Anda di halaman 1dari 6

STREPTOMICIN

Streptomisin (Inggris: Streptomycin) adalah antibiotik yang dihasilkan oleh jamur tanah
streptomyces griseus. Antibiotik tersebut diperdagangkan sebagai garam trihidroklorida, fosfat
atau sekuisulfat, maupun garam rangkap dengan kalsium klorida.
A. Kegunaan
Streptomisin berkhasiat sebagai anti-bakteri tuberkulostatik. Streptomisin dapat digunakan
untuk pengobatan tuberkulosis, tularemia, bubonic plague, glanders, dan bruselosis. Selain itu
dapat juga digunakan bersama penisilin untuk mengobati endokarditis yang diakibatkan oleh
stafilokukus. Selain tuberkulosis, kondisi-kondisi yang juga dapat diobati dengan streptomycin
adalah:
1. Tularemia
2. Pes atau sampar (plague)
3. Endokarditis bakteri
4. Brucellosis
5. Meningitis
6. Pneumonia
7. Infeksi saluran kemih
B. Nama Dagang
1. Streptomycin sulfate.
2. Agri Strep.
3. Streptobrettin.
4. Streptorex.
5. Verstrep.
Di Indonesia, obat yang mengandung streptomisin, misalnya Chlorostrep, Hostamycin, Mycillin,
dan Penstrep.
C. Golongan : antiobiotik aminoglikosida
D. Bentuk sediaan : suntik
E. Bentuk fisik : Strepromisin berbentuk bubuk atau bubuk butiranm tidak berbau, rasanya
sedikit pahit, mudah larut dalam air, tetapi praktis tidak larut dalam alkohol, klorofom,
dan eter
F. Kategori
Obat resep
G. Dosis
1-2 gr/hari melalui otot (intra muscular) atau melalui pembuluh darah (intra vascular), dalam
dosis terbagi.

Kondisi Umur Dosis

15 mg/kgBB per hari. Tidak lebih dari 1 g per


Dewasa
hari.
Tuberkulosis
20-40 mg/kgBB per hari. Tidak lebih dari 1 g
Anak-anak
per hari.

1-2 g/per hari, yang dapat dibagi menjadi


Dewasa
beberapa kali pemberian, selama 7-10 hari.
Tularemia

Anak-anak 15 mg/kgBB, dua kali sehari selama 10-14 hari.

Dewasa 15 mg/kgBB, dua kali sehari, selama 10 hari.


Pes
Anak-anak 15 mg/kgBB, dua kali sehari, selama 10 hari.

Endokarditis bakteri Dewasa 1 g, dua kali sehari, selama 7-14 hari.

1-2 g/per hari, dibagi menjadi 2-4 kali


Dewasa
Brucellosis, meningitis, pemberian.
pneumonia, infeksi
saluran kemih 20-40 mg/kgBB per hari, yang dibagi menjadi 2-
Anak-anak
4 kali pemberian.

H. Indikasi
Penderita TB berat yang mengancam nyawa, seperti meningitis dan penyakit diseminata,
dan terapi infeksi yang resisten terhadap obat lain (Chambers,Henry F., 2011).e)
I. Kontraindikasi
Ibu hamil, pasien usia lanjut, orang dewasa yang memiliki ukuran tubuh kecil,dan pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (Chambers, Henry F., 2011)
J. Farmakodinamik
Dosis dewasa normal adalah 1g/hari (15 mg/kg/hari). Jika bersihan kreatinin kurang dari
30 mL/menit atau pasien menjalani hemodialisis,dosisnya menjadi 15 mg/kg dua atau tiga kali
seminggu. Kebanyakan basil tuberkel dihambat oleh stresptomisin dengan kadar sebesar 1-10
mcg/ml invitro (Chambers, Henry F., 2011)
Obat streptomisin in vitro bersifat bakteriosid dan bakteriostatik terhadap bakteri
tuberculosis. Kadar serendah 0,4 mikro gram/ mL sudah dapat menghambat pertumbuhan
kuman. Mikrobakterium atipik fotokromatogen,skotokromatogen, nokromatogen, dan spesies
yang tumbuh cepat tidak peka terhadap streptomisin.

Semua populasi besar basil tuberkel mengandung beberapa mutan yangresisten terhadap
streptomisin. Rata-rata, 1 dalam 108 basil tuberkel diperkirakan menjadi resisten terhadap
streptomisin pada kadar 10-100mcg/mL. Resistensi terjadi akibat mutisi titik pada gen rpsL yang
mengoder RNA ribosomal 16S, yang mengubah lokasi oengkatan ribosomal (Chambers,Henry
F., 2011)
Penetrasi streptomisin kedalam sel buruk, dan obat ini aktif terutama pada basil tuberkel
ekstrasel. Sterptomisin melintasi sawar darah otak dan mencapaikadar terapeutik bila meninges
meradang (Chambers, Henry F., 2011)

K. Farmakokinetik
1. Absorbsi Streptomisin diserap di tempat-tempat suntikan, kemudian
hampir seluruhnya berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang berada dieritrosit
(Istiantoro,2009).
2. Distribusi Streptomisin menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Kira-kira
sepertigastreptomisin yang berada dalam plasma, terikat protein
plasma(Istiantoro,2009)
3. Metabolisme Masa paruh obat ini pada orang dewasa normal antara 2-3 jam, dan
sangatmemanjang pada gagal ginjal. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada
pasienyang fungsi ginjalnya terganggu (Istiantoro,2009)
4. Ekskresi Streptomisin diekskresi melalui filtrasi glomerolus. Kira-kira 50-60%
dosisstreptomisin yang diberikan secara parenteral diekskresi dalam bentuk
utuhdalam waktu 24 jam pertama. Sebagian besar jumlah ini diekskresi dalamwaktu
12 jam (Istiantoro,2009)
L. Mekanisme kerja
aminoglikosida adalah golongan antibiotik yang bekerja dengan menekan pertumbuhan
bakteri. Streptomisin akan menghambat sintesis protein dengan berikatan secara permanen pada
sub unit ribosom 30s dan 16s RNA bakteri. Terjadinya ikatan tersebut dapat mengganggu
pembentukan kode asam amino oleh mRNA sehingga urutan asam amino pada polipeptida
bakteri tidak sesuai. Kesalahan urutan asam amino tersebut mengarah pada pembentukan rantai
peptida nonfungsional atau toksik pada sel bakteri

M. Efek samping
Beberapa hal yang perlu diwaspadai dalam penggunaan streptomisin, bahwa antibiotik tersebut
dapat mengakibatkan:
1. Ototoksisitas, berupa kehilangan pendengaran terhadap frekuensi tinggi, tinitus, dan
gangguan vestibuler.
2. Nefrotoksisitas, yaitu gangguan pada fungsi ginjal.
3. Otoksisitas dan nefrotoksisitas lebih sering terjadi pada penggunaan streptomisin
dibandingkan dengan aminoglikosida lainnya.
4. Kemerahan pada kulit, dermatitis eksfoliatif, syok anafilaktik, neutropenia,
agranulositosis, anemia aplastik, dan trombositopenia.
5. Gangguan saraf, Sakit kepala, Hipotensi, Mengantuk, Ruam, Mual dan muntah,
Anemia, Badan terasa lemas
N. Perhatian khusus
1. Ototoxicity dan nephrotoxicity yang kemungkinan besar terdapat pada pasien
geriatrik dan pasien yang mengalami dehidrasi, pada pasien yang menerima dosis
tinggi atau yang melakukan pengobatan dalam jangka waktu panjang, mereka yang
juga menerima atau yang telah menerima obat ototoxic atau nephrotoxic lainnya.
(Perhatikan pengawasan konsentrasi serum dan atau puncak konsentrasi serum/rasio
MIC pada pasien ini)
2. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kondisi yang berhubungan dengan
kelemahan otot (misalnya myasthenia gravis, penyakit Parkinson), pasien yang telah
memiliki disfungsi ginjal, kerusakan vestibular atau cochlear.

O. Peringatan
1. Hindari penggunaan streptomycin jika tengah menerima vaksin atau memiliki
riwayat alergi obat terhadap obat aminoglikosida lain.
2. Hindari menggunakan streptomycin setelah diberikan obat bius atau obat pelemas
otot (misalnya baclofen), karena dapat meningkatkan risiko gangguan saraf, otot, dan
sistem pernapasan.
3. Penggunaan streptomycin dapat menimbulkan efek nefrotoksik dan neurotoksik.
Efek neurotoksik dan nefrotoksik adalah efek yang dapat menyebabkan gangguan
pada ginjal dan sistem saraf.
4. Hati-hati jika Anda menderita atau memiliki riwayat vertigo, myasthenia gravis, dan
gangguan ginjal.
5. Beri tahu dokter jika tengah menerima obat-obatan lain, termasuk suplemen dan
produk herba.
6. Segera temui dokter apabila terjadi reaksi alergi atau overdosis.
P. Interaksi Obat

Beberapa interaksi yang dapat terjadi jika menggunakan streptomycin bersama dengan obat
lain adalah:
1. Risiko munculnya efek nefrotoksik dan neurotoksik meningkat, jika digunakan
dengan neomycin, kanamycin, gentamicin, paromomycin, polymyxin B, colistin,
tobramycin, atau ciclosporin.
2. Risiko efek ototoksik (gangguan pendengaran) dan nefrotoksik meningkat, jika
digunakan dengan manitol atau furosemide.
3. Meningkatkan efek samping obat pelemas otot.
4. Meningkatkan risiko gangguan fungsi ginjal, jika digunakan dengan sefalosporin.
5. Memperlama kadar streptomycin dalam darah jika digunakan dengan obat anti
inflamasi nonsteroid, seperti aspirin dan ibuprofen
Daftar Pustaka

1. Chambers, Henry F. 2011. Obat Antimikobakterium dalam Farmakologi Dasar & Klinik.
Jakarta: EGC
2. Istiantoro,Yati H.dan Rianto S. 2009. Tuberkulostatik dan Leprostatik. Farmakologi dan
Terapi Edisi V. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI
3. Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSRI., Kumpulan Kuliah Farmakologi:
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2004, hal. 632

Anda mungkin juga menyukai