Anda di halaman 1dari 12

https://dokumen.tips/documents/jurnal-praktikum-steril-sediaan-injeksi.

html

https://vdocuments.site/jurnal-steril-thiamin-hcl-568958d127560.html

Injeksi Vit.B1 Laporan 2


LAPORAN PRAKTIKUM STERIL
FORMULASI INJEKSI VITAMIN B1 (Thiamin HCl)

Disusun Oleh:

PROGRAM STUDY FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan unutk
diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan
pemberian lewat suntuikkan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikkan. Salah satu
bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi
atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan
melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan
parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran
mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan
beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi
untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia, hewan dan
makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat
menyebabkan memperbesar peluang terkena penyakit pada tubuh kita. Vitamin B1 atau Thiamine
adalah penting untuk pencerakinan dan penggunaan karbohidrat, lemak dan protin. Ia juga
membantu memelihara sistem saraf dan otot yang sihat serta fungsi jantung yang normal. Setiap sel
badan kita memerlukan vitamin B1 bagi membentuk ATP - iaitu bahanapi untuk badan bekerja.
Vitamin B1 bekerja seiring dengan vitamin B2 dan vitamin B3 oleh yang demekian pakar makanan
akan mengesyorkan vitamin B1 diambil sebahagian daripada vitamin B complex atau lain-lain
multivitamin tambahan.

Beri-beri pada bayi terjadi karena menyusi ASI dari ibu yang mengalami defisiensi vitamin B1. Hal ini
ditandai dengan gagal jantung, kehilangan suara, kerusakan saraf tepi. Ketidaknormalan jantung
biasanya teratasi dengan pemberian vitamin B1.
GEJALA
Gejala awal berupa kelemahan, mudah tersinggung, gangguan daya ingat, kehilangan nafsu makan,
gangguan tidur, rasa tidak enak perut dan penurunan berat badan. Pada akhirnya bisa terjadi
kekurangan vitamin B1 yang berat (beri-beri), yang ditandai dengan kelainan saraf, otak dan jantung.
Pada semua bentuk beri-beri, metabolisme sel darah merah mengalami perubahan dan kadar vitamin
B1 dalam darah dan air kemih akan menurun tajam.
Kelainan saraf (beri-beri kering) dimulai sebagai:
- sensasi rangsangan (seperti tertusuk jarum) di jari- jari kaki
- sensasi panas terbakar di kaki terutama memburuk pada malam hari
- kejang otot betis
- nyeri pada tungkai dan kaki.
Jika penderita juga mengalami kekurangan asam pantotenat, gejala-gejala diatas akan semakin
parah
- otot betis terasa sakit
- bangun dari posisi jongkok menjadi sulit
- berkurangnya kemampuan untuk merasakan getaran di jari-jari kaki.
Pada akhirnya otot betis dan otot paha akan mengecil (atrofi) dan timbul footdrop dan toedrop
(keadaan dimana kaki atau jari-jari kaki tergantung timpang dan tidak dapat diangkat). Hal ini terjadi
karena saraf-saraf dan otot-otot tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bisa juga terjadi wristdrop.
Kelainan otak (beriberi otak, sindroma Wernicke-Korsakoff) sering timbul jika terjadi suatu
kekurangan vitamin B1 yang berat dan mendadak, yang dapat disebabkan oleh pemakaian alkohol
yang berlebihan atau muntah berat pada kehamilan, dan memperburuk suatu kekurangan vitamin B1
yang bersifat menahun. Gejala awalnya berupa kelainan mental, laringitis dan penglihatan ganda.
Selanjutnya penderita akan mengarang-ngarang kejadian dan pengalaman untuk mengisi
kekosongan ingatannya (konfabulasi). Jika ensefalopati Wernicke tidak diobati, gejalanya akan
bertambah buruk, menyebabkan koma bahkan kematian. Penyakit ini merupakan kedaruratan medis
dan diobati dengan vitamin B1 intravena (melalui pembuluh darah) sebanyak 100 kali dosis harian
yang dianjurkan, selama beberapa hari. Dilanjutkan dengan pemberian vitamin B1 per-oral (ditelan)
sebanyak 10 kali dosis harian yang dianjurkan sampai gejalanya menghilang. Penyembuhan sering
terjadi tidak secara menyeluruh karena kerusakan otaknya bersifat menetap.

Kelainan jantung (beri-beri basah) ditandai oleh:


- tingginya curah jantung
- denyut jantung yang cepat
- pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan kulit menjadi hangat dan lembab.
Karena kekurangan vitamin B1, jantung tidak dapat mempertahankan curah jantung yang tinggi dan
terjadi kegagalan jantung, dimana ditemukan:
- pelebaran vena-vena
- sesak nafas
- penahanan cairan di paru-paru dan jaringan perifer.
Pengobatannya berupa pemberian vitamin B1 secara intravena (melalui pembuluh darah) sebanyak
20 kali dosis harian yang dianjurkan selama 2-3 hari, diikuti dengan pemberian vitamin per-oral
(ditelan).
Beri-beri infantil terjadi pada bayi yang mendapatkan ASI dari ibu yang menderita kekurangan vitamin
B1, yang terutama terjadi pada usia 2-4 bulan.
Gejalanya berupa:
- kegagalan jantung
- suara hilang
- kerusakan saraf perifer.
Kelainan jantung biasanya akan pulih sempurna bila diobati dengan vitamin B1.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan yang hendak kami capai dalam praktikum ini adalah untuk :
1. Memperoleh gambaran mengenai praformulasi suatu zat obat serta membuat dan mengevaluasi
hasil dari sediaan yang dibuat.
2. Mengetahui mengenai pengertian, pembagian, cara pembuatan, perhitungan dosis, sterilisasi dan
penyerahan suatu sediaan obat parenteral, khususnya injeksi.
3. Agar dapat menyalurkan ilmu yang sudah didapat selama perkuliahan dalam bentuk pengamatan
dan penyusunan makalah berdasarkan dasar-dasar teori dalam mata kuliah teknologi sediaan steril.

1.3 Tujuan Formulasi Sediaan


Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada
atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat/sediaan dapat
digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Dasar
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa emulsi, larutan, atau serbuk steril yang
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Obat suntik didefinisikan secara luas
sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah
parenteral meneunjukkan pemberian lewat suntikan. Kata ini bersal dari bahasa yunani, para dan
enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute pemberian lain dari rute oral.
Syarat-syarat obat suntik :
Aman, tidak boleh memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis
Harus jernih, tidak terdapat partikel padat kecuali berbentuk suspensi
Tidak berwarna kecuali bila obatnya berwarna
Sedapat mungkin isohidri
Sedapat mungkin isotonis
Harus steril
Bebas pirogen

Rute-rute Injeksi
1. Parenteral Volume Kecil
a. Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular menyiapkan
kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute
subkutan.

b. Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif,
lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah
tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi
dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya
biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas
terhadap mikroorganisme.
c. Intravena
Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak konsentrasi
dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap.
d.Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini
mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan
IV atau IM.
e. Rute intra-arterial; disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi
segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f. Intrakardial; disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam
keadaan darurat seperti gagal jantung.
g. Intraserebral; injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana
penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h. Intraspinal; injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah
lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i. Intraperitoneal dan intrapleural ; Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin
rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
j. Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung
ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k.Intrasisternal dan peridual ; Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal.
Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
l. Intrakutan (i.c)
Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute ini
digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
m. Intratekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam
ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah
peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa
digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun
dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien.
2. Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal
digunakan.
a. Intravena
Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan
tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan
relatif lebih cepat; (3) efek sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari obat yang terus-
menerus disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian
obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume
cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2)
perkembangan potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari
kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan berair.
b.Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat
digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara
lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak
menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan
lebih terbatas zat tambahannya.

Pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik secara besar-besaran adalah air
untuk obat suntik (water for injection, USP). Air ini dimurnikan dengan cara penyulingan atau osmosis
terbalik (reverse osmosis) dan memenuhi standar yang sama dengan Purified Water, USP dalam hal
jumlah zat padat yang ada yaitu tidal lebih dari 1 mg per 100 mL Water for Injection, USP dan tidak
boleh mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril tetapi
harus bebas pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk pembuatan produk yang disuntikkan yang akan
disterilkan sesudah dibuat.air untuk obat suntik harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat
pada temperatur di bawah atau di atas kisaran temperatur dimana mikroba dapat tumbuh. Air untuk
obat suntik dimaksudkan untuk digunakan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan. Tentunya
harus ditampung dalam wadah yang bebas pirogen dan steril. Wadah umumnya dari gelas atau
dilapis gelas.
Steril Water for Injection,USP adalah air untuk obat suntik yang telah disterilkan dan dikemas dalam
wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar dari ukuran 1 liter.seperti air untuk obat
suntik,harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung zat antimikroba atau zat tambahan lain. Air
ini boleh menagndung sedikit lebih banyak zat pada total daripada air untuk obat suntik karena
terjadinya pengikisan zat padat dari lapisan gelas tangki selama proses sterilisasi. Air ini
dimaksudkan untuk digunakan sebagai pelarut, pembawa atau pengencer obat suntik yang telah
disteril dan dikemas.dalam penggunaannya, air ditambahkan secara aseptis ke dalam vial obat untuk
membentuk obat suntik yang diinginkan.

II.2 Pengkajian Praformulasi


BAHAN AKTIF
Thiamin HCl / Vitamin B1

 Sifat Kimia
Nama Lain : Vitamin B1
Rumus Molekul : C12H17ClN4OS,HCl
Berat Molekul : 337,27
 Sifat Fisika
a. Organoleptis
Bentuk : Serbuk Hablur atau Hablur kecil
Bau : Khas lemah mirip ragi
Warna : Putih
Rasa : Pahit
Kelarutan
Mudah Larut dalam air, larut dalam air panas, Sukar larut dalam etanol (95 %), Praktis tidak larut
dalm eter dan dalam benzene, Larut dalam gliserol
b. Titik lebur : 248 o C
c. Kestabilan : Tiamin HCl untuk injeksi harus dilindungi dari cahaya dan disimpan pada suhu kurang
dari 40 ° C dan lebih disukai antara 15-30 ° C; menghindari pembekuan
d. pH : 2,7 – 3,4

 Sifat Farmakologi dan Farmakokinetik


a. Khasiat
Antineuretikum dan komponen vitamin B kompleks
b. Efek Samping
Memberikan efek toksik bila diberikan per oral, bila terjadi kelebihan thiamin cepat dieksresi melalui
urin. Meskipun jarang terjadi reaksi anafilaktoid dapat terjadi setelah pemberian IV dosis besar pada
pasien yang sensitive dan beberapa diantaranya bersifat fatal
Reaksi hipersensitivitas terjadi setelah menyuntik agen ini. Beberapa kelembutan atau nyeri otot
dapat mengakibatkan setelah injeksi IM.
c. Tempat absorpsi
Tiamin yang diserap dari saluran pencernaan dan dimetabolisme oleh hati. Eliminasi adalah ginjal,
mayoritas yang metabolit dan didistribusikan secara luas ke sebagian besar tubuh
d. Interaksi obat
Bila dicampurkan dengan sodium sulfit, potassium metabisulfit dan sodium hidrosulfit dapat
menurunkan kestabilan thiamin HCl di dalam larutan.
Tiamin HCl tidak stabil dalam larutan basa atau netral atau dengan agen oksidasi atau mengurangi.
Hal ini paling stabil pada pH 2.
e. OTT
dengan riboflavin dalam larutan jejak prespitation dari thiocrom atau chloroflafin terjadi dengan
benzilpenicillin
kompatibel dengan suntikan dekstrosa atau adictive containning metabisulfit

 Wadah dan Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, tak tembus cahaya.
 Dosis
Dosis Lazim DEWASA (1XHP) : 10 mg – 100 mg
 Cara penggunaan : IV dan Oral
 Cara sterilisasi : Sterilisasi A ( autoklaf ) dan C ( Filtrasi )

ZAT TAMBAHAN :
 AIR
1. Sinonim : aqua, Hidrogen Oxyde
CAS : [ 7732-18-5]
Berat molekul : 18,02
Rumus Molekul : H2O
Rumus Bangun: H – O – H
2. Bentuk : cairan jernih
Warna : tidak berwarna
Rasa : tidak beras
Bau : tidak berbau
3. Stabilitas : air stabil pada semua jenis subtansi
4. OTT : air dapat bereaksi dengan alkali
5. Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan
elektrolit.
6. PH : 5,0 – 7,0
7. Fungsi : Sebagai zat pelarut
RANCANGAN FORMULASI
R/ Thiamin HCl 100mg
Aqua p.i ad. 2 ml

1.4. LEMBAR KERJA PENGKAJIAN PRAFORMULASI

BAHAN AKTIF : Thiamin HCl DOSIS LAZIM


Vitamin B1 Dewasa (1XHP) : 10 mg – 100 mg

TABEL I
Masalah Diinginkan Alternatif Pilihan Alasan
Zat aktif larut air Dipakai sediaan steril • SPVK
• SPVB SPVK Akan dibuat sediaan injeksi dosis tunggal
Zat aktif akan dibuat SPVK Sediaan injeksi • Pelarut air
• Pelarut non air Injeksi pelarut air Karena zat aktif lebih mudah larut dalam air
Pemberian obat harus tepat sasaran Sediaan obat dapat diberikan sesuai dan tepat sasaran • IV
• IM IM Melalui IM secara kuantitatif hasil absorpsi baik dan bioafvaibilitas obat mencapai 80 – 100 %
Zat aktif dibuat sediaan injeksi Bebas kuman, pirogen dan mikroorganisme • Sterilisasi akhir
• Aseptis Sterilisasi autoklaf Zat aktif tahan pemanasan
Zat aktif terurai jika terkena cahaya Tidak terurai oleh cahaya • Ampul berwarna gelap.
• Ampul berwarna bening Ampul berwarna gelap Agar sediaan stabil dan tidak terurai oleh cahaya

DATA ZAT AKTIF

Daftar obat Dosis Lazim Kelarutan pH Jenis sterilisasi khasiat


Thiamin HCl Dewasa (1XHP) : 10 mg – 100 mg Mudah Larut dalam air, larut dalam air panas, Sukar
larut dalam etanol (95 %), Praktis tidak larut dalm eter dan dalam benzene, Larut dalam gliserol
2,7 – 3,4 Aseptis Antineuretikum dan komponen vitamin B kompleks

TABEL II

SPESIFIKASI DAN SYARAT SEDIAAN YANG DIINGINKAN

NO. Nama Produk Injecthiam

Bentuk sediaan Injeksi

Bahan Aktif Thiamin HCl

Kemasan Vial 2 ml

Pemeriksaan SPESIFIKASI SYARAT


Warna Tidak berwarna Tidak berwarna

FORMULASI STANDAR DARI FORNAS


Thiamin injection
Komposisi : Tiap miligram mengandung :
Thiamin HCl : 100 mg
Zat tambahan yang cocok secukupnya
API ad 1 ml
Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, terlindung dari cahaya
Dosis : SC, IM sehari 25 mg – 100 mg
Cat : 1. pH 2,8 – 3,4
2. Pada pembuatan dialiri karbondioksida
3. Disterilkan dengan cara A/C segera didinginkan
4. Sediaan kekuatan lain 50 mg

Penyempurnaan sediaan :
 Sediaan injeksi ini dibuat dengan mengejust pH agar mencapai pH 3

Alat dan cara Sterilisasi

Nama Alat Jumlah Cara sterilisasi


Kaca arloji
Beaker glass
Erlenmeyer
Spatula
Batang pengaduk
Pinset
Gelas ukur
Spuit
Corong dan kertas saring
Ampul 2
2
2
1
1
1
2
1
1
2 Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Autoklaf 115 – 116 0 C , 30 ’
Oven 170 0 C, 30 ’

Formulasi Akhir
R/ Thiamin HCl 100mg
Aqua p.i ad. 2 ml

Perhitungan dosis

Volume yang akan dibuat : ( n + 2 ) V’ + ( 2 X 3 )


( 3 + 2 ) 2,15 + 6
10,75 + 6
16,78 ml ≈ 20 ml
Tonisitas:
E NaCl untuk thiamin HCl= 0,25
0,1gx0,25= 0,025
0,025 x 50 ml = 1,25 %
Larutan 1ml NaCl =0,9 %
Jadi Thiamin HCl sudah hipertonis 1,25 % > 0,9 % ( HIPERTONIS )

Penimbangan Bahan
Thiamin HCl = 100 mg X 2 = 0,2 gr
API = ad 20 ml

Prosedur Kerja :
1 Mensterilkan alat – alat sesuai prosedur pensterilan alat.
2 Membuat API dengan cara memanaskan aquades sampai mendididh kemudian menambahkan
waktu pendidihan 10 menit setelah mendidih.
3 Timbang zat aktif dan zat tambahan menggunakan kaca arloji, kemudian masukkan ke dalam gelas
piala. Kaca arloji kemudian dibilas.
4 Tuangkan sebagian air steril untuk melarutkan zat yang ditimbang.
5 Basahi kertas saring dengan sedikit API sebelum digunakan.
6 Larutan zat dituangkan ke dalam gelas ukur, catat volume larutan.
7 Pindahkan corong ke Erlenmeyer lain yang bersih.
8 Saring larutan kedalam Erlenmeyer lain.
9 Sisa air untuk membilas gelas piala.
10 Isikan larutan kedalam ampul menggunakan spuit.
11 Aliri uap air ( jika perlu )
12 Aliri gas nitrogen ( jika perlu )
13 Tutup ampul.
14 Sterilkan menurut metode.

