TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Diabetes Mellitus
Menurut ADA (2013) klasifikasi diabetes mellitus meliputi empat kelas klinis
yaitu :
8
9
jumlah banyak), polidipsia (rasa cepat haus), polipagia (rasa cepat lapar),
penurunan berat badan secara drastis, mengalami penurunan penglihatan dan
kelelahan.
Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif yang menjadi latar belakang
terjadinya resistensi insulin atau ketidakefektifan penggunaan insulin di dalam
tubuh. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling banyak
dialami oleh seseorang di dunia dan paling sering disebabkan oleh karena berat
badan berlebih dan aktivitas fisik yang kurang. Tanda dan gejala dari diabetes
mellitus tipe 2 ini hampir sama dengan diabetes mellitus tipe 1, tetapi diabetes
mellitus tipe 2 dapat didiagnosis setelah beberapa tahun keluhan dirasakan oleh
pasien dan pada diabetes mellitus komplikasi dapat terjadi. Diagnosis klinis
diabetes mellitus umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulva pada pasien wanita (Purnamasari, 2009).
Diabetes tipe ini biasanya terjadi karena adanya gangguan genetik pada fungsi
sel beta, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas dan
dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ).
4. Gestational Diabetes
Diabetes tipe ini terjadinya peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemia
selama kehamilan dengan nilai kadar glukosa darah normal tetapi dibawah dari
nilai diagnostik diabetes mellitus pada umumnya. Perempuan dengan diabetes
mellitus saat kehamilan sangat berisiko mengalami komplikasi selama
kehamilan. Ibu dengan gestational diabetes memiliki risiko tinggi mengalami
diabetes mellitus tipe 2 dikemudian hari. Gestational diabetes lebih baik
10
Tabel 2.1 Klasifikasi diabetes mellitus sesuai dengan penyebab atau etiologi (Perkeni, 2011).
Menurut Lemone, Burke & Bauldoff tahun 2015, komplikasi pada diabetes
mellitus terbagi dalam komplikasi akut dan komplikasi kronik.
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terdiri dari hiperglikemia, diabetik ketoasidosis (DKA), dan
hiperglikemik hiperosmolar (HHS).
a. Hiperglikemia
Menurut International Society for Pediatrics and Adolescent Diabetes (2007),
hiperglikemia adalah suatu keadaan kadar gula darah sewaktu ≥ 11,1 mmol/L
(200 mg/dL) ditambah dengan gejala diabetes atau kadar gula darah puasa
(tidak mendapatkan masukan kalori setidaknya dalam 8 jam sebelumnya) ≥
7,0 mmol/L (126 mg/dL). Masalah utama akibat hiperglikemia pada
penyandang DM adalah DKA dan HHS, dua masalah lain adalah fenomena
fajar dan fenomena somogyi. Fenomena fajar adalah kenaikan glukosa darah
antara jam 4 pagi dan jam 8 pagi yang bukan merupakan respons terhadap
hipoglikemia. Penyebab pastinya tidak diketahui namun bisa dipastikan
dikarenakan oleh peningkatan hormon pertumbuhan pada malam hari.
Fenomena somogyi adalah kombinasi hipoglikemia selama malam hari
14
2. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronis terdiri atas komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.
Komplikasi makrovaskular diantaranya adalah penyakit pada kardiovaskular,
penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, hipertensi, dan penyakit
vaskuler perifer dan infeksi. Sedangkan komplikasi mikrovaskular
diantaranya adalah retinopati, nefropati, ulkus kaki, neuropati sensorik dan
neuropati otonom yang akan menimbulkan berbagai perubahan pada kulit dan
otot (Rochman, 2006).
15
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan komplikasi umum pada DM yang menyerang sekitar
75% penyandang DM dan merupakan faktor risiko utama pada penyakit
kardiovaskular dan komplikasi mikrovaskular seperti retinopati dan nefropati.
Hubungannya dengan DM tipe 2 sangatlah kompleks, hipertensi dapat
membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin) (Mihardja,
2009). Padahal insulin berperan meningkatkan ambilan glukosa di banyak sel
dan dengan cara ini juga mengatur metabolisme karbohidrat, sehingga jika
terjadi resistensi insulin oleh sel, maka kadar gula di dalam darah juga dapat
mengalami gangguan (Guyton, 2008).
f. Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik adalah istilah untuk retina yang terjadi pada penyandang
DM. Struktur kapiler retina mengalami perubahan aliran darah, yang
menyebabkan iskemia retina dan kerusakan sawar retina-darah. Retinopati
diabetik merupakan penyebab terbanyak kebutaan pada orang yang berusia
antara 20 dan 74 tahun (CDC, 2014).
g. Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik adalah penyakit ginjal yang ditandai dengan adanya
albumin dalam urine, hipertensi, edema, dan insufisiensi ginjal progresif.
Nefropati terjadi pada 30%-40% penyandang DM tipe 1 dan 15-20% dengan
tipe 2 (Aminoff, 2009).
17
i. Neuropati Viseral
Neuropati viseral atau sering disebut neuropati otonom menyebabkan
berbagai manifestasi bergantung pada area SSO yang terkena. Neuropati ini
dapat mencakup gangguan berkeringat, fungsi pupil tidak normal, gangguan
kardiovaskular, gangguan gastrointestinal, gangguan genitourinari (Bril,
England, Franklin et al, 2011).
j. Perubahan Mood
Penyandang DM baik tipe 1 maupun tipe 2 menjalani ketegangan kronik
hidup dengan perawatan diri kompleks dan berisiko tinggi mengalami depresi
dan distres emosional spesifik karena DM. Depresi mayor dan gejala depresi
mempengaruhi 20% penyandang DM yang membuatnya menjadi dua kali
lebih sering terjadi di kalangan penyandang DM dibanding populasi umum
(Brian dkk, 2010).
l. Penyakit Periodontal
Meskipun penyakit periodontal tidak terjadi lebih sering pada penyandang
DM, tetapi dapat memburuk dengan cepat, khususnya jika DM tidak
18
Tujuan utama dari manajemen diabetes mellitus yaitu mencapai level kadar
glukosa normal (euglikemia) tanpa hipoglikemia dan tanpa mengganggu
aktivitas pasien. Menurut Smeltzer dan Bare (2008) penatalaksanaan DM
terbagi menjadi lima manajemen yaitu diet atau manajemen nutrisi, latihan
atau exercise, pemantauan atau monitoring terhadap glukosa dan keton, terapi
farmakologis dan pendidikan atau edukasi.
19
b. Latihan Jasmani/Olahraga
Latihan jasmani atau olahraga sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes
karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi
faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu
meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total
serta trigliserida. Manfaat olah raga bagi pasien DM yaitu meningkatkan
kontrol gula darah, menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler (jika
dilakukan minimal 30 menit, 3-5 kali/minggu sampai HR mencapai 220-
umur/menit), menurunkan berat badan, menguatkan tulang dan otot,
mengurangi komplikasi dan menimbulkan kegembiraan (Smeltzer & Bare,
2008). Sebelum melakukan olah raga, pasien DM yang mengikuti latihan
20
yang panjang harus memeriksa kadar glukosa darahnya sebelum, selama dan
sesudah periode latihan tersebut. Pasien DM harus memakan camilan setiap
½-1 jam yang mengandung karbohidrat jika diperlukan untuk
mempertahankan glukosa darah (Ilyas, 2009). Jenis olah raga yang dianjurkan
pada pasien DM yaitu olahraga yang bersifat rekresional maupun profesional
seperti berjalan kaki, bersepeda, berenang, yoga dan senam kaki (Smeltzer et
al., 2010).
d. Terapi Farmakologis
Intervensi farmokologis ditambahkan jika sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi
farmakologis meliputi : Obat Anti Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin
(Lemone, Burke, Bauldoff, 2015). Tujuan terpai insulin adalah menjaga kadar
gula darah normal atau mendekati normal. Pada diabetes mellitus tipe 2 akan
membutuhkan insulin apabila terapi jenis lain tidak dapat mencapai target
pengendalian kadar glukosa darah dan keadaan stress berat seperti pada
infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke
(Soegondo, 2009). Pada diabetes tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai
terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan
obat OHO tidak berhasil mengontrolnya (Smeltzer & Bare, 2010).
e. Edukasi
Edukasi yang diberikan pada pasien DM pada dasarnya adalah supaya pasien
mampu meningkatkan pengetahuan terkait penyakit yang dideritanya
sehingga mampu mengendalikan penyakitnya dan mengontrol gula darah
21
Penderita DM harus menjaga kaki mereka dengan baik oleh karena terjadinya
kerusakan saraf pada ujung kaki pasien (Mahfud, 2012). Perawatan kaki yang
buruk bagi pasien diabetes mellitus akan mengakibatkan masalah kesehatan
yang serius diantaranya adalah amputasi kaki. American Diabetes Association
(2012) merekomendasikan pemeriksaan kaki harian oleh pasien diabetes
mellitus dan pemeriksaan tahunan oleh tenaga kesehatan, tindakan awal ini
mampu mencegah ataupun mengurangi sebesar 50% dari seluruh kejadian
amputasi yang disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus.
Menurut Smeltzer dan Bare (2008), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perawatan kaki pada pasien diabetes mellitus, yaitu :
1. Usia
22
2. Jenis kelamin
Penelitian Hasnain dan Sheikh (2009), mengatakan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara jenis kelamin dengan pengetahuan dan praktek tentang
perawatan kaki, dimana perempuan lebih rendah pengetahuan tentang
perawatan kaki dibandingkan laki-laki. Namun dalam melaksanakan
perawatan kaki perempuan lebih baik dibandingkan laki-laki, pernyataan ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Salmani dan Hosseini (2010)
menyatakan bahwa wanita lebih baik dalam melakukan perawatan kaki
dibandingkan laki-laki.
3. Tingkat Pendidikan
Pasien diabetes mellitus yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung
lebih terampil dalam melakukan perawatan kaki dibandingkan dengan pasien
diabetes mellitus yang tidak berpendidikan (Salmani dan Hosseini, 2010).
dari penyedia layanan kesehatan. Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh
penderita DM dalam merawat kakinya sehingga mencegah terjadi ulkus kaki
diabetik yaitu (Indian Health Diabetes Best Practice, 2011) :
2. Menurut Monalisa & Gultom (2009), menjaga kebersihan kaki setiap hari
dengan cara :
a. Bersihkan kaki pada saat mandi dengan air bersih (suam-suam kuku) dan
sabun. Jangan memeriksa suhu air dengan kaki, gunakan termometer atau
siku.
b. Rendam kaki dengan air hangat di dalam baskom atau ember selama 2-3
menit (pada pasien dengan neuropati sensorik atau kondisi tertentu,
mintalah bantuan keluarga untuk melakukan pengecekan suhu air terlebih
dahulu)
c. Gosok kaki hingga ke sela-sela jari kaki dengan sikat lunak menggunakan
sabun yang lembut
d. Jika kuku kotor bersihkan kuku dengan sikat lunak
e. Gunakan batu apung untuk melembutkan kapalan (callus)
f. Bilas kaki dengan menggunakan air hangat
g. Keringkan kaki dengan menggunakan handuk atau kain bersih yang
lembut sampai ke sela-sela jari kaki
h. Gunakan pelembab (lotion) pada daerah kaki yang kering, lotion dapat
digunakan pada bagian atas atau bawah dan jangan memakai pelembab
pada sela-sela jari kaki karena sela-sela jari akan menjadi lembab dan
24
3. Menurut Waspadji (2009), memotong kuku yang baik dan benar dengan
cara :
4. Menurut Heitzmen (2010), memilah alas kaki yang baik dengan cara :
ketat dan jangan menggunakan bahan kaos kaki yang kasar sehingga tidak
melukai kulit. Kaos kaki harus diganti setiap hari untuk mencegah
kelembaban dari keringat yang bisa menyebabkan iritasi kulit.
d. Mengenakan pakaian hangat, pada musim dingin menggunakan kaos kaki
katun untuk melindungi kulit dari cuaca dingin dan basah.
e. Gunakan sepatu atau sandal sesuai dengan ukuran dan enak dipakai.
f. Pilih sepatu dengan ukuran yang pas dan tertutup atau sebaiknya bentuk
sepatu pada bagian ujung sepatu lebar (sesuai lebar jari-jari kaki). Jari kaki
harus masuk semua kedalam sepatu, tidak ada yang menekuk. Sisakan
sebanyak kira-kira 2,5 cm antara ujung kaki dengan sepatu.
g. Jangan memaksakan kaki menggunakan sepatu yang tidak sesuai dengan
ukuran kaki (kebesaran/kekecilan).
h. Periksa bagian dalam sepatu sebelum digunakan
i. Bagi wanita, jangan gunakan sepatu dengan hak yang terlalu tinggi karena
dapat membebani tumit kaki.
a. Selalu memakai alas kaki yang lembut baik di dalam ruangan maupun di
luar ruangan.
b. Selalu memeriksa bagian dalam sepatu atau alas kaki sebelum
memakainya.
c. Selalu mengecek suhu air ketika ingin menggunakan.
d. Hindari merokok untuk pencegahan kurangnya sirkulasi darah ke kaki.
e. Hindari menekuk kaki dan melipat kaki terlalu lama untuk
mempertahankan aliran darah ke kaki.
f. Hindari berdiri dalam satu posisi kaki pada waktu yang lama.
g. Jika ada lecet, tutup luka tersebut dengan kain kasa kering setelah
diberikan antiseptic (povidon iodine) di area cidera atau bisa bersihkan
luka dengan kasa kering dan cairan infus atau NaCl. Jangan gunakan
alkohol untuk membersihkan luka karena akan bersifat mengiritasi kulit.
Periksa apakah ada tanda-tanda radang seperti pembengkakan, keluarnya
26
nanah. Jika terdapat kutil pada kaki bisa dioleskan krim yang mengandung
asam salisilat yang dapat dibeli di apotek tanpa resep dokter. Pada
umumnya kutil dapat hilang sendiri, namun apabila kutil tidak kunjung
hilang, maka segera pergi ke dokter untuk mendapatkan pengobatan lebih
lanjut.
h. Segera menuju pelayanan kesehatan untuk memperoleh penanganan lebih
lanjut jika luka, lecet, atau bengkak tidak mulai sembuh setelah satu hari
serta periksakan kaki ke dokter secara rutin.
i. Melakukan senam kaki secara rutin 5x seminggu dan dapat dilakukan
dalam waktu 15-30 menit, hal ini tentunya dikondisikan dengan keadaan
pasien. Manfaat dilakukannya senam kaki adalah dapat membantu
memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil kaki, mencegah
terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis, otot
paha, mengatasi keterbatasan pergerakan sendi dan mencegah komplikasi
diabetes (Hendromartono, 2006).
Indikasi dari senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita
diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2, namun sebaiknya diberikan
sejak pasien didiagnosa menderita diabetes mellitus sebagai tindakan
pencegahan dini. Senam kaki ini juga dikontraindikasikan pada klien yang
mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dispneu, nyeri dada, orang
yang depresi, khawatir atau cemas. Keadaan-keadaan seperti ini perlu
diperhatikan sebelum dilakukan tindakan senam kaki. Selain itu kaji
keadaan umum dan keadaan pasien apakah layak untuk dilakukan senam
kaki tersebut, cek tanda-tanda vital dan status respirasi, kaji status emosi
pasien, serta perhatikan indikasi dan kontraindikasi dalam pemberian
tindakan senam kaki. Alat yang digunakan dalam melaksanakan senam
kaki adalah kursi dan koran (Smeltzer & Bare, 2008).
27
3. Dengan meletakkan salah satu tumit dilantai, angkat telapak kaki ke atas.
Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki
28
diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan
kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali
4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan
buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki
sebanyak 10 kali.
6. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari kedepan
turunkan kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak
10 kali.
7. Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan
gerakkan ujung jari kaki kearah wajah lalu turunkan kembali kelantai.
Ulangi sebanyak 10 kali. Lakukan pada kedua kaki.
9. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki,
tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara
bergantian.
10. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola
dengan kedua kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti
semula menggunakan kedua kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja.
11. Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran.
12. Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.
13. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu
letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh.
14. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola.
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu
sehingga sasaran memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik
dan berpengaruh terhadap perilakunya sehingga seseorang mau melakukan
tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya.
(Notoatmodjo, 2010). Hasil yang diharapkan dari suatu pemberian pendidikan
kesehatan adalah adanya perubahan perilaku kesehatan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan oleh seseorang melalui pemberian promosi
kesehatan (Notoadmojo, 2012). Menurut Nursalam (2010) pendidikan
kesehatan adalah pelayanan profesional yang diberikan oleh perawat dalam
pencegahan penyakit sebagai upaya preventif yang dilakukan di tatanan klinis
ataupun non klinis.
Dari beberapa definisi di atas, pendidikan kesehatan adalah suatu cara untuk
menyampaikan informasi mengenai masalah kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatannya yang dilakukan oleh seseorang yang
profesional.
31
Menurut Mubarak dan Iqbal (2009) tujuan utama pendidikan kesehatan yaitu
:
b. Wawancara (Interview)
Metode ini digunakan untuk menggali informasi kepada seseorang yang akan
dilakukan penyuluhan misalnya mengenai alasan melakukan perubahan
1. Kelompok Besar
Kelompok besar dikategorikan jika peserta penyuluhan lebih dari 15 orang.
Metode yang biasa digunakan yaitu ceramah dan seminar.
a. Ceramah
Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara dihadapan
sekelompok pengunjung. Metode ceramah baik digunakan untuk semua
tingkat pendidikan baik tinggi ataupun rendah (Depkes RI, 2009)
b. Seminar
Seminar adalah bentuk penyajian yang biasanya menggunakan para ahli
untuk menyampaikan suatu materi, sehingga cocok diberikan pada tingkat
pendidikan menengah keatas.
2. Kelompok Kecil
Kelompok kecil dikategorikan jika peserta penyuluhan kurang dari 15 orang.
Metode yang biasa digunakan yaitu diskusi, curah pendapat (brain stroming),
bola salju (snow balling), kelompok-kelompok kecil (buzz group),
memainkan peran (role play), dan permainan simulasi (simulation game).
a. Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang dipersiapkan diantara tiga orang
atau lebih mengenai suatu bahasan topik tertentu. Diskusi kelompok biasanya
diawali dengan pemimpin diskusi memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada
forum sehingga tercipta diskusi kelompok (Depkes RI, 2009).
d. Multimedia yaitu suatu media yang melibatkan beberapa jenis media dan
peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pemberian
pendidikan kesehatan.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif
36
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2010).
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang lebih paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya objek yang dipelajari (Arikunto, 2009).
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real sebanarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip,
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Dimiyati & Mudjiono,
2009).
37
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu onjek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain (Sudjana, 2010).
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada (Setiawati, 2008).
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada (Himsyah, 2012).
a. Tingkat Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2013) pendidikan sangat penting karena akan
mempengaruhi seseorang dalam penerimaan informasi, karena semakin tinggi
pendidikan seseorang, makin banyak juga pengetahuan yang dimilikinya.
Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
b. Umur
Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperolehnya. Namun pada umur tertentu seperti usia lanjut
lebih dari 60 tahun akan mengalamai penurunan fungsi dalam tubuh termasuk
produktivitas dan intelegensia (Mubarak, 2007). Menurut WHO (2013),
batasan lansia terbagi menjadi 4 bagian yaitu usia pertengahan/midle age (45-
38
59 tahun), usia lanjut/elderly (60-74 tahun), usia lanjut tua/old (75-90 tahun),
usia sangat tua/very old (90 tahun keatas).
c. Lingkungan
Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengetahuan yang akan
berpengaruh pada cara berpikir, dimana seseorang akan mempelajari hal-hal
yang baik dan juga buruk tergantung dengan sifat kompleksnya
(Notoatmodjo, 2013).
d. Sosial Budaya
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang
lain, karena hubungan ini seseorang mengalami proses belajar dan
memperoleh suatu pengetahuan (Mubarak, 2007).
e. Informasi
Informasi yang diperoleh dari media massa, media cetak, televisi, radio,
majalah, ataupun pertemuan seperti seminar, pemberian pendidikan kesehatan
disuatu tempat akan menambah pengetahuan serta memiliki pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang, sehingga informasi
berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang (Rahmayani, 2010).
f. Pengalaman
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
lalu (Notoatmodjo, 2013). Sebagai contoh, klien yang mengalami diabetes
mellitus yang lama (>5 tahun) dapat mempelajari perilaku berdasarkan
pengalaman yang diperolehnya selama menjalani penyakit tersebut sehingga
klien dapat memahami tentang hal-hal terbaik yang harus dilakukannya
tentang perawatan kaki sehingga pengalaman akan mempengaruhi
pengetahuan (Bai, Chiou & Chang, 2009).
39