Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS 2

IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA SAPONIN,


TRITERPENOID DAN STEROID

(Ekstrak Sapindus rarak DC)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitokimia

KELOMPOK : 8

KELAS : D

DEVY APRILIA (201710410311168)

DOSEN PEMBIMBING :
SITI ROFIDA, S.Si, M.Farm., Apt.
Drs. HERRA STUDIAWAN, M.Si., Apt.
AMALIYAH DINA ANGGRAENI, M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Mahasiswa mampu mengidentifikasi senyawa golongan glikosida saponin, steroid,
dan triterpenoid pada Ekstrak Sapindus rarak DC.
1.2 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat peristiwa buih yang disebabkan karena
kita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul karena adanya
penurunan tegangan permukaan pada cairan (air).Penurunan tegangan permukaan
disebabkan karena adanya senyawa sabun (bahasa latin = sapo) yang dapat mengkacaukan
ikatan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua bagian yang tidak
sama sifat kepolaranya. Dalam tumbuhan tertentu mengandung senyawa sabun yang biasa
disebut saponin.

Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang
melimpah dan sangat luar biasa, baik sumber daya alam hayati, maupun sumber daya alam
non hayati. Potensi kekayaan alamnya mulai dari kekayaan laut, darat, bumi dan kekayaan
alam lainnya yang terkandung di dalam bumi Indonesia. Sejak zaman dahulu bangsa
Indonesia khususnya di daerah Jawa telah memanfaatkan buah lerak (Sapindus rarak
D.C.) sebagai pembersih (deterjen) jauh sebelum sabun dikenalkan, bahkan hingga
sekarang ini terutama pada industry batik, buah lerak masih digunakan sebagai pengganti
sabun karena ternyata lebih cocok. Selain itu juga sering digunakan untuk menyepuh emas
dan sebagai kolektor pada proses penghilangan tinta pada kertas bekas. Hal ini
dikarenakan buah lerak mengandung senyawa glikosida saponin (khususnya aglikon
saponin) yang besifat menurunkan tegangan permukaan sehingga tidak menyebabkan
kerusakan dan lunturnya zat warna dari bahan-bahan tersebut. Pencarian saponin dalam
tumbuhan didasari oleh kebutuhan akan sumber sapogenin (aglikon). Aglikon saponin
yang termasuk golongan triterpenoid banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri,
diantaranya industry plat fotografi, film dan kertas, busa pemadam api, pasta gigi untuk
menghasilkan busa pada soft drink dan bir , sampo, sabun encer, dan preparasi kosmetik
(Heyne, 1950, Rismijana, Basuki,Indriati, Cucu, dan Bunyamin 1996).

Saponin merupakan jenis glikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri dari glikon
(Glukosa, fruktosa, dll) dan glikon (senyawa bahan alam lainnya). Saponin umumnya
berasa pahit dan dapat membentuk buih saat dikocok di dalam air. Saponin merupakan
glikosida yang memiliki aglikon yang kita kenal sebagai steroid dan triterpenoid. saponin
steroid tersusun atas inti steroid dengan molekular karbohidrat. Saponin steroid
dihidrolisis menjadi suatu aglikon yang dikenal sebagai saponin. Sedangkan, Saponin
triterpenoid terdiri dari suatu aglikon yang disebut sapogenin (Yanuartono,2017).
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Tanaman

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan


Pengembangan Perkebunan, Taksonomi Sapindus rarak DC termasuk ke dalam :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dycotyledonae

Bangsa : Sapindales

Suku : Sapindales

Famili : Sapindaceae

Marga : Sapindus

Spesies : Sapindus rarak

Lerak (S. rarak) merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara yang dapat
tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah dan keadaan iklim, dari daratan rendah
sampai pegunungan dengan ketinggian 450-1500 m dari permukaan laut. Tanaman lerak
tersebar di berbagai daerah Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Akan tetapi
tanaman ini belum dibudidayakan secara luas dan masih terbatas sebagai tanaman sampingan
saja (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan, 2009). Tanaman mulai berbuah pada umur 5 - 15 tahun, musim berbuah pada
awal musim hujan dan menghasilkan biji sebanyak 1.000 - 1.500 biji (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2009).

Bentuk daun lerak bundar telur, perbungaan majemuk, malai, terdapat di ujung batang
warna putih kekuningan. Bentuk buah seperti kelereng kalau sudah tua atau masak, warnanya
coklat kehitaman, permukaan buah licin atau mengkilat, bijinya bundar berwarna hitam.
Daging buah sedikit berlendir dan aromanya wangi (Plantus, 2008). Pohon, tinggi 20-3-
meter. Batangberkayu, bulat, keras, percabangan monodial putih kotor. Daunmajemuk,
menyirip ganjil, anak daun membentuk lanset, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata,
Panjang 5-18 cm, lebar 1,5-3 cm, bertangkai pendek, hijau. Bungamajemuk, bentuk malai,
terdapat di ujung dan di ketiakdaun, daun kelopak lima, Panjang kurang lebih 2mm, pangkal
berlekatan, kuning, mahkota empat, lanset memanjang, tepi berambut, benang sari delapan.
Buah keras, bulat, diameter kurang lebih 1,5 cm, kuning kecoklatan. Biji bulat, keras, hitam.
Akar tunggang, kuning kecoklatan (Syamsuhidayat dan hutapea, 1991)

Komponen yang terdapat dalam buah lerak antara lain : Saponin 28%, senyawa
alkaloid, polifenol, senyawa antioksidan dan golongan flavanoid, juga tannin. Biji bersama
kulitnya bila direndam akan mengeluarkan busa karena kulit biji banyak mengandung
saponin (28%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, 2009).

Selain sebagai pencuci kain batik di Jawa, biasa juga digunakan untuk mencuci
perhiasan yang terbuat dari logam mulia, sebagai pembersih muka guna menghilangkan
jerawat dan dapat digunakan sebagai obat penyakit kulit terutama penyakit kudis. Dalam
bidang pertanian dapat digunakan sebagai insektisida (serangga) dan nematisida terutama
cacing tanah. Biji yang bulat dapat digunakan sebagai industri kerajinan tangan, banyak
digunakan sebagai tasbih karena warnanya hitam seperti kayu eboni. Biji bersama kulitnya
bila direndam akan mengeluarkan busa karena kulit biji banyak mengandung saponin (28%),
sehingga dapat digunakan dalam pembuatan sabun, obat cuci rambut dan berbagai alat
kosmetika (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, 2009).
2.2 Golongan Senyawa Glikosida Saponin, Triterpenoid, Dan Steroid
A. GLIKOSIDA SAPONIN

Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpenoid.
Saponin merupakan metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus gula
yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin. Saponin memiliki berbagai kelompok glikosil
yang terikat pada posisi C3, tetapi beberapa saponin memiliki dua rantai gula yang menempel
pada posisi C3 dan C17. Struktur saponin tersebut menyebabkan saponin bersifat seperti
sabun atau deterjen sehingga saponin disebut sebagai surfaktan alami (Yanuartono,2017).

Sifat-sifat Saponin
Saponin memiliki sifat sebagai berikut :
1) Mempunyai rasa pahit
2) Dalamlarutan air membentuk busa yang stabil
3) Menghemolisaeritrosit
4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5) Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
6) Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7) Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang
mendekati.
Manfaat Saponin

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa saponin dan tanaman yang banyak
mengandung saponin memiliki efek toksik pada protozoa dengan cara membentuk sebuah
kompleks ireversibel dengan steroid dalam dinding sel protozoa (Wang et al., 1998; Francis
et al., 2002). Kompleks yang terbentuk tersebut akan mengakibatkan rusaknya membran sel
protozoa (Hostettmann & Marston, 1995). Penurunan populasi protozoa dalam rumen ini
kemungkinan memiliki beberapa efek positif seperti peningkatan efisiensi metabolisme
nitrogen, pengurangan emisi gas metana, pergeseran dalam populasi bakteri dan jamur dalam
rumenserta potensi peningkatan aliran protein bakteri menuju saluran pencernaan yang lebih
rendah (Wallace et al., 1994).

Cara identifikasi :

Uji sederhana pada saponin adalah dengan mengocok sari tumbuhan dalam tabung reaksi,
lalu ditambahan air suling 10mL, dikocok kuat selama kira-kira 30 detik. Bila terdapat busa
stabil selama 30 menit dengan tinggi 3cm di atas permuakan cairan, maka dapat dinyatakan
positif mengandung senyawa saponin.

B. SAPONIN STEROID

Gambar : Ayu, Puspita. 2007. Isolasi dan Identifikasi Glikosida Saponin pada Herba Krokot
(Portulaca oleracea L.). Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma.

Tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat dan jika terhidrolisis
menghasilkan suatu aglikon yang dikenal saraponin. Saponin steroid terutama terdapat pada
tanaman monokotil seperti kelompok sansevieria (Agavaceae) (Boycea and Tinto, 2007)
gadung (dioscoreaceae) dan tanaman berbunga (Liliacea). (Yanuartono,2017).

Manfaat saponin steroid

Mempunyai peran penting pada bidang pharmaceutical karena hubungannya dengan


beberapa senyawa seperti hormon sex, kortison, diuretic steroid, vitamin D dan glikosida
jantung. Selain itu, dapat juga digunakan untuk pengobatan pada penyakit syphilis, reumatik,
penyakit kulit, psoriasis, eczema, pada anemia, diabetes, triterpenoida (Ayu, 2007).

Cara identifikasi :
Reaksi warna : dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat
(disebut reaksi Liebermann-Burchard). Sedangkan jika warnanya hijau biru, maka
menunjukkan adanya senyawa golongan steroid.
Uji Salkowski : jika timbul cincin warna merah setelah ditambahkan asam sulfat pekat, maka
mengandung sterorid tak jenuh.

C. SAPONIN TRITERPENOID

Gambar: Ayu, Puspita. 2007. Isolasi dan Identifikasi Glikosida Saponin pada Herba Krokot
(Portulaca oleracea L.). Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma.

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena.
Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebbbanyakan tidak berwana, berbentuk Kristal,
titik lelehnya tinggi dan aktif optic, yang umunya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan
kimianya Saponin trirerpenoida dapat dibedakan menjadi tiga golongan yang diwakili oleh α-
amirin, β-amirin, dan lupeol (Ayu, 2007).

Manfaat triterpenoid

Triterpenoid dapat digunakan sebagai emulsifying agent, sebagai stimulant


ekspektoran pada bronchitis kronik dan sebagai antiinflamasi, antifungi, antibakteri (Ayu,
2007). Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan tentang peran saponin triperpenoid
sebagai senyawa pertahanan alami pada tanaman, dan beberapa anggota saponin triterpenoid
juga telah diketahui memiliki sifat farmakologis yang menguntungkan (Yanuartono,2017).

Cara identifikasi :
Reaksi warna : dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat
(disebut reaksi Liebermann-Burchard). Hasilnya ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna menjadi merah ungu yang menunjukkan adanya saponin triterpenoid.

Biosintesis pada kedua jenis senyawa ini hampir sama baik saponin dengan steroid
maupun triterpen. Semua senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang diperoleh dari asetil
CoA .Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk senyawa squalen yang
merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan dari dua farnesil piroposfat.Setelah
membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi pada atom C nomor 3 sehingga terbentuk
OH, setelah itu terjadi pembentukan epoksidasqualen. Senyawa ini akan terjadi siklisasai
menjadi lanosterol yang merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid (Arifin, 1986).

Identifikasi Senyawa Saponin

1.) Uji Buih Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun
sehingga keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan
koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil (Gunawan
dan Mulyadi, 2004).
2.) Uji Liebermann-Burchard Senyawa saponin dapat diidentifikasi dari warna yang
dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan
saponin steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin
triterpenoida (Farnsworth, 1996)
3.) Uji Salkowski Uji salkowski digunakan untuk mengidentifikasi adanya steroid tak
jenuh pada ekstrak, uji ini dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat dan jika
terdapat gugus steroid tak jenuh pada larutan akan terbentuk cincin berwarna merah
terang yang lama kelamaan akan berwarna merah ungu (Farnsworth, 1996).

Reaksi Warna

 Reaksi dengan asam kuat


Asam kuat seperti H2SO4 pekat dan HNO3 pekat menghasilkan warna kuning atau merah

 Reaksi Marquis
Pereaksi marquis mengandung formaldehid (1 bagian) dan H 2SO4 pekat (9 bagian).
Sampel ditambah pereaksi marquis akan menghasilkan warna jingga.
 Reaksi warna AZO
Sampel ditambahkan diazo A (4 bagian) dan diazo B (1 bagian), ditambah NaOH,
dipanaskan lalu ditambah amyl alcohol menghasilkan warna merah.

Pereaksi meyer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida. Ketika sample
ditambah perekasi meyer maka akan timbul endapan kuning atau larutan kuning bening lalu
ditambahkan alkohol endapannya larut. Pembuatan reaksi meyer yaitu senyawa HgCl2
sebanyak 1,5 g dilarutkan dengan 60 ml aquadest. Ditempat lain dilarutkan KI sebanyak 5 g
dalam 10 ml aquadest. Kemudian dicampur dan diencerkan dengan aquadest sampai volume
100 ml. pereaksi meyer yang diperoleh disimpan dalam botol gelap (Alfinda Novi, dkk,
2008 : 49). Pembuatan pereaksi wagner yaitu senyawa KI 2 g dan Iodine 1,3 g dilarutkan
dengan aquadest sampai 100 ml kemudian disaring. Pereaksi warner ini juga harus disimpan
dalam botol gelap (Alfinda Novi, dkk, 2008 : 50).

2.3 Metode KLT


Kromatografi lapis tipis adalah zat penjerap yang merupakan lapisan tipus serbuk
halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umumnya
digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi
terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorbi, partisi, atau kombinasi
kedua efek, yang terpenting tergantung jenis lempeng, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang
digunakan. KLT dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahans enaywa
polar. Perkiraan identifikasi dengan pengamatan bercak dengan Rf yang identic dan ukuran
yang hamper sama, dengan menotolkan bahan uji dan pembanding pada lempeng sama
(Farmakope Herbal Indonesia Jilid I:158 ,2008)

Kromatografi lapis tipis adalah zat penjerap yang merupakan lapisan tipis serbuk
halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umumnya
digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi
terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorbi, partisi, atau kombinasi
kedua efek, yang terpenting tergantung jenis lempeng, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang
digunakan (Farmakope Herbal Indonesia Jilid I:158 ,2008). Kromatografi adalah teknik
pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen
campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair
atau gas) yang menyebabkan terjadinya perbedaan migrasi dari masing-masing komponen.
Perbedaan migrasi merupakan hasil dari perbedaan tingkat afinitas masing-masing komponen
dalam fase diam dan fase gerak. Afinitas senyawa dalam fase diam dan fase gerak 9
ditentukan oleh sifat fisika kimia dari masing-masing senyawa. Faktor –faktor yang
menyebabkan perbedaan migrasi komponenkomponen dalam sampel meliputi faktor
pendorong migrasi analit dan faktor penghambat migrasi analit (Wulandari, 2011).

Teknik Kromatografi Lapis Tipis, menurut (Wulandari, 2011) :

Metode pemisahan

Metode Pemisahan pada Kromatografi Metode pemisahan merupakan aspek penting


dalam dibidang analisis karena kebanyakan sampel yang akan dianalisis berupa campuran.
Untuk memperoleh senyawa murni dari suatu campuran, harus dilakukan proses pemisahan.
Berbagai teknik pemisahan dapat diterapkan untuk memisahkan campuran diantaranya
ekstraksi, destilasi, kristalisasi dan kromatografi.

Fase Diam

Pemilihan fase diam pada KLT didasarkan pada sifat fisika kimia komponen sampel
yang akan dipisahkan meliputi polaritas, kelarutan, kemampuan mengion, berat molekul,
bentuk dan ukuran analit. Sifat fisika kimia tersebut berperan penting dalam menentukan
mekanisme pemisahan dalam KLT. Sorben fase diam pada KLT dapat berupa senyawa
anorganik maupun organik. Sorben anorganik misalnya alumunium oksida, silikon oksida,
magnesium karbonat, kalsium karbonat, dan lain-lain. Sedangkan sorben organik misalnya
pati dan selulosa.

Fase Gerak

Pada umumnya kotoran dalam lempeng bersifat hidrofil sehingga penggunaan fase
gerak polar akan menyebabkan pengotor lempeng cenderung bermigrasi mengikuti fase gerak
dan memiliki Rf tinggi (>0,8). Bila noda analit berada dekat dengan noda pengotor lempeng
maka pemisahan antara noda analit dengan noda pengotor lempeng menjadi kurang bagus
atau resolusinya jelek. Konsentrasi pengotor biasanya tidak dipermasalahkan. Bila fase gerak
yang digunakan cenderung non polar maka hampir tidak ada migrasi dari pengotor lempeng
sehingga pengotor tetap tersebar dalam lempeng yang menyebabkan munculnya gangguan
latar belakang saat deteksi lempeng
Eluen

Pemilihan eluen merupakan faktor yang paling berpengaruh pada sistem KLT. Eluen
dapat terdiri dari satu pelarut atau campuran dua sampai enam pelarut. Campuran pelarut
harus saling sampur dan tidak ada tanda-tanda kekeruhan.

Fungsi eluen dalam KLT :

 Untuk melarutkan campuran zat

 Untuk mengangkat atau membawa komponen yang akan dipisahkan melewati sorben fase
diam sehingga noda memiliki Rf dalam rentang yang dipersyaratkan

Untuk memberikan selektivitas yang memadai untuk campuran senyawa yang akan
dipisahkan. Eluen juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

memiliki viskositas rendah, stabil

 memiliki kemurnian yang cukup

 memiliki partisi isotermal yang linier

 tekanan uap yang tidak terlalu rendah atau tidak terlalu tinggi

 toksisitas serendah mungkin

Optimasi eluen diawali dengan menentukan sifat fisika kimia analit yang akan
dianalisis dan jenis sorben fase diam yang digunakan. Misalnya sorben dengan prinsip
pemisahan berdasarkan muatan ion diperlukan data tentang jenis dan intensitas muatan ion
analit dalam pemilihan komposisi eluen. Pada sorben dengan prinsip pemisahan berdasarkan
polaritas dibutuhkan nilai koefisien partisi (P atau log P) dan tetapan dissosiasi (pKa) analit
dalam penentuan eluen. Nilai koefisien partisi analit digunakan untuk menentukan afinitas
analit terhadap fase diam dan fase gerak. Nilai tetapan disosiasi (pKa) digunakan untuk
menentukan bentuk analit (ion atau molekul) pada pH lingkungan tempat analit berada. Bila
analit berada pada pH dibawah pKa, analit akan berbentuk molekul. Bila analit berada pada
pH diatas pKa, analit berbentuk ion.
Perhitungan Rf

Nilai Rf merupakan parameter yang menyatakan posisi noda pada fase diam setelah
dielusi. Nilai Rf didefinisikan sebagai kecepatan suatu senyawa saat bermigrasi dalam proses
kromatografi. Nilai Rf suatu senyawa spesifik, sehingga dengan mengetahui nilai Rf dapat
diketahui jenis senyawa yang terkandung dalam suatu sampel. Selain warna bercak dan nilai
Rf, sebagai konfirmasi dapat dilakukan pula pengukuran panjang gelombang serapan
maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Tiap senyawa memiliki serapan
maksimum yang khas pada panjang gelombang tertentu. (Arif pambudi, dkk, 2014)

Jarak migrasi analit


Rf =
Jarak migrasi eluen

Faktor-faktor yang menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputi dimensi dan jenis


ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah aliran fase gerak, volume dan komposisi fase gerak,
kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode persiapan sampel KLT sebelumnya.
BAB III
PROSEDUR KERJA
a. Uji Buih
1. Ekstrak sebanyak 0,2 gram dimasukkan tabung reaksi, kemudian ditambah air suling
10 ml, dikocok kuat-kuat selama kira-kira 30 detik
2. Tes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil selama lebih dari 30
menit dengan tinggi 3cm di atas permukaan cairan
b. Reaksi Warna
1. Preparasi sampel :
0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 15ml etanol, lalu bagi menjadi tiga bagian
masing-masing 5ml, disebut sebagai larutan IIA, IIB, dan IIIC
2. Uji liebermann-Burchard
1) Larutkan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIB sebanyak 5ml ditambah 3
tetes asam asetat anhidrat dan 5 tetes H2SO4 pekat, amati perubahan warna yang
terjadi. Kemudian kocok perlahan dan diamati terjadinya perubahan warna.
2) Terjadinya warna hijau biru menunjukkan adanya saponin steroid, warna merah
ungu menunjukkan adanya saponin triterpenoid dan warna kuning muda menuju
adanya saponin triterpenoid/ steroid jenuh
3. Uji Salkowski
1) Larutan IIA digunakan sebagai blanko, larutan IIC sebanyak 5 ml ditambah 1-2
ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi
2) Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin warna merah
c. Kromatografi Lapis Tipis
1. Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid
1) Ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5ml HCL 2N, didihkan dan tutup dengan
corong berisi kapas basah selama 50 menit untuk menghidrolilis saponin
2) Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basa, kemudian ekatraksi sengan 4-
5 ml n-heksana sebanyak 2x, lalu uapkan sampai tinggal 0,5 ml, totolkan pada plat
KLT
Fase diam : kissel Gel 254
heksana-etil asetat (4:1)
Penampak noda : -Anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)
3) Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu (ungu)
untuk anasaldehida asam sulfat
2. Identifikasi terpenoid /steroid bebas secara KLT
1) Sedikit ekstrak ditambah beberapa tetes n-heksana, diaduk samapainlarut,
totolkan pada fase diam
2) Uji kromatografi lapis tipis ini menggunakan:
Fase diam : kiessel gel 254
Fase gerak : n-heksana-etil asstat (4:1)
Penampak noda : anisaldehida asam sulfat (dengan pemanasan)
3) Adanya terpenoid/steroid ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu atau
ungu.
A. SKEMA KERJA
a. Uji buih

Ekstrak 0,2gram
Dimasukkan tabung Tambah air suling
reaksi 10 ml, kocok kuat
Positif saponin = buih yang stabil selama kira2 30
selama lebih dari 30 menit dengan detik
tinggi 3 cm diatas permukaan
cairan

b. Reaksi warna
1. Preparasi sampel

0,5 gram ekstrak Dilarutkan Dibagi menjadi 3 bagian,


dengan etanol masing2 5 ml (IIA, IIB, DAN IIC)
15 ml

2. Uji liebermann-burchard

IIA sebagai IIB sebanyak 5 ml ditambah 3 tetes asam


blanko asetat anhidrat dan 5 tetes H2SO4 pekat,
amati perubahan warna. Kocok perlahan dan
amati perubahan warna
Biru = adanya saponin steroid, merah
ungu= adanya saponin triterpenoid,
kuning muda= saponin triterpenoid/
steroid jenuh

3. Uji salkowski

Cincin warna merah =


steroid tak jenuh

IIA sebagai IIC sebanyak 5 ml ditambah 1-2 ml H2SO4


blanko pekat melalui dinding tabung reaksi

c. Kromatografi lapis tipis


1. Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid

Ditambah HCl 2N 5 ml, Tambahkan ammonia


Ekstrak 0,5 didihkan dan tutup sampai basa, kemudian
gram dengan corong berisi ekstraksi dg 4-5 ml n-
kapas basah selama 50 heksana sebanyak 2x,
menit untuk uapkan sampai 0,5 ml,
menghidrolisis saponin totolkan pada plat KLT

Adanya sapogenin= warna merah


ungu (ungu) untuk anesaldehida
asam sulfat

2. Identifikasi terpenoid/ steroid bebas secara KLT


Warna merah ungu/ungu =
adanya terpenoid/steroid

Sedikit ekstrak ditambah beberapa


tetes n-heksana 0,5-1 ml, aduk
sampai larut, totolkan pada fase
diam (kiesel gel 254)
BAB IV
HASIL DAN PERHITUNGAN
BAB V
PEMBAHASAN
BAB VI
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Puspita. 2007..Isolasi dan Identifikasi Glikosida Saponin pada Herba Krokot
(Portulaca oleracea L.). Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma.

Arifin, A. S. (1986). Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta : Departemen Pendidikan


dan Kebudayaan Universitas Terbuka.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan


Perkebunan. 2009. LERAK (Sapindus rarak) Tanaman Industri Pengganti Sabun.Bogor.

Boycea, S.J.L, & W.F. Tinto. 2007. Steroidal Saponins and Sapogenins from the
Agavaceae Family a. Natural Product Communications. 2(1): 99-114

Farmakope Herbal Indonesia Jilid I:158 ,2008

Farnsworth, Norman. R., 1996, Biological and Pytochemical Screening of Plants,


Journal Of Pharmaceutical Sciences.

Gunawan, D dan Mulyadi, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Jakarta.
Penebar Swadaya.

Hostettmann, K., Hostettmann, M., and Marston, A., 1995, Cara Kromatografi
Preparatif, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 35-33, Penerbit ITB Bandung.

Plantus. (2008). Fingerroot (Boesenbergia pandurata Roxb. Schult).Diakses dari


http://anekaplanta.wordpress.com/2008/01/04/temu-kunci-boesenbergiapandurata-roxb-
schlechter/ pada tanggal 13 Juni 2015.

Syamsuhidayat dan Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 305-
306, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan , Jakarata.

Wallace, R.J., L. Arthaud, & C.J. Newbold. 1994. Influence of Yucca shidigera
extract on ruminal ammonia concentrations and ruminal microorganisms. Applied
Environmental Microbiology. 60: 1762-1767. Wang, Y., T.A. McAllister, C.J.

Wulandari, Lestyo. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember. PT Taman Kampus Persindo.

Yanuartono,dkk. 2017. Saponin : Dampak terhadap Ternak (Ulasan). Yogyakarta.


Jurnal Peternakan Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai