ABSTRAK
Pegagan (Centella asiatica) dapat digunakan untuk obat luka. Pemanfaatan pegagan
secara modern dalam bentuk topikal membutuhkan sistem penghantaran yang baik untuk
meningkatkan bioavailabilitas dan bioekivalensinya sehingga dikembangkan teknologi
pengahantarannya melalui Drug Delivery System (DDS) dengan sistem partikulat seperti
fitosom. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fitosom ekstrak
pegagan (Centella asiatica). Penambahan kolesterol dapat meningkatkan ukuran partikel
fitosom ekstrak pegagan secara signifikan, meningkatkan entrapment efficiency fitosom
ekstrak pegagan, meningkatkan pH fitosom ekstrak pegagan namun menurunkan kadar
asiatikosida didalam fitosom. Fitosom ekstrak pegagan yang dihasilkan dengan penambahan
kolesetrol berbentuk sferik dengan ukuran partikel antara 1,13- 1,59 µm, entrapment efficiency
sebesar ± 85%, pH sebesar ± 5,6 dan kadar asiatikosida sebesar 0,215%..
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keanekaragaman Pemanfaatan pegagan sebagai obat
etnis yang melahirkan keragaman dalam luka secara modern dalam bentuk topikal
penggunaan sumber daya yang tersedia membutuhkan sistem penghantaran yang
sebagai upaya menjaga kesehatan berupa sesuai karena senyawa aktif dalam
pengobatan tradisional di masyarakat atau pegagan yaitu asiatikosida memiliki
biasa disebut etnomedisin. Jenis kecenderungan bersifat polar, sehingga
tumbuhan obat, ramuan jamu, dan berlawanan dengan karakteristik dari
kearifan lokal masyarakat dalam lapisan kulit yang tersusun dari membran
pemanfaatannya sehari-hari sangat sel yang cenderung bersifat lipofil (World
berpengaruh terhadap ragam Health Organization, 1999).
etnomedisin. Salah satu tumbuhan obat Sistem penghantaran obat yang baik
yang banyak dimanfaatkan oleh beberpa akan meningkatkan bioavailabilitas dan
etnis di Indonesia adalah pegagan bioekivalensi, oleh karena itu ekstrak
(Centella asiatica). Tumbuhan ini secara pegagan dan fitokonstituennya mulai
empiris digunakan untuk obat luka, dikembangkan teknologi
koreng, borok, eksema, asma, darah penghantarannya ke dalam tubuh melalui
tinggi. Bagian tanaman yang digunakan Drug Delivery System (DDS) dengan
adalah herba (Badan Pengawas Obat dan sistem partikulat seperti fitosom
Makanan RI, 2013). (Chaturvedi M., et al, 2011). Fitosom
merupakan pengembangan dari liposom.
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 72
Formula yang selama ini digunakan dalam Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
pembuatan fitosom yaitu hanya dengan (FKUB), Laboratorium Farmakognosi dan
menggunakan fitokonstituen dan fosfolipid Fitoterapi FKUB dan Laboratorium
seperti lesitin, sedangkan pada Jurusan teknik Kimia Politeknik Negeri
pembuatan liposom selalu ditambahkan Malang, pada bulan Januari sampai Mei
bahan peningkat stabilitas cangkang 2014.
seperti kolesterol. Prosedur yang dilakukan mulai dari
Untuk memenuhi kriteria fitosom pembuatan ekstrak pegagan
yang baik, maka penggunaan bahan menggunakan metode maserasi dengan
peningkat stabilitas cangkang perlu pelarut etanol 70%, remaserasi 4 kali.
dipertimbangkan. Penelitian ini dilakukan Maserat yang didapatkan divacum drying
untuk mengetahui karakteristik fitosom dengan suhu 400C hingga diperoleh
ekstrak pegagan dengan penambahan ekstrak kental dengan kandungan air
kolesterol sebagai peningkat stabilitas minimum yang ditandai dengan berat
cangkang dengan memperhatikan ekstrak menjadi konstan (Borhan, MZ., R,
parameter-parameter seperti morfologi Ahmad & Abdullah, S. 2013). Uji kualitatif
dan ukuran partikel, kestabilan pH, ekstrak pegagan dilakukan menggunakan
penentuan kadar asiatikosida didalam metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
fitosom serta penentuan entrapment dimana pada uji ini digunakan standard
efficiency (EE). pembanding yaitu standard asiatikosida
sehingga Rf yang nanti dihasilkan akan
METODE PENELITIAN
dibandingkan. Prosedur uji kualitatif yang
Jenis penelitian ini adalah Penelitian
dilakukan meliputi preparasi sampel,
Eksperimental Laboratorium dengan
preparasi fase gerak, dan penotolona
pendekatan kuantitatif (Siswanto, S.,
sampel hingga evaluasi hasil (Reniza,
Susila, & Suyanto. 2015.).
