bermakna dalam penggunaan di klinik. Sering absorpsi ampisilin oraf tidak cukup memuaskan sehingga perlu meningkaikan dosis. Ester ampisilin
misalnya. pivampisilin, bakampisilin dan hetasilin
diabsorpsi lebih baik daripada ampisilin' Berbagai
enzim dalam mukosa saluran cerna, serum dan
Jenis Penisilin
Penisilin G
Penisilin V
Metisilin
Oksasilin
Kloksasilin
Dikloksasilin
Flukloksasilin
Ampisilin
Hetasilin
Pivampisilin
Amoksisilin
Karbenisilin
Sulbenisilin
Tikarsilin
Azlosilin
Mezlosilin
Cara
Pemberian
IM
Dosis
IM
IM
IV
IM
IV
IM
oral
(% dosis)
Plasma
(pg/ml)
8U
300.000 u
49
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
oral
Bioavailabilitas KadarPuncak
1g
1g
1g
0,5 g
0,5 g
0,5 g
0,45 g
0,5 g
0,5 g
30-50
37
49
10
5 - 10
5-10
15
11
49
32
65
65-78
2,5
5,7
6,75
1g
15-20
4g
29
5g
3g
157
60
236,5
100
protein
plasma
lkatan
t1/2 Plasma
(menit)
("/t
65
75
40
a:
90-95
30-60
94
97
93
20
20
20
20
50
33
37
45
20-40
16-42
30-60
60-90
60-90
60-90
60-90
60
70
70
60
60
Pengantar Antimikroba
XII. ANTIMIKROBA
39. PENGANTAR ANTIMIKROBA
R. Setiabudy dan Vincent H.S. Gan
1.
Delinisi
3. Mekanisme kerja
4.
8.1. lndikasi
Resistensi
5. Elek samping
6.
1. DEFINISI
ANTIMIKROBA.
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama lungi, yang dapat menghambat
atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak
antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau
sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari
AM sintetikyang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) iuga sering
digolongkan sebagai antibiotik.
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab inleksi pada manusia, ditentukan
krob
y an
be rs
il
at
mengh.a
m b:alLae4!u.
anti- , *5-
!l [uJ
$-i Kr.qb.a*gi
Sl."
572
Chlamydia. Berdasarkan perbedaan silat ini antimikroba dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berspektrum sempit (umpamanya: benzil penisilin dan
streptomisin), dan berspektrum luas (umpamanya
tetrabiklin dan kloramlenikol). Batas antara kedua
jenis spektrum ini terkadang tidak jelas.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok : (1) yang mengganggu metabolisme sel mikroba; (2) yang menghambat sintesis dinding sel mikroba; (3) yang meng-
asam folat yang nonlungsional. Akibatnya, kehidupan mikroba akan terganggu. Berdasarkan sifat
kompetisi, efek sullonamid dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar PABA.
Untuk dapat bekerja, dihidrololat harus diubah
menjadi bentuk aktilnya yaitu asam tetrahidrofolat.
Enzim dihidrofolat reduktase yang berperanan di
sini dihambat oleh trimetoprim, sehingga asam dihidrololal tidak dapat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat yang fungsional.
PAS merupakan analog PABA, dan bekerja
dengan menghambat sintesis asam lolat pada M.
tuberculosis. Sullonamid tidak efektif terhadap M.
tuberculosis dan sebaliknya PAS tidak efektif terhadap bakteri yang sensitil terhadap sullonamid. perbedaan ini mungkin disebabkan perbedaan enzim
tidasi) dalam rangkaian reaksi tersebut. Oleh karena tekanan osmotik dalam sel kuman lebih tinggi
daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel
kuman akan menyebabkan terjadinya lisis, yang
merupakan dasar efek bakterisidal pada kuman
yang peka.
Antimikroba
yang mengganggu
keutuhan
573
Pengantar Antimikroba
lerase.
4. RESISTENSI
Resistensi sel mikroba ialah suatu sifat tidak
terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Silat ini dapat merupakan suatu mekanisme
alamiah untuk bertahan hidup. Dikenal tiga pola
resistensi dan sensitivitas mikroba terhadap antimikroba. Pola I : belum pernah terjadi resistensi
bermakna yang menimbulkan kesulitan di klinik.
Contoh untuk ini: Streptococcus pyogenes grup A
terhadap penisilin G. Pola ll : pergeseran dari sifat
peka menjadi kurang peka, tetapi tidak sampai terjadi resistensi sepenuhnya. Contoh: gonokokus
bukan penghasil penisilinase; sebagian besar galur
(strain) masih peka terhadap penisilin 0,06 pg/ml'
tetapi jumlah galur yang memerlukan kadar 1 pg/
ml, terus bertambah. Untunglah kadar penisilin 1
tensi.
konyugasi. Dengan transformasi, mikroba menginkorporasi laktor resistensi langsung dari media
ii
bawa faktor resistensi. Faktor resistensi yang jipindahkan terdapat dalam dua bentuk ptismiO Oan
Plasmid merupakan suatu elemen genetik
_"!!l9r:
(DNA-plasmid) yang terpisah dari DNA_ kroriosom;
jadi merupakan suatu DNA nonkromosom.
Tidak
setiap plasmid dapat dipindahkan. yang dapat di_
Bakteri datam
ke_
tidak dipengaruhi oleh antimikroba. Keadaan ini dikenal sebagai resistensi nongenetik. Mikroba terse_
but dikenal sebagai persisters. Bila berubah men-
Pangantar Antimikroba
5. EFEK SAMPING
Efek samping penggunaan AM dapat dikelom-
575
sampai kini ialah golongan penisilin. Dalam menimbulkan elek toksik, masing-masing AM dapat memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu
pada tubuh hospes.
Golongan aminoglikosida pada umumnya bersilat toksik lerutama terhadap Nervus ocfavus.
Golongan tetrasiklin cukup terkenal dalam meng-
PERUBAHAN BIOLOGIK
DAN
METABOLIK.
576
Faktor yang memudahkan timbulnya superinfeksi ialah : (1) adanya faktor atau penyakit yang
mengurangi daya lahan pasien; (2) penggunaan
antimlkroba terlalu lama; (3) luasnya spektrum akti-
kloJgnlentkq!
dapsonffi
tan-
Tdmafif paAi3aseorang,
yang bersangkutan.
Keadaan patologik tubuh hospes. Keadaan patologik tubuh hospes dapat mengubah larmakodinamik dan larmakokinetik AM tertentu. Keadaan
tungsi hati dan ginjal penting diketahui dalam pemberian obat, termasuk pemberian AM, sebab kedua
organ tersebut berpengaruh besar pada farmakokinetik obat. Sirosis hati atau gangguan laal hati
yang berat dapat meningkatkan toksisitas letrasiklin, memperpanjang waktu paruh eliminasi linkomisin, meningkatkan kadar kloramlenikol dalam darah
sehingga menimbulkan bahaya toksik. Gangguan
pada hepar dapat menyebabkan gangguan pada
biotransformasi maupun pada ekskresi obat melalui
empedu.
Antimikroba yang terutama diekskresi melalui
ginjal akan mengalami kumulasi dalam tubuh hospes yang menderila gangguan lungsi ginjal. Streptomisin, kanamisin, penisilin dieliminasi dari tubuh
terutama dengan ekskresi melalui ginjal. Gangguan lungsi ekskresi ginjal hanya sedikit sekali menim-
toksikasi.
sistem tubuh, khususnya hati dan ginjal, guna mendapatkan efek terapi yang optimal.
Keadaan lungsi organ/sistem lain, tetap perlu
dipertimbangkan walaupun tidak dirinci di sini; um-
sTt
Pengantar Antimikroba
6.
tidak dengan sendirinya menyatakan bahwa setiap AM yang tercantum itu akan memberi efektivitas klinik yang sama. Di sini klinikus harus
dapat mengenali dan memilih AM yang secara
klinis merupakan obat terpilih untuk suatu
kuman lertentu. Sebagai contoh obat terpilih
untuk inleksi oleh Str. faecalis ialah ampisilin,
1.
2.
7.
8. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA DI
KLINIK
cepat terlihat.
3.
4.
tidak selalu
laat.
5.
8.1.INDIKASI
Penggunaan terapeutik AM di klinik bertujuan
membasmi mikroba penyebab infeksi. Penggunaan AM ditentukan berdasarkan indikasi dengan
mempertimbangkan faktor-faktor berikut : (1) Gambaran klinik penyakit inleksi, yakni elek yang ditimbulkan oleh adanya mikroba dalam tubuh hospes,
dan bukan berdasarkan atas kehadiran mikroba
tersebut semata-mata; (2) Efek terapi AM pada penyakit infeksi diperoleh hanya sebagai akibat kerja
AM terhadap biomekanisme mikroba, dan tidak ter-.
hadap biomekanisme tubuh hospes; (3) Antimikroba dapat dikatakan bukan merupakan "obat penyembuh' penyakit infeksi dalam arti kata sebenarnya. Antimikroba hanyalah menyingkatkan waktu
yang diperlukan tubuh hospes untuk sembuh dari
suatu penyakit infeksi. Sepertitelah dikemukakan di
atas, dengan adanya invasi oleh mikroba, tubuh
hospes akan bereaksi dengan mengaktilkan meka-
POSOLOGT
kesanggupan mekanisme
hospes.
Menunda
PILIHAN ANTIMIKROBA
Pengantar Antimikoba
imun, leukemia akut, dan lain-lain. Pada keadaankeadaan ini, sebaiknya digunakan AM bakterisid.
Memilih AM yang didasarkan atas luas spektrum antirnikrobanya, tidak dibenarkan karena hasil
terapi tidak lebih unggul daripada hasil terapi dengan AM berspektrum sempit, sedangkan superinleksi lebih sering terjadi dengan AM berspektrum
lebar.
Antimikroba yang mutakhir misalnya sefalosporin generasi lll, lluorokuinolon, aminoglikosida
yang baru dll, seyogyanya tidak terlalu sering digunakan untuk keperluan rutin. Tindakan ini perlu
untuk menjaga supaya telap tersedia AM elektif bila
timbul masalah resistensi dalam kurun waktu tertentu.
579
POSOLOGI ANTIMIKROBA
(1) Pengobatan infeksi campuran. Beberapa infeksi tertentu dapat disebabkan oleh lebih dari satu
jenis mikroba yang peka terhadap AM yang berbeda. Dalam hal ini diperlukan pemberian kombinasi AM sesuai dengan kepekaan kuman-kuman
penyebab infeksi campuran tersebut. Sebagai con-
toh infeksi pascabedah abdominal sering disebabkan oleh kuman anaerob (8. fragilis) dan kuman
aerob gram- negatit yang peka terhadap AM yang
berbeda. Kuman anaerob peka terhadap AM anaerobisid misalnya metronidazol, klindamisin, sefoksitin, dll., sedang yang aerob peka terhadap gentamisin, dll. Karena itu kombinasi AM untuk kuman
aerob dan anaerob diindikasikan untuk keadaan ini,
misalnya gentamisin dengan metronidazol.
(2)
580
1. melindungi seseorang yang terpaj an (exposed) kuman tertentu. Penisilin G mencegah inleksi streptokokus Grup A. Kotrimoksazol efektil
untuk mencegah kambuhnya inleksi saluran kemih.
2. mencegah infeksi bakterial sekunder pada se-
kali tim-
bul
Kombinasi tetap AM hanya dibenarkan bila komponen-komponen yang membentuk kombinasi itu
selalu dibutuhkan bersama. Dewasa ini hanya ada
sedikit sekali kombinasi tetap AM yang dianggap
rasional yaitu sullonamid-trimetroprim (misalnya
kotrimoksazol), sulfadoksin-pirimetamin, asam
klavulanat-amoksisilin dan sulbaktam-ampisilin.
bakteremia, misalnya ekstraksi gigi, tindakan pembedahan dan lain-lain. Endokarditis terjadi karena
kolonisasi kuman pada katup jantung yang rusak.
Profilaksis juga perlu diberikan untuk pasien dengan lesi jantung lainnya karena deposit librin dan
trombosit yang menjadi tempat kolonisasi sering
berhubungan dengan tempat terjadinya arus darah
turbulen pada jantung. Setiap tindakan yang melukai mukosa yang kaya bakteri misalnya mulut dan
saluran cerna akan menyebabkan bakteremia selintas. Profilaksis ini diberikan segera sebelum tindakan.
Untuk profilaksis kasus bedah berlaku prinsip
sebagai berikut : (1) Penggunaan AM untuk profilaksis selalu harus dibedakan dari penggunaan untuk
terapi pada kasus-kasus bedah; (2) Pemberian profilaksis AM hanya diindikasikan untuk tindakan
bedah tertentu yang sering disertai infeksi pascabedah, atau yang membawa akibat berat bila terjadi
Di Amerika sekitar 30-50 % antibiotik diberikan untuk tujuan profilaksis. Seringkali pemberian
profilaksis ini merupakan penggunaan AM yang
berlebihan. Uji klinik telah membuktikan bahwa
pemberian protilaksis sangat bermanfaat untuk
beberapa indikasi tertentu, sedangkan untuk indikasi lain sama sekali lidak bermanlaat atau
kontroversial.
Pengantar Antimikroba
infeksi pascabedah; (3) AM yang dipakai harus sesuai dengan jenis kuman yang potensial menimbulkan inleksi pascabedah; (4) Cara pemberian biasanya l! atau lM; (5) Pemberian dilakukan pada
saat induksi anestesi, tidak dibenarkan pemberian
tidak memerlukan prolilaksis AM, kecuali bila dikhawatirkan akan terjadi inleksi pasca bedah yang
berat sekali.
JENIS INFEKSI
PENYEBAB TERSEBING
PILIHAN ANTIMIKFOBA
I. SALURAN NAFAS
- Faringitis
- virus
- Str. pyogenos
- C. diphtheriae
- Otitis media dan
sinusitis
- Bronkilis akut
- Eksaserbasi akut
bronkitis kronis
- virus
amoksisilin/ampisilin, eritromisin
- eritromisin
eritromisin
- lnlluonza
- Pneumonia baktsrial
- Str. pneumoniae
- H.inlluenzae
- amoksirilin/ampi3ilin, kotrimoksazol'
- M. pnumoniae
- S. aureus
- kuman gnterik gram-negati{
- M. tubrculosis
- isoniazid +
- Sislilis akut
- E. coli, S. saproPhyticus,
kuman gram-ngatil lainnYa
. Pibnlrilis akut
selalosporin gnrasi
ampisilin-sulbahamr::kbramlenikol, lluorokuinolon
critromisin, doksisiklin
- kloksasilin, selabsporin generasi I
- sefalosporin generasi lll dengadtanpa aminoglikosid
- Tuberkulosisparu
rif*rnpisin + pirazinamid/etambutol
lainnya, StlePtococcus
- Prostatitis akut
- Prostalitis kronis
lainnya, E. laecalis
582
Farmakologi dan Terapi
TAbEI
JENIS INFEKSI
PENYEBAB TERSEHING
PILIHAN ANTIMIKROBA
- amp.isilin/amoksisilin/penisilin
G + probenesid,
settriakson, ttrasiklin
penisilinase)
- N. gonorrhoeae (penghasil
- seftriakson, fluorokuinolon
penisilinase)
- C. trachomatis
- Herpss genital
- doksisiklin/tetrasiklin, eritromisin
- Uraplasma uralyticum
doksisiklin/tetrasiklln
asiklovir
- Sifilis
- T. pallidum
- Ulkus mole
- H. ducryi
ltrasiklin
rv.
CERNA
y'-
Ginggiviris dan
'iALURAN
abses gigi
VzlKandiOiasis oral
- Enteritis inteksiosa
- penisilin G prokain/penisitin
V
- C. albicans
- nistatin
- virus
- Shiglla
- kotrimoksazoffluorokuinolon/amplsilin
- V. cholerae
- E. histotytica
- C. pjuni
- Kolsistitis akul
- eritromisinfluorokuinolon, tekasiklin
- umumnya tidak memsrlukan antimikroba
-negatil lainnya
gram-negatif, B. lragilis
- Peritonitis karna
porlorasi usus
letrasiklin, kotrimoksazol
- melronidazol
gntamisin + metronidazouklindamisin,
V. KARDIOVASKULAB
- Endokarditis
- strptokokus
- statilokokus
- statilokokus yang toleran
terhadap metisitin (MRSA)
- kuman gram-negatit
- penisilin G + gentamisin
- kloksasilin + gentamisin
-
vankomisin
- tefotaksim + gentamisin
a",/eas
gangren
- Osteomyelitis akut
- S. aureus
- kloksasilin/eritromisin, setalosporin
generasi I
- penisilin G
- kloksasilin
anak/dewasa
ampisllin + kloramfenikol
(s6bagai terapi awal)
- meningokokus
Penisilin G, kloramfnikol
sefoksitiil
583
Pengantar Antimikroba
JENIS INFEKSI
pada
-Mningitis
neonatus
- abses olak
PENYEBAB TERSEBING
PILIHAN ANTIMIKROBA
- Strptokokus, S. aureus,
- Penisitin G + kloramfenikoUmetronidazol
sef alosporin genrasi lll
Enterobacteriacae,
kuman anaerob
brbagai
VIII. SEPSIS
-
slreptokokus
neonatus
- anak < 5
tahun
dewasa
Kotsrangan
dan
- str. agalacliae,
lain, kuman enterik glam-n9atil
- ampisilin + aminoglikosid
inlluenzae,
auraus
- Kuman enterik gram-negatil,
S. aureus, streplokokus
- Str. pneumoniae, H.
N. meningitidis, S.
(1) Tabl ini dimaksudkan untuk membantu mgnntukan pilihan antimikroba untuk semntara.
Bila hasil p6meriksaan mikrobiologik tlah didapat maka pilihan antimikroba harus disesuaikan lagl.
