Anda di halaman 1dari 12

KARAKTERISASI FITOSOM EKSTRAK PEGAGAN (Centela asiatica)

Alifia Putri Febriyanti1, Pipit Sulistiyani2


1Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Alauddin Makassar
2Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya

Jl. H.M. Yasin Limpo No. 36, Samata - Gowa


Email : alifia.putri@uin-alauddin.ac.id

ABSTRAK
Pegagan (Centella asiatica) dapat digunakan untuk obat luka. Pemanfaatan pegagan
secara modern dalam bentuk topikal membutuhkan sistem penghantaran yang baik untuk
meningkatkan bioavailabilitas dan bioekivalensinya sehingga dikembangkan teknologi
pengahantarannya melalui Drug Delivery System (DDS) dengan sistem partikulat seperti
fitosom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fitosom ekstrak
pegagan (Centella asiatica). Penambahan kolesterol dapat meningkatkan ukuran partikel
fitosom ekstrak pegagan secara signifikan, meningkatkan entrapment efficiency fitosom
ekstrak pegagan, meningkatkan pH fitosom ekstrak pegagan namun menurunkan kadar
asiatikosida didalam fitosom. Fitosom ekstrak pegagan yang dihasilkan dengan penambahan
kolesetrol berbentuk sferik dengan ukuran partikel antara 1,13- 1,59 µm, entrapment efficiency
sebesar ± 85%, pH sebesar ± 5,6 dan kadar asiatikosida sebesar 0,215%..

Kata Kunci : Karakteristik fitosom, ekstrak, pegagan

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keanekaragaman Pemanfaatan pegagan sebagai obat
etnis yang melahirkan keragaman dalam luka secara modern dalam bentuk topikal
penggunaan sumber daya yang tersedia membutuhkan sistem penghantaran yang
sebagai upaya menjaga kesehatan berupa sesuai karena senyawa aktif dalam
pengobatan tradisional di masyarakat atau pegagan yaitu asiatikosida memiliki
biasa disebut etnomedisin. Jenis kecenderungan bersifat polar, sehingga
tumbuhan obat, ramuan jamu, dan berlawanan dengan karakteristik dari
kearifan lokal masyarakat dalam lapisan kulit yang tersusun dari membran
pemanfaatannya sehari-hari sangat sel yang cenderung bersifat lipofil (World
berpengaruh terhadap ragam Health Organization, 1999).
etnomedisin. Salah satu tumbuhan obat Sistem penghantaran obat yang baik
yang banyak dimanfaatkan oleh beberpa akan meningkatkan bioavailabilitas dan
etnis di Indonesia adalah pegagan bioekivalensi, oleh karena itu ekstrak
(Centella asiatica). Tumbuhan ini secara pegagan dan fitokonstituennya mulai
empiris digunakan untuk obat luka, dikembangkan teknologi
koreng, borok, eksema, asma, darah penghantarannya ke dalam tubuh melalui
tinggi. Bagian tanaman yang digunakan Drug Delivery System (DDS) dengan
adalah herba (Badan Pengawas Obat dan sistem partikulat seperti fitosom
Makanan RI, 2013). (Chaturvedi M., et al, 2011). Fitosom
merupakan pengembangan dari liposom.
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 72
Formula yang selama ini digunakan dalam Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
pembuatan fitosom yaitu hanya dengan (FKUB), Laboratorium Farmakognosi dan
menggunakan fitokonstituen dan fosfolipid Fitoterapi FKUB dan Laboratorium
seperti lesitin, sedangkan pada Jurusan teknik Kimia Politeknik Negeri
pembuatan liposom selalu ditambahkan Malang, pada bulan Januari sampai Mei
bahan peningkat stabilitas cangkang 2014.
seperti kolesterol. Prosedur yang dilakukan mulai dari
Untuk memenuhi kriteria fitosom pembuatan ekstrak pegagan
yang baik, maka penggunaan bahan menggunakan metode maserasi dengan
peningkat stabilitas cangkang perlu pelarut etanol 70%, remaserasi 4 kali.
dipertimbangkan. Penelitian ini dilakukan Maserat yang didapatkan divacum drying
untuk mengetahui karakteristik fitosom dengan suhu 400C hingga diperoleh
ekstrak pegagan dengan penambahan ekstrak kental dengan kandungan air
kolesterol sebagai peningkat stabilitas minimum yang ditandai dengan berat
cangkang dengan memperhatikan ekstrak menjadi konstan (Borhan, MZ., R,
parameter-parameter seperti morfologi Ahmad & Abdullah, S. 2013). Uji kualitatif
dan ukuran partikel, kestabilan pH, ekstrak pegagan dilakukan menggunakan
penentuan kadar asiatikosida didalam metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
fitosom serta penentuan entrapment dimana pada uji ini digunakan standard
efficiency (EE). pembanding yaitu standard asiatikosida
sehingga Rf yang nanti dihasilkan akan
METODE PENELITIAN
dibandingkan. Prosedur uji kualitatif yang
Jenis penelitian ini adalah Penelitian
dilakukan meliputi preparasi sampel,
Eksperimental Laboratorium dengan
preparasi fase gerak, dan penotolona
pendekatan kuantitatif (Siswanto, S.,
sampel hingga evaluasi hasil (Reniza,
Susila, & Suyanto. 2015.).
2003). Uji tersebut dilakukan untuk
Uji stabilitas fisika dan kimia dari
memastikan bahwa didalam ekstrak
fitosom ekstrak pegagan melalui
pegagan yang dihasilkan mengandung
pendekatan intermediate stability testing.
asiatikosida. Setelah didapatkan ekstrak
Variabel dalam penelitian ini ada 2
yang memenuhi spesifikasi maka
yaitu Variabel bebas adalah kadar
dilanjutkan dengan pembuatan fitosom
kolesterol dan Variabel terikat adalah
ekstrak pegagan. Uji kuantitatif
morfologi dan ukuran partikel, pH, kadar
asiatikosida dalam fitosom ekstrak
asiatikosida, Entrapment Efficiency (EE).
pegagan dilakukan dengan menggunakan
Penelitian dilakukan di Laboratorium
LC MS-MS.
Sentral Ilmu Hayati (LSIH), di
Laboratorium Farmasetika Fakultas
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 73
Fitosom dibuat dengan 2 formula. campuran ekstrak dan etanol dengan tetap
Formula 1 dibuat dengan bahan ekstrak dilakukan pengadukan dengan
pegagan, etanol 70%, lesitin, dan aqua menggunakan overhead stirrer. Setelah
bebas CO2. Formula 2 dibuat dengan tercampur kemudian pencampuran
bahan ekstrak pegagan, etanol 70%, dilanjutkan dengan magnetic stirrer
lesitin, kolesterol dan aqua bebas CO2. dengan kecepatan 1500-2000 rpm dengan
Metode pembuatan formula 1 suhu 400C selama ± 4 jam. Untuk
dilakukan dengan melarutkan Ekstrak membentuk lapisan tipis dan
kedalam etanol 70% dengan menghilangkan pelarutnya, dilakukan
perbandingan 1:1, kemudian dilakukan penguapan pelarut menggunakan rotary
pencampuran dengan menggunakan evaporator. Setelah itu dihidrasi dan
magnetic stirrer hingga homogen. dilakukan pengadukan menggunakan
dilanjutkan dengan penambahan Lesitin magnetig stirrer (1700 rpm, ± 5 jam)
(fosfatidilkolin) dengan perbandingan 1:1 sehingga membentuk kompleks fitosomal
terhadap Ekstrak. Dilakukan dan untuk memperkecil ukuran partikel,
pencampuran dengan menggunakan dilakukan dengan metode sonikasi.
magnetic stirer dengan kecepatan 1500- Evaluasi dan Karakterisasi yang
2000 rpm pada suhu 400C selama ± 4 jam. dilakukan dalam penelitian ini meliputi
Untuk membentuk lapisan tipis dan morfologi dan ukuran partikel dianalisis
menghilangkan pelarutnya, dilakukan menggunakan Scaning Electron
penguapan pelarut menggunakan rotary Microspcopy (SEM) dengan spesifikasi
evaporator. Setelah itu dihidrasi Ukuran partikel ≤ 100 nm, pH
menggunakan Aqua bebas CO2 dan menggunakan pH meter dengan
dilakukan pengadukan menggunakan spesifikasi 4-5, kadar asiatikosida dalam
magnetig strirrer selama ± 5 jam, sehingga fitosom diukur menggunakan LC MS-MS
membentuk kompleks fitosomal dengan spesifikasi kadar yang diperoleh
(Kareparamban, 2012). Untuk mendekati atau sama dengan kadar
memperkecil ukuran partikel, dapat asiatikosida pada ekstrak pegagan yang
dilakukan dengan metode sonikasi. dihasilkan, spesifikasi entrapment
Metode pembuatan formula 2 efficiency yang dihasilkan antara 80-100%
dilakukan dengan melarutkan ekstrak dihitung menggunakan rumus:
kedalam etanol 70% dan dipanaskan pada EE = b – a x 100%
a
suhu 400C, pada saat bersamaan
kolesterol dilarutkan pada lesitin pada Keterangan :
a : jumlah asiatikosida pada supernatan
suhu 400C. Setelah kolesterol larut dalam
b :jumlah total asiatikosida pada
lesitin kemudian dimasukan kedalam phytosome (saat penentuan kadar
asiatikosida dalam fitosom)
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 74
HASIL DAN PEMBAHASAN dan ekstrak pegagan 30 mg / 3 ml metanol,
A. Ekstraksi Pegagan menggunakan eluen dengan
Persen rendamen yang dihasilkan perbandingan pelarut kloroform:asam
dari 81,5525 gram ekstrak pegagan asetat glasial:metanol:air (60:32:12:8).
adalah sebesar 20,39%. Berdasarkan pengamatan secara
Metode ekstraksi yang digunakan visual menunjukkan bahwa noda senyawa
dalam penelitian ini adalah maserasi, asiatikosida didalam ekstrak terdapat pada
merupakan metode ekstraksi cara dingin Rf = 0.2750 dan standard asiatikosida
(tanpa pemanasan). Pemilihan metode terletak pada Rf = 0.2875, menurut
ekstraksi berdasarkan pada karakteristik Wagner tahun 1996, noda senyawa
dari senyawa asiatikosida yang tidak tahan asiatikosida terletak pada rentang 0.2 –
terhadap pemanasan. Dalam proses 0.35. Dengan hasil tersebut secara
ekstraksi, memperkecil ukuran partikel kulaitatif senyawa asiatikosida terdapat
simplisia dibutuhkan untuk memperbesar pada ekstrak etanol 70% pegagan .
luas permukaan total dari simplisia yang
akan disari, sehingga akan memperbesar
terjadinya kontak antara partikel simplisia
dengan cairan penyari, yang selanjutnya
dapat memperbesar hasil ekstraksi
(Reniza, 2003). Herba pegagan dignakan
karena senyawa marker asiatikosida
tersebar pada seluruh bagian tanaman
(WHO, 1999).
Persen rendamen yang dihasilkan A B.

telah sesuai berdasarkan penelitian yang Gambar 1. A. Hasil KLT pada UV 366
nm; B. Hasil KLT setelah
dilakukan oleh Harwoko 2014, yaitu disemprot penampak
persentase rendemen yang dihasilkan dari bercak dan dipanaskan
diatas hotplate.
proses maserasi dengan pelarut etanol
70% sebesar 20,66% (Mora, E dan Retardation factor (Rf) standard
Fernando, A. 2012). asiatikosida sebesar 0,875 dan Rf ekstrak
B. Uji Kualitatif Ekstrak Pegagan pegagan sebesar 0,2750.Hal ini
Uji kualitatif asiatikosida pada dikarenakan asiatikosida akan cenderung
esktrak pegagan dilakukan dengan terikat kuat oleh lempeng KLT yang
menggunakan metode Kromatografi Lapis berupa gel silika yang bersifat polar
Tipis (KLT). Uji KLT menggunakan larutan sedangkan eluen lebih cenderung bersifat
standar asiatikosida 1 mg /1 ml metanol nonpolar. Nilai Rf yang didapatkan sudah

JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 75


sesuai dengan nilai Rf yang telah Tabel 1. Perbandingan Formula Fitosom
Ekstrak Pegagan
ditetapkan pada Plant Drug Analysis yang
Nama Bahan Formula 1 Formula 2
berkisar antara 0.2-0.35 dengan eluen (F1) (F2)
Ekstrak 10 gram 10 gram
yang sama. Pegagan
C. Uji Kuantitatif Asiatikosida dalam Lesitin 10 gram 10 gram
Kolesterol - 5 gram
Ekstrak Pegagan Etanol 70% 10 ml 10 ml
Aqua bebas 20 ml 20 ml
Penetapan kadar asiatikosida CO2
pada ekstrak pegagan menggunakan Berat total 43 gram 48 gram