2003). Uji tersebut dilakukan untuk
Uji stabilitas fisika dan kimia dari
memastikan bahwa didalam ekstrak
fitosom ekstrak pegagan melalui
pegagan yang dihasilkan mengandung
pendekatan intermediate stability testing.
asiatikosida. Setelah didapatkan ekstrak
Variabel dalam penelitian ini ada 2
yang memenuhi spesifikasi maka
yaitu Variabel bebas adalah kadar
dilanjutkan dengan pembuatan fitosom
kolesterol dan Variabel terikat adalah
ekstrak pegagan. Uji kuantitatif
morfologi dan ukuran partikel, pH, kadar
asiatikosida dalam fitosom ekstrak
asiatikosida, Entrapment Efficiency (EE).
pegagan dilakukan dengan menggunakan
Penelitian dilakukan di Laboratorium
LC MS-MS.
Sentral Ilmu Hayati (LSIH), di
Laboratorium Farmasetika Fakultas
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 73
Fitosom dibuat dengan 2 formula. campuran ekstrak dan etanol dengan tetap
Formula 1 dibuat dengan bahan ekstrak dilakukan pengadukan dengan
pegagan, etanol 70%, lesitin, dan aqua menggunakan overhead stirrer. Setelah
bebas CO2. Formula 2 dibuat dengan tercampur kemudian pencampuran
bahan ekstrak pegagan, etanol 70%, dilanjutkan dengan magnetic stirrer
lesitin, kolesterol dan aqua bebas CO2. dengan kecepatan 1500-2000 rpm dengan
Metode pembuatan formula 1 suhu 400C selama ± 4 jam. Untuk
dilakukan dengan melarutkan Ekstrak membentuk lapisan tipis dan
kedalam etanol 70% dengan menghilangkan pelarutnya, dilakukan
perbandingan 1:1, kemudian dilakukan penguapan pelarut menggunakan rotary
pencampuran dengan menggunakan evaporator. Setelah itu dihidrasi dan
magnetic stirrer hingga homogen. dilakukan pengadukan menggunakan
dilanjutkan dengan penambahan Lesitin magnetig stirrer (1700 rpm, ± 5 jam)
(fosfatidilkolin) dengan perbandingan 1:1 sehingga membentuk kompleks fitosomal
terhadap Ekstrak. Dilakukan dan untuk memperkecil ukuran partikel,
pencampuran dengan menggunakan dilakukan dengan metode sonikasi.
magnetic stirer dengan kecepatan 1500- Evaluasi dan Karakterisasi yang
2000 rpm pada suhu 400C selama ± 4 jam. dilakukan dalam penelitian ini meliputi
Untuk membentuk lapisan tipis dan morfologi dan ukuran partikel dianalisis
menghilangkan pelarutnya, dilakukan menggunakan Scaning Electron
penguapan pelarut menggunakan rotary Microspcopy (SEM) dengan spesifikasi
evaporator. Setelah itu dihidrasi Ukuran partikel ≤ 100 nm, pH
menggunakan Aqua bebas CO2 dan menggunakan pH meter dengan
dilakukan pengadukan menggunakan spesifikasi 4-5, kadar asiatikosida dalam
magnetig strirrer selama ± 5 jam, sehingga fitosom diukur menggunakan LC MS-MS
membentuk kompleks fitosomal dengan spesifikasi kadar yang diperoleh
(Kareparamban, 2012). Untuk mendekati atau sama dengan kadar
memperkecil ukuran partikel, dapat asiatikosida pada ekstrak pegagan yang
dilakukan dengan metode sonikasi. dihasilkan, spesifikasi entrapment
Metode pembuatan formula 2 efficiency yang dihasilkan antara 80-100%
dilakukan dengan melarutkan ekstrak dihitung menggunakan rumus:
kedalam etanol 70% dan dipanaskan pada EE = b – a x 100%
a
suhu 400C, pada saat bersamaan
kolesterol dilarutkan pada lesitin pada Keterangan :
a : jumlah asiatikosida pada supernatan
suhu 400C. Setelah kolesterol larut dalam
b :jumlah total asiatikosida pada
lesitin kemudian dimasukan kedalam phytosome (saat penentuan kadar
asiatikosida dalam fitosom)
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 74
HASIL DAN PEMBAHASAN dan ekstrak pegagan 30 mg / 3 ml metanol,
A. Ekstraksi Pegagan menggunakan eluen dengan
Persen rendamen yang dihasilkan perbandingan pelarut kloroform:asam
dari 81,5525 gram ekstrak pegagan asetat glasial:metanol:air (60:32:12:8).
adalah sebesar 20,39%. Berdasarkan pengamatan secara
Metode ekstraksi yang digunakan visual menunjukkan bahwa noda senyawa
dalam penelitian ini adalah maserasi, asiatikosida didalam ekstrak terdapat pada
merupakan metode ekstraksi cara dingin Rf = 0.2750 dan standard asiatikosida
(tanpa pemanasan). Pemilihan metode terletak pada Rf = 0.2875, menurut
ekstraksi berdasarkan pada karakteristik Wagner tahun 1996, noda senyawa
dari senyawa asiatikosida yang tidak tahan asiatikosida terletak pada rentang 0.2 –
terhadap pemanasan. Dalam proses 0.35. Dengan hasil tersebut secara
ekstraksi, memperkecil ukuran partikel kulaitatif senyawa asiatikosida terdapat
simplisia dibutuhkan untuk memperbesar pada ekstrak etanol 70% pegagan .
luas permukaan total dari simplisia yang
akan disari, sehingga akan memperbesar
terjadinya kontak antara partikel simplisia
dengan cairan penyari, yang selanjutnya
dapat memperbesar hasil ekstraksi
(Reniza, 2003). Herba pegagan dignakan
karena senyawa marker asiatikosida
tersebar pada seluruh bagian tanaman
(WHO, 1999).
Persen rendamen yang dihasilkan A B.
telah sesuai berdasarkan penelitian yang Gambar 1. A. Hasil KLT pada UV 366
nm; B. Hasil KLT setelah
dilakukan oleh Harwoko 2014, yaitu disemprot penampak
persentase rendemen yang dihasilkan dari bercak dan dipanaskan
diatas hotplate.
proses maserasi dengan pelarut etanol
70% sebesar 20,66% (Mora, E dan Retardation factor (Rf) standard
Fernando, A. 2012). asiatikosida sebesar 0,875 dan Rf ekstrak
B. Uji Kualitatif Ekstrak Pegagan pegagan sebesar 0,2750.Hal ini
Uji kualitatif asiatikosida pada dikarenakan asiatikosida akan cenderung
esktrak pegagan dilakukan dengan terikat kuat oleh lempeng KLT yang
menggunakan metode Kromatografi Lapis berupa gel silika yang bersifat polar
Tipis (KLT). Uji KLT menggunakan larutan sedangkan eluen lebih cenderung bersifat
standar asiatikosida 1 mg /1 ml metanol nonpolar. Nilai Rf yang didapatkan sudah
Kadar Asiatikosida
lebih tinggi dibandingkan dengan pH
0,115
formula 1, dan terdapat perbedaan secara
0,11
signifikan saat diuji dengan ANOVA. F1
0,105
Berdasarkan evaluasi uji selama F2
0 2 4
penyimpanan pH masing-masing formula Minggu ke-
mengalami fluktuasi hal ini dikarenakan
tidak adanya penambahan buffer dalam
Gambar 5. Grafik Perbandingan
formula fitosom. Tidak ditambahkannya Kadar Asiatikosida Selama
Penyimpanan
buffer dalam formula karena peneliti masih
ingin mengetahui pH yang dihasilkan oleh
masing-masing formula tanpa adanya
intervensi buffer baik pada awal
pengamatan (hari ke-0) hingga akhir
pengamatan (hari ke-14). Hasil
pengamatan menunjukan bahwa pH yang
terukur selama 14 hari terjadi perubahan
yang signifikan sehingga penambahan
buffer perlu dipertimbangkan agar pH
fitosom tetap dipertahankan sesuai
Gambar 6. Perbandingan Kadar
spesifikasi yang diinginkan. Penetapan pH Asiatikosida
dilakukan karena pH fitosom ekstrak
Penentuan dan evaluasi kadar
pegagan yang dihasilkan akan
senyawa aktif dalam fitosom merupakan
mempengaruhi efek terapi dan pemilihan
salah satu parameter yang penting untuk
JF FIK UINAM Vol.6 No.1 2018 80
dilakukan karena kadar yang ada dalam 0,1134993118 mg/50 mg (minggu ke-0),
fitosom menggambarkan dosis fitosom 0,113286528 mg/50 mg (minggu ke-1) dan
yang akan memberikan efek terapi. Selain 0,113271046 mg/50 mg. Sedangkan pada
itu diperlukan evaluasi kadar suatu fitosom F2 juga mengalami penurunan kadar
selama penyimpanan, apakah mengalami berturut-turut 0,107493519 mg/50mg
penurunan kadar. Sehingga pada (minggu ke-0), 0,107450733 (minggu ke-
penelitian ini penyimpanan dilakukan 1), 0,107404451 (minggu ke-2). Kadar
selama 14 hari dan disimpan pada suhu 30 yang terdeteksi pada F1 lebih tinggi
0
C. Sebelum dilakukan analisa area dari dibandingkan dengan kadar yang
fitosom ekstrak pegagan maka dilakukan terdeteksi pada F2 hal ini dapat
pembuatan kurva baku (linieritas) dimana disebabkan oleh pengaruh penambahan
kurva baku tersebut dibuat dengan 5 kolesterol yang dapat mengikat kuat
konsentrasi larutan standard (400, 600, komponen senyawa sehingga saat
800, 1000, 2000, 4000 ppm). Pada preparasi pelarutan sampel tidak semua
penelitian ini persamaan kurva baku yang senyawa ikut terlarut dalam pelarut.
didapatkan adalah Y= 123,68x-343,75 Meskipun terdapat penurunan, kadar yang
dengan R2= 0,9992. Dari persamaan didapatkan formula 1 sebesar 0,226% dan
tersebut dapat menentukan konsentrasi formula 2 sebesar 0,215% telah sesuai
yang terukur oleh LC MS-MS yang dengan literatur yang menyebutkan bahwa
didasarkan pada luas area yang kadar asiatikosida yang didapatkan dari
terdeteksi. Berdasarkan perhitungan tanaman pegagan yang tersebar di
kadar diketahui bahwa kadar asiatikosida Indonesia sebesar 0,15-1,49% (Mora, E
baik dari F1 dan F2 menghasilkan dan Fernando, A. 2012). Selain itu
perbedaan kadar yang signifikan hal ini penurunan kadar asiatikosida bisa juga
dibuktikan dari hasil uji statistik yang disebabkan karena adanya reaksi
menunjukan bahwa nilai signifikansi hidrolisis asiatikosida yang berubah
antara formula 1 dan formula 2 sebesar menjadi asam asiatik. Pada penelitian
0,000 (<0,005). Selain dari hasil Borhan et al 2013 pada asiatikosida
perbandingan kadar kedua formula, dari menunjukan bahwa asiatikosida dapat
perbandingan kadar pada saat awal terhidrolisis menjadi asam asiatik pada
pengamatan (minggu ke-0) hingga minggu kondisi asam, dimana pada penelitian ini
ke-2, menunjukkan bahwa adanya pH yang dihaislkan fitosom berikisar
penurunan kadar pada F1 dan F2 artinya antara 5,2-5,6 yang cenderung bersifat
kadar asiatikosida didalam fitosom selama asam sehingga terdapat potensi untuk
penyimpanan tidak stabil. Berikut kadar F1 terjadinya hidrolisis pada asiatikosida.
selama penyimpanan berturut-turut
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Siswanto, S., Susila, & Suyanto. (2015).
(2013). Dokumentasi Ramuan Metodologi Penelitian Kesehatan
Etnomedisin Obat Asli Indonesia. dan Kedokteran. Yogyakarta: Bursa
Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Ilmu.
Makanan Rapublik Indonesia.
Wagner, H., & Bladt, S., (1996). Plant Drug
Borhan, M.Z., Ahmad, R., & Abdullah, S. Analysis: A Thin Layer
(2013). Green Extraction: Enhanced Chromatography Atlas. New York:
Extraction Yield of Asiatic Acidfrom Springer-Verlag.
Centella asiatica (L.) Nanopowders. World Health Organization. (1999). WHO
Monographs on Selected Medicinal
Journal of Applied Chemistry. Plants Volume 1. Geneva : World
Volume (10) : 1-7 health Organization.