(2) Kuman penyebab dan kep6kaannya terhadap antimikroba dapat brvariasi pada rumah sakivtempat yang berbeda.
(3) yang termasuk dngan aminoglikosida ialah : gentamisin, tobramisin, netilmisin dan amikasin (slreptomisin dan kanamisin
tidak termasuk)
(4) yang termasuk dengan solalosporin generasi I ialah : solazolin, slradin, selaleksin, sfadroksil dll; gehorasi ll : slamandol'
selotaksim, seloprazon, sltriakson, seltaziJin, selsulodin, moksalaktam, dll.
(5) yang trmasuk dngan lluorokuinolon ialah : siprofloksasin, olbksasin, pelloksasin, norlloksasin, dll. (asam nalidiksat, asam
pipmidat, asam piromlJat lklak trmasuk).
sefJksitin, sluroksim, dll; generasi
lli:
1.
2.
2.1. Metenamin
2.2. Asam nalidiksat
2.3. Nitrolurantoin
I.1. SULFONAMID
Sullonamid adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik untuk pengobatan
dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia.
Penggunaan sulfonamid kemudian terdesak oleh
antibiotik. Pertengahan tahun 1970 penemuan kegunaan sediaan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol meningkatkan kembali penggunaan
sullonamid untuk pengobatan penyakit infeksi ter-
cooH
+
NHe
NHz
sultanilamid
tentu.
KIMIA
AT"r\,.
Sullonamid berupa kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air, tetapi garam natriumnya
mudah larut. Rumus dasarnya adalah sullanilamid
Y
NHz
(Gambar 40-1).
Berbagai variasi radikal R pada gugus amida
(-SO2NHR) dan substitusi gugus amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat lisik, kimia dan daya
antibakteri sulfonamid.
sulfisoksazol
AKTIVITAS ANTIMIKROBA
NHOC
sulfametoksazol
Italilsullatiazol
Gambar 40-1. Struktur beberapa sulfonamid dan
asam para amino benzoat
585
Sel-sel mamalia tidak dipengaruhi oleh sullonamid karena menggunakan lolat iadi yang terdapat dalam makanan (tidak mensintesis sendiri
inleksi tersebut.
Banyak galur meningokokus, pneumokokus,
senyawa tersebut).
RESISTENSI BAKTERI. Bakteriyang semula sensitif terhadap sulfonamid dapat menjadi resisten
secara in vitro maupun in vivo. Resistensi ini biasanya bersifat ireversibel, tetapi tidak disertai resisten-
PABA
ini mungkin disebabkan oleh mutasi yang meningkatkan produksi PABA atau mengubah struktur mo-
Sulfonamid
berkompetisi dengan
PABA
Asam dihidrofolat
Trimetoprim
Asam tetrahidrololat
.t
Purin
0
DNA
trimetoPrim
FARMAKOKINETIK
ABSOBPSI. Absorpsi melalui saluran cerna mudah
586
Dalani cairan tubuh kadar obat bentuk bebas mencapai 50-80 ok kadar dalam darah. pemberian sul_
fadiazin dan sulfisoksazol secara sistemik dengan
dosis adekuat dapat mencapai kadar efektif dalam
CSS (cairan serebrospinal) otak. Kadar taraf man_
tap di dalam CSS mencapai 10-g0 o/o darikadarnya
dalam darah; pada meningitis kadar ini lebih tinggi
lagi. Namun oleh karena timbulnya resistensi mi_
kroba terhadap sullonamid, obat ini jarang lagi di_
gunakan untuk pengobatan meningitis. Obat dapat
melalui sawar uri dan menimbulkan elek antimik_
roba dan efek toksik pada janin.
sul_
sul_
Kris_
(.r\{i5oLsaeoL}
e, -r r{eJ ina.trr /
l/
Sulfametizol. Sullametizol termasuk golongan sulfonamid yang ekskresinya cepat, sehingga kadarnya dalam darah rendah setelah pemberian dosis
f eo rggr ( y?F'l
pLil'(,:?i
587
SE' ,{\..
masi. Reaksi toksik yang terjadi antara lain Heinzbody anemia, hemolisis akut pada penderita delisiensi GoPD, dan agranulositosis. Mual, demam,
artralgia serta ruam kulit terjadi pada2Oo/o penderita
dan desensitisasi dapat mengurangi angka kejadian. Dosis awal ialah 0,5 g sehari yang ditingkalkan
sampai 2-6 g sehari. Sullasalazin tersedia dalam
Suksinilsulfatiazol dan ftalisulfatiazol. Dalam kolon, kedua sulfa ini dihidrolisis oleh bakteri usus
menjadi sulfatiazol yang berkhasiat antibakteri dan
suLFoNAMID UNTUK PENGGUNAAN TOPIKAL. Sulfasetamid. Natrium sullasetamid digunakan secara topikal untuk inleksi mata. Kadar tinggi
dalam larutan 30% tidak mengiritasi jaringan mata,
karena pHnya netral (7,4), dan bersifat bakterisid.
Obat ini dapat menembus ke dalam cairan dan
iaringan mata mencapai kadar yang tinggi, sehingga sangat baik untuk konyungtivitis akut maupun
kronik.
Meskipun jarang menimbulkan reaksi sensiti'
sasi, obat ini tidak boleh diberikan pada penderita
yang hipersensitif terhadap sullonamid'
Obat ini tersedia dalam bentuk salep mata
10% atau tetes mata 30%. Pada inleksi kronik diberikan 1-2 tetes setiap 2 jam untuk inleksi yang berat
atau 3-4 kali sehari untuk penyakit kronik'
ngurangi jumlah koloni mikroba dan mencegah infeksi luka bakar. Obat tidak dianjurkan untuk pengobatan luka yang besar dan dalam. Ag dilepaskan
secara perlahan-lahan sampai mencapai kadar tok-
cegah terjadinya kristaluria dibuat sediaan kombinasi tetap beberapa macam sulfa, misalnya sulfa'
diaZin, sullamerazin dan sullametazin yang dikenal
sebagai trisullapirimidin. Kombinasi ini hanya lersedia dalam bentuk tablet atau suspensi oral' Kombinasi sulla ini lidak menghasilkan potensi atau
porluasan spektrum antibakteri.
588
untuk
langsung.
; Trombositopenia berat, jarang terjadi pada pemakaian sulfonamid. Trombositopenia ririgan selintas lebih sering lerjadi. Mekanisme terjadinya tidak
diketahui.
EFEK NONTERAPI
nyebabkan iritasi dan obstruksi. Anuria dan k-ematian dapat terjadi tanpa kristaluria atau hematuria;
tis nekrotikans.
Bahaya kristalur#apat dikurangi dengan
membasakan (alkalinisasi) urin atau minum airyang
banyak sehingga produksi urin mencapai tbOO1500 ml sehari. Kombinasi beberapa jenis sulfa
589
dan totosensitivitas. Kontak dermalitis sekarang jarang terjadi. Gejala umumnya limbul setelah minggu pertama pengobatan tetapi mungkin lebih dini
pada penderita yang telah tersensitisasi. Kekerapan lerjadinya reaksi kulit 1,5% dengan sulfadiazin
dan 2% dengan sulfisoksazol. Suatu sindrom yang
menyerupai penyakit serum (serum sickness) dapat
lerjadi beberapa hari setelah pengobatan dengan
sullonamid. Hipersensitivitas sislemik dif us kadan gkadang dapat pula terjadi. Sensilivitas silang dapat
terjadi antara bermacam-macam sulfa.
Demam obatterjadi pada pemakaian sulfonamid dan mungkin juga disebabkan oleh sensitisasi;
terjadi pada 3% kasus yang mendapat sulfisoksazol. Timbulnya demam tiba.tiba pada hari ketujuh
sampai kesepuluh pengobatan, dan dapat disertai
sakit kepala, menggigil, rasa lemah, pruritus dan
erupsi kulit, yang semuanya bersilat reversibel. Demam obat ini perlu dibedakan dari demam yang
menandai reaksi toksik berat misalnya agranulositosis dan anemia hemolitik akut.
Hepatitis yang terjadi pada 0,1 % pasien dapat
mukannya kotrimoksazol.
obat dihentikan.
Nokardiosis. Sullonamid sangat berguna untuk pengobatan infeksi oleh Nocardia asterolUes. Sullisoksazol atau sulladiazin dapat diberikan 6-8 g/hari
sampai beberapa bulan setelah semua gejala hilang. Untuk inleksiyang berat sullonamid diberikan
bersama ampisilin, eritromisin, dan streptomisin.
590
dalam usaha meningkatkan elektivitas klinik antimikroba. Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama
kotrimoksazol.
K I M I A. Silat kimia sulfametoksazol telah dibicara-
NHz
*A*
\A
1
NHa
CHz
OCHg
kan pada penderita yang hipersensitil terhadap penisilin. Dosis untuk anak setengah dari dosis orang
dewasa. Bila timbul elek samping yang umumnya
terjadi pada 8 minggu pertama pengobatan, maka
perlu dilakukan pemeriksaan hitung leukosit setiap
minggu selama 8 minggu. Untuk kemoprolilaksis di-
I.2. KOTRIMOKSAZOL
atau sullametoksazol sendiri, peka terhadap kombinasi tersebut. Kedua komponen memperlihatkan
Trimetoprim dan sullametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang
berurutan pada mikroba, sehingga'kombinasi kedua obat memberikan elek sinergi. penemuan sediaan kombinasi ini merupakan kemajuan penting
591
moksazol berdasarkan atas kerianya pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk
negatil.
FARMAKOKINETIK
umumnya 20-100 kali lebih poten daripada sulfametoksazol, sehingga sediaan kombinasi diformulasi-
RESISTENSI BAKTERI, Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol leblh rendah daripada terhadap masing-masing obat, karena mikroba yang resisten terhadap salah satu komponen
masih peka terhadap komponen lainnya. Resistensi
mikroba terhadap trimetoprim dapat terjadi karena
mutasi. Resistensi yang terjadi pada bakteri gram
som, bukan oleh plasmid. Resistensi terhadap bentuk kombinasi juga terjadi in vivo. Prevalensi resistensi E. coli dan S. aureus terhadap kotrimoksazol
meningkat pada penderita yang diberi pengobatan
dengan sediaan kombinasi tersebut. Selama lima
tahun penggunaan resistensi S. aureus meningkat
dari 0,40h menjadi 12,60 . Dilaporkan pula terjadi-
592
8 mg/kgBB/haridan sulfametoksazol 40
mg/
kgBB/hariyang diberikan dalam 2 dosis. pemberian
-toqrim
EFEK NONTERAPI
Pada dosis yang dianjurkan tidak terbukti bah_
dan
penia.
pada ginjal
dengan kotrimoksazol ternyata sangat Lt"ttit, Ounkan untuk infeksi oleh mikroba yan! t"lun ,"ri.t"n
PENGGUNAAN KLINIK
ter_
pen_
mikroba.
593
si mikroba terhadap antibiotik yang biasa digunakan; (3) gangguan daya tahan tubuh seperti
pada penderita diabetes melitus; (4) kombinasi dari
ketiga hal di atas, Mikroba penyebabnya antara lain
Escherichia, Enterobacter (Aerobacter), Atcaligeneg K/ebsiella, Proteus, kokus qram positif (termasuk enterokokus) dan mikroba campuran. Laju
penyembuhan infeksi kronik saluran kemih relatil
rendah, apapun antimikroba yang digunakan, dan
terapi supresil kronik atau pengobatan intermiten
terhadap kambuhnya gejala merupakan tujuan pengobatan yang paling baik. Pengobatan dengan
antibiotik pada kasus demikian ternyata tidak memberikan hasil yang lebih baik dan pemberian anti-
ini dilaporkan terjadinya resistensi mikroba terhadap kotrimoksazol. Obat ini juga etektil untuk demam tiloid. Kloramlenikol tetap merupakan obat
terpilih unluk demam tifoid, karena prevalensi resis-
kali
594
2.1. METENAMIN
KIMIA
rendah. Pada
pH lebih dari
efektif.
7,4 obat
ini
tidak
se-p-erti ini
saluriri femin
tidak dapat digunakan karena pada keadaan
ter-
Perlu
negatif
umumnya dapat pula dihambat dengan
metenamin,
kecuali Proteus karena kuman ini d-apat
menguOan
menjadi formaldehid.
fiti. '
tasid.
"n_
OOagi
I
o
cooH
obat ini akan diubah menjadi asam hidroksinalidiksat yang juga mempunyai daya antimikroba, Konyu-
595
2.3. NITROFURANTOIN
adalah antiseptik saluran kemih derivat luran. Struktur molekulnya dapat dilihat pada Gambar 40-5.
(lihat halaman berikut).
N|ITOIUTANTO|N
596
o'*trY"-7to"
o/-*^
1:Itr:
mindahan plasmid.
agak coklat.
hemolitik.
Nitrofurantoin melawan efek anti bakteri
asam
nalidiksat di saluran kemih.
SEDIAAN
PENGGUNAAN
Tu
597
1.
1.10, Etionamid
1.1 1, Pengobatan Tuberkulosis
Tuberkulostatik
1. 1. Streptomisin
1. 2, lsoniazid
1. 3. Rifampisin
1. 4. Etambutol
1. 5. Pirazinamid
1. 6. Asam paraamino salisilat
1. 7. Sikloserin
1. 8. Kanamisin
1. 9. Kapreomisin
1. TUBERKULOSTATIK
Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digo-
2.
Leprostatik
2.1. Sullon
2,2, Rifampisin
2.3. Klofazimin
2.4. Amitiozon
1.1. STREPTOMISIN
Dalam bab ini hanya akan dibicarakan penggunaan streptomisin pada tuberkulosis. Streptomisin ialah antituberkulosis pertama yang secara klinik
dinilai efektif. Namun sebagai obat tunggal, bukan
obat yang ideal.
598
-b"""r.
ifll
!nS."l
Reaksi
"n"mia
dan demam obat. Belum ada data
tentang elek
teratogenik, tetapi pemberian obat pada triiester
pertama kehamilan tidak dianjurkan. Selain
itu dosis
ngan obat lain yang juga bersifat ototoksik(misalnya asam etakrinat dan furosemid) dan yang ber_
sifat nelrotoksik.
1.2. |SONtAZtD
lsoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering
coN HNHe
lsoniazld
Tu
599
tkulostati k d an Leprostatik
EFEK ANTIBAKTERI. lsoniazid secara in vitro bersilat tuberkulostatik dan tuberkulosid dengan KHM
(konsentrasi hambatan minimum) sekitar 0,0250,05 prg/ml. Pembelahan kuman masih berlangsung
2 sampai 3 kali sebelum diharnbat sama sekali. Efek
bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang
sedang tumbuh aktif. Mikroorganisme yang sedang
"istirahat" mulai lagi dengan pembelahan biasa bila
kontaknya dengan obat dihentikan. Di antara mikobakteria atipik biasanya hanya M. kansasfi yang
hipersensitivitas
600
umur
seseorang makin sering ditemui kelainan ini. Kelain_
an yang paling banyak ditemui ialah meningkatnya
aktivitas enzim transaminase. penderita yang men_
se_
1.3. RIFAMPISIN
Bifampisin adalah derivat semisintetik rifami_
sin B yaitu salah satu anggota kelompok antibiotik
makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat
ini dihasilkan oleh Sfreptomyces mediterranei. Obat
ini merupakan ion zwifter,larut dalam pelarut orga_
nik dan air yang pH nya asam.
AKTIVITAS ANT|BAKTERt. Rifampisin mengham_
bat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif.dan
gram-negatif. Terhadap kuman gram_positif kerja_
nya tidak sekuat penisilin G, tetapi sedikit lebih kuat
601
Mekanisme keria. Bifampisin terutama aktil terhadap sel yang sedang bertumbuh. Kerjanya meng-
EFEK NONTERAPI. Ri{ampisin jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Dengan dosis biasa'
kurang dari 4o/o penderita tuberkulosis mengalami
efek toksik. Yang paling sering ialah ruam kulit'
demam, mual dan muntah, Pada pemberian berselang dengan dosis lebih besar sering leriadi tlu
like syndrome, nelritis interstisial, nekrosis tubular
akut, dan trombositopenia. Yang menjadi masalah
ialah ikterus.
Ada enam
602
Reaksi hipersensitivitas dapat berupa demam, pruritus, urtikaria, berbagai macam kelainan
se_
be_
hepato_
menghentikan
terapi.
1.4. ETAMBUTOL
AKTIVITAS ANTIBAKTERI. Hampir semua galur
M. tuberculosis dan M. kansasf sensitil terhadap
etambutol. Etambutol tidak elektil untuk kuman lain.
Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman tuber_
kulosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan
streptomisin. Kerjanya menghambat sintesis meta_
EFEK NONTERAPT. Etamburot jarang menimbutkan elek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/
efek samping yailu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit, dan demam. Elek sampini; lain
ialah pruritus, nyeri sendi, gangguan saluran cerna,
malaise, sakit kepala, pening, bingung, disorientasi,
dan mungkin juga halusinasi. Rasa kaku dan kesemutan di jari sering terjadi. Reaksi analilaksis dan
leukopenia jarang dijumpai.
T u be
603
tajam penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapang pandangan, dan
skotoma sentral maupun lateral' lnsidens elek samping ini makin tinggi sesuai dengan peningkatan
dosis, tetapi bersifat mampu pulih. lntensitas gangguan pun berhubungan dengan lamanya terapi'
Dengan dosis 15 mg/kgBB tidak diperlukan peme'
riksaan ofialmologi berkala, tetapi penderita harus
diingatkan untuk melaporkan setiap perubahan
penglihatan selama penggunaan etambutol' Bila
ada keluhan penglihatan kabur, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lengkap. Bila pasien sudah menderita kelainan mata sebelum menggunakan etam-
1.5. PIRAZINAMID
Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang
telah dibuat sinletiknya. Obat ini tidak larut dalam
air.
umum dan serius adalah kelainan hati' Bila pirazinamid diberikan dengan dosis 3 g per hari, gejala
penyakit hati muncul pada kira-kira 15o/o, dengan
ift"iur pada 2-3% penderita dan kematian akibat
dan
demam.
AZiNAMid
604
t!.
MEKANISME KERJA.
pAS
mempunyai rumus
aminoOen_
"nii,
r"nggrn"t"n
|jTy.rnyl
kelainan
riononr_
1.7. SIKLOSERIN
Sikloserin merupakan antibiotik yang dihasil_
Tu
605
kadar dalam plasma dipantau sewaktu-waktu selama pengobatan. Sikloserin dosis besar (250-500
mg tiap 6 jam) dapat digunakan dengan aman bila
diberikan bersama piridoksin atau depresan SSP.
1.8. KANAMISIN.
Obat ini termasuk golongan aminoglikosida
dan bersilat bakterisid dengan menghambat sintesis protein mikroba. Eleknya padaM. tuberculosis
hanyalah bersilat supresif.
1.9. KAPREOMISIN
606
1.10. ETIONAMID
Etionamid merupakan turunan tioisonikotina_
mid. Zat ini benvarna kuning dan tidak larut
dalam
air.
atau lNH.
nah dilaporkan.
1.1 1.
PENGOBATAN TUBERKULOSIS
pemantauan penyakitnya,
Tu be
607
Obat
Streptomisin
lsoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Ketrangan
+++
++
++
+ atau +
+
00
++
++
++0
!0
608
g)
gram pemberantasan tuberkulosis dengan BTA poiitlt oi tnoonesia mulai tahun 1993. Paduan ini dibuat berdasarkan aniuran WHO dengan penyesuaian dosis berdasarkan pengalaman yang diperoleh
dari program yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun.
kali seminggu selama dua bulan. Paduan ini diterapkan dalam program pemberantasan pada yang
BTA-nya negatif, tetapi gambaran rontgen positif'
RESISTENSI. Resistensi kuman adalah salah satu
agar pemilihan obat lebih tepatsehingga hasil pengo6atan lebih baik. Tetapi karena uji kepekaan ini
cukup mahal dan menambah beban pasien, maka
hal ini sering diluPakan'
EFEK NONTERAPI" Walaupun sebagian besar an'
tituberkulosis dapat diterima dalam terapi, semuanya mempunyai elek toksik potensial' Kesalahan
ying banyak dilakukan oleh para dokter ialah kegagatan mengenali efek toksik secara cepat' Kesalahin y"ng leblh umum ialah gagalnya membedakan
antara efek nonterapi dengan gejala-gejala yang
tidak ada hubungannya dengan obat, dan ini dapat
Tu be
rkulostati k d an Le p rostati k
kecuali eosinolilia. Bila pemberian obat segera dihentikan maka gejala-gejala cepat hilang. Jika tidak
segera dihentikan, reaksi akan memburuk dan sering disertai reaksi kulit seperti dermatitis eksfoliatif,
hepatitis, kelainan ginjal dan diskrasia darah akut.
Reaksi yang berat dapat bersifat fatal. Timbulnya
reaksi hipersensitivitas terhadap satu antituberkulosis mengakibatkan risiko terhadap obat lainnya
meningkat. Bila reaksi itu terjadi, maka semua antituberkulosis harus dihentikan kecuali bila penyakit
mengancam hidup penderita. Setelah reaksi hipersensitivitas mereda, pengobatan dimulai lagi dengan satu obat yang didahului pemberian dosis uji.
Penambahan antituberkulosis lain dilakukan segera
bila penderita telah dapat menerimanya, sehingga
terlaksana pengobatan yang adekuat. Desensitisasi terhadap streptomisin kini tidak dianjurkan lagi
609
610
ngan basil yang diisolasi selama pengobatan. Pengobatan ulang dalam kasus ini juga menambahkan dua obat yang aktil terhadap basil tersebut. Bila
basil resisten terhadap lNH, maka pemberian rifampisin bersama etambutol biasanya akan memadai.
Ada penulis yang mengajukan penambahan pirazinamid, ada pula yang menganjurkan penggunaan
streptomisin 1 gram/hari (30 mg/kgBB per hari) selama 6-8 minggu pertama sebelum mendapatkan
hasil uji kepekaan. Karena resistensi terhadap
rilampisin relatif jarang, maka rifampisi:. rnerupakan
salah satu obat yang harus diberikan. Bila terjadi
resistensi multipel, harus ditangani secara individual.
TERAPI KORTIKOSTEROID PADA TUBERKULOSIS. Pada dasarnya tidak ada indikasi penggunaan kortikosteroid pada pengobatan rutin tuberkulosis. Kortikosteroid hanya diberikan pada penderita
yang sangat parah seperti meningitis dan perikarditis tuberkulosis dengan syarat bahwa penderita
sudah mendapat perlindungan cukup dengan tuberkulostatik; dan kemungkinan terjadinya elek samping steroid harus dinilai pada setiap individu.
Tu
be rku lostati
da
n Le prostati k
selama pengobatan dengan kortikosteroid, sehingga kecurigaan akan timbulnya reaksi buruk itu
harus selalu ada selama berlangsungnya pemberian steroid. Bila diperlukan, dosis kortikosteroid
ialah dosis yang ekuivalen dengan 40 mg prednison
sehari yang diberikan paling lama 6 minggu, kemudian diturunkan perlahan-lahan supaya tidak terjadi
fenomen rebound akibat pemberian steroid dosis
tinggi.
2. LEPROSTATIK
Penyakit lepra di lndonesia cukup banyak dan
2.1. SULFON
Golongan sulfon merupakan derivat 4.4' diamino difenil sulfon (DDS, dapson) yang memiliki
sifat farmakologiyang sama. Banyak senyawa yang
telah dikembangkan, tetapi secara klinis hanya dapson dan sullokson yang bermanfaat.
AKTIVITAS lN VITRO DAN lN VIVO. Aktivitas sullon terhadap basil lepra secara in vitro tidak dapat
diukur mengingat basil ini belum dapat dibiakkan
dalam media buatan. Terhadap basil tuberkulosis
obat ini bersilat bakteriostatik; dapson dapat menghambat pertumbuhan basil pada kadar 10 pg/ml.
Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa
sulfon bersilat bakteriostatik dengan KHM sebesar
0,02 pg/ml. Resistensi dapat terjadi selama pengobatan berlangsung.
Mekanisme kerja sulfon sama dengan sullonamid. Kedua golongan obat ini mempunyai spektrum antibakteri yang sama, dan dapat dihambat
aktivitasnya oleh PABA secara bersaing.
FARMAKOKINETIK. Dapson diserap lambat disaluran cerna, tetapi hampir sempurna. Sullokson diserap kurang sempurna sehingga banyak terbuang
bersama leses. Kadar puncak tercapai setelah 1-3
jam, yaitu 10-15 pg/ml setelah pemberian dosis
yang dianjurkan. Kadar puncak cepat turun, tetapi
masih dijumpai dalam jumlah cukup setelah 8 jam.
Waktu paruh eliminasi berkisar antara 10-50 jam
dengan rata-rata 28 jam. Pada dosis berulang,
SEDIAAN DAN POSOLOGI. Sullon dapat digunakan dengan aman selama beberapa tahun bila pemberian dilakukan dengan seksama. Pengobatan
612
harus dimulai dengan dosis kecil, kemudian dinaikkan perlahan- lahan dengan pengawasan klinik dan
laboratorium secara teratur. Fleaksi lepromatosis
berupa sihdrom sulfon dapat demikian parah dan
memerlukan penghentian terapi.
Dapson diberikan dalam bentuk tablet 25 dan
100 mg secara oral. Pengobatan dimulai dengan
2.2. RIFAMPISIN
Farmakologi obat ini telah ditinjau sebagai antituberkulosis. Pada hewan coba, antibiotik ini cepat
mengadakan sterilisasi kaki mencit yang diinfeksi
dengan M. leprae dan tampaknya mempunyai elek
bakterisid. Walaupun obat ini mampu menembus
sel dan saraf, dalam pengobatan yang berlangsung
lama masih saja ditemukan kuman hidup, Beberapa
pasien yang makan obat ini selama 10 tahun tidak
timbul masalah, tetapi resistensi timbul dalamwaktu
3-4 tahun. Atas dasar inilah penggunaan rifampisin
pada penyakit lepra hanya dianjurkan dalam kombinasi dengan obat lain. Kini di beberapa negara
sedang dicoba penggunaan rifampisin bersama
dapson unluk M. leprae yang sensitif terhadap
dapson, serta kombinasi rifampisin dengan klofazimin atau etionamid untuk M. leprae yang resisten
lerhadap dapson. Dosisnya untuk semua lenis lepra
adalah 600 mg/hari. Kinijuga sedang diteliti paduan
2.3. KLOFAZIMIN
2.4. AMtTtOZON
Obat turunan tiosemikarbazon ini lebih elektif
terhadap lepra jenis tuberkuloid dibandingkan terhadap jenis lepromatosis. Resistensi dapat terjadi
selama pengobatan sehingga pada tahun kedua
pengobatan perbaikan melambat dan pada tahun
ketiga penyakit mungkin kambuh. Karena itu amitio-
bersifat
Tu
be rku lostati
k d an Le prostati k
LAIN
menimbulkan
dicoba
eritema
100-300 mg per hari
sudah elektif tetapi efek teratogenik membatasi mentasi. Sekitar 75% lesi ini sembuh spontan, yang
penggunaannya'
2.6. pENGOBATAN
LEpRA
Pengobatanleprajugamengalami
perubahan
de-
tunggaU
sedikit
beberapa
banyak
sangat banyak
Besar lesi
beragam
beragam
beragam
kecil
Permukaan lesi
sangat
kering
mengkilap
mengkilap
berkurang
agak berkurang
tak terpengaruh
hilang
menurun
jelas
menurun
ringan
tidak hilang
sama se-
noUjarang
beberapa
sangat banyak
kering/
bersisik
Pertumbuhan rambut
pada lesi
Daya rasa pada lesi
tak ada
kali
BTA dari apus
jaringan kulit
nol
nol
nol
noUiarang
sangat banyak
Tes lepromin
+++
+/++
negatif
negatit
Keterangan : TT
banyak
lpra tipe
tubrkuloid
BT
bordorlin tuberculoid
lepra lPromatosa
614
DDS
100 mg/hari yang lamanya paling
sedikit 2_3 tahun,
basiler'(Hg)
tergolong bentuk BB ialah semua
. Yang
tipe
pada
pemeriksaan laboratorium tiOaX
Jitemutan
BTA yang termasuk datam ketomp"L
irii"Lrl ,,p"
ildet7ryiate
itiiiili"
,"r_
peroleh kesempatan untuk
"rrJi"n
mendapatkan
oiut f,orn_
binasi, maka pengobatan dimulai
tagi s;ol;oetum
pernah mendapat pengobatan.
p"ou
ter_
besar
ialal semua tipe yang pada pemerikr"u"n
i"Oorrto_
rium BTA-nya positif. Tipe borderti"-d".-f"p_-
ltekeOalany
seluler maupun humoral. Reaksi
ini Oapat ieriaOi
sebelum, selama, atau sesudah pengobatan. yang
negatif.
f"pr"l OO"t
n;;;i;;rpm
ffi?tll
ly1
".iiJ"i[i*i
t;;; l;;;;;;"s
parins sedikit 2
oarx sampai hasil pemeriksaan
BTA negatif.
i:fifiT:atan
in i d
tio"r oit"n-
kortikosteroid.
su1
lef l).biasanya
reaksi tipe
lepro_
ringgu,
;!nj"ji
mg/hari.
B.eberapa
pusat
pemberantasan penvakit
ftJ:j:lt],iilegeri
naKan tatictomid untuk mengobati
;;;;;r_
Tubku
615
PENILAIAN HASIL PENGOBATAN. Kemajuan pengobatan dinilai dengan melihat perbaikan gejala
dan tanda klinik maupun laboratorium, serta kete-
lama masa kontrol itu terjadi kambuh, maka pengobatan dimulai lagi dari permulaan.
menuhi kriteria sembuh klinik dan laboratoris dinyatakan selesai menjalani pengobatan (release from
treatment/RFl). Tetapi mereka masih harus diawasi dan diperiksa terus secara klinik dan laboratoris sedikitnya setahun sekali selama 2-3 tahun.
Bila selama itu tidak terjadi perubahan klinik yang
menuju kambuh, maka mereka dinyatakan bebas
dari kontrol atau release from control/RFC. Bila se-
masa pengawasan itu terjadi perkembangan menuju kambuh, maka pengobatan dimulai lagi mulai
dari permulaan.
616
t.
Pendahuluan
lnterferon
2.1. Arnantadin
2.2. Asiklovir
2.3. Gansiklovir
2.4. Ribavirin
2.5. Zidovudin
2,6. ldoksuridin
2.7. lnosipleks (Metisoprinol)
1. PENDAHULUAN
Pengembangan obat anti-virus baik
sebagai
..
profilaksis
,"n"upui n"rit
,"_
perti apa yang diinginkan oleh
umat manusi". A"rbeda dengan anti_mikroba lainnya,
obatdiatas
d.igunakan secara parenteral kecuali
vidarabin.
V""g
dapat menghambat atau membunuh
""ii",r"i
virus luga
,p"rifk,"f"n
seperti,lf"tui"O,-ga
An atis is oior ifrEwi?# pro-
i=g+su*r*asr.
ses stntesis virus telah membuka
tabir bagi
terapi
yang efektif untuk beberapa infeksi
seperti : virus
herpes, beberapa virus saluran nupu.
tun f,r."n
i m unodefic ie ncy vi ru s (HIV).
Dengan mencuatnya masalah penyakit
ac_
quired-immuno-deficiency_syndrome
(AIDS) mau_
pun virus lainnya, maka
kegiatan p"n"titiun m"n"u--ri
di
tiOat<
"iJ"r"Oiri"rr
seteftit-;;Lrn
virrr. Su"uru
alamiah interferon dihasilkan oleh sel
,"nrriu O"n
mamalia yang terinfeksi virus atau
distimulasi oleh
zat alamiah atau sintetik lainnya. Berkat
kemajuan
teknologi rekayasa rekombinan OwR
mafa seta_
rang interferon mulai mendapat perhatian
untuk
pemanfaatan di dalam klinik.
2. PEMBAHASAN OBAT ANTIVIRUS
2.1. AMANTADTN
utk \o{\'\{
nicrn,.r}rh
'1
617
Absorbsi obat ini dari saluran cerna berlangsung secara baik. Pada manusia amantadin tidak
dimetabolisme dan diekskresi melalui urin dalam
Pada pasien yang jelas menunjukkan gejala inlluenza A akut, dosisnya 200 mg/hari selama 5 hari. Pada
situasi epidemi influenza A, pasien dengan risiko
tinggi untuk komplikasi akibat inlluenza, diberikan
prolilaksis selama epidemi. Tetapi prolilaksis terbaik terhadap virus inlluenza A ialah dengan vaksinasi virus influenza A.
2.2. ASIKLOVIR
U1F
rri{tl5 tletgt.l
nya lebih tinggi. Lebih dari 80 % dosis obat dieliminasi melalui filtrasi glomerulus ginjal dan sebagian kecil melalui sekresi tubuli. Hanya sekitar 15 %
dosis obat yang diberlkan dapat ditemukan kembali
di urin sebagai metabolil inaktif.
diberikan obat ini. Selain ini dapailimbul trombositopenia, anemia, gejala gangguan gastrointestinal,
bercak merah di kulit, gangguan fungsi hepar dan
2.4. RIBAVIRIN
Suatu analog dari nukleosida purin yang in
vitro menghambat berbagai macam virus RNA dan
DNA.
replikasi VSV juga terhambat, mungkin dengan mekanisme diatas). Juga terlihat elek antivirus terhadap virus EBV dan CMV walaupun kedua virus ini
tidak mempunyai timidin kinase, Mekanismenya tak
MEKANISME KERJA. Ribavirin difosforitasi di dalam sel oleh enzim sel hospes menjadi bentuk trifosfat. Ribavirin menghambat virus saluran napas
seperti virus influenza A dan B.
619
ngan pemberian intravena. Ribavirin trifosfat diakumulasi di eritrosit dengan waktu paruh disini sekitar
40 hari. Ribavirin dapat diberikan secara aerosol.
EFqK SAMPING. Dapat terjadi anemia karena hemolysis ekstravaskuler dan supresi sumsum tulang.
Ribavirin bersifat teratogenik dan mutagenik pada
EFEK SAMPING. Granulositopenia dan anemia dapat terjadi sampai pada 45 % jumlah penderita yang
diobati dan biasanya timbul setelah 2-6 minggu
pengobatan. Oleh karena itu, semua pasien yang
menerima zidovudin harus diperiksa darah lengkapr
setiap 1-2 minggu. Sekitar 30 % penderita membutuhkan translusi darah untuk mengatasi anemia.
Elek samping lain diantaranya nyeri kepala, mual,
insomnia dan mialgia.
lNDlKASl. Untuk pengobatan infeksi HIV pada pasien dengan gejala infeksi HIV yang pernah mengalami pneumonia akibat Pneumocystis carinii, atau
penderita HIV dengan jumlah absolut limfosit tipe
CD4 kurang dari 200/mm3.
INTERAKSI OBAT. Semua obatyang mengganggu
sumsum tulang atau lungsi ginjal akan dapat meningkatkan toksisitas zidovudin, contoh : dapson,
interferon, zat kemoterapi kanker dan lainnya. Probenesid, asetaminofen, aspirin dan indometasin
juga dapat menambah toksisitas zidovudin.
SEDIAAN DAN DOSIS. Kapsul 100 mg untuk pemberian oral. Dosisnya 200 mg tiap 4 jam terusmenerus. Dihentikan sementara bila ada anemia
2.s.
zrDovuuN
s)l
MEKANISME KERJA. Bentuk trilosfat zidovudin diperoleh dengan bantuan enzim sel hospes. Bentuk
ini sangat aktil sebagai inhibitor kompetitil reverse
transcriptase dari HIV dan retrovirus lainnya. DNApolymerase sel manusia kurang sensitif terhadap
bentuk zidovudin-trilosf at pada konsentrasi rendah,
jadi toksisitas terhadap sel hospes minimal. lnkorporasi bentuk triloslat ini akan menghentikan sintesis DNA.
FARMAKOKINETIK. Zidovudin diserap lebih dari
jam. Zidovudin dimetabolisir dengan cepat ke metabolit s-glukoronide yang tidak memiliki aktivitas
antivirus-Ekskresi melalui ginjal.
2,6. IDOKSURIDIN
Merupakan analog timidin. Mengalami fosforilisasi di dalam sel dan bentuk trifosfat akan masuk
ke DNA sel mamalia maupun DNA virus. Jadi obat
ini hanya elektil terhadap virus DNA, terutama virus
herpes dan pox.
lndikasi obat ini sekarang hanya untuk terapi
2.7. TNOSIPLEKS
lnosipleks (metisoprinol atau inosine pranobex) sekarang ini cenderung digolongkan sebagai
suatu zat imunomodulator daripada sebagai antivirus. Dikatakan selama inleksi dengan virus, fungsi
imunologik yang mengalami depresi akan dikembalikan dengan inosipleks. Walau in vitro memper-
620
uji
yang
konsisten. Sekarang obat ini praktis tertinggal dibandingkan banyak obat antivirus baru yang lebih
lihatkan elek antivirus, tetapi sayangnya hasil
berianjangkalamadapatmenimbulkanrambutron-
tok. Leukopenia yang berkaitan dengan dosis dilapotensial dalam memberikan harapan penyembuh- porkan timbul dengan interferon jenis rekombinan
an penyakit virus.
-. *,.(, maupun yang alamiah.
3. INTERFERON
h\
n{-')
/
k\ee"
Amerika Serikat.
Mengingat harga interferon-a masih sangat
mahal dan tidak bebas dari efek samping, penggunaannya tentu harus ada indikasi tepat dan selektif, Sementara ini kemajuan pengetahuan perihal
sitokinesia akan dapat menambah wawasan kegunaan interferon. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa interferon bermanfaat optimal bila
oleh lekosit, p-lFN oleh libroblast dan sel epitel sedangkan .y-lFN oleh limlosit-T. Sekarang ini inter-
feron berbagai tipe tersebut dihasilkan melalui proses rekayasa rekombinan DNA.
lnterleron alamiah sebenarnya baru ada di
4. pEMILIHAN OBAT pADA INFEKSI
lokasi infeksi pada saat titer virus dapat dideteksi
VIRUS TERTENTU
dan sebelum timbulnya antibodi humoral. Tincbulnya interferon yang berkorelasi dengan penurunan
Berikut ini adalah ringkasan pemilihan obat
titer virus memberikan kesan bahwa interferon berantivirus'
silat sebagai mekanisme pertahanan hospes yang
penting. Tetapi ada juga kesan sebaliknya bahwa
interferon berkaitan dengan timbulnya gejala-ge4.1. INFEKSI HIV ATAU AIDS
jala umum inleksivirus seperti demam, malaise dan
mialgia.
kemungkinan dap HIV dan hitung limlosit CDa kurang dari 200
pada reseplor khu,"i/rn,''. di terapi jangka panjang dengan zidovudin
diteliti.
621
lnfeksi HSV tipe 2 : Tipe 2 ini biasanya menimbulkan herpes genitalis. Bentuk primer dari herpes
genitalis dapat diobati dengan asiklovir yang menghasilkan penyembuhan dan hilangnya rasa nyeri
mg
asiklovir,
asiklovir sama sekali tidak efektif sedangkan pemberian oral memberikan efek yang sedang.
4.3. TNFEKSTVTRUSVARTCELLA-ZOSTER
(vzv)
dan tidak membutuhkan obat antivirus. Ada kalanya penyakitnya memberat, terutama pada pasien
yang disertai delisiensi imunologis. Untuk ini diberikan asiklovir atau vidarabin secara lV selama 5-7
hari.
4.5. HEPATITIS
Hanya inleksi kronis aktif hepatitis C telah
disetujui FDA Amerika Serikat untuk diterapi dengan interferon-c,.
Untuk infeksi hepatitis-8, masih dalam penelitian pada saat tulisan ini dibuat.
622
1.
Penisilin
1.1. Sejarah dan sumber
'l .2. Kimia
dan pemilahan
'l
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
Farmakokinetik
Efek samping
Sediaan dan posologi
Penggunaan klinik
Pemilihan obat
2.4. lndikasiklinik
2.5. Monografi
3.
Sefalosporin
1. PENISILIN
1.1. SEJABAH DAN SUMBER
Pada tahun 1928 di London, Fleming menemukan antibiotik pertama yaitu penisilin yang satu
dekade kemudian dikembangkan oleh Florey dari
biakan Penicillium notatum untuk penggunaan sistemik. Kemudian digunakan P. chrysogenum yang
menghasilkan penisilin lebih banyak.
Penisilin yang digunakan dalam pengobatan
terbagi dalam penisilin alam dan penisilin semisintetik. Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara
mengubah struktur kimia penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti penisilin yailu asam
6-aminopenisilanat (6-4PA). Sebagai bahan dasar
untuk penisilin semisintetik, 6-4PA dapat pula diperoleh dengan memecah rantai samping.
asam 6-amidinopenisilanat, dengan mesilinam sebagai antibiotik pertama dari kelompok ini.
Penisilin merupakan asam organik, terdiri dari
satu inti siklik dengan satu rantai samping. lnti siklik
terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam.
Rantai samping merupakan gugus amino bebas
yang dapat mengikat berbagai jenls radikal (Tabel
43- 1). Dengan mengikat berbagai radikal pada
gugus amino bebas tersebut akan diperoleh ber-
Fr-c-NH
\,/c cH:
./.s.
-cH-cH
I I l\cn.
ttl
o:c-N-cH-cooH
Jenis penisilin
bebas (R)
Tahan
pffillfi;;-Tffi'
Spekttum
.ntlmlkroba
Penisilin alam
,la\- cHe-
sempit
(penisilin G)
Fenoksimetil penisilin
,^. )F OCHz((
sempit
Benzil penisilin
(Penisilin V)
Metisilin
\\_-7
Nafsilin
,'ru
\\-//
sempit
OCz H3
Penisilin isoksazolil
Oksasilin
(Rr=R2=H)
Kloksasilin
(Rr = Cl; Rz = H)
Dikloksasilin
(Rr=R2=6;;
Flukloksasilin
(R1
- Cl; Ra -
F)
c-cilll
N.
,c,
Rz
O CHs
sempit
624
Jenis penisilin
(Rf
bebas
p"nl"irin""#+"*.,
":,t;fl:il
Aminopenisitin
Ampisilin
(Rr = H)
''O?"-
Amoksisilin
(R1 = oH)
-t
luas
Penisilin antipseudomonas
Karbenisiiin
Or"-
cooR
rikarsirin
qf!:;
luas
luas
cH-
luas
NHCO
I
1*..ro
Penisilin dengan spektrum diperluas
Or-
NHCO
Mezlosilin
(Y"
N
luas
\-N
SoeCHs
Piperasilin
luas
625
Stafilokokus yang resisten terhadap metisilin (methicitlin-resistant S. aureus = MRSA) harus dibasmi
dengan vankomisin atau siprof loksasin, Gonokokus
PCNiSiIiN
menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba (lihat
Bab 39). Terhadap mikroba yang sensitif , penisilin
akan menghasilkan efek bakterisid pada mikroba
yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah), yang
disebut juga sebagai persisfers, praktis tidak dipengaruhi oleh penisilin; kalaupun ada pengaruhnya
hanya bakteriostatik.
626
sukar dirusak oleh enzim tersebut, misalnya oksasilin, nafsilin dan metisilin.
1.4. FARMAKOKINETIK
ABSORPSI. Penisilin G mudah rusak dalam suasana asam (pH 2). Cairan lambung dengan pH 4
tidak terlalu merusak penisilin. Garam Na penisilin
G yang diberikan oral, diabsorpsi terutama di duodenum. Absorpsi di duodenum ini cukup cepat, teta-
Larutan garam Na-penisilin G 300 000 Ul (180 mg) yang disuntikkan lM, cepat sekali diab-
1. Pembentukan
pada kuman S. aureus, H. influenzae, gonokokus dan berbagai batang gram-negatif. Dewasa
ini dikenal sekitar 50 jenis betalaktamase. pada
umumnya kuman gram-positif mensekresi beta-
2.
3.
4.
besar, Kuman gram-negatil hanya sedikit menghasilkan betalaktamase tetapi tempatnya strategis, yaitu di rongga periplasmik di antara membran sitoplasma dan dinding sel kuman. Kebanyakan jenis betalaktamase dihasilkan oleh
kuman melalui kendali genetik oleh plasmid.
Enzim autolisin kuman tidak bekerja sehingga
timbul sifat toleran kuman terhadap obat.
Kuman tidak mempunyai dinding sel (misalnya
mikoplasma).
Perubahan PBP atau obat tidak dapat mencapai
PBP.
ma setinggi
15
nya, penisilin G dapat diberikan dalam bentuk repositori, umpamanya penisilin G benzatin, penisilin G
prokain sebagai suspensi dalam air atau minyak.
628
Farmakologi dan Terapi
;;;;-;;;rny"
Our_
makna berdasarkan pengaruh
p"ruririnur"
dan amidase. Akibat pengaruh "n.irn
penisilinase terjadi
da_
pat mempengaruhi semua penisilin
tanpa kecuali.
Untungnya tidak banyak mii<roba
V".g ill"nh"r,,
kan enzim amidase.
Penisilin umumnya diekskresi melalui
proses
sekresi di tubuli ginjai yang dapat
dihambat oteh
probenesid. Masa paruh eliminasi
p"nirifin 0"f",
darah diperpanjang oleh probene"io
,""i"li z-s
kali lebih lama. Selain probenesid,
O"l"rupJ'oOat
!i.n iusa meningkatkan masa paruh eliminasi peni_
silin dalam darah, antara lain fenilbutai"rr-rlffi"_
f"gu;frn
masi di hepar.
Sebanyak 7S-gS% dari dosis karbenisilin
dida_
pemberian.
khurrrny""rn"rr_
p"*r".r,
629
Syok anafilaksis. Untuk menanggulangi syok analilaksis akibat pemberian penisilin atau obat lain,
diberikan sesegera mungkin larutan adrenalin 1 :
1.000 secara lM sebanyak 0,3-0,4 ml. Tidak dibe-
630
pada
se_
tinggi lagi.
Untuk anak dengan berat badan kurang dari
20 kg diberikan per orat : 50-100 mg/kgBB Jehari
yang dibagi datam 4 dosis; tM : 100_ 200 mg/kgBB
sehari yang dibagi dalam 4 dosis, bayi berumur
kurang dari 7 hari diberi 50 mg/kgBB sehari dalam
2 dosis, bayi berumur lebih dari 7 hari diberi 75
fOfOAA seharidibagi dalam 3 dosis; tV: empat kali
631
'150-250 mg/kgBB
sehari dibagi dalam 6-8 dosis.
dinatrium diberikan dengan lV lambat atau intermiten atau infus kontinu. Untuk infeksi berat, misal-
donesia.
ln_
anak 40-80 mg/kgBB sehari, terbagi 2_4 kali suntikan lV atau dengan infus.
Tikarsilin
Tikarsilin suatu karboksipenisilin yang tidak
diabsorpsi melalui saluran cerna, sehinggJ harus
diberikan secara parenteral (lV dan lM). Spektrum
dikasikan untuk infeksi berat oleh kuman . gramnegatif, termasuk di antaranya ps. aeruginosa,
Proteus indol positif dan enterobakter. Ketiganya
lebih poten daripada karbenisilin terhadap kuman
gram-negatif.
INFEKSI PNEUMOKOKUS. Penisilin c sampaisekarang masih tetap elektif terhadap semua jenis
infeksi pneumokokus.
glikosid. Sebagai pengecualian ialah ampisilin merupakan obat terpilih terhadap Str. faecalis.
tiap 6 jam selama 10 hari. Faringitis supuratif sebaiknya diberi 0,6 juta unit penisilin G prokain setiap
hari selama 10 hari, alau 1,2 juta unit penisilin G
benzatin lM untuk satu kali. Anak di bawah 5 tahun
diberi setengah dosis tersebut. Pada penderita kelompok pediatrik dianjurkan pemberian 0,9 juta unit
penisilin G benzatin dengan 0,3 juta unit penisilin G
prokain untuk satu kali pemberian, sedangkan
untuk dewasa cukup digunakan suntikan tunggal lM
penisilin G benzatin 1,2 juta unit. Agar kadar elektif
dalam darah tercapai dengan cepat, dapat dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian penisilin yang
larut dalam air sebanyak 0,3 juta unit lM.
633
efektil pada
Str.
pyogenes, tadinya bersifat fatal. Diagnosis dini dan
INFEKSI MENINGOKOKUS. Penisilin G merupakan obat terpilih, karena sangat efektif tidak saja
terhadap meningitis dan meningokoksemia tetapi
juga untuk artritis supuratif dan endokarditis akut
oleh meningokokus. Dosisnya adalah 2 juta unit lV
setiap 2 jam. Terapi diberikan selama 12-14 hari.
Untuk yang resisten terhadap penisilin, alternatil
yang elektil adalah kloramfenikol 1 g diberikan 4 kali
sehari. Penisilin G tidak elektif untuk menghilangkan status pembawa kuman carrier state.
Gonore. Pasien gonore yang diobati dengan penisilin, setelah sembuh perlu dipertimbangkan untuk
mendapatkan pemeriksaan serologik terhadap
sifilis yang kalau perlu diulangi setiap bulan sampai
lnfeksi ekstragenital. lnfeksi gonokokus di ekstragenital pada umumnya memerlukan terapi yang
lebih intensif daripada infeksi genital. Artritis gonokokus biasanya cukup diberikan prokain penisilin G
2,4 jula sehari selama 5 hari atau lebih; tetapi
beberapa kasus memerlukan sampai 10 juta unit
penisilin sehari selama 14 hari. lnfeksi endokarflitis
634
SIFILIS
Penisilin G merupakan obat yang sangat efek-
AKTINOMIKOSIS
Penisilin G merupakhn obat terpilih untuk semua bentuk klinik aktinomikosis. Dosis yang dianjurkan bervariasi dari 1-20 juta unit sehari, selama
rif.
Sifilis primer, sekunder, laten (asimtomatik), atau tersier, diobati dengan penisilin G prokain
2,4 jula unit lM dan 1 g probenesid per oral tiap hari
selama 1 0 hari atau penisilin G benzatin 2,4 juta unit
lM dosis tunggal. Penderita neurosililis memerlukan
terapi yang lebih lama : penisilin G prokain 20 juta
unit sehari diberikan selama 10 hari. Bayi dengan
sifilis kongenital diobati dengan penisilin G prokain
lM 50.000 unit/kgBB sehari selama 10 hari.
Fespons masing-masing jenis sililis terhadap
penisilin G tidak sama. Tindak lanjut terhadap perkembangan penyakit perlu dilakukan selama maupun setelah pengobatan dengan pemeriksaan serologik darah. Dengan satu tahap pengobatan angka
kegagalan terapi cukup rendah, yaitu 2% untuk
sifilis primer, dan 5-10% untuk sililis sekunder.
Pengobatan jarang sekali perlu ditambah lebih dari
satu tahap lagi, kecuali untuk kasus reinfeksi. Keberhasilan terapi pada sitilis laten cukup rumit peni-
nya. Untuk mendapatkan penyembuhan, tetap diperlukan penyingkiran jaringan yang rusak dengan
atau tanpa drainasi.
INFEKSI BATANG GRAM POSITIF
DIFTERIA. Antitoksin sangat diperlukan untuk mengurangi insidens komplikasi dan mempercepat penyembuhan penyakit. Penisilin Q digunakan hanya
untuk mengatasi status pembawa basil akut maupun kronik. Penisilin G prokain 2-3 juta unit sehari
yang diberikan sebagai dosis tunggal atau terbagi
selama 10-12 hari, memberikan hasil terapi sangat
memuaskan. Bagi mereka yang alergi terhadap
penisilin dapat diberikan eritromisin.
katkan elektivitas.
ERISIPELOID. lnfeksi Erysipelothrix rhusiophathrae tanpa komplikasi cukup diobati dengan suntikan tunggal 'l ,2 juta unit penisilin G benzatin.
SALMONELLA DAN Sl-llcELLA. pada gastroenteritis yang tidak berat oleh basil yang sensitif ter_
hadap ampisilin, terapi dengan dosis oral ampisilin
0,5-1,0 g 4 kali sehari cukup efektif. Untuk penyakit
yang lebih berat (bakteremia, demam enterik oleh
Salmonella) diperlukan terapi parenteral. Walaupun
ampisilin cukup elektif terhadap Salmonella, kloramfenikol tetap merupakan obat pilihan utama terhadap demam tifoid dan paratifoid, sebab selain
kloramfenikol lebih unggul, ampisilin perlu dicadangkan sebagai alternatifnya yang efektif.
Para pembawa kuman yang sudah berlangsung selama 1 tahun atau lebih, akan pulih kembali
dengan memuaskan dengan terapi ampisilin 75-
FUSO-SPIROCHAETA. Penyakit ini mudah diobati dengan penisilin. lnfeksi ringan misalnya gingivostomatitis cukup diobati dengan penisilin V oral,
4 kali 0,4 juta unit sehari. lnfeksi lebih berat misalnya pada paru dan genitalia memerlukan penisilin
G parenteral 5-10 juta unit sehari.
PASTEURELA. Satu-satunya spesies yang sangat
sensitif terhadap penisilin adalah p. multocida, yang
sering menyebabkan infeksi jaringan lunak, meningitis, dan bakteremia. Terapinya adalah penisilin
G parenteral 4-6 juta unit sehari paling sedikit 2
minggu.
RAT-BITE FEVER. Spirillum minor dan Streptobacillus (Haverhilia) moniliformis sebagai penyebab,
635
piperasilin umumnya dibatasi penggunaannya terhadap infeksi oleh Ps. aeruginosa dan turunan pro-
gentamisin lM.
PENGGUNAAN PROFILAKSIS
Profilaksis dengan penisilin pada beberapa
keadaan sangat bermanfaat, namun pada keadaan
lain bukan saja tidak bermanfaat tetapi dapat juga
berbahaya. Beberapa tindakan profilaksis yang ternyata memberi hasil memuaskan, kalau dinilai secara teliti, sebenarnya bukan merupakan tindakan
prolilaksis tetapi sudah bersifat terapi dini.
Profilaksis yang bermanfaat dengan penisilin ialah terhadap: (1 ) infeksi Str. pyogenes group
4, dengan suntikan tunggal 0,6 juta unit penisilin G
benzatin atau penisilin G prokain dalam minyak
dengan aluminium monostearat; atau penisilin V,
(2)
suntikan penisilin G benzatin 1,2-2,4 juta unit sebulan sekali. Untuk pasien alergi penisilin, dapat
diberikan sulfisoksazol atau sulfadiazin. Biasanya
profilaksis cukup diberikan selama 5 tahun sehabis
suatu episode demam reumatik; atau selama masa
remaja bila demam rematik terjadi pada anak. Di sini
tujuan profilaksis ialah mencegah kerusakan lebih
berat pada jantung akibat terulangnya penyakit; (3)
pada gonore dan sifilis, profilaksis dengan penisilin
2. SEFALOSPORIN
2.1. KIMIA DAN KLASIFIKASI
Selalosporin dan penisilin termasuk golongan
antibiotika betalaktam. Struktur kimia berbagai selalosporin dapat dilihat pada Tabel 43-3. Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium yang diisolasi padalahun 1948 oleh Brotzu. Fungus ini menghasilkan tiga macam antibiotik,
yaitu sefalosporin P, N dan C. Dari ketiga antibiotik
tersebut kemudian dikembangkan berbagai derivat
selalosporin semisintetik antara lain selalosporin C.
lnti dasar selalosporin C ialah asam 7-amino-
yang gram positil, penisilin G memiliki potensi terbaik. lndikasi penisilin V dan lenetisilin pada umum-
menghasilkan 7-ACA yang kemudian dapat dikembangkan menjadi berbagai macam antibiotik sefalosporin. Modifikasi Rr pada posisi 7 cincin betalaktam dihubungkan dengan aktivitas antimikrobanya, sedangkan substitusi R2 pada posisi 3 cincin
dihidrotiazin mempengaruhi metabolisme dan far-
n1-C-r'rH
oil
Jenis selalosporin
j--,-S\
ll
.r'--N- z\
t
o' Y -"'
coo
Rr
R2
H_
7-ACA
aro
(asam 7 aminosefalosporanat)
Generasi pertama
./.o
G",,,_
-cHzoCr
*@r"r,N:r
sefazolin
\_"r,_
N:N
CHzOC
tcH,
N-N
-*rzsj\rA.r.
-cHs
Ur-
sefradin
CHg
tza
@i:;
sefaleksin
CHs
sefalotin
sefapirin
CHzOC.
-CHs
NHz
no-@-"*-
sefadroksil
Generasi kedua
setamandol
A'"r\r'
J,..
N_N
ltll-N
-orzsAf
CHg
_l
sefoksitin
lr
\sAcHrsefaklor
-CHs
NHz
@r'NHz
,ro
CHzOC.,
NHe
-cl
4o
sefuroksim
dvr:
OCHs
-CH2OC.
NHa
638
Jenis sefalosporin
R1
Rz
(,Z\
)Fp'r\YI
sefonisid
OH
N-_N
/lll
-cH2s-\N-N
I
CHzSOs
seforanid
CHz
Generasl ketiga
sefotaksim
CHzNHa
N_-N
lltt
-cHzS{tt-N
I
CHzCOOH
N.."_C-
,r*/'.-j
moksalaktam
,o
'l|.,OCHs
/Za
-CHzOC'tcH.
Ho<( )!-cp-
N.-N
coo-
-CH2S-\p-N
vr
iltt
I
CHs
settizoksim
'l-l-.?N\
HNA-S-'
_H
OCHs
NHe
seftriakson
Na
I
HsC
\N/N\r,o
s-\rv
l_l^
tl
ll
-OCHs
setoperazon
oY-t
-CH2S 11'-\6
T-T
-cHzsAtt-N
I
oAru
I
c zHs
CHs
selradin,
sefaleksin, sefotiam, selmetazol, sefoperazon,
seluroksim, sefotaksim, sefadroksil, sefsulodin,
seftriakson, dll.
639
Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama lerhadap kokus
gram-positif, tetapi jauh lebih aktil terhadap Enterobacte riaceae, termasuk strain pen ghasil pen isi linase. Di antara sediaan golongan ini ada yang aktil
terhadap Ps. aeruginosa.
Selalosporin aktif terhadap kuman grampositif maupun gram- negatif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi.
SEFALOSPORIN GENERASI PERTAMA
ln vitro, selalosporin generasi pertama memperlihatkan spektrum antimikroba yang terutama
aktil terhadap kuman gram-positif. Keunggulannya
Str.
FARMAKOKINETIK
Dari sifat larmakokinetiknya, sefalosporin dibedakan dalam 2 golongan. Selaleksin, selradin,
sefaklor dan sefadroksil yang dapat diberikan per
oral karena diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan parenteral.
Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara
lV karena menyebabkan iritasi lokal dan nyeri pada
pemberian lM.
Selalosporin yang lain diberikan secara suntikan lM atau lV. Beberapa selalosporin generasi
ketiga misalnya sefuroksim, moksalaktam, sefotaksim dan seltizoksim mencapai kadar yang tinggi di
cairan serebrospinal (CSS), sehingga dapat bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta.
Selain itu selalosporin juga melewati sawar darahuri, mencapai kadar tinggi di cairan sinovial dan
lotin, sefapirin dan sefotaksim mengalami deasetilasi; metabolit yang aktivitas antimikrobanya
640
Jenis selalosporin
Cara pemberian
lkatan
protein
(%)
plasma
1/2 plasma
fiam)
Ekskresi
(%)
dalam urin
Efek
probenesid
Generasi pertama:
Sefalotin
Sefazolin
Sefapirin
Sefradin
Sefaleksin
Sefadroksil
lV dan lM
lV dan lM
lV dan lM
Oral, lV dan lM
Oral
Oral
70
85
0.6
70-80
1.8
95
47-62
1.2
0.8
0.9
1.5
90 (50).
86
90
90
0.8
0.8
0.8
1.7
1.7
85
>85
60-85
>85
+
+
+
+
14
10-15
20
+
+
+
+
Generasi kedua:
Sefamandol
Sefoksitin
lV dan lM
lV dan lM
Sefaklor
Oral
Sefuroksim
lV dan lM
Sefuroksim aksetil
Oral
75
70-80
40
33
Generasi ketiga:
Sefotaksim
Moksalaktam
Sefoperazon
Seftizoksim
Seftriakson
Seltazidim
Sefsulodin
lV dan lM
lV dan lM
lV dan lM
lV dan lM
IV dan lM
lV dan lM
lV dan lM
40-50
40-50
82-93
30
83-96
17-20
30
1.1
90 (50)'
2.'l
2.'l
90
30**
1.8
90
60-80
1.8
1.7
75-85
65-70
Ketrangan:
* Jumlah kadar yang diekskresi dalam bsntuk asal.
Ekskresi tsrutama mslalui mpdu, sekitat 70% dalam bntuk asal
"
Sifat larmakokinetik berbagai preparat sefalosporin dapat dilihat pada Tabel 43-4.
EFEK SAMPING
Beaksi alergi merupakan elek samping yang
paling sering terjadi, gejalanya mirip dengan reaksi
alergi yang ditimbulkan oleh penisilin. Reaksi mendadak yaitu analilaksis dengan spasme bronkus
dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang umumnya
terjadi pada penderita dengan alergi penisilin berat,
sedangkan pada alergi penisilin ringan atau sedang
kemungkinannya kecil. Dengan demikian pada penderita dengan alergi penisilin berat, tidak dianjurkan
penggunaan sefalosporin atau kalau sangai diper-
lain pada dosis terapi jauh kurang toksik dibandingkan dengan selaloridin. Kombinasi selalosporin
dengan gentamisin atau tobramisin mempermudah
terjadinya nelrotoksisitas.
Diare dapat timbul terutama pada pemberian
seloperazon, mungkin karena ekskresinya lerutama melalui empedu, sehingga mengganggu flora
normal usus. Pemberian sefamandol, moksalaktam
dan sefoperazon bersama dengan minuman beralkohol dapat menimbulkan reaksi seperti yang ditimbulkan oleh disulfiram. Selain itu dapat terjadi per-
641
cot
dan
2.5. MONOGRAFI
SEFALOSPORIN GENERASI PERTAMA
642
SEFADROKSIL. Obat ini merupakan derivat parahidroksi sefaleksin. Elek in vitro mirip sefaleksin,
telapi kadar plasma agak lebih tinggi.
Bersihan kreatinin
Dewasa :>SSmumenit
35-54 mUmenit
11-34 ml/menir
> 10 ml/menit
dosis biasa
kemudian:
40-70 mfmenit
20-40 mUmenit
5-20 mUmenit
dan lengkap, maka kadar plasma yang dapat dicapai mendekati pemberian lM yaitu sekitar 10-19 ug/
ml sesudah pemberian 0,5 g per oral alau secara
tM.
dalam 4 dosis.
Dosis parenteral unluk orang dewasa ialah 2-g
g/hari lM atau lV, untuk anak 50-100 mg/kg BB/hari,
yang dibagi dalam 3-6 dosis. Dosis obat harus disesuaikan pada penderita gagal ginjal.
Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan
500.m9, suspensi oral 125 dan 250 mg/S ml, bubuk
obat suntik 0,25; 0,5; 1 dan 2 g.
SEFOKSITIN. Selamisin dihasilkan oleh S0eptomyces lactamdurans. Obat ini kurang aktif terhadap
spesies Enterobacter dan H. inlluenzae, dibanding
sefamandol. Terhadap kuman gram-positil juga kurang aktil bila dibandingkan dengan sefamandol
dan selalosporin generasi pertama. Tetapi obat ini
lebih aktil dari sefalosporin generasi pertama dan
generasi kedua yang lain terhadap kuman anaerob,
misalnya B. fragilis.
Setelah pemberian 1 g lM, kadar dalam plasma mencapai 22 uglml, Waktu paruhnya sekitar 40
menit. Obat ini diindikasikan terutama untuk inleksi
oleh kuman anaerobik alau campuran kuman aerobik dan anaerobik, misalnya penyakit radang pelvis dan abses paru- paru. Obat ini juga efektif terhadap A/. gonorrhoe ae pen ghasil pen isi linase.
Dosis parenteral seloksitin untuk orang
dewasa ialah 3-12 g/hari (tM, lV) yang dibagi datam
3-4 dosis. Dosis untuk anak ialah 80- 160 mg/kg
BB/hari yang dibagi dalam 4-6 dosis. Dosis harus
disesuaikan bila ada gangguan lungsi ginjal. Obat
ini tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 1,2 dan
1o g.
SEFUROKSIM. Sefuroksim sangat mirip sefamandol dalam struktur kimia dan aktivitas antibakteri in
vitro. Waktu paruh 1 ,7 jam dan diberikan tiap 8 jam.
Kadar dalam cairan serebrospinal sekitar 10% kadar dalam plasma dan ini elektil untuk pengobatan
meningitis oleh H. influenzae (termasuk yang resisten ampisilin), N. meningitidis dan Sfr. pneumoniae.
Sediaan selalosporin generasi kedua lainnya
mirip selamandol, tetapi umumnya kurang aktil terhadap H. influenzae.
MOKSSALAKTAM. Struktur kimia berbentuk oksabetalaktam yang terbentuk dari substitusi oksigen
dengan atom sulfur pada nukleus sefem. Dibandingkan dengan sefotaksim, obat ini kurang aktif
terhadap kuman gram-positif, H. influenzae dan
Enterobacteiaceae, tetapi lebih aktif terhadap Ps.
aeruginosa dan 8. fragilis. Waktu paruh sekitar 2
jam dan diekskresi melalui saluran kemih dalam
bentuk asal.
643
644
suntikl dan2g.
29.
3. ANTIBIOTIKA
ETALAKTAM
LAINNYA
Dewasa ini telah dikembangkan antibiotika
betalaktam lain yang tidak tergolong penisilin
maupun sefalosporin.
3.1. MONOBAKTAM
Monobaktam merupakan suatu senyawa
betalaktam monosiklik, dengan inti dasar berupa
cincin tunggal, asam-3 aminobaktamat.
Struktur ini berbeda dengan struktur kimia golongan
antibiotika betalaktam terdahulu misalnya penisilin,
Hs'N
\--
,4,
fragilis.
O'
SOa
AZTREONAM
CHs
Hooc-C-o,
I
CHs
,/
'N==C
HzN
645
Monobaktam pada awalnya diisolasi dari kuman a.l. Gluconocabacter, Acetobacter, Chromobacterium, tetapi aktivitas antibakterinya sangat
lemah. .Kemudian dikembangkan monobaktam
sinte{ik, yaitu aztreonam, dengam menambahkan
suatu oksim-aminotiazol sebagai rantai samping ditambah gugus karboksil pada posisi 3 dan satu
gugus alfa-metil pada posisi 4. Perubahan struktur
tersebut sangat meningkatkan stabilitas aztreonam
terhadap berbagai betalaktamase dan aktivitas antibakterinya terhadap kuman gram-negatif aerobik,
termasuk Pseudomonas aeruginosa.
betalaktamase. Terhadap Enterobacteriaceae, lermasuk yang resisten terhadap penisilin, sefalosporin generasi satu dan aminoglikosida, potensinya
ditemukan.
lNDlKASl. Aztreonam tunggal maupun dalam kombinasi dengan antimikroba lain, efektil untuk mengatasi infeksi berat oleh kuman gram-negatil aerobik'
lndikasinya antara lain untuk infeksi saluran kemih
dengan komplikasi, saluran napas bawah, kulit dan
struktur kulit, alat kelamin, intra-abdominal, tulang
dan bakteremia pada dewasa dan anak.
Spektrum antibakteri aztreonam mirip antibio-
lika aminoglikosida, tetapi tidak aktif terhadap kuman gram-positif. Sehubungan dengan itu aztreonam dapat menjadi alternatil aminoglikosida, khusus untuk inleksi kuman gram-negatif. Untuk penderita inleksi yang memerlukan antimikroba speklrum luas dan lidak tahan terhadap aminoglikosida
dan antimikroba betalaktam lain, kombinasi aztreonam dengan antibiotika yang aktil terhadap kuman
646
:6-wa.l
ngannya bebas dari pengrusakan oleh enzim tersebut dan dapat menghambat sintesis dinding sel
bakteriyang dituju.
Silat ikatan betalaktamase dengan pengham_
batnya ini umumnya menetap, penghambatnya se_
ringkali bekerja sebagai suatu su,blde inhibitpr,
karena ikut hancur di dalam betalaktamase yang
diikatnya.
monas dan Acinetobacler umumnya resisten terhadap asam klavulanat dan sulbaktam. Contoh se_
diaan kombinasi tetap yang tersedia untuk pengo_
batan ialah a.l. : Amoksisilin/klavulanat potasium,
"+"(:,.,."
COOH
asam klavulanat
PENGHAMBAT BETALAKTAMASE
Penghambat betalaktmase yang telah diguna_
sulbaktam
647
LANAT
Amoksisilin tunggal in vitro aktil terhadap ber-
aktivitas amoksisilin tetapi memproduksi betalaklamase, selain itu juga kuman anaerob. Obat ini
diindikasikan untuk inleksi berikut.
lnleksi akut pada telinga-hidung-tenggorokan,
infekbi ringan sampai sedang saluran napas bawah
oleh H. influenzae, M. catarrhalis yang memproduksi betalaktamase, yang tidak dapat diatasi oleh kotrimoksazol atau sefalosporin oral karena alergi,
Tikarsilin ialah suatu karboksipenisilin, berspektrum antibakteri lebih luas dari ampisilin, termasuk Ps. aeruginosa dan kokus gram-negatif..
Obat ini aktil terhadap bakteria gram- positif kecuali
enterokok dan stafilikok penghasil betalaktamase
atau resisten terhadap metisilin. Tambahan asam
klavulanat tidak meningkatkan aktivitas tikarsilin terhadap Ps. aeruginosa, A. calcoacetieug S. marces-
648
ug/ml.
luas spektrumnya mencakup kuman penghasil betalaktamase yang intrinsik termasuk galur peka terhadap AP dan kuman anaerob termasuk B. fragitis.
>30
15 - 29
5-14
1,5-3gtiap6-8jam
1,5-3gtiap12
1,5-3gtiap24
jam
jam
no\"
NH
H20
n"'I
CH3
lmlpenem
H\
/'COONa
C-C
Hooc. ,
' C-
cnzscH
I
NH2
zcnzinz i'll-l
ctl3
I
>-cH3
o-c---<
H
Natrium silastatin
tidak beraktivitas antibakteri. Bila diberikan bersama imipenem dalam perbandingan sama, silastatin akan meningkatkan kadar imipenem aktif di
dalam urin dan mencegah efek toksiknya terhadap
ginjal.
Mekanisme kerja dan spektrum antibakteri. lmipenem mengikat PBP2 dan menghambat sintesis
lNDlKASl. lmipenem/silastatin digunakan untuk pengobatan inteksi berat oleh kuman yang sensitif,
termasuk infeksi nosokomial yang resisten terhadap antibiotik lain, misalnya infeksi saluran napas
bawah, intra abdominal, obstetri-ginekologi, osteomielitis dan endokarditis oleh S. aureus. Untuk inleksi berat oleh Ps. aeruginosa dianjurkan agar dikombinasikan dengan aminoglikosida, karena bere{ek sinergestik.
EFEK SAMPING. lmipenem/silastatin dosis 1 sampai 4 g tiap komponen per hari, umumnya ditoleransi
dengan baik. Efek samping yang mungkin timbul
secara umum sama dengan antibiotik betalaktam
lainnya.
Efek samping yang paling sering dari imipenem ialah mual, muntah, kemerahan kulit dan reaksi
lokal pada tempat infus. Kejang dilaporkan terjadi
pada 0,9% dari 1,754 pasien yang mendapat obat
tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut obat ini
dikontraindikasikan pada pasien yang berisiko tinggi untuk menderita kejang. Bila diberikan bersama
siklosporin sebaiknya hati-hati, karena keduanya
dapat mengganggu susunan saraf pusat.
10 jam sesudah pemberian, sisanya dimetabolisme. Silastatin diekskresi dalam urin sekitar 75%
dalam bentuk asal, sisanya dimetabolisme, Metabolit utama sebanyak + 12% dari dosis terdapat di
650
651
1.
Golongan tetrasiklin
1.1. Asal dan kimia
1.2. Mekanisme kerja
1.3. Efek antimikroba
1.4. Farmakokinetik
1.5. Efek samping
1.6. Penggunaan klinik
1.7. Sediaan dan posologi
2.
Kloramfenikol
2.1. Asal dan kimia
2.2. Elek antimikroba
2.3. Farmakokinetik
2.4. Elek samping
2.5. Penggunaan klinik
2.6. Sediaan dan posologi
2.7. Tiamfenikol
Rg
1. TETRASIKLIN
N(CHs)z
tomyces lain.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut
dalam air, tetapi bentuk garam natrium atau garam
HCI-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam HCI tetrasiklin bersilat relatif
stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin sangat
labil jadi cepat berkurang potensinya.
Gugus
Jenis tgtrasiklin
Rr
1. Klortetrasiklin
2. Oksitetrasiklin
3. Tetrasiklin
4. Demeklosiklin
5. Doksisiklin
6. Minosiklin
-ct
.H
-H
-ct
.H
-N(CHo)e
Rg
-OH
-OH
-OH
-H, -OH
-CHg, -H
.H, .H
-CHg,
-CHo,
-CHs,
-H, -H
-OH, -H
-H, -H
-H, -H
-OH, -H
.H, .H
Spektrum Antimikroba. Tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri luas yang meliputi kuman
gram-positif dan negatif, aerobik dan anaerobik.
Selain itu juga aktif terhadap spiroket, mikoplasma,
riketsia, klamidia, legionela dan protozoa tertentu.
1.4. FARMAKOKINETIK
Absorpsi. Sekitar 30-80 % tetrasiklin diserap
dalam saluran cerna. Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90 %. Absorpsi ini sebagian besar
berlangsung di lambung dan usus halus bagian
atas. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan golongan tetrasiklin, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi berbagai jenis tetrasiklin dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi
dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin
dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti
alurninium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasid, dan
juga ferum. Tetrasiklin diberikan sebelum makan
atau 2 jam sesudah makan.
Tetrasiklin losfat kompleks tidak terbukti lebih
baik absorpsinya dari sediaan tetrasiklin biasa.
variasi.
cida, Spirillum minor, Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis, Acinetobacter dan Fusobacterium.
Strain tertentv H. influenzae mungkin sensitif, tetapi
E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus indol
positil dan Pseudomonas umumnya resisten.
Tetrasiklin juga merupakan obat yang sangat
elektil untuk inleksi Mycoplasma pneumoniae,
Ureaplasma urealyticum, Chlamydia trachomatis,
Chlamydia psittaci, dan berbagai riketsia. Selain itu
obat ini juga aktil terhadap Borrelia rccunentis, Treponema pallid um, T reponema perten ue, Actinomyces r'srae/ii. Dalam kadar tinggi antibiotik ini mengham bat pertumbuhan E ntamoe ba hi stol ytica.
Absorpsi kelompok tetrasiklin ini tidak lengkap dengan masa paruh 6-12 jam. (2) Demetilklortetrasiklin. Absorpsinya lebih baik dan masa paruhnya
kira-kira 16 jam sehingga cukup diberikan 150 mg
per oraltiap 6 jam, (3) Doksisiklin dan minosiklin.
Absorpsinya baik sekali dan masa paruhnya 17-20
jam. Tetrasiklin golongan ini cukup diberikan 1 atau
2 kali 100 mg sehari.
Terapi dalam waktu lama juga dapat menimbulkan kelainan darah tepi seperti leukositosis, limfosit atipik, granulasi toksik pada granulosit dan
trombositopenia.
Reaksi lototoksik paling jarang timbul dengan
tetrasiklin, tetapi paling sering timbul pada pemberian demetilklortetrasiklin. Manilestasinya berupa
fotosensitivitas, kadang-kadang disertai demam
654
Kandidiasis intestinal. Sekalipun menjadi anggapan umum bahwa diare yang timbul karena pemberian golongan tetrasiklin disebabkan oleh super-
Kolitis pseudomembranosa. Efek samping ini dapat terjadi tetapi tidak sesering pada penggunaan
linkomisin. Pada keadaan ini terjadi nekrosis pada
saluran cerna. Jumlah stafilokokus dalam tinja tidak
bertambah. Diare yang terjadisangat hebat, disertai
demam dan terdapat jaringan mukosayang nekrotik
dalam tinja.
dalam
URETRITIS NONSPESIFIK. lnfeksi yang disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum alau Chlamydia
trachomatis ini terobati baik dengan pemberian tetrasiklin oral 4 kali 500 mg sehari selama 7 hari.
lnfeksi C. trachomatis seringkali menyertai uretritis
akibat gonokokus.
655
INFEKSI VENERIK. Gonore. Penisilin masih merupakan antibiotik pilihan utama untuk inleksi ini. Bila
pasien alergi terhadap penisilin, dapat diberikan
tetrasiklin per oral dengan dosis 500 mg empat kali
sehari atau doksisiklin 100 mg dua kali sehari sela-
Sifilis. Tetrasiklin merupakan antibiotik pilihan kedua setelah penisilin untuk mengobati sifilis. Dosisnya 4 kali 500 mg sehari per oral selama 15 hari.
Tetrasiklin juga efektif untuk mengobati chancroid
dan granuloma inguinal. Karena itu dianjurkan
memberikan dosis yang sama dengan dosis untuk
terapi sililis.
INFEKSI MYCOPLASMA PNEUMONIAE. Pneumonia primer atipik yang disebabkan oleh mikroba
ini dapat diatasi dengan pemberian golongan tetrasiklin. Walaupun penyembuhan klinis cepat dicapai
Mycoplasma pneumoniae mungkin tetap terdapat
dalam sputum setelah obat dihentikan.
an golongan tetrasiklin berbeda-beda. Pada beberapa kasus hasilnya baik, yang lain tidak memuas-
Kolera. Tetrasiklin merupakan antibiotik yang efektil untuk penyakit ini. Pemberian letrasiklin dapat
mengurangi kebutuhan cairan infus sebanyak 50 %
dari yang dibutuhkan tanpa antibiotika untuk mencapai keadaan rehidrasi.
irufersl
maupun streptokokus karena sering dijumpai resistensi, Adanya strain Sfr. pneumoniae yang resisten
juga telah membatasi penggunaan tetrasiklin untuk
pneumonia yang disebabkan oleh kuman ini.
lnfeksi saluran cerna. Tetrasiklin mungkin merupakan ajuvan yang bermanlaat pada amubiasis intestinal akut, dan infeksi P/asmodium falciparum.
Selain itu mungkin efektif untuk disentri yang disebabkan oleh strain Shigella yang peka.
PENGGUNAAN TOPIKAL. Pemakaian topikal.hanya dibatasi untuk infeksi mata saja. Salep mata
golongan tetrasiklin elektif untuk mengobati trakoma dan inleksi lain pada mata oleh kuman grampositif dan gram-negatif yang sensitif. Selain itu
salep mata ini dapat pula digunakan untuk profilaksis oltalmia neonatorum pada neonatus.
656
kan hasil kontroversial mengenai manfaat dan keamanan pemberian tetrasiklin 500 mg sehari per
oral pada pasien penyakit paru menahun. Bahaya
potensial pemberian jangka lama ini ialah timbulnya
superinfeksi bakteri atau jamur yang sulit diken-
dalikan.
Tabe| 42I.1, SEDIAAN DAN PosoLoGI GoLoNGAN TETRASIKLIN
Derivat
Sediaan
Tetrasiklin
Klortetrasiklin
Kapsul 250 mg
Salep kutit 3 %
Salep mata 1 %
lihat tetrasiklin
Oksitetrasiklin
Dosis
Dewasa '. Oral,4 kali 2S0-S00 mg/hari
Parenteral, 3OO lM') mg sehari yang
dibagi dalam 2-3 dosis, atau
250-500 mg lV diutang 2-4 kali sehari.
Anak: Oral, 25-50 mg/kgBB/hari, dibagi
dalam 4 dosis.
Parenteral, untuk pemberian lM
15-25 mg/kg BB/hari sebagai
dosis tunggal atau dibagi dalam
2-3 dosis dan lV 20-30 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2-3 dosis.
5lo)
Doksisiklin
Minosiklin
Kapsul 100 mg
olong an
etras ikl i n
da
K lo
657
ramf e n i kol
2. KLORAMFENIKOL
OH
"1\l\Jt
CHzOH
t- *-[
tI
cctz
Kloramfenikol :R=-NOz
Tiamfenikol : R=-CHgSOz
Gambar 44-2, Struktur kloramfenikol
2.3. FARMAKOKINETIK
Setelah pemberian oral, kloramlenikol diserap
dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai
dalam 2 jam. Untuk anak biasanya diberikan bentuk
ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami
hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol.
Masa paruh eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2
minggu sekitar 24iam. Kira-kira 50 % kloramlenikol
dalam darah terikat dengan albumin' Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh,
tertentu.
Spektrum antibakteri kloramlenikol meliputi D.
pneumoniae, Str. pyogenes, Str. viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella,
Brucella, P. multocida, C. diphtheriae, Chlamydia,
lnteraksi. Dalam dosis terapi, kloramfenikol menghambat biotransformasi tolbutamid, tenitoin, diku-
658
de_
1:24.000-50.000. Efek samping ini diduga merupakan reaksi idiosinkrasi dan mungkin disebabkan
oleh adanya kelainan genetik.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa klo_
ramfenikol yang diberikan secara parenteral jarang
menimbulkan anemia aplastik, tetapi hal ini belum
dapat dipastikan kebenarannya. Kloramfenikol da_
pat menimbulkan hemolisis pada pasien dengan
defisiensi enzim GoPD bentuk mediteranean.
Hitung sel darah yang dilakukan secara perio_
REAKSI ALERGI. Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam tifoid
walaupun yang terakhir ini jarang dijumpai.
REAKSI SALURAN CERNA. Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.
pisilin.
Hanya dalam beberapa jam setelah pemberia.n kloranllenikol, salmonela menghilang dari sirkulasi dan dalam beberapa hari kultur tinja menjadi
negatif. Perbaikan klinis biasanya tampak dalam 2
hari dan demam turun dalam 3-5 hari. Suhu badan
biasanya turun sebelum lesi di usus sembuh, sehingga perforasi justru terjadi pada waktu keadaan
klinis sedang membaik.
Untuk pengobatan demam tifoid diberikan do-
659
Untuk anak biasanya diberikan kloramfenikol palmitat 100 mg/kgBB sehari. Pengobatan dilanjutkan
sampai 48 jam bebas demam.
INFEKSI LAIN. Kloramfenikol mempunyai efektivitas sama dengan tetrasiklin untuk pengobalan lymphogranuloma venereum,pslttacosis, infeksi Mycoplasma pneumoniae dan P. pesfis. Tetapi untuk ini
sebaiknya digunakan tetrasiklin yang toksisitasnya
relatif lebih rendah.
Kloramfenikol dapat digunakan untuk mengobati bruselosis dengan dosis 0,75-1 gram tiap 6
2.7. TIAMFENIKOL
Rumus molekul tiamlenikol dapat dilihat pada
Gambar 44-2. f erhadap kuman gram-positif maupun gram-negatif, obat ini umumnya kurang aktif
dibandingkan dengan kloramfenikol tetapi terhadap
Str. pyogenes, pneumokokus, hemofilus, dan meningokokus aktivitasnya sama dengan kloramfenikol.
Tiamlenikol digunakan untuk indikasi yang
sama dengan kloramfenikol. Selain itu juga telah diberikan untuk infeksi saluran empedu dan gonore.
Dosis tunggal tiamfenikol 2,5 gram per oral cukup
elektif untuk mengobati urethritis gonorrhoica.
Obat ini diserap dengan baik pada pemberian
per oral dan penetrasinya baik ke cairan serebrospinal, tulang dan sputum sehingga mencapai kadar bakterisid untuk H. influenzae di sputum. Berbeda dengan kloramfenikol, obat ini sebagian besar
diekskresi utuh dalam urin. Oleh karena itu dosis
harus dikurangi pada pasien payah ginjal.
Efek samping yang timbul ialah depresi sumsum tulang yang reversibel dan berhubungan dengan besarnya dosis yang diberikan. Dari penga-
660
Nama
obat
Kloramfenikol
palmitat
atau stearat
Kloramfenikol
natrium
suksinat
Bentuk sediaan
Posologi/cara pemakaian
Keterangan
Kapsul 250 mg
Untuk
Salep mata 1 %
Obat tetes mata 0,5 %
Salep kulit 2 %
Obat tetes telinga 1-S %
Kloramfenikol
posoLocr
eksi-infeksi berat
Pemberian intramuskular ti. dak dianjurkan karena absorpsinya buruk dan menimbulkan nyeri lokal.
Pemberian parenteral harus
secepat mungkin diganti
dengan pemberian oral
karena absorpsi oral
cukup baik.
100 mg/ml).
Tiamfenikol
inf
Aminoglikosid
661
45. AMINOGLIKOSID
Sulistra G. Gan dan Vincent H.S Gan
1.
Pendahuluan
6.
lnteraksi obat
7.
8.
2.
Kimia
3.
Efek antimikroba
3.1. Aktivitas dan mekanisme kerja
3.2. Spektrum antimikroba
3.3. Resistensi
4.
Farmakokinetik
5.
Elek samping
5.1. Alergi
5.2. Reaksi iritasi dan toksik
5.3. Perubahan biologik
1. PENDAHULUAN
2.KIMIA
Aminoglikosid merupakan senyawa yang terdiri dari 2 atau lebih gugus gula amino yang terikat
lewat ikatan glikosidik pada inti heksosa. Heksosa
tersebut atau aminosiklitol, ialah streptidin (pada
streptomisin) atau 2-deoksistreptamin (ciri aminoglikosid lain); berbentuk senyawa polikation yang
bersifat basa kuat dan sangat polar; baik dalam
bentuk basa maupun garam, bersifat mudah larut
dalam air. Sediaan suntikan, berupa garam sulfat,
sebab paling kurang nyeri untuk suntikan lM.
Stabilitasnya cukup baik pada suhu kamar,
terutama dalam bentuk kering, misalnya streptomisin stabil untuk paling sedikit satu tahun. Pengaruh pH terhadap aminoglikosid dibahas dalam pembahasan aktivitas dan mekanisme kerja.
Aminoglikosid merupakan produk streptomises atau lungus lainnya. Jenis, fungus penghasil,
penemu dan tahun penemuan-aminoglikosid dapat
dilihat pada Tabel 45-1. Senyawa aminoglikosid
dibedakan dari gugus gula-amino yang terikat pada
aminosiklitol (lihat Tabel 45-2),
662
Jenis aminoglikosid
Fungus penghasil
Penemu
Tahun
penemuan
Streptomisin
Streptomyces g,seus
Schatz, Bugie,
1944
Streptomyces fradiae
Waksman, Lechevalier
Streptomyces lave nd u I ae
Decaris
Waksman
Neomisin
(campuran neomisin B + C)
Framisetin
(neomisin B)
Kanamisin
Paromomisin
Streptomyces nmosus
(aminosidin, katenulin,
kan am yceticus
949
953
Umezawa et al.
't
957
959
hidroksimisin)
Gentamisin
M icromonospora purpu
Weinstein MJ et al.
963
Tobramisin
Wick, Welles
968
Asilasi kanamisin A
(semisintetik)
Kawaguchi, H. et al.
1972
(nebramisin faktor 6)
Amikasin
rea
3. EFEK ANTIMIKROBA
tentunya sangat tergantung dari lrekuensi penggunaan obat tersebut di suatu tempat. Untunglah
aktivitas amikasin dan kadang-kadang netilmisin
masih tetap bertahan.
Aktivitas aminoglikosid dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama perubahan pH, keadaan
Aminoglikosid
663
-r-H
A
/F
oo
---__\
Cincin &
--__ Atom-C
Am inog likosid\--.-
2',
-NHz
Kanamisin
-oH
3'
-oH
A',
-oH
4"
3"
5',
-CHz-NHz
-NHa
5"
-CHzOH
\H
OH
-NHz
-N Hz
-NHz
Gentamisin
U1
-N Hz
-NHz
-NHz
-NHz
-NHz
-oH
-oH
-oH
-H
-oH
-oH
-oH
-H
-CHe-NHz
-CHe-OH
-CHz-OH
-cHlcHs
-NHe
-NHe
-NH-CHs
-NH-CHs
-N He
-NHe
-H
-H
-CHlCHs
\*
-NHz
-NHz
-H
-H
-cH1H
-N Hz
-NHz
-H
-H
-cH\H
-NH-(L-AHB)
-oH
-oH
-oH
-cH1H
\cHr
OH
-NH-CHs
<-CH:
-NH-CzHs
-NHe
-H
.H
-CH-NHz
.H
.H
-H
OH
-NHz
t-.1
-CHeOH
OH
-NHz
\nOH
-NH-CHs
lCHs
NHz
Netilmisin
OH
-NH-CHg
NHz
Amikasin
.H
slcH:
NHz
Tobramisin
-CHzOH
OH
OH
NHz
CrA
OH
\'
NH-CHg
v2
-CHaOH
\'
'oH
-CHzOH
-H
664
aminoglikosid.
beberapa ahli, pedoman kepekaan mikroba terhadap aminoglikosid ialah sebagai berikut : galur
mikroba dianggap resisten bila untuk streptomisin
diperlukan kadar melebihi 32 pg/ml; untuk kanamisin dan amikasin melebihi 16 pg/ml; serta untuk
gentamisin, tobramisin dan sisomisin melebihi 8
Fg/ml.
Kepekaan suatu galur mikroba terhadap ami-
aminoglikosid pada ribosom ini mempercepat transport aminoglikosid ke dalam sel, diikuti dengan kerusakan membran sitoplasma, dan disusul kematian sel. Yang diduga terjadi ialah "salah baca" (mis
reading) kode genetik yang mengakibatkan ter-
Pengikatan streptomisin pada ribosom memerlukan adanya protein khusus yaitu Pro dalam
nya resistensi. Jadi, data hasil pengamatan spektrum antimikroba manfaatnya terbatas. Pola sensitivitas yang digambarkan dalam hasil pengamatan
sejenis ini biasanya hanya berlaku untuk suatu tempat dan waktu tertentu. Jadi data tersebut hanya
bermanfaat untuk mendapatkan gambaran umum
mengenai spektrum dan kecenderungan perubah-
di
uji sensitivitas
lebih luas daripada streptomisin. Beberapa perbedaan kecil dapat menimbulkan implikasi klinik,
antara lain dalam hal spektrum antimikroba dan
potensinya.
665
Aminoglikosid
3.3. RESISTENSI
Masalah resistensi merupakan kesulitan
utama dalam penggunadn streptomisin secara
kronik; misalnya pada terapi tuberkulosis atau endokarditis bakterial subakut. Sifat resistensi terhadap streptomisin mudah diperlihatkan dengan
melakukan beberapa tahap pembiakan ulang suatu
mikroba dalam medium yang mengandung strep-
4. FARMAKOKINETIK
Aminoglikosid sebagai polikation bersifat sa-
ngat polar, sehingga sangat sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Kurang dari 1% dosis yang diberikan diabsorpsi lewat saluran cerna. Pemberian
per oral hanya dimaksudkan untuk mendapatkan
elek lokal dalam saluran cerna saja, misalnya pada
persiapan prabedah usus. Untuk mendapatkan
kadar sistemik yang efektil fl-abel 45-3) aminogli-
kosid perlu diberikan secara parenteral. Pembahasan larmakokinetik yang terinci hanya dibatasi
pada kanamisin, gentamisin, amikasin dan tobra-
AMINOGLIKOSID PARENTERAL
666
Kanamisin/
Amikasin
pg/ml
60,5 - 1,5 pg/ml
20 - 25 pg/ml
8 -'10 pg/ml
25 - 30 pg/ml
5 - 8 pg/ml
Kadar efektif
lnfeksi sedang berat
puncak
lembah
1 - 4 pg/ml
1 - 1,5 pg/ml
Gentamisin
Tobramisin
Kanamisin/
Amikasin
0,5 - 15 jam
0,5 - 7,6 jam
Q,7
Masa paruh
- ginjal normal
0,7 - 43 jam
- umur neonatus
2-9jam
anak
dewasa
(< 30 tahun)
(> 30 tahun)
0,7 - 14 jam
-7,2 jam
4 -70 jam
0,7 - 3 jam
1
-7
jam
Volume distribusi
dewasa dan anak
dehidrasi
hidrasi normal
overhidrasi
0,05
0,05
0,15
0,25
0,5 -
neonatus
lkatan protein
- 0,5 l/kg
- 0,15 t/kg
- 0,25 t/kg
- 0,50 l/kg
0,6 Ukg
rendah
kecuali streptomisin + 30-50%
lainnya kurang dari 30%
Aminoglikosid
data farmakokinetik beberapa aminoglikosid, Pengikatan oleh protein plasma darah hanya jelas terlihat
pada streptomisin, yaitu 112 dari seluruh amino-
667
Streptomisin di dalam darah, hampir seluruhnya terdapat di dalam plasma dan hanya sedikit
sekali yang masuk ke dalam eritrosit maupun makrofag. Sifal polarnya menyebabkan aminoglikosid
sukar masuk sel. Kadar dalam sekret dan jaringan
rendah; kadar tinggi dalam korteks ginjal, endoliml
dan periliml telinga, menerangkan toksisitasnya terhadap alat tersebut. Penetrasi ke sekret saluran
napas buruk, Dilusi ke cairan pleura dan sinovium
lambat tetapi mencapai keseimbangan dengan
kadar plasma setelah pemberian berulang. Penetrasi ke dalam mata demikian buruk sehingga diperlukan pemberian secara periokular untuk terapi endoptalmitis. Distribusi aminoglikosid ke dalam cairan otak pada meningen normal sangat terbatas.
Berdasarkan hal tersebut aminoglikosid dianggap
tidak berguna untuk mengatasi meningitis kecuali
bila diberikan intratekal.
Ekskresi aminoglikosid berlangsung melalui
ginjal terutama dengan liltrasi glomerulus. Penggunaan tobramisin bersama dengan probenesid pada
pria usia lanjut tidak mempengaruhi bersihan ginjal
total untuk tobramisin. Keadaan ini sama dengan
streptomisin, dan menunjukkan bahwa ekskresi ginjal berlangsung hanya dengan liltrasi glomerular,
sedangkan sekresi tubular tidak berperan. Pada
amikasin terdapat proses reabsorpsi tubular. Hal ini
AMINOGLIKOSID NON-SISTEMIK
Neomisin, paromomisin dan framisetin tidak
digunakan secara parenteral, karena sifatnya yang
terlalu toksik dibandingkan dengan aminoglikosid
lainnya.
Pada orang yang fungsi ginjalnya baik, neomisin walaupun diberikan 10 g oral selama 3 hari,
tidak mencapai kadar toksik dalam darah, Absorpsi
lebih tinggi bila ada lesi di saluran cerna. Adanya
insulisiensi faal ginjal dan hati, cepat meningkatkan
kadar neomisin dalam darah, sehingga mungkin
timbul elek toksik; dosis oral 4-8 g sehari sudah
dapat menghasilkan kadar dalam plasma seperti
pemberian parenteral, Kalau diperlukan neomisin
oral pada insulisiensi ginjal, dosis harus sangat
dikurangi. Dalam hal ini lebih baik diganti saja dengan aminoglikosid lain misalnya kanamisin, yang
memiliki aktivitas sama tetapi kurang toksik dibanding dengan neomisin. Penggunaan neomisin oral
pada anak kecil harus dibatasi masa pemberiannya;
terlebih pada penyakit dengan lesi intestinal. Dosis
100 mg/kg BB seharijangan diberikan lebih dari tiga
minggu. Neomisin yang tidak diabsorpsi di usus,
akan keluar dalam bentuk utuh bersama tinia.
kulit.
5. EFEK SAMPING
Efek samping oleh aminoglikosid dalam garis
besarnya dapat dibagi dalam tiga kelompok : (1)
alergi; (2) reaksi iritasi dan loksik; dan (3)
perubahan biologik.
5.1. ALERGI
Secara umu'm potensi aminoglikosid untuk
menyebabkan alergi rendah. Rash, eosinofilia,
demam, diskrasia darah, angioudem, dermatitis
eksfoliatif, stomatitis dan syok analilaksis, pernah
dilaporkan.
Gangguan akustik. Gangguan ini tidak selalu terjadi pada kedua telinga sekaligus. Pada mulanya
kepekaan terhadap gelombang lrekuensi tinggi
pada saraf otak N. Vlll mengenai komponen vestibular maupun akustik. Setiap aminoglikosid berpotensi menyebabkan dua elek toksik tersebut
tetapi dalam derajat yang berbeda. Streptomisin
dan gentamisin lebih mempengaruhi komponen
vestibular; sebaliknya neomisin, kanamisin, amikasin dan dihidrostreptomisin lebih mempengaruhi
komponen akustik; tobramisin sama pengaruhnya
pada kedua sistem. Studi permulaan pada hewan
dan manusia menunjukkan bahwa netilmisin kurang
ototoksik dibanding dengan aminoglikosid lain.
Pendapat tersebut perlu pembuktian lebih lanjut
karena pada salah satu uji klinik 10% pasien mendapat komplikasi ototoksisitas.
Aminoglikosid
proteinuria ringan dan terdapatnya hialin serta silinder granular, liltrasi glomerulus menurun setelahnya. Fase nonoliguria diduga akibat pengaruh aminoglikosid pada bagian nelron distal. Nekrosis tubuli
berat ditandai dengan kenaikan kreatinin, hipokalemia, hipokalsemia; dan hipofoslatemia kadangkadang dapat terjadi. Gangguan lungsi ginjal hampir selalu bersifat reversibel karena sel tubuli proksimal mempunyai kapasitas regenerasi.
Beratnya nelrotoksisitas berhubungan dengan kadar obat yang tinggi dalam plasma. Kadar
puncak lebih dari 12-15 pg/ml gentamisin, tobramisin, sisomisin dan netilmisin diduga meningkatkan nefrotoksisitas. Demikian juga kadar puncak
lebih tinggi dari 32 pg/ml untuk amikasin dan kanamisin sedapat mungkin dihindarkan. Adanya insufisiensi faal ginjal, usia lanjut dan penggunaan bersama obat tertentu (diuretik kuat, sefalotin, atau
selaloridin) bertahan selama beberapa jam.
Potensi nefrotoksik terkuat dimiliki oleh neomisin, sedangkan yang terlemah ialah streptomisin.
Kanamisin dan gentamisin berada di antara keduanya; frekuensi kejadian untuk gentamisin ialah
2- 10%, atau rata-rata sekitar 4%. Nefrotoksisitas
669
Neuritis perifer. Selain sebagai reaksi lokal di tempat suntikan, neuritis terjadi pula sebagai elek sistemik. Yang terkenal ialah parestesia di sekitar
mulut, di muka dan di tangan yang timbul 112 -
1t2
6. INTERAKSI OBAT
Penisilin anti pseudomonas yaitu : karbenisilin, tikarsilin, mezlosilin, azlosilin dan piperazilin
670
misin dan tobramisin. Karena itu jangan mencampur. aminoglikosid dan penisilin dosis besar dalam
larutan intravena. Digunakan terpisah interaksi
tidak akan merupakan masalah pada pasien dengan lungsi ginjal normal, tetapi antagonisme ini
7.1. STREPTOMISIN
terjadi in vivo pada pasien dengan gagal ginjal, Amikasin dan netilmisin dilaporkan bersilat kurang peka
daripada gentamisin dan tobramisin terhadap inaktivasi oleh penisilin anti pseudomonas ini.
Belum ada bukti bahwa lurosemid dan asam
etakrinat meningkatkan ototoksisitas aminoglikosid.
Sebelum ada kepastian bahwa lidak ada interaksi,
penggunaan gabungan kedua obat yang ototoksik
tersebut memerlukan pen gamatan cermat terhadap
tanda dan gejala nefrotoksisitas dan ototoksisitas. Juga jangan lupa mengontrol keadaan hidrasi
pasien pada pemberian kombinasi obat tersebut
karena keadaan dehidrasi meningkatkan kadar
obat dan toksisitasnya.
lompok topikal ini lermasuk juga semua aminoglikosid yang diberikan per oral untuk mendapatkan
elek lokal dalam lumen saluran cerna, Sediaan
aminoglikosid pada umumnya tersedia sebagai
garam sultat.
7.2. GENTAMISIN
Tersedia sebagai larutan steril dalam vial atau
ampul 60 mg/1,5 ml; 80 mg/2 ml; 120 mg/3 ml dan
280 mg/2 ml.
Salep atau krem dalam kadar 0,1 dan 0,3%,
salep mata 0,3%.
Sediaan parenteral ada di pasar tidak boleh digunakan untuk suntikan intratekal atau intraventrikular (otak) karena mengandung zat pengawet.
Tidak ada korelasi baik antara dosis dan efektivitas tetapi ada korelasi antara kadar dalam darah
dengan efektivitas. Jadi bila hasil pengobatan dengan dosis standar tidak efektif, perlu dilakukan
pemantauan kadar dalam darah.
Kadar gentamisin, juga aminoglikosid lain
perlu dipantau agar mendapat kadar tera;ii, pada
pasien dengan : (1) penyakit ginjal; (2) fungsi ginjal
(5)
671
Aminoglikosid
Genlamiein/
Tobramirin
(ms/ks BB)
Krnami3in/
Amikasln
(ms/ks BB)
Do3i3 awal
Dgl ras4anak
5 -7,5
dehkJtasi
normal
0,75 - 1,5
-2
1,5
- 2,5
7,5
7,5 - 10
-2,5
10
Noonatus
4.
Dorlr penunjang
1 -2
5 - 35 per hari
12 jam
1 - 1,5 mg/kg
setiap 12 - 48 lam
1 -2
10 - 15 per hari
sotiap4-Ojam
1 - 1,5
setiapS-48jam
2-2,5
Nonalus
5 pr hari
stiap8-24jam
Keterangan :
* Disesuaikan dengan kondisi pasien (lihat hal 61 1)
Untuk sisomisin dan netilmisin sama dengan gentamisin.
Dikutip dari : Walver RH dan Cipolle RJ. Applied clinical pharmacokinetics, New York : Raven Press, 1983.
2.3.
KANAMISIN
bubuk
basa
mg/ml.
7.4. AMIKASIN
jarang
abkarena
dikerjakan,
Pemberian lV
Obal ini tersedia unluk suntikan lM dan lV,
sorpsi melalui suntikan lM sangat baik. Dosis oral
unruk anak adalah 50 mg/kg BB seharl, dlbagl dalam vlal berlsl 100; 250; 500; 1.000; dan 2'000
sirup 50
672
pada.berbagai keadaan. Adanya gangguan laal ginjal memerlukan pengurangan dosis dan perpanjangan interval waktu antara dosis, dengan berpedoman pada kadar elektil dalam darah yang berkisar
antara 5-10 ug/ml sampai 20-25 ug/ml. Untuk neonatus dianjurkan dosis 15 mg/kg BB sehari, terbagi
dalam dua kali pemberian.
7.5. TOBRAMISIN
Obat ini tersedia sebagai larutan 80 mg/2 ml
untuk suntikan lM. Dosis dan cara pemberian sama
dengan gentamisin (lihat Tabel 45- 5).
7.8. LAIN.LAIN
1 dan 1,5 ml. Selain itu tersedia pula larutan mengandung 10 mg/ml dalam ampul berisi 1 dan 2 ml.
Obat ini dapat diberikan lM atau lV. Dosisnya ialah
3 mg/kg BB sehari yang dibagi dalam 3 kali pemberian,
tamisin.
7.6. NETILMISIN
Obat ini boleh diberikan lM atau lV, dan tersedia sebagai larutan 50 dan 100, 150 mg/2 ml.
Dosisnya ialah 4-6,5 mg/kg BB sehari yang dibagi
dalam 2-3 dosis.
Untuk penggunaan intravena dosis tunggal
diencerkan dalam 50 sampai 200 ml pelbagai
larutan (lihat petunjuk penggunaan). Pada anak
kecil dan anak, volum pelarut disesuaikan kebutuhan pasien, lalu diberikan dalam 30 menit - 2 jam.
Lama pengobatan 7-1 4 hari. Penyesuaian dosis
sama dengan gentamisin.
7.7. NEOMISIN
Neomisin tersedia untuk penggunaan lopikal
673
Aminoglikosid
kan ialah terhadap infeksi oleh spesies Pseudomonas, yang pada umumnya resisten terhadap
Ps.
aeruginosa.
Penetrasi yang baik dari aminoglikosid ke berbagai bagian tubuh tertentu, menghasilkan kadar
yang kira-kirg sama dengan kadar dalam darah.
pertimbangkan untuk meningitis oleh Ps. aeruginosa, chancroid dan granuloma inguinale.
Streptomisin jangan digunakan bersama obat
lain yang bersilat ototoksik, karena toksisitasnya
dapat bersilat aditil.
KANAMISIN DAN KELOMPOK NEOMISIN. KANA.
misin aklil terhadap E. coli, Enterobacter, Klebsiella, Proteus, Salmonella, Shigella, Vibrio, Neisseiia,
Staphylococcus, dan Mycobacterium. Kanamisin
parenteral digunakan pada inleksi oleh kuman yang
sensitif; antara lain inleksi perforasi abdomen dan
674
kan jika benar-benar diperlukan, berdasarkan pertimbangan toksisitasnya. Sekalipun in vitro aktif terhadap Sa/monella dan Shigella, secara klinik kanamisin tidak elektif terhadap infeksi oleh kedua jenis
kuman ini, Neomisin tidak digunakan parenteral,
karena ada obat lain yang kurang toksik.
Klebsiella, Serratia, E.
coli dan
Enterobacter.
Kuman-kuman ini antara lain menyebabkan bakteremia, meningitis, osteomielitis, pneumonia, inleksi
luka bakar, inleksi saluran kencing, inleksi telingahidung-tenggorok dan tularemia. Dalam keadaan
terium, Dibandingkan terhadap gentamisin, terdapat petunjuk bahwa tobramisin bersilat kurang
nefrotoksik; tetapi hal ini belum terbukti secara
klinis.
berat oleh kuman gram-negatil, amikasin sekurangkurangnya sama elektil dengan gentamisin.
Secara in vitro, berdasarkan ukuran berat,
diberikan gentamisin sambil menunggu hasil identilikasi dan penentuan sensitivitas kuman penyebab.
Penggunaan gentamisin secara topikal khususnya
dalam lingkungan rumah sakit, perlu dibatasi sedapat mungkin; untuk menghambat perkembangan
resistensi pada kuman-kuman sensitif.
Tobramisin tidak jauh berbeda silatnya de-
Antimikroba Lain
675
1.
3.2. Kolistin
1.1. Eritromisin
1.2. Spiramisin
1.3. Roksitromisin dan klaritromisin
4. Basitrasin
6. Mupirosin
Golongan Polimiksin
3.1. Polimiksin B
8. Vankomisin
5. Natrium lusidat
7. Spektinomisin
9. Golongan kuinolon
OH N (CHs)e
1.1. ERITROMISIN
ASAL DAN KIMIA
Eritromisin dihasilkan oleh suatu strain Streptomyces erythreus. Struktur kimia eritromisin dapat
dilihat pada Gambar 46-1. Zal ini berupa kristal
AKTIVITAS ANTIMIKROBA
Golongan makrolid menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversi-
bel dengan ribosom subunit 50S, dan bersifat bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis kuman
dan kadarnya.
Spektrum antimikroba. ln vitro, elek terbesar eritromisin terhadap kokus gram positif, seperti Sfr.
pyogenes dan Sfr. pneumoniae. Str. vmdans mempunyai kepekaan yang bervariasi terhadap eritromisin. S. aureus hanya sebagian yang peka terhadap obat ini. Strain S. aureus yang resisten ter-
676
(strain nosokomial).
Batang gram positil yang peka terhadap erilromisiri ialah Cl. pertringens, C. diphtheriae, dan L.
ibu.
monocytogenes.
Eritromisin tidak aktil terhadap kebanyakan
kuman gram negatif, namun ada beberapa spesies
yang sangat peka terhadap eritromisin yaitu lV.
gonorrhoeae, Campylobacter jejuni, M. pneumoniae, Legionella pneumophila, dan C. trachomatis.
Obat ini diekskresi terutama melalui hati. Dialisis peritoneal dan hemodialisis tidak dapat mengeluarkan eritromisin dari tubuh.
Pada wanita hamil pemberian eritromisin stearat dapat meningkatkan aktivitas serum aspartat
aminotranslerase (AST) yang akan kembali ke nilai
normal walaupun terapi diteruskan.
Resistensi.
Resistensi terhadap eritromisin terjadi melalui
3 mekanisme yang diperantarai oleh plasmid yaitu:
(1) menurunnya permeabilitas dinding sel kuman,
(2) berubahnya reseptor obat pada ribosom kuman,
dan (3) hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan
oleh kuman tertentu (Enterobacteriaceae).
FARMAKOKINETIK
Antimikroba Lain
677
Kcmasan
Kapsulitablet 250 mg
dan 500 mg
Posologi/cara pemberian
Keterangan
kan2xlipalpada
inteksi bsrat.
Obat dibrikan
sbelum makan
idem
dosis.
Eritromisin tilsuk
sinat.
s6blum makan
Anak: 30-50 mg/kg berat badan
sehari dibagi dalam beberapa
dosis.
Kterangan : ') berat berbagai sstr eritromisin ini dinyatakan dalam kesetaraannya dengan eritromisin basa
PENGGUNAAN KLINIK
sehari.
kgBB/hari selama 10 hari. Pneumonia oleh pneumokokus juga dapat diobati secara memuaskan
dengan dosis 4 kali sehari 250-500 mg
lnfeksi stafilokokus. Eritromisin merupakan alternatif penisilin untuk inleksi ringan oleh S. aureus
(termasuk strain yang resisten terhadap penisilin).
Tetapi munculnya strain-strain yang resisten telah
mengurangi manfaat obat ini. Untuk inleksi berat
oleh stafilokokus yang resisten terhadap penisilin
lebih elektif bila digunakan penisilin yang lahan
penisilinase (misalnya dikloksasilin atau llukloksasilin) atau sefalosporin. Dosis eritromisin untuk inteksi statilokokus pada kulit atau luka ialah 4 kali
500 mg sehari yang diberikan selama 7-10 hari per
oral.
lnfeksi Campylobacfel. Gastroenteritis oleh Campylobacter jejuni dapat diobali dengan eritromisin
per oral 4 kali 250 mg sehari. Dewasa ini fluorokuinolon telah menggantikan peran eritromisin untuk
inleksi ini.
678
Sifilis. Untuk penderita sililis stadium diniyang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan eritromisin per
Penggunaan profilaksis. Obat terbaik untuk mencegah kambuhnya demam reumatik ialah penisilin.
Sullonamid dan eritromisin dapat dipakai bila penderita alergi terhadap penisilin. Eritromisin juga
dapat dipakai sebagai pengganti penisilin untuk
penderita endokarditis bakterial yang akan dicabut
giginya. Dosis eritromisin untuk keperluan ini ialah
1 g per
1.2. SPtRAMtStN
Spiramisin adalah antibiotik yang dihasilkan
oleh Sfieptomyces ambofaciens. Obat ini elektil terhadap kuman stafilokokus, streptokokus, pneumokoku s, en tero koku s, Neissera, B o rd ete I I a pertusig
Rickettsia, ameba dan toksoplasma. Secara in vitro
aktivitas antibakteri spiramisin lebih rendah daripada eritromisin.
Spiramisin umumnya diberikan per oral. Absorpsi dari saluran cerna tidak lengkap, namun tidak
KLABITROMISIN
Roksitromisin adalah derivat eritromisin yang
diserap dengan baik pada pemberian oral. Obat ini
lebih jarang menimbulkan iritasi lambung dibandingkan dengan eritromisin. Bioavailabilitasnya tidak banyak terpengaruh oleh adanya makanan dalam lambung. Kadarnya dalam plasma dan jaringan
lebih tinggi dari eritromisin. Masa paruh eliminasinya sekitar 10 jam sehingga obat ini dapat diberikan
dua kali sehari. Penggunaannya sama dengan eritromisin. Dosis oral untuk orang dewasa ialah 2 kali
150 mg sehari. Untuk anak diberikan 5-10 mg/kgBB/
hari yang dibagi dalam 2 dosis,
Klaritromisin juga digunakan untuk indikasi
yang sama seperti eritromisin. Secara in vitro, obat
ini adalah makrolid yang paling aktil terhadap Chlamydia trachomafls, Dosis oral untuk orang dewasa
ialah 2 kali 250-500 mg sehari. Absorpsinya tidak
banyak dipengaruhi oleh adanya makanan dalam
lambung. Efek sampingnya adalah iritasi saluran
cerna (lebih jarang dibandingkan dengan eritromisin) dan peningkatan sementara enzim hati. Pada
hewan coba, dosis tinggi menimbulkan embrioloksisitas. Klaritromisin juga meningkatkan kadar
teolilin dan karbamazepin bila diberikan bersama
obat-obat tersebut.
679
Antimikroba Lain
2.1. LINKOMISIN
tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Setelah pemberian dosis oral 'l 50 mg biasanya tercapai
2.2. KLINDAMISIN
EFEK SAMPING
KIMIA
Rumus bangun klindamisin mirip dengan linkomisin. Perbedaannya hanya pada 1 gugus hidroksil pada linkomisin yang diganti dengan atom Cl.
AKTIVITAS ANTIBAKTERI
Spektrum antibakterinya menyerupai linkomisin hanya in vitro klindamisin lebih aktil. Obat ini
pada umumnya aktil terhadap S. aureug D. pneumoniae, Str. pyogeneg Str. anaerobic, Str. viridans
dan Actinomyces israelli. Obat ini juga aktil terhadap Eacfercidesfragilis dan kuman anaerob lainnya.
FAiiMAKoKINETIK
Klindamisin diserap hampir lengkap pada
pemberian oral. Adanya makanan dalarn lambung
680
kan. Obat terpilih untuk keadaan ini adalah vankomisin yang diberikan 4 kali 125-500 mg sehari per
kin menimbulkan kolitis. Klindamisin terutama bermanlaat untuk inleksi kuman anaerobik, terutama
oral selama 7-1 0 hari. Pemberian basitrasin, metronidazol (3 kali 500 mg sehari) per oral dan kolestiramin (3-4 kali 4 g sehari) dapat bermanfaat pula.
Obat penghambat peristalsis dapat memperburuk
keadaan. lndikasi penggunaan klindamisin harus
dipertimbangkan dengan baik sebelum obat ini diberikan.
Kemerahan kulit terjadi pada sekitar 10% penderita. Reaksi lain yang jarang terjadi ialah sindrom
Stevens-Johnson, peningkatan kadar SGOT dan
SGPT sementara, granulositopenia, trombositopenia dan reaksi anafilaksis. Tromboflebitis dapat terjadi akibat pemberian intravena. Klindamisin dapat
B. fragilis.
3. GOLONGAN POLIMIKSIN
Golongan polimiksin yaitu polimiksin B dan
kolistin sekarang hanya digunakan per oral atau topikal, jarang secara parenteral karena sangat nefrotoksik.
3.1. POLIMIKSIN B
PENGGUNAAN KLINIK
Walaupun beberapa infeksi kokus gram positil
dapat diobati dengan klindamisin, penggunaan obat
ini harus dipertimbangkan baik-baik karena mung-
FARMAKOKINETIK. Polimiksin praktis tidak diserap melalui mukosa atau kulit dengan luka bakar.
Pada pemberian parenteral, obat ini dapat menem-
Antimikroba Lain
SEDIAAN DAN POSOLOGI. Penggunaan sistemik obat ini sekarang praktis telah ditinggalkan
orang karena toksisitasnya yang tinggi. Oleh karena
itu dosis untuk penggunaan sistemik tidak dicantumkan lagi dalam edisi ini.
Untuk penggunaan topikal tersedia krem atau
3.2. KOLISTIN
Kolistin sullat mudah larut dalam air dan diberikan per oral untuk mengobati diare pada anak dan
bayi yang disebabkan oleh E coli, Ps. aeruginosa,
dan kuman gram negatil lainnya yang peka. Spektrum antibakterinya secara in vitro sama dengan
polimiksin B. Obat ini praktis lidak diserap melalui
saluran cerna.
Obat ini iarang sekali diberikan secara parenteral. Kolistin sullat diberikan per oral untuk mendapatkan elek antibakteri lokal di saluran cerna.
Kadang-kadang obat ini juga diberikan secara topikal untuk tetes mata dan telinga.
Obal ini tersedia dalam bentuk bubuk yang
setelah ditambahkan air mengandung 25 mg kolistin/s ml suspensi. Dosis oral untuk anak dan bayi
ialah 5-15 mg/kgBBlhari dibagi dalam 3 pemberian'
4. BASITRASIN
Antibiotik ini dihasilkan oleh strain tertentu 8.
subtl/is dan bersilat bakterisid terhadap kuman-kuman gram positil dan Neissena. Basitrasin tidak
5. NATRIUM FUSIDAT
Asam fusidat tersedia dalam bentuk garam
natrium untuk mempermudah kelarutannya' Di lndonesia hanya tersedia salep natrium fusidal 2%
untuk inleksi kulit superfisial oleh stalilokokus. Di
Eropa, obat ini diberikan secara sistemik untuk in{eksi sta{ilokokus yang resisten terhadap penisilin'
khususnya untuk osteomielitis karena obat ini terdapat dalam tulang dengan kadar cukup tinggi. Elek
samping yang timbul pada pemberian sistemik ialah
mual, muntah, erupsi kulit, ikterus dan kelainan laal
hatiyang daPat Pulih'
6. MUPIROSIN
Obat ini bekerja dengan menghambat enzim
isoleusil-t-RNA sintetase pada kuman.
Kebanyakan stalilokokus (termasuk S. epider'
mrdls dan S. aureus yang resisten terhadap metisilin) dan streptokokus (kecuali S' faecalis) peka
terhadap mupirosin. Kuman gram negatif tertentu
(E. coli, H. influenzae, N' meningitidis, N. gonorrhoeae) juga peka terhadap obat ini. Mupirosin
682
7. SPEKTINOMISIN
Obat ini dihasilkan oleh Sfrepfornyces specfabilis dan aktif terhadap kebanyakan strain N. gonorthoeae. Tidak terdapat resistensi silang antara obat
ini dengan penisilin. Spektinomisin digunakan bila
gonokokus resisten atau penderita alergi terha-
dap penisilin G.
Spektinomisin diserap dengan cepat dari tempat suntikan. Dalam darah praktis tidak terikat oleh
protein plasma dan diekskresi melalui urin dalam
bentuk aktil.
Spektinomisin digunakan untuk mengatasi inleksi /V. gonorrhoeae dalam bentuk uretritis akut
9. GOLONGAN KUINOLON
8. VANKOMISIN
Vankomisin dihasilkan oleh Streptomyces
orientalis. Obat ini tidak diserap melalui saluran
cerna, dan untuk mendapatkan elek sistemik selalu
harus diberikan lV karena pemberian lM menimbulkan nekrosis setempat.
Obat ini hanya aktil terhadap kuman gram
positif, khususnya golongan kokus, lndikasi utama
vankomisin ialah septikemia dan endokarditis yang
disebabkan oleh stafilokokus, streptokoku.s atau
enterokokus bila penderita alergi terhadap penisilin
dan sefalosporin. Penggunaannya dapat dikombinasikan dengan gentamisin atau aminoglikosid lainnya. Pada pemberian per oral obat ini juga bermanfaat untuk enterokolitis oleh stalilokokus yang
biasanya merupakan elek samping antibiotik lain.
Antimikroba Lain
MEKANISME KERJA
per oral sama dengan pemberian parenteral. Penyerapan siprolloksasin (dan mungkin juga lluorokuinolon lainnya) terhambat bila diberikan bersama
antasida. Fluorokuinolon hanya sedikit lerikat dengan protein. Golongan obat ini didistribusi dengan
SPEKTRUM ANTIBAKTERI
Golongan fluorokuinolon aktif sekali terhadap
enterobacteriaceae (E. coli, Klebsiella, Entercbacter, Proteus), Shigella, Salmonella, Vibio, C. jejuni,
B. catarrhalis, H. influenzae, dan lV. gonorrhoeae
ngeluarkan lluorokuinolon dari tubuh sehingga penambahan dosis umumnya tidak diperlukan.
FARMAKOKINETIK
Fluorokuinolon diserap dengan cepat melalui
saluran cerna. Semua lluorokuinolon mencapai kadar puncaknya dalam 1-2 jam setelah pemberian
obat, Pefloksasin adalah lluorokuinolon yang absorpsinya paling baik dan masa paruh eliminasinya
akilbalik.
Enoksasin menghambat metabolisme teolilin
dan dapat menyebabkan peningkatan kadar teolilin.
Siprofloksasin dan beberapa lluorokuinolon lain
juga memperlihatkan elek iniwalaupun tidak begitu
dramatis.
PENGGUNAAN KLINIK
Kuinolon lama (asam nalidiksat, asam piromidat, asam pipemidat) hanya digunakan sebagai
antiseptik saluran kemih.
lnfeksi saluran nafas bawah (lSB). Sekalipun lluorokuinolon bukan merupakan obat terpilih untuk
lSB, golongan obat ini mempunyai elektivitas yang
cukup baik, rnisalnya untuk eksaserbasi akut bronkitis kronis dan pneumonia akut. Beberapa kuman
yang sering menjadi penyebab ISB seperti Haemophilus influenzae dan Branhamella catarrhalis peka
sekali terhadap golongan obat ini. Enterobac\eriaceae yang sering menjadi penyebab ISB nosokomial pun peka. Namun perlu diperhatikan bahwa
Streptococcus pneumoniae yang juga sering jadi
penyebab ISB kurang peka terhadap lluorokuino-
disebabkan kuman anaerob tidak merupakan indikasi penggunaan obat ini karena jenis kumankuman ini tidak peka terhadap fluorokuinolon.
685
Antimikroba Lain
lebih murah. Fluorokuinolon dapat digunakan sebagai obat alternatil untuk kotrimoksazol dalam pengobalan ulcus molle.
umumnya disebabkan oleh stalilokokus dan streptokokus. Obat terpilih untuk inleksi ini ialah golongan betalaktam dan makrolid. Fluorokuinolon merupakan salah satu alternatil bila penyebabnya adalah
obati osteomielitis yang disebabkan oleh kumankuman yang peka. Oleh karena dapat diberikan per
oral, obat ini memungkinkan penderita yang seharusnya dirawat lama (karena membutuhkan antibio'
fluorokuinolon,
Sediaan dan dosis untuk golongan fluorokuinolon dapat dilihat pada Tabel 46'2'
Siprofloksasin
Norfloksasin
Oral : 2 kali
400 mg/hari
Tablet 400 mg
Ofloksasin
Tablet 200 mg
lainnya.
Sediaan
Jenis lluorokuinolon
300 mg/hari
Pefloksasin
Oral : 2 kali
400 mg/hari
Parenteral : 2 kali
400 mg/hari lV
Tablet 400 mg
Cairan infus
400 mg/5 ml