Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

KIMIA BAHAN ALAM I

PEMERIKSAAN SENYAWA-SENYAWA

METABOLIT SEKUNDER

(STEROID, FLAVONOID, TERPENOID, SAPONIN, DAN

FENOLIK)

OLEH:

PUZAKAL HAMIED

11-01-03-017

PROGRAM S-1 EKSTENSI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI BHAKTI

PERTIWI

PALEMBANG
2012

I. PENDAHULUAN

Usahapenemuansenyawasenyawabaruadalahtiangilmukimiaguna

mengisiperannyadalammemajukanumatmanusia.Haliniberartibahwa

penelitian

dasarmerupakaninovasiyangdapatdipertanggungjawabkankarenaberfungsi

sebagaipondasibagipenelitanterapandaninovasi.Sumberdayaalamorganik

adalah gudang senyawa kimia yang sangat potensial sebagai sumbersumber

senyawabaruyangunikdantidakmungkinditemukandilaboratorium.Senyawa

senyawainimungkinsangatbergunadalampengobatan,pertaniandanindustri.

Sebagianbesarsumberdayainibelumdikajidandimanfaatkanbagikesejahteraan

bangsaIndonesiakhususnyadanumatmanusiapadaumumnya.Diperlukansuatu

penelitian yang sistematik untuk menjaring senyawa kelompok metabolit

sekunderterhadapkekayaanfloraIndonesia.Halinidiupayakanuntukmencari

manfaatnyasebagaisenyawabioaktifterhadapberbagaisistemhayatisehingga

dapatmenunjangkesejahteraanumatmanusia.Suatufenomenabudayatradisional

dalam bidang pengobatan dan pertanian ternyata dapat menjaring tumbuhan

tumbuhanyangbermanfaatkarenamemilikikeaktifanbiologistertentu.Tumbuh

tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat maupun pestisida

tradisional, setelah diteliti ternyata memiliki keaktifan yang sangat bermanfaat

bagiberbagaisistemhayati.
Sumber daya alam di Negara kita sangat melimpah dan beranekaragam,

sehingga menjadi aset yang menguntungkan dalam kehidupan. Sumber daya alam

tersebut berupa tumbuhan , hewan, dan mineral. Dari ketiga sumber daya alam

tersebut, tumbuhan termasuk yang masih memiliki potensi untuk diteliti.Ada dua

senyawa metabolit pada tanaman yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder.

Metabolit Primer adalah suatu golongan senyawa yang digunakan untuk

kelangsungan hidup suatu organisme. Senyawa-senyawa ini bias diubah menjadi

glukosa yang dapat digunakan menjadi sumber energi dari suatu makhluk

hidup,contohnya karbohidrat, lemak dan protein.

Metabolit Sekunder adalah senyawa yang dihasilkan oleh suatu makhluk

hidup dalam jumlah kecil yang tidak bias diubah lagi menjadi glukosa. Senyawa

ini merupakan penyimpan pada biosintesa suatu metabolit primer. Golongan

senyawa ini berguna sebagai pertahanan, membantu pertumbuhan dan lain

sebagainya. Metabolit sekunder inilah yang dimanfaatkan oleh manusia untuk

pengobatan. Dalam penggunaan secara tradisional, sebagian besar ramuan obat

adalah berasal dr tanaman, baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, bunga,

ataupun bijinya dan ada pula yang berasal dari organ binatang ataupun bahan-

bahan mineral.

Teknik untuk menganalisis kandungan kimia tumbuhan mendapat

tantangan dengan semakin sedikitnya tersedia bahan baku dan dengan demikian

pengembangan metoda diarahkan pada penggunaan material sedikit, sebaiknya

hasil diharapkan optimal. Metoda analisis yang paling sederhana dengan

menggunakan test tube atau plat tetes, kromatografi lapis tipis ( KLT dan KKt ),

kromatografi bertekanan tinggi, kromatografi gas dan lain sebagainya berkembang

pesat. Penggunaan teknik-teknik spektroskopi ; UV, IR, NMR, dan spektroskopi


massa makin memperluas dan meningkatkan hasil temuan senyawa kimia baru

dari tumbuhan dengan keanekaan serta jumlah struktur molekul yang sangat

bervariasi sekali.

Senyawa metabolit sekunder digunakan untuk mengembangkan obat baru

setelah diteliti khasiatnya. Untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder ini

harus dilakukan metoda ekstraksi dengan menggunakan pelarut tertentu yang

spesifik, dan tentunya harus dilakukan dahulu metoda uji untuk mengetahui

kandungan tumbuhan tersebut. Metoda uji itu disebut fitokimia, dan digunakan

antara lain metoda Culvenort-Fitzgeral untuk identifikasi alkaloid, metoda Simes

untuk identifikasi Fenolik, saponin, terpenoid, dan steroid, serta metoda Sianidin

Test untuk identifikasi flvonoid. Sehubungan dengan hal diatas, maka jurusan

Farmasi Universitas Stifi Bhakti Pertiwi mengadakan praktikum Kimia Bahan

Alam1 ini, dengan tujuan agar mahasiswa/i farmasi mendapatkan pengetahuan

tentang bagaimana cara pengambilan dan mengidentifikasi sample, mengetahui

metoda-metoda yang digunakan dalam uji fitokimia , dan menerapkan metoda

fitokimia tersebut untuk menentukan kandungan senyawa metabolit sekunder di

dalam tumbuhan.

