentuk serbuk (peluruhan).
Melarutkan zat aktif yg sangat larut lemak dalam pembawa bertipe minyak yg
Kapsul keras atau kapsul
teresterifikasi.Larutan yg teremulsi dengan halus akan mempunyai
penyerapan yg lebih baik contohnya vitamin larut lemak.
Predisposisi zat aktif dari sediaan kapsul di dalam tubuh terjadi dengan beberapa
Mengubah zat aktif menjadi bentuk yang lebih larut air tahap :

Dengan penggaraman, pembentukan garam HCl atau garam asam organic  Pembukaan kapsul gelatin : begitu kapsul tiba di lambung maka gelatin mulai
(sitrat, oksalat, askorbat dan garam natrium dari asam dikarboksilat) melarut, cangkang kapsul terinhibisi cairan lalu rusak dan lepas menjadi dua
bagian dalam waktu sekitar 3 – 5 menit.
Pembentukan berbagai interaksi (kafeina-Na benzoate, riboflavin – kafeina).
Isi kapsul mulai terlepas dan memasuki media sebelum cangkang terlarut
Pelarutan miselar dengan penambahan surfaktan sempurna dan cairan lambung mulai merembes ke isi kapsul yg belum mengalami
desaglomerasi.
2. Zat Aktif Terdispersi
A. Zat Aktif dalam Sediaan Emulsi  Beberapa factor yg mempengaruhi pembukaan kapsul yaitu :

 Pada umumnya fase luar emulsi adalah fase air. Fase air tersebut  Ukuran kapsul : berukuran besar akan lebih lama
bercampur dengan getah saluran cerna dan selanjutnya dapat membasahi
 pH lambung : pembukaan dan pelarutan penyalut pada pH asam terjadi lebih
mukosa penyerap dengan mudah.
cepat
 Zat aktif yg teremulsi dapat :
 Suhu : waktu pembukaan penyalut pada suhu 35 – 37 C adalah 10 – 15
 merupakan fase yg terdispersi (emulsi lipida, emulsi minyak ikan) menit.

 terlarut dalam fase minyak yg terdispersi (vitamin A atau K sintetik)  Interaksi gelatin dan isi kapsul : dapat menyebabkan peningkatan kekerasan
kapsul dan peningkatan waktu pembukaan kapsul, misalnya pada aspirin.
Predisposisi zat aktif dari sediaan emulsi oral di dalam tubuh terjadi dengan
beberapa cara yaitu :  Waktu dan kondisi penyimpanan sediaan : waktu dan keadaan penyimpanan
sediaan dapat memperpanjang waktu pembukaan kapsul terutama bila
1. Difusi zat aktif dari fase dalam (terdispersi) menuju fase luar (pendispersi). terjadi reaksi anata gelatin dan isi kapsul.
2. Difusi fraksi zat aktif yg terlarut dalam fase luar dan melintasi membrane
biologic. Zat Aktif Terkempa : Tablet
B. Zat Aktif dalam sediaan Suspensi
 Predisposisi zat aktif dari sediaan tablet di dalam tubuh memerlukan perusakan struktu
 Zat aktif bentuk padat akan tersebar dan terbasahi sempurna oleh media
berair dan tercampur dengan cairan cerna.  Pada saat tablet hancur, gaya adhesi yg diperoleh selama pengempaan akan dihancurka

 Predisposisi suspensi obat di dalam tubuh terjadi dalam dua tahap yaitu :  Bila air mampu menembus dengan cepat dan homogen maka pemecahan makin cepat
pelarutan zat aktif dan penyerapan zat aktif terlarut. molekul berukuran kecil dan pelarutan zat aktif makin cepat.

Kelarutan zat aktif dipengaruhi oleh: kekentalan, ukuran partikel (tidak hanya  Sehingga diutamakan menggunakan bahan pemecah yg bersifat hidrofil.
harus halus tetapi juga tidak berubah). Pertumbuhan kristal selama penyimpanan
sediaan akan menghambat laju pelarutan.
FAKTOR FISIOLOGIK DAN PATOLOGIK SEDIAAN 2. Fisiologi
PARENTERAL TERUTAMA DALAM PROSES ABSORBSI OBAT
• Aliran Darah dari area yg disuntikan  kecepatan absorbsi.
FISIOLOGI-ANATOMI • Pengaruh suatu obat terhadap obat lainnya (interaksi obat).
Contoh: obat yg menyebabkan vasokontriksi / vasodilatasi.
1. INTRA VENA Pada Odontologi:
o bius lokal yg diberikan bersama Nor-adrenalin (Vasokontriktor)
• Biasanya vena di daerah Antecubital (dibagian depan siku). membatasi absorbsi dan memperpanjang efek pd tempat penyuntikan.
o Sebaliknya Vasodilator Metakolin  meningkatkan absorbsi obat yg
- Pembuluh darah Vena : besar, di permukaan, dan mudah dilihat. diberikan bersamanya.
• Cara memasukan jarum: o Gerakan, meningkatkan dan mempercepat absorbsi z.a yg disebabkan
oleh peningkatan pengaliran darah setempat.
- Ujung yg miring hadap ke atas & ujung yg tajam hadap ke vena.
o Tempat injeksi (terutama i.m).
- Dengan teknik aseptis
Laju penyerapan z.a yg disuntikkan secara s.c tergantung pd:
• Bahaya:
 permeabilitas kapiler darah.
- Terbentuknya trombus (gumpalan darah) akibat rangsangan
jarum pd dinding vena terutama bila cairan obat mengiritasi.  aliran darah dr area yg disuntikkan.
- Trombus  embolus  Emboli  kepadatan jaringan di tempat penyuntikan dan di sisi lain tergantung laju
pelepasan z.a sediaan.
- Embolisme  penyumbatan pembuluh darah oleh embolus (zat asing) yg
terbawa mll aliran darah. Mekanisme Difusi Pasif menentukan proses penyerapan molekul yg larut-lemak
(sampai BM 3.000) dan yg intensitasnya merupakan fungsi dari koefisien partisi
• Bisa untuk volume besar/kecil. lemak-air.
• Volume tetesan : 2 – 3 ml/menit. 3. Formulasi
2. INTRA MUSKULAR
Efek tidak secepat IV, biasanya lebih lambat.
Absorbsi larutan > suspensi & sediaan air > minyak. SEDIAAN PARENTERAL
Pada otot rangka. FAKTOR TEKNOLOGI FORMULASI
Dibentuk oleh otot bergaris & mempunyai vaskularisasi yg sangat byk (setiap 20
mm3 otot terdiri atas 200 otot bergaris dan 700 kapiler darah). SEDIAAN PARENTERAL
• Aliran darah tergantung pd posisi anatomik otot di tempat penyuntikan   Sediaan steril yg dimaksudkan untuk pemberian secara injeksi, infus, atau
distribusi obat mjd lbh sempurna bila aliran darah bertambah besar. implan dalam tubuh.
Contoh: kadar Lidokain dlm plasma setelah penyuntikan i.m di otot lengan  Contoh rute  iv, sc, & im
lbh tinggi dibandingkan bila penyuntikan di otot kaki.
KEUNTUNGAN RUTE PEMBERIAN PARENTERAL
• Jumlah serabut saraf pada jaringan muskuler lebih sedikit dibanding
jaringan s.c  penyuntikan i.m kurang terasa sakit dibandingkan 1. Memberikan efek yg cepat.
penyuntikan s.c.
2. Tidak melalui First Pass Effect.
Biasanya di otot gluteus maksimus (pantat), otot deltoid (lengan atas).
3. Dapat diberikan pd pasien tidak sadar, atau tdk dapat dgn cara pemberian lain /
• Pada bayi, otot di gluteus blm berkembang dgn baik  i.m di otot deltoid, per oral.
otot midlateral (di paha).
4. Kadar obat dalam darah hasilnya lebih bisa diramalkan.
• Kerusakan akibat i.m: hematoma, emboli, terkelupasnya kulit, kerusakan
saraf. 5. Dapat untuk obat yg rusak bila diberikan secara per oral (ketidakstabilan obat
dlm sal. cerna atau peruraian obat oleh enzim pencernaan dlm usus.
• Volume penyuntikan umumnya 5 ml (di gluteal), 2 ml (di deltoid).
contoh:
3. SUB KUTAN (SC)
o Insulin diberikan sc / im (protein drug).
• Di bawah permukaan kulit. o Eritropoetin & hormon pertumbuhan (somatrophin) diberikan im.
• Umumnya di jaringan interstitial dgn struktur yg kendor atau berlapis KERUGIAN RUTE PEMBERIAN PARENTERAL
(lengan bawah, paha, atau pantat).
1. Susah dikeluarkan apabila sudah masuk ke dalam tubuh, terutama jika tjd kasus
• Membentuk suatu berkas serabut kolagen dan serabut elastik yg toksisitas.
mengandung byk Elastin.
2. Harga relatif lebih mahal.
• Obat yg mengiritasi, larutan suspensi kental sebaiknya tidak dengan sc 
menimbulkan sakit, lecet, abses. KARAKTERISTIK SEDIAAN PARENTERAL

• Aliran darah di jaringan SC rendah (sekitar 1 ml/100gram jaringan/menit) 1. STERIL


Volume suntikan jarang > 2 ml.  Bebas dari mikroorganisme, a.l: pyrogen/bakteri.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIOAVAILABILITAS  Efek farmakologis yg ditimbulkan jika ada kontaminasi pyrogen/bakteri, a.l:
fever, malaise, headache
1. Fisikokimia
2. BEBAS DARI PARTIKEL YG BERUKURAN BESAR (FREE FROM
PARTICULATE MATTER)

 yi: partikel yg melayang (mobile), tidak larut dlm sediaan parenteral.

 Idealnya sediaan parenteral  jernih dan tidak tdk ada partikel yg dpt dilihat
dgn mata telanjang.
 Standar USP, perhitungan partikel dilakukan dgn electronic liquid-borne  Aluminium oleat.
particle counter with light-obscuration sensor
 Aluminium monopalmitat.
Pada sediaan volume kecil (<100ml) tidak lebih dari 1000 partikel
perkontainer dgn diameter 10 µm dan/atau diameter 25 µm.  Kalsium dan magnesium stearat

Pada sediaan volume besar tidak lebih 50 partikel per-ml dengan diameter  Aluminium aralkilfosfat.
10 µm dan/atau diameter 25 µm.
 Metilsellulose.
3. STABIL SECARA FISIKA DAN KIMIA DALAM KURUN PERIODE
TERTENTU  pektin

Hal ini menentukan bahwa sediaan steril akan berada dalam bentuk cair atau PENGENDAPAN ZAT AKTIF PADA TEMPAT PENYUNTIKAN
serbuk
 dikarenakan:
Larutan IV dpt diberikan sbg:
a. pengaruh perbedaan pH antara pembawa dgn cairan biologik.
o IV bolus (diinjeksikan semua sekaligus).
o Infus IV lambat (drip) melalui suatu vena ke dalam plasma. b. Pengaruh pengenceran sediaan oleh cairan interstitial.

JENIS SEDIAAN  Pengendapan memperpanjang aksi zat aktif.

 CAIR contoh: anestesi lokal. ukuran partikel tdk dpt dikendalikan dan campuran
pelarut organik sering menyebabkan terjadinya peradangan.
- contoh : Cairan infus (NaCl 0,9% (normal saline), Neurobion injeksi,
Lidocaine) EVALUASI BIOFARMASETIK OBAT YG DIBERIKAN PARENTERAL

 SERBUK 1. menentukan waktu aksi yg diharapkan (fungsi dr karakteristik farmakokinetik


senyawa dan tujuan pengobatan)
- harus direkonstitusi terlebih dahulu 2. mempertimbangkan faktor yg berpengaruh yaitu; pemilihan bahan pembawa
yg memberikan hasil yg lebih mendekati harapan dan ketercampuran fisiko-
- contoh: Antibiotika (Ampicillin , Cefadroxil) kimia bahan tambahan dgn molekul z.a.
3. kontrol in vivo peningkatan kadar dlm darah pd hewan dan dilanjutkan dgn
 TABLET SUSUK / IMPLAN pengujian pd manusia.

PENGARUH PEMBAWA THD KETERSEDIAAN HAYATI SEDIAAN EVALUASI


PARENTERAL
1. Uji Stabilitas Fisiko-kimia
1. LARUTAN DALAM AIR (Aqueous Solution)
 Penampilan fisik spt: warna, bau, rasa, konsistensi
 Penambahan bhn makromolekul larut air ke dalam larutan dgn pelarut air,
memperlama waktu-aksi zat aktif.  Viskositas, homogenitas

contoh:  Perubahan kandungan zat

 Polivinilpirolidon memperlama aksi Insulin dan Gonadotropin korionat. Diuji pd rangkaian kondisi spesifik tertentu (suhu, pH, intensitas cahaya, dan
konsentrasi obat pd selang waktu tertentu)
 Gelatin dan karboksimetilsellulosa
2. Uji Mikrobiologi
 Makromolekul meningkatkan kekentalan cairan  menghambat laju difusi 3. Uji Invivo
z.a ke cairan interstitial, dgn cara :

- membentuk kompleks yg sukar larut / sukar diserap.


SEDIAAN TOPIKAL- faktor teknologi formulasi
- menghambat metabolisme senyawa oleh enzim proteolitik.
Absorbsi obat perkutan dipengaruhi oleh:
2. SUSPENSI DALAM AIR (Aqueous Suspension)
1. Struktur kulit
 penyuntikan suspensi dlm air dpt memperlama aksi obat (tergantung ukuran  stratum corneum dpt menjadi depot/reservoir untuk obat yg diberikan secara
partikel)  makin besar diameter partikel (sampai 100 µm), waktu-aksi topikal; ini telah dibuktikan dengan pemberian secara topikal
obat makin panjang. glukokortikosteroida, terutama fluorokortikosteroid.
 Partikel berukuran yg lebih besar menyulitkan penyuntikan dan  Lamanya stratum corneum berfungsi sebagai depot yakni 7-8 hari.
menimbulkan rasa sakit. 2. Difusi pasif

 penambahan makromolekul yg larut air ke dlm suspensi dpt meningkatkan Pergerakan / penembusan molekul obat melalui kulit sebagian besar dengan
stabilitas sediaan  akan menambah waktu-aksi. cara difusi pasif