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami akan membuat injeksi thiamin HCl atau vitamin B 1. Pembuatan sediaan
injeksi thiamin hcl dibuat dengan metode pembuatan injeksi pelarut air. Thiamin hcl merupakan
vitamin yang larut dalam air, sehingga pembuatanya juga lebih stabil dengan pelarut air dengan
bahan zat aktif thiamin hcl dengan tidak menambahhkan bahan tambahan lainnya dan hanya
menambahkan aqua pro injeksi . Vitamin B1 stabil dalam larutan pembawa air. Pada penambahan
pembawa air yang digunakan (aqua pro injeksi) dibuat dengan cara mendidihkan air selama 30
menit.
Contoh vitamin B1 (thiamin hcl ) yang beredar di pasaran berdasarkan sedian injeksi Menurut
FORNAS (Formularium Nasional) sediaan steril tiap thiamin hcl mengandung Thiamin HCl dengan
dosis 100 mg dengan penambahan Zat tambahan yang cocok secukupnya lalu add API ad 1 ml.
Massa Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, terlindung dari cahaya.
Dengan dosis : SC, IM sehari 25 mg – 100 mg.catatan dengan memiliki pH 2,8 – 3,4 .Pada
pembuatan dialiri karbondioksida. Disterilkan dengan cara A/C segera didinginkan. Sediaan kekuatan
lain 50 mg.Penyempurnaan sediaan thiamin hcl : Sediaan injeksi ini dibuat dengan mengejust pH
agar mencapai pH 3. Nilai tonisitas sedian kami yaitu 1,25 % dan itu termasuk ke dalam taraf
Hipertonis, sehingga tidak dibutuhkan NaCl 0,9 % karena sudah hipertonis, karena jika masih
hipotonis maka akan menyebabkan sel darah menjadi pecah sehingga itu berbahaya oleh karena itu
perlu ditambahkan NaCl 0,9 % agar isotonis dengan darah. Kadar hipertonis sediaan kami masih
tergolong aman, karena hanya berlebih 0,35 % dari kadar isotonis.
Metode sterilisasi yang digunakan untuk membuat injeksi ini pun dibuat dengan dengan metode
aseptis. Metode ini didasarkan pada kestabilan bahan pada pemanasan, dimana berdasarkan
literatur resmi bahwa thiamin hcl tidak tahan pemanasan dan akan terurai, sehingga dengan
pertimbangan tersebut dilakukan dengan metode aseptis. Metode aseptis dibuat dengan menjaga
kemungkinan terkontaminasinya sediaan dengan mikroorganisme pada saat pembuataan. Dalam
pembuatan injeksi ini terlebih dahulu alat-alat yang akan digunakan disterilkan terkecuali bahan
karena dalam hal ini tidak tahan pemanasan dan zat aktif bisa di anggap (dispensasi) steril. Pada
pembuatan injeksi dengan metode sterilisasi aseptis kemungkinan sediaan terkontaminasi dengan
mokroorganisme harus diperkecil untuk menjaga agar sediaan yang dihasilkan nantinya tetap dalam
keadaan steril.
Selama pembuatan injeksi vit B1 ini, dibuat dengan menggunakan metode intermediate add, dimana
setiap wadah yang digunakan nantinya harus dibilas untuk menjaga kadar yang telah ditentukan.
Dalam pembuatan injeksi ini juga, pH harus diperhatikan agar tetap dalam rentang kestabilan bahan.
Injeksi tidak boleh mengandung partikulat sehingga sebelum dimasukkan ke dalam wadah ampul,
sediaan harus terlebih dahulu disaring.
Sedapat mungkin injeksi yang dibuat harus isotonis dengan cairan tubuh ataupun hipertonis dalam
keadaan tertentu. Perlunya sediaan injeksi ini dibuat isotonis ataupun hipertonis agar pada saat
penyuntikan tidak menimbulkan rasa nyeri. Untuk membuat injeksi yang isotonis dapat dibuat dengan
menamabahkan NaCl dalam jumlah tertentu yang telah dihitung dari perhitungan tonisitas sediaan,
dalam praktikum ini perhitungan tonisitas sediaan berada dalam rentang hipertonis sehingga tidak
perlu penambahan NaCl (injeksi yang isotonis hanya mutlak untuk injeksi yang pemakaiannya secara
intravena).
Evaluasi sediaan yang dapat kami lakukanya setelah sediaan injeksi selesai dibuat, adalah evaluasi
penampilan sediaan injeksi yang dihasilkan diperoleh larutan bening, hal ini dikarenakan thiamin hcl
ini terjadi tidak terjadi reaksi dan stabil pada saat penyimpanan dan pembuatan sedangkan thiamin
hcl memiliki pH 2,8 – 3,4 untuk Penyempurnaan sediaan thiamin hcl sediaan injeksi ini dibuat dengan
mengejust pH agar mencapai pH 3. sedangkan pada hasil thiamin hcl yang kelompok kami buat
mendapatkan kadar pH 2,5- 4,5. Kemudian untuk evaluasi kebocoran ampul dan proses sterilisasi
awal tidak dilakukan karena keterbatasan waktu dan alat yang diperlukan. Hanya dapat menguji pH
sediaan apakah pH sediaan telah cocok dengan pH cairan di dalam tubuh.

EVALUASI
1. Potensi/kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dll
2. pH
Adanya perubahan pH mengindikasikan telah terjadi penguraian obat atau terjadi interaksi obat
dengan wadah
3. Warna
Perubahan warna umumnya terjadi pada sediaan parenteral yang disimpan pada suhu tinggi (> 40
oC). Suhu tinggi menyebabkan penguraian
4. Kekeruhan
Alat yang dipakai adalah Tyndall, karena larutan dapat menyerap dan memantulkan sinar. Idealnya
larutan parenteral dapat melewatkan 92-97% pada waktu dibuat dan tidak turun menjadi 70% setelah
3-5 tahun. Terjadinya kekeruhan dapat disebabkan oleh : benda asing, terjadinya pengendapan atau
pertumbuhan mikroorganisme.
5. Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung sulfur atau
anti oksidan
6. Toksisitas
Lakukan uji LD 50 atau LD 0 pada sediaan parenteral selama penyimpanan
7. Evaluasi wadah
Namun pada praktikum kali ini uji evaluasi yang hanya dilakukan adalah :
1. Warna
Tidak terjadi perubahan warna pada sediaan setelah disimpan. Tetap dalm keadaan bening, atau
tidak berwarna.
2. Evaluasi wadah
Wadah yang digunakan cukup rapat dan baik yakni tidak mengalami kebocoran. Vial yang digunakan
vial bening yang seharusnya ditutup dengan api Bunsen tetapi tidak dilakukan karena bunsennya
rusak, sehingga hanya ditutup menggunakan aluminium voil.
KESIMPULAN
• Pembuatan injeksi Thiamin Hcl dibuat dengan menggunakan pelarut air
• Metode yang digunakan yaitu secara Aseptis karena ThiaminHcl tidak tahan terhadap pemanasan.
• pH sedian injeksi yang telah dibuat yaitu berkisar antara 3 – 4.
• Penyempurnaan sediaan thiamin hcl sediaan injeksi ini dibuat dengan mengejust pH, sehingga di
dapatkan sediaan steril telah cocok dengan pH cairan di dalam tubuh.
• Evaluasi sediaan steril injeksi adalah uji penampilan sediaan, kadar pH, tonisitas, kebocoran ampul
dan sterilitas sediaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989. Jakarta : UI-Press.
Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition.
1982. London : The Pharmaceutical Press.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Taketomo, Carol K.Pediatric Dosage Handbook.Ed VIII.2001.USA; American Pharmaceutical
Association.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed II.1994.London; The
Pharmaceutical Press

Pembahasan Praktikum FTS Steril pembuatan


sediaan injeksi vit B1 (thiamin hcl)

Pada praktikum ini membuat sediaan injeksi vitamin b1 (thiamin hcl).


Sediaan injeksi mrp sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan unutk
diberikan secara parenteral. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi
atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih
dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke
dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.Suatu sediaan parenteral harus
steril karena sediaan ini diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan
parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu
kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari
kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki
kemurnian yang dapat diterima. Syarat-syarat obat suntik : Aman, tidak boleh
memyebabkan iritasi jaringan atau efek tosis. Harus jernih, tidak terdapat
partikel padat kecuali berbentuk suspensi. Tidak berwarna kecuali bila obatnya
berwarna. Sedapat mungkin isohidris, Sedapat mungkin isotonis,Harus steril,
Bebas pirogen.
Hal pertama yang dilakukan dalam praktikum ini ialah menghitung
tonisitas dari formula tersebut, dan didapatkan hasil hipertonis (0,53 > 0,28),
syarat tonisitas untuk sediaan injeksi ialah sedapat mungkin isotonis, dan
larutan hipertonis untuk sediaan injeksi masih diperbolehkan karena volume
yang diberikan sedikit , sehinggga sel yang menglami krenasi dapat kembali
normal karena dinetralkan/imbangi oleh cairan tubuh yang lebih banyak.
Namun bila hipotonis, terjadi lisis sel atau pecahnya sel, sehingga berbahaya.
Dalam praktikum ini ingin dibuat dengan wadah ampul (volume 4 ml), jika
diberikan berdasarkan formula tersebut, dosis yang diberikan ialah 400
mg/ampul (OD) karena dosis vitamin b1 berkisar antara 25-100 mg perhari,
sehingga pada praktikum ini dibuat sediaan dengan dosis vit b1 yang sesuai.
Disini dibuat dosis vit b1 100 mg/ampul, untuk itu perlu dilakukan perhitungan
tonisitas kembali untuk dosis 100 mg/ 4ml (ampul)  2,5 gram/100mL, dan
didapatkan hipotonis (0,13 < 0,28), sehingga perlu ditambahkan agen
pengisotonis , disini digunakan nacl. Setelah dihitung isotonisitasnya , Perlu
ditambahkan nacl 0,487 gr/100ml agar menjadi larutan yang isotonis.
Setelah didapatkan sediaan yang isotonis dan sesuai dosis, selanjutnya
dilakukan penimbangan bahan, pembuatan injeksi vitamin b1 dengan
menimbang vitamin b1 sebanyak 2,5 gram dalam 100 ml dan di tambah dengan
nacl 0,487 gr /100ml. setelah bahan-bahan ditimbang, thiamin hcl dan nacl
dilarutkan dalam aqua p.i (aqua p.i merup air minimal yg dapat digunakan untuk
pembuatan sediaan parental steril, mrp memiliki kualitas / kemurnian yang
tinggi dan telah menlalui proses penyulingan atau reverse osmosi. telah
didestilasi 6x proses destilasi yang dapatmenghilangkan kontaminan
organik/non organik, termasuk pirogen. Walaupun air untuk obat suntik tidak
disyaratkan steril tetapi harus bebas pirogen. Aqua pi/ wfi tersebut
dimaksudkan untuk pembuatan produk injeksi/ sediaan steril yang akan
disterilkan sesudah dibuat (sterilisasi akhir).
Setelah dilarutkan, dimasukan ke labulat 100ml lalu di gojog dengan karbo
adsorben 0,1 % yang sudah di aktifkan (agar lebih efektif). Tujuan dari ini ialah
untuk menghilanngkan pirogen (depirogenasi), setelah itu saring. Setelah
disaring dimasukkan ke dalam ampul, disini membuat sediaan injeksi sebanyak
5 ampul, dan juga membuat kontrol negarif ( aqua pi). Setelah itu digunakan
diautoklaf pada suhu 121 c selama 30 menit untuk proses sterilisasi. Setelah
disterilisasi di uji sterilitasnya dan diuji sifat fisiknya meliputi pH, kebocoran,
partikel, kejernihan, dan keseragaman volume.
2 ampul vit b1 dan 1 ampul kontrol negatif (aqua pi) digunakan untuk uji
sterilitas, dilakukan didalam ruang laf, tujuannya utnuk menghindari
kontaminan yang dapat memberikan hasil bias. Sediaan tersebut di masukkan
kedalam media bhi cair, lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 c (mrp
suhu optimal pertumbuhan mikrobakteri).
3 ampul digunakan untuk uji sifat fisik. Yang pertama ialah Uji keseragaman
volume, dilakukan secara visual (mata pengamat) pada saat pengisian dilihat
volume seragam, namun setelah di sterilisasi (autoklaf), terjadi perubahan
volume, dan volume menjadi tidk seragam.
Selanjutnya ialah uji pH, dilakukan dengan kertas pH universal, hasilnya
menunjukkan di antara pH 3-4. PH tersebut sesuai syarat sediaan vit 1 yaitu 2,8-
3,4.
Selanjutnya uji kebocoran, dilakukan dengan posisi terbalik, kepala ampul
diposisi bawah dan dilihat apakah terjadi kebocoran atau tidak. Selain itu
dengan menggunakan tissu, apa kah ada rembesan air atau tidak. Hasil
praktikum yang diperoleh bahwa terjadi kebocoran pada sediaan injeksi vitamin
b1 .
Selanjutnya uji partikel asing, dilakukan dibawah sinar dengan background
hitam dan putih. Dari hasil praktikum menunjukkan sediaan tidak terdapat
partikel asing.

Kesimpulan :
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
pada uji sifat fisik terjadi kebocoran pada wadah ampul vitamin b1, sehingga
menyebabkan volume tidak seragam.
pada uji sterilisasi injeksivitamin b1 , diperoleh sediaan yang steril
berdasarkan hasil tersebut, maka sediaan injeksi vitamin b1 tidak dapat di
pasarkan atau distribusikan. Karena tidak memenuhi persyaratan secara fisik.

Dapus
Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat. 2004. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. 1989.
Jakarta : UI-Press.
Department of Pharmaceutical Sciences. Martindale The Extra Pharmacopoeia,
twenty-eight edition. 1982. London : The Pharmaceutical Press.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Farmakope Indonesia Ed III.1979.Jakarta.
Depkes RI. Formularium Nasional, Ed II. 1978.Jakarta.
Taketomo, Carol K.Pediatric Dosage Handbook.Ed VIII.2001.USA; American
Pharmaceutical Association.
Wade, Ainley and Paul J Weller.Handbook of Pharmaceutical excipients.Ed
II.1994.London; The Pharmaceutical Press
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, Ed ke 4, penerbit U I,
Jakarta.Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka
Utama, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai