Anda di halaman 1dari 21

BIOFARMASETIKA OBAT REKTAL

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019 1
AUTHOR & OUTLINE
Kelompok 1
Idzni Rusydina E.
260110160040
PENDAHULUAN
Diah Siti Fatimah
260110160041 ANATOMI
Shella Widiyastuti
260110160042
Dede Jihan O. 260110160044
KELEBIHAN DAN
Quinzheilla Putri KEKURANGAN
260110160045 FAKTOR-FAKTOR
Shinta Lestari 260110160046
Saqila Alifa R. 260110160047
BENTUK SEDIAAN
Alia Resti Azura260110160048
Indah Pertiwi 260110160049
Reza Laila Najmi
EVALUASI
260110160050 BIOFARMASETIK 2
Kita Radisa 260110160051
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Penggunaan rektal ditujukan untuk:
Pemberian obat melalui rektal adalah
• Pengobatan yang bersifat lokal : wasir,
suatu cara atau metode pemberian obat
radang rektum, konstipasi.
melalui anus atau rektum untuk • Pengobatan sistemik jika cara lain sulit
memberikan efek obat secara sistemik dilakukan
atau hanya bersifat lokal. (Aiache and Herman, 1982).

• Pemberian rektal dapat diberikan dalam bentuk sediaan padat atau cair.
• Laju pelepasan obat bergantung pada sifat komposisi basis dan pada kelarutan
obat yang terlibat.
• Absorpsi rektal melibatkan proses difusi sederhana melalui membran lipoid.
• Permeabilitas obat melintasi rektum tergantung pada luas area mukosa, volume
cairan, dan ukuran pori.
(Shargel and Yu, 2016; Havaldar, et al., 2015).
3
ANATOMI DAN FISIOLOGI REKTUM (1/3)

• Bagian akhir dari saluran cerna (Aiche and Herman, 1982)

• Fungsi: sebagai tempat


penampungan fesed dan
mendorongnya saat
pengeluaran
• Panjang total rektum dewasa
15-19 cm
• Bagian pelvinal 12-14 cm
• Bagian perineal 5-6 cm

• Terdapat empat lapisan


rektum :
1.Lapisan serosa peritonial
(tunica serosa peritonealis)
2.Lapisan otot (tunica muscularis)
3.Lapisan bawah mukosa ( tunica
sub-mucosa)
4
4.Lapisan mucosa (tunica
ANATOMI DAN FISIOLOGI REKTUM (2/3)

• Dialiri oleh tiga jenis vena


haemorrhoidales :
1. Vena haemorrhoidales superior 🡪 vena
mesentericum inferior 🡪 vena porta 🡪
membawa darah ke peredaran umum
2. Vena haemorrhoidales medialis dan
venae haemorrhoidales inferior 🡪 venae
iliaca interna 🡪 venae cava inferior 🡪
membawa darah ke peredaran umum
(kecuali hati)

• Persarafan rektum terdiri dari :


1. Anyaman hemorrhoidales bagian atas
(plexus haemorrhoidales superior )
2. Anyaman hemorrhoidales yang ke luar
dari plexus hipogastricum
3. Saraf hemorhoidales atau saraf anus
yang merupakan cabang sacralis
5
(Aiche and Herman,
ANATOMI DAN FISIOLOGI REKTUM (2/3)

Anyaman getah bening terdiri dari 3 kelompok


kanal :
1. Kanal bagian bawah (canal inferior) berasal
dari anus  ganglion inguinalis di
permukaan.
2. Kanal bagian tengah (canalis medialis) yang
mengikuti venae haemorrhoidales medialis 
ganglion hypogastrium
3. Kanal bagian atas (canalis superior)
mengalirkan getah bening dari ampula recti
dan rektum superior  ganglion
Cairan rektum bersifat netral dengan pH 7,2- Penyerapan di rektum terjadi dengan
mesentericum inferior
7,4. Rektum mempunyai mukosa yang dalam cara :
keadaan tertentu bersifat permeabel sempurna. 1. Lewat pembuluh darah secara langsung
Sehingga penyerapan rektum terkadang lebih
baik dari penyerapan bukal untuk obat tertentu.
2. Lewat pembuluh getah bening
Tetapi penyerapan tergantung pada derajat 3. Lewat pembuluh darah secara tidak
pengosongan saluran cerna. langsung melalui hati

6
(Aiche and Herman, 1982).
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

KELEBIHAN KEKURANGAN
 Tidak iritasi pada lambung.  Tidak menyenangkan dalam
 Tidak terjadi kerusakan obat penggunaan.
 Tidak mengalami FPE oleh hati  Absorbsi tidak teratur
 Efek cepat.  Onset lama bila absorbsi lambat.
 Mudah untuk pasien yang tidak  Penyimpanan memperhatikan
sadar, muntah-muntah, susah kelembaban dan temperature.
menelan  Iritasi apabila penggunaan
(Syamsuni, 2006)
menerus.
(Ansel, 2005; Syamsuni,
2006)
7
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (1/2)

P R E - D I S P O S I S I Z AT A K T I F
1. Penghancuran Sediaan, fungsi dari basis:
Basis melebur dalam rektum (zat berlemak seperi oleum cacao atau
gliserida semisintetik), suhu lebur yaitu rectum 37ºC menjadi penentu.
Basis larut air (gelatin-gliserin, PEG), laju penghancuran berbanding
lurus dengan kelarutan dna laju kelarutan zat pembawa dalam rektum.

2. Transfer Zat Aktif ke dalam Cairan Rektum, dipengaruhi oleh:


Karakteristik, Kelarutan, Koefisien Partisi, dan Ukuran Partikel Zat Aktif.

(Aiache dan Devissaguet,


8 1993)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (2/2)

PENYERAPAN ZAT AKTIF


1. Kedudukan supositoria setelah pemakaian
Suppositoria oleum cacao menempati rectum ssuperior sedangkan pembawa
emulsi minyak/air sebaliknya.
2. Waktu tinggal supositoria di rektum
Penyebab: intoleransi (ditolak pengguna) sehingga yang diabsorbsi berkurang.
3. pH cairan rektum
Bergantung pada koefisien partisi dan pKA zat aktif, serta pH cairan membran.
4. Konsentrasi dalam cairan rektum (C tinggi, penyerapan tinggi)
Berasal dari fungsi kelarutan dan laju pelarutan (tergantung sifat zat aktif,
garam, bentuk Kristal dan dapat diubah.
(Aiache dan Devissaguet,
9
1993)
BENTUK SEDIAAN
1. Rektal Semisolid : Salep, Krim
dan Gel
2. Rektal Aerosol
3. Suppositoria
4. Enema / Clysma

(Allen dan Ansel,


10 2014).
EVALUASI BIOFARMASETIKA REKTAL (1/10)

1 . S T U D I Z AT A K T I F
Keterserapan suatu obat merupakan fungsi dari pelarutan zat aktif
dalam cairan biologis dan kriteria fisiko-kimia zat aktif tersebut.
Bila zat aktif ditujukan untuk pengobatan setempat atau untuk efek
sistemik. Maka harus ditentukan: keterserapan obat dan ketersediaan
hayati absolutnya dibandingkan I.V. dan P.O.

(Aiache dan Devissaguet,


11 1993)
EVALUASI BIOFARMASETIKA REKTAL (2/10)
1 . S T U D I Z AT A K T I F

Penyerapan Zat Aktif

Alasan obat tidak diserap pada Sedangkan untuk zat aktif yang tidak dapat diserap
pemberian per-rektum
di saluran cerna, maka zat aktif tersebut akan mudah
1. Zat aktif sangat mengiritasi mukosa diresap di rektum.
rektum
Pengujian penyerapan rektum terbagi dua:
2. Zat aktif diserap dengan mekanisme
khusus 1. Penetapan kadar zat aktif di dalam darah, urin, atau
jaringan.
3. Sangat sukar larut
2. Penetapan penyerapan dievaluasi dari kurva kadar
4. pH caira di ampulla recti tidak sesuai
obat dalam darah atau urin yang diperoleh dengan
kelarutan
pengambilan cuplikan dalam rentang waktu tertentu.
5. Bila untuk proses penglarutannya
diperlukan bahan surfaktan alami Hipotesanya: Laju penyerapan rektum berhubungan
yaitu garam empedu langsung dengan konsentrasi zat aktif yang disimpan
jaringan
6. Bila penyerapannya tergantung pada
keadaan dan jumlah makanan
(Aiache dan Devissaguet,
12 1993)
EVALUASI BIOFARMASETIKA REKTAL (3/10)
1 . S T U D I Z AT A K T I F

Penentuan ketersediaan hayati absolut zat aktif dari


sediaan rektum
 Dibutuhkan untuk membandingkan
kadar zat aktif dalam darah yang
diperoleh setelah pemberian I.V. dan  Bila mungkin zat aktif dibuat terlarut
rectum. dan lebih larut lemak
 Lebih disukai menggunakan larutan  Dosis zat aktif pada tahap awal
dalam air untuk mencegah pengaruh percobaan paling tidak sama dengan
bahan pembawa terhadap proses dosis per-oral atau i.v.
penyerapan
 Konsistensi larutan sebaiknya
 Percobaan dilakukan saat subjek
ditingkatkan untuk menghindari manusia telah defekasi
masuknya obat ke dalam kolon dan  Untuk subjek hewan 2-3 hari sebelum
menjaga selama mungkin di dalam percobaan harus dikurangi konsumsi
rectum
karbohidrat, dan saat percobaan liang
 Hindari penggunaan sediaan gel yang rektum disumbat
rapuh, yang dapat menghambat proses
pelepasan zat aktif
(Aiache dan Devissaguet,
13 1993)
EVALUASI
EVALUASI BIOFARMASETIKA
BIOFARMASETIKA REKTAL (4/10)
2. EKSIPIEN

Evaluasi Bioavailabilitas Relatif Suatu Zat Aktif

Pada Subjek Manusia Pada Subjek Hewan


1. Penentuan kadar obat dalam Dilakukan pengujian yang sama tetapi
darah [perbandingan AUC, dengan beberapa pertimbangan:
tinggi puncak maksimum 1. Harus mempertimbangkan rata-rata
(Cmax), waktu pada saat Cmax, suhu rektum hewan contoh: suhu
dan durasi kerja obat] + studi rektum kelinci 39°C > suhu rektum
toleransi obat manusia 36,9°C
2. Penentuan kadar obat 2. Hindari pemakaian hewan yang
menggunakan penentuan dibius  suhu rektum berubah
pengeluaran lewat air kemih 3. Pertimbangkan anatomi rektum
3. Penentuan kadar zat aktif di hewan uji untuk pembuatan sediaan
rektum dibandingkan dengan
kadar awal pemberian dan zat
aktif yang dapat diserap (Aiache dan Devissaguet,
14 1993)
EVALUASI BIOFARMASETIKA REKTAL (5/10)
2. EKSIPIEN

Pemilihan Bahan Pembawa


(Untuk mengatur laju pelepasan dan absorpsi zat aktif suppositoria)

Harus
dipertimbangkan
berdasarkan:

Penambahan
Sifat Fisiko-kimia
eksipien yang Cara Pembuatan
Zat Aktif
diperlukan

(Aiache dan Devissaguet,


15 1993)
EVALUASI BIOFARMASETIKA REKTAL (6/10)
2. EKSIPIEN
Sifat Fisikokimia Zat Aktif
• Zat aktif larut air  basis lemak, suhu Penambahan Eksipien Lain
lebur < suhu rektum • Bahan pengental (setil alkohol,
• Zat aktif sukar larut  partikel halus, aluminium stearat, seresin, silika
ubah pH cairan rektum, ubah konstanta koloidal)  (+) menjaga zat aktif tetap
dielektrik bahan pembawa
tersuspensi  (-) menghambat
• Zat aktif cairan dan melarutkan
pelepasan zat aktif
pembawa  pilih pembawa yang
• Surfaktan  memberikan penampilan
konsistensi tinggi (untuk pembawa larut
air), pilih yang TL pembawa > TL zat suppositoria yang baik dan
aktif (untuk pembawa lemak) memudahkan pelepasan serta
• Zat aktif bereaksi dengan pembawa dan penyerapan zat aktif
menghasilkan campuran eutektik dengan • Air  membuat emulsi suppositoria 
TL sangat rendah  pembawa dengan dapat merusak zat aktif atau bahan
konsistensi dan TL sesuai berlemak (keadaan tertentu)
• Ada senyawa hidrofil/hidrogliserin  • Antioksidan dan pewarna  perhatikan
pembawa yang dapat cepat mengemulsi ketidakcampuran dengan zat aktif 
• BM zat aktif ↑↑  pembawa yang laju memengaruhi bioavailabilitas
pelarutannya cepat (Aiache dan Devissaguet,
16 1993)
EVALUASI BIOFARMASETIKA REKTAL (7/10)
2. EKSIPIEN

Cara Pembuatan Cara Penambahan Zat Akti ke Suppositoria


Memengaruhi pelepasan dan • Zat aktif tidak larut 🡪 suspensikan dalam
penyerapan zat aktif. Perlu pembawa
diperhatikan: • Pilih ukuran partikel yang optimum
• Metode yang dapat dipilih:
1. Suhu peleburan massa a)Larutan Padat (zat aktif dilarutkan dalam
suppositoria massa leburan dan tetap berada sebagai
larutan dalam suppositoria)
Peleburan oleum cacao pada
b)Bahan padat dilarutkan dalam massa
suhu 35°C
leburan dan dikristalkan dalam suppositoria
Harus buat formula yang tidak selama proses pemadatan
terjadi perubahan pembawa c)Zat aktif dileburkan dalam eter atau pelarut
selama penyimpanan seminggu organik lain dan ditambahkan ke basis 🡪
pada suhu 30°C pelarut menguap terbentuk endapan halus
aktif dalam suppositoria

(Aiache dan Devissaguet,


17
EVALUASI BIOFARMASETIKA REKTAL (8/10)
3. STUDI IN VITRO

• Tidak mungkin untuk menguji semua formula yang


diusulkan
• Uji In vitro lebih diutamakan tanpa meninggalkan uji In
vivo
• Dapat diketahui :
1. Faktor Kinetik pre-disposisi zat aktif
Suhu peleburan, laju pencairan dan peleburan pembawa
berlemak, laju pelarutan pembawa larut air dan
penampakkan leburan pewarna
2. Faktor Kinetik penyerapan zat aktif
Laju pelarutan zat aktif dan laju penembusan
(Aiache dan senyawa
Devissaguet,
18 1993)
melalui membran
EVALUASI BIOFARMASETIKA REKTAL (9/10)
3. STUDI IN VITRO

A. Suhu Lebur
- Pipa Kapiler dan beaker berisi air diatas penangas air suhu 37 derajat diletakkan suppos berbasis lemak

B.Laju Pelelehan
- Alat komersial Erweka
- Setnikar dan fantelli
- Teknik Krowezynski
Pembuktian :
1. Peningkatan suhu lebur akibat penyimpanan akan menghambat difusi zat aktif
2. Cara pendinfinan tidak menunjukan perbedaan nyata laju peleburan
3. Penyimpanan untuk pengawetan dan tidak menyebabkan perbedaan laju peleburan

C. Penampakan
Czetsch-Lindenwald mengoleskan bahan pembawa pada kertas saring yang mengandung gom arab, gliserin dan air pada suhu 40 derajat dan
Villemey : pada suhu 37 derajat dan diatas kaca arloji

(Aiache dan Devissaguet,


19
EVALUASI BIOFARMASETIKA REKTAL (10/10)
4. DIFUSI ZAT AKTIF

• Teknik pada suhu peleburan dengan beaker yang


mengandung air pada 37 derajat.
• Untuk antibiotik dan antiseptik: Teknik difusi statik diatas
media pembenihan jeli dengan selapis mikroba baku.
• Difusi dinamik zat aktif melalui membran pada suhu fisiologik
1. Suppos kontak dengan sejumlah cairan tertentu dengan
suatu pengadukkan sederhana
2. Cairan mengalir melintasi ruang pelarutan yang didalamnya
terdapat suppos terbungkus dalam membran dialisis pada
sirkulasi tertutup.

(Aiache dan Devissaguet,


20 1993)
DAFTAR PUSTAKA
Aiche, J. M. and A. M. G. Herman. 1982. Pharmaceutical and Biopharmaseutics.
Pairrs: Tecq et Docum.
Aiache, J. M., dan Devissaguet, J. P. 1993. Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi Kedua.
Diterjemahkan oleh Dr. Widji Soeratri. Surabaya : Airlangga University Press.
Allen, L. V., dan Ansel H. C. (2014). Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug
Delivery Systems. Tenth Edition. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins.
Ansel, H. C. 2005. Pengan.ar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV: Jakarta: UI Press.
Havaldar, V., K. K. Mali, R. J Dias, V. Ghorpade. 2015. Rectal Suppository as an
Effective Alternative for Oral Administration.  Research Journal of Pharmacy and
Technology. Vol 8(6): 759-766.
Shargel, L., and A. B. C. Yu. 2016. Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics.
New York : McGraw-Hill Education 21

Anda mungkin juga menyukai