contoh: 3. Karakteristik kelarutan obat


 Bahan obat untuk dapat diabsorbsi secara perkutan ialah bahan yg larut
metilsellulosa, Na-karboksimetilsellulosa, Na-alginat, gelatin dan dekstran dalam lemak dan dalam air (koefisien partisi lemak/air).
--> meningkatkan kekentalan sediaan.  Kecepatan difusi obat untuk melewati kulit tergantung pada koefisien partisi
lemak/air; kecepatan difusi paling besar bila ratio distribusi lemak (atau
 peningkatkan kekentalan sediaan  memudahkan penyuntikan krn suspensi pelarut lemak) dan air antara 1 & 2.
mjd lebih cair ketika flakon dikocok. 4. Konsentrasi obat dalam bentuk sediaan
3. LARUTAN DAN SUSPENSI DALAM MINYAK (Oleaginous solution and Penetrasi obat melalui kulit dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam
Oleaginous suspension) sediaannya, disamping koefisien difusi dari molekul obat dan kelarutan obat
dalam vehicle atau bahan pembawa yg dipergunakan untuk formulasi obat.
 pelepasan z.a dari larutan dan suspensi dlm pembawa minyak lebih sulit
dibandingkan dgn pembawa air. 5. Hidrasi kulit
 Dalam hal penetrasi obat melalui kulit, hidrasi secara fisik mengubah
 Kekentalan larutan sediaan bertambah. jaringan kulit dan mengakibatkan perubahan dalam koefisien difusi serta
aktivitas obat yg akan berpenetrasi, sehingga mempercepat obat melalui
contoh: kulit.
 Rintangan utama penetrasi obat melalui kulit terletak pada lapisan keratin
 Aluminium stearat pd penisillin.
dari stratum corneum.
 Salep yang mengandung cukup air untuk hidrasi lapisan keratin : misalnya  molekul dodesil sulfat, steroid anti radang dan organofosfat, ikatan
dasar emulsi minyak air (o/w) akan meningkatkan penetrasi perkutan dari bersifat reversibel, secara perlahan molekul dibebaskan menuju ke
obat-obat tertentu. lapisan yg lebih dalam.
6. Basis pembawa obat
Perpindahan obat dari basis ke epidermis selain dipengaruhi oleh koefisien 2. Konsentrasi zat aktif
partisi dari obat antara fase lemak air juga ada pengaruh aktivitas
termodinamik, difusifitas dan kelarutan obat dalam basis dan kulit. Bila zat aktif dgn konsentrasi tinggi di oleskan pd permukaan kulit, maka dpt
7. Kondisi Kulit tjd perubahan struktur membran  kemungkinan tjd perubahan koefisien
Kondisi atau keadaan kulit sangat menentukan penetrasi obat. Kulit yg rusak partisi antara pembawa dgn sawar kulit.
karena luka, tergores, lecet, melepuh akan menyebabkan obat lebih mudah
melewati epidermis dibanding kulit yg normal/utuh. 3. Koefisien partisi
Permeabilitas meningkat dengan adanya luka pada kulit.
Koefisien partisi ditentukan dari percobaan dgn menggunakan campuran dua
8. Kehadiran bahan/zat pendorong penetrasi
fase, yaitu air dan pelarut organik yg tdk campur dgn air
 Pada formulasi obat luar bila dikehendaki adanya penetrasi, sering
ditambahkan suatu bahan/zat yg dapat mendorong/meningkatkan penetrasi Koefisien partisi yg mendekati satu menunjukkan molekul bergerak dlm
obat melalui kulit masuk ke dalam tubuh. jumlah yg sama menuju lapisan tanduk dan pembawa.
 Diantaranya adalah :
Senyawa yg mempunyai afinitas sangat tinggi terhadap pembawanya tidak
o DMSO: dimetilsulfoksida dapat berdifusi dlm lapisan tanduk.

o DMA: dimetilasetamida 2. PEMILIHAN PEMBAWA

o DMF: dimetilformamida Tujuan :

o solven organik spt alkohol, benzena, ether  bahan-bahan ini dpt 1) Dapat mengubah struktur sawar kulit dan meningkatkan penyerapan senyawa yg
melarutkan lemak di stratum corneum. terkait.

2) Pemilihan pembawa yg sesuai  bahan aktif dpt berdifusi dgn mudah ke dlm
 Ionoforesis (Ionophoresis)
struktur kulit.
 penyerapan perkutan senyawa kimia dpt terdisosiasi dan dpt ditingkatkan 1) Kelarutan dan Keadaan Termodinamika
secara Ionoforesis, yakni pengaliran listrik (0,5 – 1 mA/cm2) secara terus
menerus melintasi kulit yg diolesi. Kelarutan

 Elektroda aktif yg diletakkan pd daerah pengolesan adalah anoda untuk  Etanol yg larut dlm air mpy tetapan permeabilitas yg lbh tinggi bila dicampur dgn pembawa
berminyak, dan mpy afinitas yg lebih rendah dibandingkan bila berada dlm pembawa berair.
molekul bermuatan positif dan katoda untuk molekul bermuatan negatif.
 Afinitas suatu molekul thd pembawanya akan lebih kecil bila konsentrasi pembawanya mjd
 Meningkatkan penyerapan ion-ion (kalsium, fosfat, natrium, fluor), juga lebih tinggi.
obat-obat seperti pilokarpin dan tiroksin.
contoh: pelepasan yg lebih sedikit dari isopropil miristat senyawa fluosinolon asetonida dlm
Contoh obat yg efektif diberikan secara transdermal campuran propilen glikol-air yg dipekatkan dgn Carbopol-934/isopropanolamin.

Keadaan termodinamika
 Nitrogliserin untuk profilaksis angina pectoris;
 Koefisien partisi zat aktif antara pembawa dengan lapisan tanduk dapat dinyatakan sbg
 Steroid seperti Oestradiol; fungsi koefisien aktivitas termodinamika.

 Klonidin untuk hipertensi;  Diharapkan senyawa yg dioleskan pd kulit mempunyai aktivitas termodinamika yg besar
agar jumlah yg diserap dapat maksimal.
 Analgesik seperti Piroksikam, metilsalisilat, Niflumic Acid;
 Bila molekul obat berbentuk kompleks yg larut dalam pembawa, misalnya kompleks asam
 Skopolamin transdermal dpt ditempelkan pd kulit di belakang telinga untuk salisilat dan propilen glikol, maka aktivitas termodinamikanya sangat rendah dan jumlah yg
diserap sangat kecil.
mencegah mual pada mabuk kendaraan, dll.
2) Surfaktan dan Emulsi
OPTIMASI KETERSEDIAAN HAYATI SEDIAAN PERKUTAN
Surfaktan
1. SIFAT FISIKO-KIMIA
 Penembusan ke dlm struktur lapisan tanduk beberapa senyawa antibakteri dapat
Kemampuan penembusan dan penyerapan obat perkutan tergantung pada sifat ditingkatkan dgn penambahan surfaktan anionik.
fisiko kimia.
 Contoh : Pemakaian sabun yg mengandung heksaklorofen (antibakteri topikal) dpt
meningkatkan retensi epidermis bakterisida tsb, namun retensinya berkurang bila digunakan
Faktor-faktor fisiko-kimia: sabun padat tanpa deterjen  terjadi perubahan cara penembusan heksaklorofen yaitu
penembusan melalui kulit yg dikendalikan oleh folikuler dan kelenjar sebasea 
1. Tetapan Difusi menyebabkan iritasi yg diikuti kerusakan sawar kulit.

Tetapan difusi suatu membran berkaitan dgn tahanan yg menunjukkan  Lapisan tanduk merupakan sawar yg efektif dalam mencegah penembusan sebagian besar
keadaan perpindahan. Tetapan difusi merupakan fungsi bobot molekul surfaktan. Surfaktan kationik dan non-ionik praktis tidak diserap, namun surfaktan anionik
senyawa dan interaksi kimia dengan konstituen membran, juga tergantung spt Natrium lauril sulfat dpt melintasi sawar kulit; alkohol-bensena sulfonat terikat dlm
pada kekentalan media dan suhu. Senyawa dgn BM rendah akan berdifusi lapisan tanduk tanpa diikuti penembusan ke lapisan kulit yg lebih dalam.
lebih cepat dibanding senyawa dgn BM tinggi, paling tidak karena membentuk
Emulsi
ikatan dgn konstituen membran  jumlah yg diserap akan lebih banyak.
 Keterserapan senyawa obat berkaitan dengan:
Contoh : trimetilfosfat BM 140, diserap 3x lebih banyak dibandingkan
triisopropilfosfat BM 224. pengaruh basis emulsi, terutama sistem emulsi minyak/air (m/a) atau air/minyak (a/m).
.
Tetapan difusi berkurang bila polaritas molekul meningkat (oestron dan
oestradiol). Gugus polar mendorong pembentukan ikatan berenergi cukup Koefisien partisi zat aktif dalam emulsi dan lapisan tanduk
besar antara molekul dgn komponen membran (ikatan kovalen, elektrostatik,
ionik, hidrogen, van der waals)  jumlah yg diserap lebih sedikit.  Penyerapan fluosinolon bermakna bila digunakan salep dgn dasar vaseline, makin
berkurang penyerapannya bila digunakan dgn dasar emulsi, krim, dan propilen glikol.
contoh :
3) Bahan Peningkat Penembusan Zat Aktif
molekul asam stearat, pembentukan ikatan bersifat irreversibel 
 Pelarut aprotik :
proses penyerapan dihambat, senyawa bergerak ke permukaan kulit
(pengelupasan). Dimetil-sulfoksida (DMSO)
Dimetilasetamida (DMA)  Kelenjar sudoripori, tidak terlibat secara nyata dlm proses penembusan.
Kulit telapak tangan dan kaki dlm jumlah yg sangat byk 500-800 setiap cm2,
Dimetilformamida (DMF) tidak lebih permeabel dibandingkan dgn bagian tubuh yg lain 200-250 setiap
cm2.
 DMSO, mempercepat penembusan air, eserin, fluosinolon asetonida,
griseofulvin, hidrokortison.  Polisebasea, Senyawa yg dapat berdifusi mpy bobot molekul kecil dan
bersifat lipofil dengan cepat dapat tersebar dalam lapisan tanduk dan dalam
 DMSO memudahkan penimbunan steroid di dlm lapisan tanduk, selain itu lipida yg terdapat dalam kelenjar sebasea.
memberikan efek seperti heksaklorofen (bakterisida).
3. Penahanan dalam struktur permukaan kulit dan penyerapan perkutan.

 penumpukan senyawa yg digunakan setempat pd struktur kulit, terutama pd


SEDIAAN TOPIKAL FAKTOR PATOFISIOLOGI lapisan tanduk (stratum corneum).

ANATOMI FISIOLOGI KULIT  Disebabkan karena dlm struktur kulit terdapat suatu daerah depo (lapisan
tanduk epidermis, dermis dan hipodermis), dan dari tempat itulah zat aktif
EPIDERMIS Merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200µm, dgn sel-sel yg dilepaskan perlahan.
berdiferensiasi bertahap dari bagian yg lebih dalam menuju ke permukaan dengan
proses keratinisasi. III. FAKTOR FISIOLOGIK YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN
PERKUTAN
Dua bagian:
Keadaan dan Umur Kulit
1. Lapisan malfigi  bagian yg hidup, menempel pd dermis.
Kulit utuh merupakan suatu sawar difusi yg efektif dan efektivitasnya
2. Lapisan tanduk (stratum Corneum)  sekumpulan sel-sel mati yg mengalami berkurang bila terjadi perubahan dan kerusakan sel-sel tanduk.
keratinisasi.
Pada keadaan dermatosis dgn eksim, psoriasis, dermatosis seborheik, maka
DERMIS DAN HIPODERMIS permeabilitas kulit akan meningkat.
o Dermis, merupakan jaringan penyangga berserat dgn ketebalan 3-5 mm, Kadar hidrokortison yg melintasi kulit akan berkurang bila lapisan tanduk
berperan utama sebagai pemberi nutrisi pd epidermis. Anyaman pembuluh darah berjamur dan lain meningkat pd kulit dengan eritematosis.
dan pembuluh getah bening terletak pada daerah papiler dgn kedalaman 100-200
µm. Difusi kulit juga tergantung pd umur subyek, kulit anak-anak lebih permeabel
dibandingkan kulit orang dewasa.
o Hipodermis dan jaringan penyangga kendor, mengandung sejumlah kelenjar
lemak dan juga mengandung glomerulus kelenjar keringat. Aliran Darah
ANEKSA KULIT Perubahan debit darah ke kulit secara nyata mengubah kecepatan penembusan
molekul.
Terdiri atas sistem polisebasea dan kelenjar sudoripori.
Bila kulit luka atau bila zat aktif digunakan secara Ionoforesis, jumlah yg
 Pada umumnya kelenjar sebasea menempel pada folikel rambut kecuali pada menembus jauh lebih byk dan peranan debit darah mjd faktor yg menentukan.
beberapa daerah yg berbulu jarang dan terletak pada jarak sekitar 500 µm dari
permukaan kulit (kelenjar eksokrin, holokrin dan getah sebum). Pemakaian setempat kortikosteroid  penyempitan pembuluh darah kulit 
mengurangi kapasitas alir darah  mendorong efek depo.
Absorbsi obat mll kulit (perkutan/transdermal) terjadi bila obat berpenetrasi masuk
ke dalam kulit dan melalui kulit masuk ke dalam tubuh. Penyerapan perkutan testosteron berkurang dengan nyata bila digunakan
setelah pengolesan 6-metil prednisolon.
Jalurnya ialah:
Tempat Pengolesan
1. Celah antara sel dari stratum corneum : terjadi difusi melalui matriks stratum
corneum. Jumlah yg diserap untuk suatu molekul yg sama, akan berbeda tergantung
pada anatomi tempat pengolesan : kulit dada, punggung, tangan, atau lengan.
2. Melalui dinding folikel rambut (aneksa kulit). Perbedaan ketebalan terutama disebabkan ketebalan lapisan tanduk (stratum
corneum), berbeda pd setiap bagian tubuh, tebalnya beragam antara 9 µm
3. Melalui kelenjar keringat (kelenjar sudoripori).
untuk kulit kantung zakar sampai 600 µm untuk kulit telapak tangan dan kaki.
4. Melalui kelenjar sebum (polisebasea). beragamnya ketebalan membran pada satu sisi menyebabkan peningkatan
waktu laten yg diperlukan untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pd
5. Menembus sel stratum corneum. lapisan tanduk, di sisi lain menyebabkan pengurangan aliran darah.
Permeabilitas kulit terhadap suatu senyawa akan meningkat secara berurutan
I. SEDIAAN DI TEMPAT ABSORBSI PENYERAPAN/ABSORBSI setelah pengolesan pada kulit telapak tangan dan kaki, di atas kulit lengan,
kulit perut dan akhirnya kulit rambut atau kulit kantung zakar.
Faktor-faktor yg dapat mengubah ketersediaan hayati zat aktif dalam
sediaan yg dioleskan pada kulit: Kelembaban Suhu

1. Lokalisasi sawar  Kandungan air dlm lapisan tanduk rendah 5-15%, dapat ditingkatkan sampai
50% dgn pengolesan suatu bhn pembawa yg dpt menyumbat : vaselin, minyak
Kulit mengandung sejumlah bentukan bertumpuk dan spesifik yg dpt mencegah atau plester impermeabel.
masuknya bahan-bahan kimia, disebabkan adanya:
 Stratum corneum yg lembab mempunyai afinitas yg sama thd senyawa-
1) Lapisan tipis Lipida pd permukaan kulit. senyawa yg larut dlm air atau dlm lipida. Hal ini disebabkan oleh struktur
histologi sel tanduk dan terutama oleh helai-helai keratin yg dpt mengembang
2) Lapisan tanduk dlm air dan pd media lipida amorf yg meresap di sekitarnya.

3) Lapisan epidermis malfigi  Penggunaan plester impermeabel menyebabkan peningkatan luas permukaan
kulit sebesar 17%, juga peningkatan suhu setempat dan kelembaban relatif 
meningkatkan retensi kulit dan penyerapan perkutan beberapa obat.
2. Jalur Penembusan  Secara in vivo, suhu kulit yg diukur pd keadaan normal relatif tetap dan tidak
berpengaruh pd penyerapan.
 Kulit, penembusan molekul obat dari luar ke bagian dalam kulit terjadi secara
difusi melalui lapisan tanduk (stratum corneum) dan melalui kelenjar  Secara in vitro, pengaruh suhu dpt diatur untuk meningkatkan penyerapan.
sudoripori atau organ polisebasea.

 Aneksa kulit dlm hal ini folikel rambut, kurang efektif dibanding lapisan
tanduk. Folikel rambut tidak mempunyai epitel tanduk luar kecuali pd bagian
atas, mulai dari kelenjar sebasea hingga bagian dasar folikel.

Anda mungkin juga menyukai