Sebagian besar senyawa organic bahan alam adalah senyawa aromatic.

Senyawa ini tersebar luas sebagai zat warna alam yang menyebabkan warna pada

bunga, kayu pohon tropis, bermacam-macam kapang dan lumut termasuk zat

warna alizarin. Senyawa aromatic ini mengandung cicin karboaromatik yaitu

cincin aromatic yang hanya terdiri dari atom karbon seperti benzene, naftalen, dan

antrasen.

Cincin karboaromatik ini biasanya tersubstitusi oleh satu atau lebih gugus

hidroksil atau gugus lainnya yang ekivalen ditinjau dari segi biogenetiknya. Oleh
karena itu senyawa bahan alam aromatic ini sering disebut sebagai senyawa fenol

walaupun sebagian diantaranya bersifat netral karena tidak mengandung gugus

fenol dalam keadaan bebas.

Ilmu kimia senyawa fenol yang ditemukan di alam mengalami kemajuan

yang sangat pesat setelah kekule berhasil menetapkan struktur dari cincin

aromatic, bahkan struktur dari beberapa senyawa fenol telah ditetapkan sejak abad

ke -19. oleh karena itu fenol dalah cabang dari ilmu kimia bahan alam yang terus

berkembang, seperti halnya terpenoid dan steroid.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

2.1.1 Borrerria laevis

Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Spermacoce
Spesies : Spermacoce remota Lamm.
Nama Binomial : Spermacoce assurgens Ruiz & Pav.

Divisio : Magnoliophyta

Subdivisio : Spermatophyta

Classis : Magnoliopsida

Sub Classis : Asteridae

No. Sampel : 29

NamaLokal : jugul, katumpang (indonesia), akupao (philippines),

kanan (lalibu, papua new guinea).


Deskripsi : Batang: sering berwarna ungu, tegak atau menggeletak dengan

panjang 30 100cm

Daun: berwarna ungu, berlawanan berbentuk bulat panjang yang

memanah (seperti tombak), panjang 1-7cm lebar 0,4 - 3cm dan

memberikan tekstur seperti kudis, petiole memiliki panjang 2-4mm,

stipula 2-3mm

Bunga: berjumlah banyak yang terletak secara axilari dan terminal

dan panjangnya 2-3mm, corolla berwarna putih atau sering berwarna

pink dwngan panjang 2,4-2,6mm

Buah: berbentuk elipsoid dengan panjang 2-4mm

Biji: berwarna coklat gelap dengan panjang 1,5-2,5mm

Habitat: sepanjang trail, dengan daerah ketinggian 1500 mdpl

keatas, toleran terhadap iklim kering,daerah pemukiman, sepanjang

jalan

Perkembangbiakan: dengan biji yang tersebar melalui air, tebasan

alat pertanian dan pengolahan.

Kandungan Kimia :

Tanaman ini mengandung terpenoid, saponin dan flavonoid.


2.1.2 Eurya acuminata DC

Klasifikasi Ilmiah :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridaeplantae

Phylum : Tracheophyta

Subphylum : Euphyllophyta

Class : Magnoliopsida

Subclass : Asteridae

Family : Pentaphylatacaceae

Genus : Eurya

Botanical name : Eurya acuminata DC

Deskripsi : pohon ini berukuran sedang tingginya dapat mencapai 3meter,

bunganya berkelamin tunggal pada pohon yang sama, rantingya

terkadang ada yang ditumbuhi bulu halus, buahnya berbentuk bulat

telur dengan ukuran 0,6cm, bijinya berbentuk bulat berwarna hitam

mengkilap, bunganya berwarna putih dan ada yang berwarna

kekuningan yang terdiri dari lima kelopak

Distribusi/Penyebaran : tanaman ini tersebar di beberapa negara di asia dan asia

tenggara seperti Indonesia, Bhutan, Kamboja, India,

Cina, malaysia dan juga di kepulauan pasifik.


2.2 FITOKIMIA

2.2.1 ALKALOID

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak

ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-

tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloid

mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan

dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cicin heterosiklik.

Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan

biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna

dalam pengobatan. Misalnya kuinin, morfin, dan stiknin adalah alkaloid yang

terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis. Dengan adanya efek

fisiologis dan psikologis yang dimiliki oleh alkaloid ini yang menarik perhatian

para ahli untuk melakukan pemeriksaan alkaloid. Alkaloid dapat ditemukan dalam

berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Alkaloid

umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran

senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan.

Terminology alkaloid berasal dari alkaloid like yaitu suatu senyawa yang

bersifat basa. Maka alkaloid didefinisikan sebagai suatu produk alamiah yang

heterogen dalam bentuk heterosiklik, bersifat basa yang terdapat dalam tanaman

tertentu. Alkaloid merupakan senyawa padat yang berbentuk kristal, amorf , tidak

berwarna dan mempunyai rasa pahit. Dalam bentuk bebas , alkaloid adalah basa

lemah yang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam pelarut organik,

sedangkan dalam bentuk garam larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut

organic.
A. Klasifikasi Senyawa Alkaloid

Alkaloid tidak mempunyai tata nama sistematik, oleh karena itu suatu

alkaloid dinyatakan dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin dan stiknin.

Hampir semua nama trivial ini berakhiran in yang mencirikan alkaloid.

Klasifikasi alkaloid dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yaitu:

1. Berdasarkan jenis cicin heterosiklik nitrogen yang merupakanbagian dari

struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka alkaloid dapat dibedakan

atas beberapa jenis seperti alkaloid pirolidin, alkaloid piperidin, alkaloid

isokuinolin, alkaloid kuinolin dan alkaloid indol. Struktur masing- masing

alkaloid tersebut adalah sebagai berikut:

NH

NH

Pirolidin Piperidin

2. Berdasarkan jenis tumbuahan dari mana alkaloid ditemukan. Cara

ini digunakan untuk menyatakan jenis alkaloid yang pertama-tama

ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloid dapat
dibedakan atas beberapa jenis yaitu alkaloid tembakau, alkaloid

amaryllidaceae, alkaloid erythrine dan sebagainya. Cara ini mempunyai

kelemahan yaitu : beberapa alkaloid yang berasal dari suatu tumbuhan

tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-beda.

3. Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk

menjelaskan hubungan antara berbagai alkaloid yang diklasifikasikan

berdasarkan berbagai jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloid,

menunjukkan bahwa alkaloid berasal dari hanya beberapa asam amino

tertentu saja. Berdasarkan hal tersebut maka alkaloid dapat di bedakaan

atas tiga jenis utama yaitu:

Alkaloid alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin.

Alkaloid aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenil alanin,

tirosin dan 3,4-dihidrofenilalanin.

Alkaloid aromatik jenis indol yang berasal dari triptopan.

Sebagian besar alkaloid mempunyai kerangka dasar polisiklik

termasuk cincin heterosiklik nitrogen serta mengandung substituen yang tidak

terlalu bervariasi. Atom nitrogen alkaloid hampir selalu berada dalam bentuk

gugus amin (-NR2) atau gugus amida (-CO-NR2) dan tidak pernah dalam bentuk

gugus nitro (NO2) atau gugus diazo. Sedamg substituen oksigen biasanya

ditemukan sebagai gugus fenol (-OH), metoksil (-OCH3) atau gugus metilendioksi

(-O-CH2-O). Substituen oksigen ini dan gugus N-metil merupakan ciri-ciri

sebagian besar alkaloid.


Pada alkaloid aromatik terdapat suatu pola oksigenasi tertentu. Pada

senyawa-senyawa ini gugus fungsi oksigen ditemukan dalam posisi para atau

posisi para dan meta dari cincin aromatik.

Sistem klsifikasi yang paling banyak di terima adalah menurut Hegnauer ,

dimana alkaloid dikelompokkan atas:

1. Alkaloid Sesungguhnya

Alkaloid ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas

fisiologis yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung

nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amono, biasaanya

terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian

terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat

bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quarterner yang

bersifat agak asam dari pada bersifat basa.

2. Protoalkaloida

Protoalkaloida merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen

asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloida di peroleh

berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin

biologis sering digunakan untuk kelompok ini.


3. Pseudoalkaloida

Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa ini

biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelompok ini

yaitu alkaloida steroidal dan purin.

Fungsi alkaloida dalam tumbuhan masih belum pasti, namun para ahli ada yang

menduga bahwa alkaloida dapat berfungsi sebagai:

Senyawa yang berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan.

Penarik atau penolak serangga.

Ada teori yang menyatakan sebagai cadangan nitrogen bagi tumbuhan

tidak lagi diterima

B. Biosintesa Alkaloida

Biosintesa alkaloida mula-mula di dasarkan pada hasil analisa terhadap

ciri struktur tertentu yang sama-sama terdapat dalam berbagai molekul alkaloida.

Alkaloid aromatik mempunyai suatu unit struktur yaitu -ariletilamina. Alkaloida

tertentu dari jenis 1-benzilisokuinolin seperti laudonosin mengandung dua unit

-ariletilamina yang saling berkondensasi. Kondensasi antara dua unit -

ariletilamina yang tidak lain reaksi kondensasi Mannich. Menurut reaksi, ini suatu

aldehida berkondensasi dengan suatu ikatan karbon nitrogen dalam bentuk imina

atau garam iminium,diikuti oleh serangan suatu atom karbon nuleofilik ini dapat

berupa suatu enol atau suatu fenol.


Dari percobaan menunjukan bahwa -ariletilamina berasal dari asam-

asam amino fenil alanin dan tirosin yang dapat mengalami dekarboksilasi

menghasilkan amina. Asam-asam amino ini diikuti oleh dekarboksilasi

menghasilkan aldehida. Kedua hasil transformasi ini yaitu amina dan aldehid

melakukan kondensasi Mannich.

Disamping reaksi dasar ini, biosintesa alkaloid melibatkan reaksi

sekunder yang menyebabkan terbentuknya berbagai jenis struktur alkaloid. Salah

satu dari reaksi sekunder ini yang terpenting adalah reaksi rangkap oksidatif fenol

pada posisi orto atau para dari gugus fenol. Reaksi ini berlangsung dengan

mekanisme radikal bebas.

Reaksi sekunder lain seperti metilasi dari atom oksigen menghasilkan

gugus metoksil dan metilasi Nitrogen menghasilkan gugus N-metil ataupun

oksidasi dari gugus amina. Keragaman Struktur alkaloid Disebabkan oleh

keterlibatan Fragmen-Fragmen kecil yang berasal dari Jalur mevalonat,

fenilpropanoid, dan poli asetat.

Dalam biosintesa higrin, pertama terjadi oksidasi pada gugus amina

yang diikuti oleh reaksi mannich yang menghasilkan tropinon, selanjutnya terjadi

reaksi reduksi dan esterifikasi menghasilkan hiosiamin.

C. Sifat Fisika dan Kimia Alkaloida

Kebanyakan alkaloida berupa padatan kristal dengan titik lebur yang

tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Dapat juga berbentuk amorf dan

beberapa seperti nikotin dan konin berupa cairan.


Kebanyakan alkaloida tak berwarna, tetapi beberapa senyawa

kompleks spesies aromatik berwarna. Pada umumnya basa bebas alkaloida hanya

larut dalam pelarut organik meskipun beberapa pseudoalkaloida dan

protoalkaloida larut dalam air. Garam alkaloida dan alkaloida quartener sangat

larut dalam air.

Alkaloida bersifat basa yang tergantung pada pasamgan electron pada

nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat

melepaskan elektron maka ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa

lebih basa. Jika gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron maka

ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan

alkaloida dapat bersifat netral atau bahkan bersifat sedikit asam.

Kebasaan alkaloida menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah

mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen.

Hasil reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi alkaloida selama atau

setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan

berlangsung dalam waktu lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik

atau anorganik sering mencegah dekomposisi.

Alkaloida sering biasanya bersifat racun bagi manusia dan banyak

mempunyai aktifitas biologis menonjol, jadi merupakan salah satu sumber bahan

baku pengobatan, optis aktif.


2.2.2 FLAVONOID

Adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak terdapat di alam.

Senyawa-senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu, biru,

dan sebagian zat warna kuning dalam tumbuhan. Semua flavonoid menurut

strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon yakni nama sejenis

flavonoid yang terbesr jumlahnya dan juga lazim ditemukan, yang terdapat berupa

tepung putih pada tumbuhan Primula.

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom

karbon, dimana dua cincin benzen (C6 ) terikat pada suatu rantai propana (C 3)

sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6.

Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk

flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan dan semuanya

mempunyai sejumlah sifat yang sama. Beberapa golongan flavonoid, yaitu:


Golongan Penyebaran Ciri Khas

Flavonoid
Antosianin Pigmen bunga merah Larut dalam air, max 515-545nm,

marak, merah, merah bergerak dengan BAA pada kertas*.

seduduk, dan biru, juga

dalam daun dan jaringan

lain.

Proantosianidin Terutama tan warna, dalam Menghasilkan antosianidin (warna dapat

galih dan daun tumbuhan diekstraksi dengan amil alcohol) bila

berkayu. jaringan dipanaskan dalam HCl 2M

selama setengah jam.

Flavonol Terutama ko-pigmen tan Setelah hidrolisis, berupa bercak kuning

warna dalam bunga sianik mirip pada kromatogram forestall bila

dan ansianik; tersebar luas disinari dengan sinar UV; maksima

dalam daun. spectrum pada 330-386nm.

Flavon Seperti flavonol. Setelah hidrolisis, berupa bercak coklat

redup pada kromatogram Forestal;

maksima spectrum pada 330-350nm.

Isoflavon Tanwarna; sering kali Bergerak pada kertas dengan

dalam akar; hanya terdapat pengambang air; tak adea uji warna yang

pada satu suku, khas.

Khalkon dan auron Leguminosae. Dengan amonia berwarna merah

Pigmen bung kuning, (perubahan warna dapat diamati in situ).

kadang-kadang terdapat Maksima spectrum 370-410nm.

juga dalam jaringan lain.


Sebagian besar flavonoid yang terdapat pada tumbuhan terikat pada

molekul gula sebagai glikosida, dan dalam bentuk campuran, jarang sekali

dijumpai berupa senyawa tunggal. Disamping itu sering ditemukan campuran

yang terdiri dari flavonoid yang berbeda kelas. Misalnya antosianin dalam

mahkota bunga yang berwarna merah, hampir selalu disertai oleh flavon atau

flavonol yan tak berwarna. Dewasa ini diperkirakan telah berhasil diisolasi sekitar

3.000senyawa,flavonoid.Flavonoid dalam tumbuhan mempunyai empat fungsi : 1)

Sebagai pigmen warna, 2) Fungsi fisiologi dan patologi, 3) Aktivitas Farmakologi,

dan 4) Flavonoid dalam makanan. Aktifitas Farmakologi dianggap berasal dari

rutin (glikosida flavonol) yang digunakan untuk menguatkan susunan kapiler,

menurunkan permeabilitas dan fragilitas pembuluh darah, dll.Gabor menyatakan

bahwa flavonoid dapat digunakan sebagai obat karena mempunyai bermacam

macam bioakitfitas seperti antiinflamasi, anti kanker, antifertilitas,

antiviral,antidiabetes,antidepresant,diuretic,dll.

Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai berikut:

Cincin A- COCH2CH2 Cincin B Hidrokalkon.

Cincin A- COCH2CHOH- Cincin B Flavanon, Kalkon.

Cincin A- COCH2CO- Cincin B Flavon.

Cincin A- CH2COCO- Cincin B Antosianin

Cincin A- COCOCH2 Cincin B Auron.


A. Fungsi Flavonoida

Pada tumbuhan tingkat tinggi sebagai pigmen dalam bunga yang berfungsi

dapat menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Ada juga flavonoida

tanpa warna, tetapi dapat menyerap sinar UV penting juga untuk

mengarahkan serangga.

Pengatur tumbuh, fotosintesis, kerja antimikroba, dan antivirus

Komponen abnormal yang hanya dibentuk sebagai tanggapan terhadap

infeksi luka.

Senyawa pereduksi yang baik, dan banyak menghambat reaksi oksidasi,

baik secara enzim maupun nonenzim.

Dalam makanan dapat menurunkan agregasi platelet, sehingga dapat

mengurangi pembekuan darah.

Pada kulit, flavonoid dapat menghambat pendarahan

2.2.3 TERPENOID

Pada awalnya merupakan suatu golongan senyawa yang hanya terdiri

dari atom C dan H, dengan perbandingan 5:8 dengan rumus empiris C5

H8(unit isoprene), yang bergabung secara head to tail (kepala-ekor). Oleh


sebab itu senyawa terpen lazim disebut isoprenoid.Terpenoid sama halnya

dengan senyawa terpen tetapi mengandung gugus fungsi lain seperti gugus

hidroksil, aldehid dan keton. Dewasa ini baik terpen maupun terponoid

dikelompokkan sebagai senyawa terpenoid,(isoprenoid) Contoh : Limoena

dalam buah jeruk, Geraniol dalam mawar.

Berdasarkan jumlah unit isoprene yang dikandungnya, senyawa

terpenoid dibagi atas: 1)monoterpen (dua unit isoprene), 2)seskiterpen (tiga

unit isoprene), 3)diterpena (empat unit isoprene), 4 Triterpena (enam unit

isoprene), 5 Tetraterpena (delapan unit isoprene), dan 6) politerpena (banyak

unit isoprene). Monoterpen dan seskiterpen adalah komponen utama minyak

esensial (minyak atsiri) yang dapat diperoleh dengan penyulingan. Vitamin A

adalah suatu diterpenopoid, skalen tergolong triterpenoid yang dijumpai dalam

minyak hati ikan,karoten karoten pigmen merah dan kuning

tergolong,tetraterpen,lateks(karetalam)Adalah politerpen.

Deteksi

Untuk deteksi steroid menggunakan metode simes dimana steroid

memberikan warna biru, sampai hijau saat pengujian. Untuk deteksi terpenoid

dengan mengunakan metode Simes dengan penambahan pereaksi LB, yang akan

menghasilkan warna merah.

2.2.4 STEROID

Adalah suatu kelompok senyawa yang mempunyai kerangka dasar

siklopentanaperhidrofenantrena, mempunyai empat cincin terpadu.Senyawa

senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu.


Beberapa steroid penting adalah kolesterol, yaitu steroid hewani yang

terdapat paling meluas dan dijumpai pada hampir semua jaringan hewan. Batu

kandung kemih dan kuning telur merupakan sumber yang kaya akan senyawa

ini. Hormon hormon seks yang dihasilkan terutama dalam testes dan indung

telur adalah suatu steroid. Hormon jantan disebut androgen dan hormon betina

estrogen, dan hormon kehamilan progestin

2.2.5 SAPONIN

Merupakan senyawa glikosida kompleks yaitu senyawa hasil

kondensasi suatu gula dengan suatu senyawa hidroksil organik yang apabila

dihidrolisis akan menghasilkan gula (glikon) dan non-gula (aglikon). Saponin

ini terdirin dari dua kelompok : Saponintriterpenoid dan saponin steroid.

Saponin banyak digunakan dalam kehidupan manusia, salah satunya terdapat

dalam perak yang dapat digunakan untuk bahan pencuci kain (batik) dan

sebagai shampoo.Saponin dapat diperoleh dari tumbuhan melalui metoda

ekstraksi.

2.2.6. FENOLIK

Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari

senyawa tumbuhan, yang mempunyai cirri sama yaitu, cincin aromatik yang

mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Senyawa feol cenderung mudah

larut dalam air karena umumnya mewreka sering kali berikata dengan gula

sebagai glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel.

Bebrapa ribu senyawa fenol alam telah diketahui strukturnya.

Flavonoid merupakan golongan terbesar, tetapi fenol monosiklik sederhan,

fenil propanoid, dan kuinon fenolik juga terdapat dalam jumlah besar.
Beberapa golongan bahan polimer penting dalam tumbuhan lignin, melanin,

dan tannin adalah senyawa polifenol dan kadang-kadang satuan fenolik

dijumpai pada protein, alakoid dan di antara terpenoid.

Perana beberapa golongan senyawa fenol sudah diketahui (misalnya

lignin sebagai bahan pembangun dinding sel, antosianin sebagai pigmen

bunga), sedangkan peranan senyawa yang termasuk golongan lain masih belum

diketahui.

Bagi biokimiawan tumbuhan, senyawa fenol pada tumbuhan dapat

menimbulkan gangguan besar karena kemampuannya membentuk kompleks

dengan protein melalui ikatan hydrogen. Bila kandungan sel tumbuhan

bercampur dan membran menjadi rusak selama proses isolasi, senyawa fenol

cepat sekali membentuk kompleks dengan protein. Akibatnya, sering terjadi

hambatan terhadap kerja enzim pada ekstrak tumbuhan kasar. Sebaliknya, fenol

sendiri sangat peka terhadap oksidasi enzim dan mungkin hilang pada saat

isolasi akibat kerja enzim fenolase yang terdapat dalam tumbuhan. Ekstraksi

senyawa fenol tumbuhan dengan etanol mendidih biasanya mencegah

terjadinya oksidasi enzim, dan prosedur ini seharusnya dilakukan secara rutin.

Cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana ialah dengan

menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau etanol kepada

larutan cuplikan, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru, atau

hitam yang kuat. Cara ini, dimodifikasi dengan menggunakan campuran segar

larutan besi (III) klorida 1% dalam air dan kalium heksasianoferat (III) 1%,

masih tetap digunakan sebagai cara umum untuk mendeteksi senyawa fenol

pada kromatogram kertas. Tetapi, kebanyakan senyawa fenol (terutama

flavonoid) dapat dideteksi pada kromatogram berdasarkan warnanya atau


fluoresensinya di bawah lampu UV, warnanya diperkuat atau berubah bila di

uapi ammonia. Pigmen fenolik berwarna dan warna ini dapat terlihat selam

proses isolasi dan pemurnian.

III. PROSEDUR KERJA

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1 Alat :

Lumpang

Pisau / gunting

plat tetes

tabung reaksi 100 ml

pipet tetes

corong

pemanas

Corong penyaring kecil

Lampu spiritus (Bunsen)

Mortar dan stamper

Erlenmeyer

Gelas ukur

Beker glass

3.1.2 Bahan
Contoh ( simplisia tumbuhan : daun, akar, batang, kulit batang

bunga, buah, biji )

Amoniak-kloroform 0.05 N ( 1 ml amoniak dalam 250 ml

kloroform)

H2SO4 2 N

Pereaksi Mayer,.

Metanol

Asam sulfat pekat

Serbuk magnesium

aquadest

Laruran feCl3

Norit

kapas putih

Asan acetat anhidrat

3.2 CARA KERJA

3.2.1 Pengujian Kandungan Kimia Golongan Alkaloida

(Metoda Culvenor- Fitzgerald)

Ambil 2-4 g daun segar (1/5 gram daun kering) atau kulit batang dari

masing-masing sampel yang di uji. Haluskan dalam lumpang dengan bantuan

sedikit pasir dan 10ml kloroform.

Setelah halus tambahkan 10ml kloroform amoniak 0,05N kemudian

digerus perlahan. Saring larutan dengan corong kecil, didalamnya diletakkan

kapas sebagai penyaring dan masukkan hasil saringan kedalam tabung reaksi

besar.
Tambahkan 10 tetes Asam sulfat 2N dan balik-balikkan tabung perlahan

atau dikocok perlahan. Biarkan sejenak, hingga terbentuk pemisahan lapisan asam

dan lapisan kloroform. Ambil lapisan asam dengan bantuan sebuah pipet bersih,

dan pindahkan kedalam sebuah tabung reaksi kecil.

Ke dalam tabung reaksi kecil tambahkan satu tetes pereaksi Mayer.

Reaksi positif bila terdapat kabut putih hingga gumpalan putih/endapan puith.

Reaksi positif1 sampai positif 4. untuk melihat kepekatan endapan dapat

digunakan Kinin Sulfat untuk +1 = 1:10.000, +2 = 1:2.500, +3=1:1.500,

+4=1:100)

3.2.2 Pengujian Kandungan Kimia Flavonoid, Terpenoid, Fenolik, Saponin

(Metoda Simes et all)

Ambil sebanyak 4 gram sampel yang telah di rajang, lalu rendam dalam

etanol pada botol infus kecil. Panaskan, lalu saring, filtratnya diuapkan sampai

kering. Tambahkan aquades dan kloroform sebanyak 1:1 kedalam tabung reaksi,

lalu kocok dan biarkan memisah

Terbentuk 2 Lapisan:

Terbentuk Lapisan Kloroform dibagian bawah

Untuk Pemeriksaan Senyawa Terpenoid dan Steroid

Lapisan Air dibagian atas.

Untuk Pemeriksaan Flavonoida dan Terpenoid.

Uji Fenol
Ambil sebahagian lapisan airnya lalu teteskan 3 tetes pada dua buah

lubang pada plat tetes. Dimana lubang pertama hanya berisi filtrat sebagai standar

sedangkan pada lubang yang kedua filtrat ditambahkan dengan FeCl3.

Amati Warna yang terbentuk, kalau terbentuk warna biru-biru gelap, berarti

sampel mengandung Fenolik. Lalu Bandingkan warna yang terbentuk dengan

menggunakan larutan senyawa fenolik yang tersubstitusi dengan mono-, di-, dan

trihidroksi.

Uji Saponin

Masukkan sebahagian lapisan Air yang tersisa ke dalam tabung reaksi.

Tutup mulut tabung reaksi dengan penyumbat karet dan Kocok kuat, biarkan

selama 15 menit. Kalau terbentuk busa yang tidak hilang, berarti sampel

mengandung saponin

Uji Terpenoid dan Steroid.

(Metode Lieberman-Bouchard)

Ambil lapisan kloroformnya masukkan ke dalam pipet yang berisi norit

yang ujungnya telah diberi kapas, biarkan kloroform menetes dengan perlahan

melalui ujung pipet, apabila tak mau menetes, gunakan karet pipet untuk

memberikan tekanan sehingga kloroform dapat menetes keluar. lalu hasil

disaringan yang berwarna bening teteskan 3 tetes pada dua buah lubang pada

plat tetes dimana pada lubang pertama hanya berisi filtrat yang berwarna bening

sebagai standart dan lubang kedua filtrat yang di tambahkan asam asetat anhidrat

dan H2SO4 pekat.


Amati perubahan Warna Yang Terjadi, jika terbentuk warna merah berarti sampel

mengandung terpenoid tapi jika terbentuk warna biru-ungu, berarti Sampel

Mengandung Steroid.

Lakukan percobaan dengan menggunakan Senyawa Terpen/Steroid Pembanding.

Uji Flavonoida

(Sianidin Test)

Ambil kira-kira sebagian kecil dari lapisan air ( 1 ml ) dan di pindahkan

dengan pipet kedalam tabung reaksi kecil. Masukkan 1-2 butir logam Mg dan

beberapa tetes asam klorida pekat (Penambahan asam klorida dilakukan dalam

Lemari Asam).

Amati Perubahan Warna Yang Terjadi, Maka Akan Terbentuk Warna Orange

Sampai Merah Menandakan Adanya Flavonoid (Kecuali Isoflavon). Lakukan

percobaan yang sama dengan menggunakan pembanding Baku rutin atau dengan

menggunakan Daun Singkong (Manihot Utilissima).


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Dari percobaan yang telah di lakukan, maka di peroleh hasil sebagai berikut:

- Borreeia laevis positif mengandung terpenoid, saponin dan flavonoid.

- Eurya acuminata DC tidak mengandung senyawa metabolit sekunder

4.2. PEMBAHASAN

Pada praktikum yang telah dilakukan, sampel yang digunakan adalah

simplisia yang berasal dari tumbuhan yang di dapat saat melakukan kegiatan

kuliah lapangan di Universitas Andalas, tepatnya pada HPPB Biologi Sumatera

Barat. Sampel yang di dapat masih dalam keadaan segar.

Pada tanaman Borreeia laevis mengandung senyawa aktif terpenoid,

saponin dan flavonoid. hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada pengujian

fitokimia.

Pada literatur disebutkan Eurya acuminata DC tidak mengandung

metabolit sekunder.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui senyawa aktif yang terdapat

pada suatu tumbuhan. Senyawa aktif atau kandungan kimia yang terdapat dalam

suatu tumbuhan ini merupakan hal yang penting untuk digunakan sebagai bahan

baku obat. Senyawa aktif ini merupakan hasil dari metabolisme sekunder dari

tumbuhan itu.

2. Pada Metabolit sekunder yakni penyimpangan pada biosintesa suatu

metabolit primer. Golongan senyawa ini berguna sebagai pertahanan, membantu

pertumbuhan dan lain sebagainya pada suatu makhluk hidup. Yang temasuk

metabolit sekunder yakni alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, fenolik, dan

saponin.

3. Pengujian dilakukan pertama-tama dilakukan proses isolasi dengan

mengekstraksi tumbuhan yang telah kering, dengan berbagai cara ekstraksi yakni

maserasi, perkolasi, digestasi, infusa, dekokta, atau sokletasi dengan memakai

pelarut yang cocok. Setelah itu dilakukan pengujian senyawa aktif dengan cara

sesuai dengan masing-masing metabolit sekunder berdasarkan literatur metode

yang ada.
4. Hasil yang di peroleh berdasarkan percobaan yang telah dilakukan adalah

pada Pada tanaman Borreeia laevis mengandung senyawa aktif, terpenoid,

saponin dan flavonoid. hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada pengujian

fitokimia. Pada Eurya acuminata tidak mengandung senyawa aktif.

5.2 SARAN

Adapun untuk percobaan selanjutnya disarankan kepada praktikan agar :

Memahami Prosedur Kerja Sebelum Melakukan Percobaan.

Lebih hati-hati dalam melakukan percobaan apalagi pada saat

menambahkan reagen atau pelarut.

Pada saat menambahkan Asam, sebaiknya dilakukan di lemari asam.

Menggunakan pipet tetes yang berbeda untuk masing-masing pereaksi

agar pereaksi tidak terkontaminasi zat lain.

Sebaiknya menggunakan masker mencegah terhirupnya gas yang

berbahaya dari pelarut yang dipakai. Dan menggunakan sarung tangan

agar pada saat tertetes pelarut yang berbahaya tidak langsung terkena kulit.

Limbah hasil reaksi harus dibuang pada 1 botol kaca atau wadah,

kemudian di musnahkan menurut prosedur yang baik atau apabila

memungkinkan di daur ulang. Karena limbah tersebut dapat

membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia

Lebih teliti dalam melihat dan menyimpulkan hasil percobaan.


DAFTAR PUSTAKA

Djamal, R, Tumbuhan sebagai sumber bahan obat, Padang

:UNAND, 1998

Djamal, R, Fitokimia ,FMIPA,Padang :UNAND,1998

http://www.globinmed.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=62938:borreria-laevis-lamk-

griseb&catid=366:b (diakses tanggal 29-maret-2012)

http://www.scribd.com/doc/30066681/Tugas-Akhir-Semester-2-Klasifikasi-

Gulma-2 (diakses tanggal 29-maret-2012)

http://tarmiziblog.blogspot.com/2011/06/identifikasi-senyawa-organik-bahan-

alam.html (diakses tanggal 29-maret-2012)

http://books.google.co.id/books?

id=qxjEWPlFOc4C&pg=PA209&lpg=PA209&dq=alkaloid+eurya+acuminata&so

urce=bl&ots=CTZu3su2L1&sig=fTtGYp6DBw5365bKKj0BNY5AYus&hl=id&s

a=X&ei=BNJ1T-

b9GYm8rAfpid2ODQ&ved=0CBsQ6AEwAA#v=onepage&q=alkaloid%20eurya

%20acuminata&f=false (diakses tanggal 29-maret-2012)


http://www.arbec.com.my/pdf/art7julysep02.pdf (diakses tanggal 29-maret-2012)

http://translate.google.co.id/translate?

sl=en&tl=id&js=n&prev=_t&hl=id&ie=UTF-8&layout=2&eotf=1&u=http%3A

%2F%2Fzipcodezoo.com%2FPlants%2FE%2FEurya_acuminata%2F&act=url

(diakses tanggal 29-maret-2012)


LAMPIRAN

Tabel hasil percobaan

Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Terpenoid

Tumbuhan Alkaloid Atau Saponin Fenolik Flavonoid

(Daun) steroid

Borreria Negatif Positif Negatif Negatif Positif

laevis (-) (+) (+) (-) (+)

Eurya Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

acuminata (-) (-) (-) (-) (-)


LAMPIRAN

I . Gambar Borreria laevis


Borreria laevis
II. Gambar Eurya acuminata

Eurya acuminata

Anda mungkin juga menyukai