metode LC MS–MS. Eluen yang


Dari formula yang dihasilkan
digunakan pada LC MS-MS yaitu
terdapat perbedaan konsistensi antara F1
asetonitril dan air. Kadar asiatikosida
dan F2, yaitu F2 konsistensinya lebih
dalam ekstrak etanol 70% pegagan
kental dibandingkan dengan F1. Selain itu
sebesar 0.232 %.
F2 berwarna lebih terang dibandingkan
Untuk menentukan kadar
dengan F2 seperti yang terlihat pada
asiatikosida didalam ekstrak, dilakukan
gambar 2.
pembuatan kurva baku dari larutan
standard asiatikosida. Larutan standard
asiatikosida yang digunakan sebesar 400,
600, 800, 1000, 2000, 4000 ppm, dimana
penentuan konsentrasi ini didasarkan
pada penentuan nilai LOD yang telah
dilakukan pada peneliti sebelumnya yaitu
Zulkarnaen tahun 2014. Dari persamaan Gambar 2. F1 dan F2 Fitosom
Ekstrak Pegagan
kurva baku didapatkan persamaan regresi
sebesar Y= 123,68x – 343,75 dengan R2 Formula 1 dan 2 selama optimasi
sebesar 0,9992. metode pembuatan digunakan dua alat
D. Formulasi Fitosom Ekstrak Pegagan yang berbeda untuk mencampuran bahan
Formula fitosom dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan over head
dibuat menjadi dua formula yang berbeda, stirer dan magnetig stirer. Namun setelah
yaitu F1 dan F2 dibuat dengan dibandingkan dari hasil Scaning Electron
menggunakan perbandingan sebagai Mycroscopy menunjukan pembuatan
berikut: fitosom dengan magnetig strirer
membentuk fitosom lebih baik
dibandingkan dengan menggunakan over
head stirer.

JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 76


Untuk memperkecil ukuran Evaluasi morfologi dan ukuran
partikelnya digunakan teknik sonikasi yaitu partikel fitosom ekstrak pegagan
dengan menggunakan sonikator, pada dilakukan dengan menggunakan alat
penelitian ini menggunakan bath Scanning Electron Mycroscopy (SEM)
sonicator. Namun jika dibandingkan dengan kondisi operasi accelerating
dengan tanpa menggunakan sonikasi, voltage sebesar 15000 volt, jarak
fitosom yang tebentuk dari metode tanpa pengamatan 6500 µm, Emmision Current
sonikasi menghasilkan fitosom yang sebesar 29500 nA, dan perbesasarn
bagus sedangkan fitosom dengan metode 6000x.
sonikasi banyak mengalami kerusakan Morfologi awal (pengamatan
sehingga fitosom tidak terbentuk dengan minggu ke-0) yang dihasilkan dari F1 dan
baik. Banyaknya fitosom yang rusak atau F2 memiliki bentuk yang sama yaitu sferik,
tidak terbentuk, dikarenakan adanya begitu pula pada minggu ke-1 hingga ke-2
panas yang ditimbulkan oleh sonikator. menunjukan hasil yang tetap sama. Pada
meskipun telah dilakukan pengaliran air gambar 3 terlihat beberapa partikel
untuk meminimalisir adanya panas yang membentuk flokulasi baik pada minggu ke-
ditimbulkan dari sonikator. Berdasarkan 0, ke-1 maupun minggu-2, namun batas
literatur menyebutkan bahwa penggunaan antara partikel yang satu dengan yang lain
sonikator dapat menyebabkan lipid masih terlihat jelas. Selain visualisasi
mengalami deesterifikasi sebesar 5% morfologi dilakukan pengukuran diameter
(Okhil, K. Nag dan Vibhudutta, Awasthi. partikel yang terbentuk yang kemudian
2013). Berdasarkan percobaan tersebut dilakukan pengujian dengan
didapatkan metode yang paling optimum menggunakan ANOVA untuk melihat
adalah metode pembuatan yang kestabilan ukuran partikel selama
menggunakan magnetik stirer tanpa penyimpanan.
sonikasi.
E. Evaluasi dan Karakteristik Fitosom
Ekstrak Pegagan
Evaluasi uji stabilitas
menggunakan pendekatan uji stabilitas
intermediate yaitu dengan penyimpanan
didalam oven yang di atur pada suhu 30 0C
selama 14 hari. Evaluasi uji parameter
dilakukan pada minggu ke-0, ke-1 dan ke-
2, kecuali pada parameter pH dilakukan
setiap hari dari hari ke-1 hingga hari ke-14.

JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 77


Pada gambar 3. menunjukan bahwa rata-
rata ukuran partikel yang dihasilkan antara
F1 dengan F2 berbeda secara signifikan,
pada F1 menunjukan rata-rata ukuran
partikel 0,081-0,0988 µm (81 nm-98,8 nm)
sedangkan F2 memiliki rata-rata ukuran
partikel 1,13- 1,59 µm. Didukung dengan
hasil spss yang menunjukkan bahwa nilai
signifikasinya sebesar 0,000.
Berdasarkan rata-rata ukuran
partikel tersebut fitosom yang dihasilkan
dari formula 1 dapat digolongkan kedalam
Gambar 3. Visualisasi Fitosom Small Unilamellar Vesicle (SUV)
Ekstrak Pegagan
Selama Penyimpanan. sedangkan formula 2 dapat digolongkan
Formula 1: a. Minggu ke- kedalam Multilamellar Vesicle (MUV).
0, c. Minggu ke-1, e.
Minggu ke-2, dan Perbedaan ukuran partikel antar kedua
Formula 2: b. Minggu formula dikarenakan adanya penambahan
ke-0, d. Minggu ke-1, e.
Minggu ke-2. kolesterol pada formula 2 yang
menyebabkan ikatan antara fosfoolipid
Pada masing-masing formula
(lesitin) berikatan kuat dengan kolesterol
terdapat beberapa ukuran partikel yang
dan menjerap banyak solut. Pada
tidak seragam yang dapat disebabkan
penelitian sebelumnya menyatakan
oleh beberapa faktor, yaitu penggunaan
bahwa seiring dengan penambahan
magnetik stirer untuk pencampurannya.
konsentrasi kolesterol dalam formulasi
Pada banyak penelitian penggunaan alat
fitosom maka ukuran partikel fitosom juga
pencampur yang biasanya digunakan
akan mengalami peningkatan (Jain N.,
yaitu menggunakan High Pressure
Gupta BP., & Thakur N 2010).
Homogenizer sehingga fitosom yang
Penambahan kolesterol juga
dihasilkan akan seragam ukuran
meningkatkan konsistensi dari fitosom, hal
partikelnya. Sedangkan pada penggunaan
ini dikarenakan struktur kolesterol yang
magnetik stirer sebagai alat pencampur,
memiliki cincin yang bergabung pada
magnetik yang ada didalam wadah kurang
posisi trans yang membuat molekul
menjangkau disetiap sudut wadah (gelas
menjadi planar dan rigid sehingga fitosom
kaca) tempat fitosom saat pencampuran,
yang dihasilkan lebih kaku (Okhil, K. Nag
sehingga partikel fitosom yang terbentuk
dan Vibhudutta, Awasthi. 2013).
masih terdapat beberapa yang berukuran
partikel diluar rentang (0,081-0,0988 nm).
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 78
Tabel 2. Ukuran Partikel Fitosom Ekstrak bahwa pH pada awal pengamatan (hari
Pegagan Selama Penyimpanan
ke-1) yang dihasilkan dari F1 lebih rendah
Formula 1 dibandingkan dengan F 2, begitu pula
Minggu ke- 0 1 2
Ukuran 0,0819 0,0909 0,0932 pada hari ke-2 hingga hari ke-14 pH tetap
Partikel 0,081 0,0811 0,0841
0,0932 0,0841 0,0819 sama seperti pada saat awal pengamatan.
0,0988 0,0841 0,0988
0,0819 0,081 0,0925 Berikut merupakan data hasil pengamatan
Rata-rata 0,08736 0,08424 0,0901
SD 0,008140209 0,004023431 pH selama hari ke-1 hingga hari ke-14 :
0,006969577

Formula 2 Tabel 3. Hasil Pengamatan Terhadap


Minggu ke- 0 1 2 pH Fitosom Ekstrak Pegagan
Ukuran 1,22 1,3 1,32 Formula 1 (F1) selama
Partikel 1,32 1,59 1,57 Penyimpanan
1,56 1,31 1,4
1,5 1,13 1,19
1,39 1,49 1,56 Hari Replikasi
Rata-rata SD
Rata-rata 1,398 1,364 1,408 ke- 1 2 3
SD 0,136455121 0,179387848
1 5,225 5,224 5,226 5,225 0,001
0,161771444
2 5,223 5,221 5,222 5,222 0,001
3 5,234 5,232 5,233 5,233 0,001
4 5,229 5,227 5,225 5,227 0,002
5 5,231 5,230 5,233 5,231 0,001528
Selama penyimpanan baik formula 1 6 5,226 5,228 5,225 5,226 0,001528
7 5,229 5,230 5,231 5,230 0,001
maupun formula 2 tidak menunjukkan 8 5,232 5,235 5,234 5,234 0,002082
9 5,235 5,237 5,231 5,234 0,003055
adanya perubahan morfologi dan ukuran 10 5,228 5,221 5,224 5,224 0,003512
11 5,233 5,236 5,234 5,234 0,001528
partikel secara signifikan. Hal ini didukung 12 5,225 5,223 5,227 5,225 0,002
13 5,227 5,226 5,229 5,227 0,001528
dengan uji statistik ANOVA yang telah 14 5,229 5,225 5,226 5,227 0,002082

dilakukan yaitu nilai signifikansinya


sebesar 0,406 untuk formula 1 dan 0,902
untuk formula 2, dimana nilai tersebut
>0.05 jadi dapat disimpulkan bahwa untuk Tabel 4. Hasil Pengamatan Terhadap pH
rata-rata ukuran partikel selama Fitosom Ekstrak Pegagan Formula
2 (F2) selama Penyimpanan
penyimpanan tidak mengalami perubahan
Hari Replikasi
atau konstan. ke- 1 2 3
Rata-rata SD
1 5,641 5,645 5,643 5,643 0,002
Pengamatan pH dilakukan mulai hari 2 5,632 5,632 5,632 5,632 0,000
3 5,649 5,647 5,644 5,647 0,003
ke-1 hingga hari ke-14. Pengamatan 4 5,641 5,644 5,643 5,643 0,002
5 5,640 5,640 5,640 5,640 0,000
dilakukan untuk mengetahui pengaruh pH 6 5,639 5,636 5,637 5,637 0,002
7 5,635 5,634 5,636 5,635 0,001
dari fitosom ekstrak pegagan dan 8 5,640 5,640 5,640 5,640 0,000
9 5,641 5,644 5,642 5,642 0,002
kestabilannya selama dalam 10 5,635 5,632 5,634 5,634 0,002
11 5,637 5,632 5,635 5,635 0,003
penyimpanan. Stabilitas pH seluruh 12 5,633 5,631 5,635 5,633 0,002
13 5,634 5,636 5,633 5,634 0,002
sampel yang dibuat dengan formula yang 14 5,634 5,633 5,635 5,634 0,001

berbeda, menunjukkan variasi nilai pH dari


masing-masing formula (tabel 3 dan 4).
berdasarkan data tersebut diketahui
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 79
komponen penyusun cangkang karena
Perbandingan pH selama ada beberapa bahan yang dapat
Penyimpanan terionisasi atau tidak stabil pada pH
5,600 tertentu seperti natrium deoksi kolat.
F1
5,400 Evaluasi kadar dilakukan untuk
5,200 F2
mengetahui jumlah asiatikosida yang
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112131415
terkandung didalam fitosom selama
Gambar 4. Grafik Perbandingan pH penyimpanan, dianalisa dengan
antara Hari ke-1 hingga
Hari ke-14 pada Masing- menggunakan LC MS-MS. Metode
masing Formula pemisahan didasarkan pada perbedaan
pH merupakan salah satu parameter berat molekul.
fisika (faktor) yang dapat menyebakan
ketidak stabilan fitosom. pH formula 2 Kadar Asiatikosida Selama
Penyimpanan

Kadar Asiatikosida
lebih tinggi dibandingkan dengan pH
0,115
formula 1, dan terdapat perbedaan secara
0,11
signifikan saat diuji dengan ANOVA. F1
0,105
Berdasarkan evaluasi uji selama F2
0 2 4
penyimpanan pH masing-masing formula Minggu ke-
mengalami fluktuasi hal ini dikarenakan
tidak adanya penambahan buffer dalam
Gambar 5. Grafik Perbandingan
formula fitosom. Tidak ditambahkannya Kadar Asiatikosida Selama
Penyimpanan
buffer dalam formula karena peneliti masih
ingin mengetahui pH yang dihasilkan oleh
masing-masing formula tanpa adanya
intervensi buffer baik pada awal
pengamatan (hari ke-0) hingga akhir
pengamatan (hari ke-14). Hasil
pengamatan menunjukan bahwa pH yang
terukur selama 14 hari terjadi perubahan
yang signifikan sehingga penambahan
buffer perlu dipertimbangkan agar pH
fitosom tetap dipertahankan sesuai
Gambar 6. Perbandingan Kadar
spesifikasi yang diinginkan. Penetapan pH Asiatikosida
dilakukan karena pH fitosom ekstrak
Penentuan dan evaluasi kadar
pegagan yang dihasilkan akan
senyawa aktif dalam fitosom merupakan
mempengaruhi efek terapi dan pemilihan
salah satu parameter yang penting untuk
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 80
dilakukan karena kadar yang ada dalam 0,1134993118 mg/50 mg (minggu ke-0),
fitosom menggambarkan dosis fitosom 0,113286528 mg/50 mg (minggu ke-1) dan
yang akan memberikan efek terapi. Selain 0,113271046 mg/50 mg. Sedangkan pada
itu diperlukan evaluasi kadar suatu fitosom F2 juga mengalami penurunan kadar
selama penyimpanan, apakah mengalami berturut-turut 0,107493519 mg/50mg
penurunan kadar. Sehingga pada (minggu ke-0), 0,107450733 (minggu ke-
penelitian ini penyimpanan dilakukan 1), 0,107404451 (minggu ke-2). Kadar
selama 14 hari dan disimpan pada suhu 30 yang terdeteksi pada F1 lebih tinggi
0
C. Sebelum dilakukan analisa area dari dibandingkan dengan kadar yang
fitosom ekstrak pegagan maka dilakukan terdeteksi pada F2 hal ini dapat
pembuatan kurva baku (linieritas) dimana disebabkan oleh pengaruh penambahan
kurva baku tersebut dibuat dengan 5 kolesterol yang dapat mengikat kuat
konsentrasi larutan standard (400, 600, komponen senyawa sehingga saat
800, 1000, 2000, 4000 ppm). Pada preparasi pelarutan sampel tidak semua
penelitian ini persamaan kurva baku yang senyawa ikut terlarut dalam pelarut.
didapatkan adalah Y= 123,68x-343,75 Meskipun terdapat penurunan, kadar yang
dengan R2= 0,9992. Dari persamaan didapatkan formula 1 sebesar 0,226% dan
tersebut dapat menentukan konsentrasi formula 2 sebesar 0,215% telah sesuai
yang terukur oleh LC MS-MS yang dengan literatur yang menyebutkan bahwa
didasarkan pada luas area yang kadar asiatikosida yang didapatkan dari
terdeteksi. Berdasarkan perhitungan tanaman pegagan yang tersebar di
kadar diketahui bahwa kadar asiatikosida Indonesia sebesar 0,15-1,49% (Mora, E
baik dari F1 dan F2 menghasilkan dan Fernando, A. 2012). Selain itu
perbedaan kadar yang signifikan hal ini penurunan kadar asiatikosida bisa juga
dibuktikan dari hasil uji statistik yang disebabkan karena adanya reaksi
menunjukan bahwa nilai signifikansi hidrolisis asiatikosida yang berubah
antara formula 1 dan formula 2 sebesar menjadi asam asiatik. Pada penelitian
0,000 (<0,005). Selain dari hasil Borhan et al 2013 pada asiatikosida
perbandingan kadar kedua formula, dari menunjukan bahwa asiatikosida dapat
perbandingan kadar pada saat awal terhidrolisis menjadi asam asiatik pada
pengamatan (minggu ke-0) hingga minggu kondisi asam, dimana pada penelitian ini
ke-2, menunjukkan bahwa adanya pH yang dihaislkan fitosom berikisar
penurunan kadar pada F1 dan F2 artinya antara 5,2-5,6 yang cenderung bersifat
kadar asiatikosida didalam fitosom selama asam sehingga terdapat potensi untuk
penyimpanan tidak stabil. Berikut kadar F1 terjadinya hidrolisis pada asiatikosida.
selama penyimpanan berturut-turut

JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 81


Entrapment Efficiency merupakan kriteria tersebut ditetapkan berdasarkan
salah satu parameter dalam menentukan penelitian-penelitian sebelumnya.
stabilitas fisik suatu fitosom untuk Sehingga dapat disimpulkan bahwa
mengetahui kekuatan cangkang fitosom penambahan kolesterol dapat
dalam mempertahankan kadar meningkatkan EE pada fitosom ekstrak
asiatikosida yang ada didalamnya. pegagan.
Penentuan kadar EE dengan melakukan Tabel 5. Entrapment Efficiency Fitosom
Ekstrak Pegagan Selama
beberapa hal, yaitu sentrifugasi yang
Penyimpanan
berfungsi sebagai kekuatan dari luar yang Minggu ke- Label rata-rata kadar %EE
Formula sampel mg/5ml
dapat merusak cangkang fitosom. 0 F1 0,113493118 80,26595
F1’ 0,022396788
Sentrifugasi dilakukan pada 2500 rpm F2 0,107493519 85,73451
F2’ 0,015334476
selama 15 menit, kemudian dilakukan 1 F1 0,113286528 80,19525
F1’ 0,022436112
F2 0,107450733 85,69873
pengukuran kadar dengan menggunakan F2’ 0,015366822
2 F1 0,113271046 80,23034
LC MS-MS. EE didapatkan dari F1’ 0,022393297
F2 0,107404451 85,81854
perbandingan kadar total yang terukur F2’ 0,015231515
dibandingkan dengan kadar yang masih
terjerap oleh fitosom. Jadi semakin banyak Keterangan : F1’ merupakan F1 yang
diberikan perlakukan sentrifugasi, F2’
kadar yang terukur setelah sentrifugasi merupakan F2 yang diberikan perlakuan
sentrifugasi
menggambarkan ketidak mampuan
cangkang suatu fitosom dalam
mempertahankan senyawa yang ada
didalamnya. Nilai EE yang didapatkan
pada formula 1 berturut-turut 80,26595%
(minggu ke-0), 80,19525% (minggu ke-1),
80,23034% (minggu ke-2), sedangkan
pada formula 2 didapatkan nilai EE
Gambar 7. Grafik Perbandingan Kadar
sebesar 85,73451% (minggu ke-0), AsiatikosidaSelama
85,69873% (minggu ke-1), 85,81854% Penyimpanan

(minggu ke-2). Jika dilihat dari gambar 7. KESIMPULAN


EE kedua formula tetap konstan mulai dari 1. Penambahan kolesterol dapat
minggu ke-0 hingga minggu ke-2. meningkatkan ukuran partikel fitosom
Sedangkan EE antara formula 1 dan ekstrak pegagan secara signifikan,
formula 2 terdapat berbedaan namun meningkatkan entrapment efficiency
kedua EE yang dihasilkan masih dalam fitosom ekstrak pegagan,
batas rentang penerimaan nilai EE yang meningkatkan pH fitosom ekstrak
telah ditetapkan yaitu 80-100%, dimana

JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 82


pegagan namun menurunkan kadar 1(1), September 2012: 11-16. ISSN
2302-187X.
asiatikosida didalam fitosom.
2. Fitosom ekstrak pegagan yang Okhil, K. & Vibhudutta, A. (2013).
Surface Enginering of Liposomes
dihasilkan dengan penambahan
for Stealth Behavior. Pharmaceutic.
kolesterol berbentuk sferik dengan Volume (5) : 542-569
ukuran partikel antara 1,13- 1,59 µm,
Reniza, & Afrina, W. (2003). Isolasi dan
entrapment efficiency sebesar ± 85%, Identifikasi Senyawa Asiatikosida
dari Pegagan (Centella asiatica)
pH sebesar ± 5,6 dan kadar
sebagai Senyawa Antibakteri.
asiatikosida sebesar 0,215%. Skripsi. Program Studi Biokimia
Jurusan Kimia : Institut Pertanian
KEPUSTAKAAN Bogor.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Siswanto, S., Susila, & Suyanto. (2015).
(2013). Dokumentasi Ramuan Metodologi Penelitian Kesehatan
Etnomedisin Obat Asli Indonesia. dan Kedokteran. Yogyakarta: Bursa
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Ilmu.
Makanan Rapublik Indonesia.
Wagner, H., & Bladt, S., (1996). Plant Drug
Borhan, M.Z., Ahmad, R., & Abdullah, S. Analysis: A Thin Layer
(2013). Green Extraction: Enhanced Chromatography Atlas. New York:
Extraction Yield of Asiatic Acidfrom Springer-Verlag.
Centella asiatica (L.) Nanopowders. World Health Organization. (1999). WHO
Monographs on Selected Medicinal
Journal of Applied Chemistry. Plants Volume 1. Geneva : World
Volume (10) : 1-7 health Organization.

Chaturvedi, M., Manish, K., Amit, S., &


Alimuddin, S. (2011). Recent
development in novel drug delivery
systems of herbal drugs.
International Journal of Green
Pharmacy. Edisi April-Juni : 87-95.

Jain N., Gupta BP., & Thakur, N. (2010).


Phytosome: A Novel Drug Delivery
System for Herbal Medicine.
International Journal of
Pharmaceutical Sciences and Drug
Research. Volume 2(4): 224-228.

Kareparamban, J., Pravin, N., & Jadhav.


(2012). Phytosome : Novel
Revolution in Herbal Drugs.
International Journal of Research in
pharmacy and Chemistry. Volume 2
(2): 299-310.

Mora, E. & Fernando, A. (2012). Optimasi


Ekstraksi Triterpenoid Total
Pegagan (Centella asiatica (Linn.)
Urban) yang Tumbuh di Riau.
Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 83

Anda mungkin juga menyukai